Suasana ruangan VIP itu begitu tegang. Semua orang tampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
Tidak ada yang menyangka Arjuna akan begitu marah dengan tindakan Evelyn!
Namun, Naura sudah menduganya, karena ini adalah salah satu hal yang paling dia takuti akan terjadi, di mana Evelyn yang tidak tahu tata krama kalangan atas, akan menyinggung Arjuna dengan kebiasaannya yang abai terhadap aturan.
Zafir tampak memeluk pundak Evelyn, mencoba untuk melindungi wanita itu dan memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa?”
“T-tidak, tapi tanganku sakit.” jawab Evelyn manja, tampak lemah dan begitu takut.
Naura memaki dalam hati, bukan karena sikap Evelyn, melainkan karena tindakan Zafir.
Tidak bisakah pria itu sadar kalau tamu penting mereka tengah marah besar akibat wanita yang dia lindungi itu!?
Bisa-bisanya dia malah abai terhadap Arjuna dan hanya fokus sepenuhnya kepada Evelyn?
Khawatir Arjuna tersinggung, Naura gegas maju menghadap pria itu.
“Maaf, Tuan Renjana, Evelyn tidak terbiasa mengikuti acara seperti ini. Jadi, mohon maklumi tindakannya apabila dia berbuat salah,” ucapnya selagi membungkuk sedikit.
Di saat itu, sepasang manik hijau Arjuna beralih dari sosok Naura menuju Zafir dan Evelyn. Dia memicing saat melihat tangan Zafir yang berada di pundak Evelyn.
Hanya untuk sesaat, karena detik berikutnya, pria itu beralih menatap Naura yang masih membungkuk untuk meminta maaf padanya.
“Bukan salah Anda, Nyonya Wajendra. Jadi, tidak perlu meminta maaf,” ucap Arjuna, membantu Naura menegapkan tubuh.
“Saya hanya berharap lain kali Tuan Wajendra, selaku pemimpin Wajendra Group, untuk tahu siapa yang berkepentingan dan layak menghadiri pertemuan dengan saya.”
Kalimat itu sukses membuat Zafir membeku dan mata Evelyn memerah. Arjuna jelas-jelas sedang menyindir mereka!
Selagi Zafir dan Evelyn merasa malu, Naura hanya bisa mendengus dalam hati melihat ekspresi mereka.
Sebelumnya, dia sudah memperingati dua orang itu, tapi mereka mengabaikannya.
Sekarang, lihat apa yang terjadi?
Tidak ingin menunda waktu lebih lama lagi, Naura pun berkata, “Tentunya, Tuan Renjana. Kami akan mengingat saran Anda.”
Dia merentangkan tangan ke meja makan selagi menatap Arjuna. “Agar tidak lagi membuang waktu Anda yang berharga, mungkin kita bisa memulai acara makan malamnya?”
Arjuna menganggukkan kepala. “Dengan senang hati.”
Selagi membawa Arjuna ke meja di tengah ruangan, Naura pun mempersilakan pria itu untuk duduk.
Setelah semua orang duduk dan hidangan siap di depan mata, suasana kembali normal dan Zafir telah kembali menguasai perbincangan dengan bantuan Naura.
Pembahasan kesepakatan antara Wajendra dan Renjana juga berhasil mencapai titik temu.
"Tuan Renjana, saya sudah dengar bagaimana perusahaan Anda kembali menembus rekor pembagian dividen tertinggi untuk para investor. Itu berita yang mengejutkan! Bagaimana Anda melakukannya?” tanya Zafir dengan terus-terang, membuat Naura tersenyum sebelum menambahkan.
“Selaku partner kerja sama, tentunya Tuan Renjana akan memberikan satu dan dua tips untuk kami, bukan?” imbuh Naura guna memperhalus cara bertanya Zafir.
Melihat kerja sama keduanya, Arjuna tersenyum sebelum berkata, “Tidak heran Saya sering mendengar orang-orang berkata bahwa kerja sama Tuan dan Nyonya Wajendra sungguh luar biasa. Hari ini, bisa kulihat langsung bagaimana kalian saling melengkapi dalam menggali informasi. Tuan Wajendra dengan ide menakjubkannya,” dia beralih menatap Naura lurus, “dan Nyonya Wajendra dalam kepiawaiannya berbicara.”
Kalimat pujian itu membuat Naura sontak memerah, malu karena jarang menerima pujian seterus-terang itu.
Di sisi lain, Zafir tertawa puas. “Ha ha ha! Tuan Renjana bisa saja.” Dia memeluk pundak Naura dan berkata, “Akan tetapi, memang keberhasilan bisnis saya sebagian berkat istri saya ini.”
Di saat ini, sebuah suara terdengar berkata, “Kak Naura memang luar biasa! Itulah alasan aku mengidolakannya. Kira-kira, aku bisa tidak ya jadi seperti Kak Naura suatu hari nanti?”
Semua orang menoleh, menatap Evelyn yang tersenyum manis selagi menatap Naura.
Naura menatap wanita itu dingin. Kentara jelas bagaimana Evelyn berusaha melibatkan dirinya ke dalam percakapan.
Sebelum Naura sempat berkata, suara dingin Arjuna lebih dulu menusuk setiap hati di ruangan itu.
“Saya baru tahu kalau keluarga Tirta memang tidak pernah mengajari sopan santun, ya.”
Napas Naura tertahan di tenggorokan.
Untuk beberapa saat tidak ada yang bersuara, sampai tawa Arjuna memecah keheningan di sana.
Hanya saja tawa Arjuna bukan tawa kebahagiaan. Itu tawa yang menyeramkan. Setelah tawa itu berhenti, Arjuna mengambil serbet lalu mengelap mulutnya dengan serbet itu.
“Kurasa pertemuan kita selesai di sini.” Arjuna berdiri dengan angkuh. Aura dominasinya benar-benar membuat semua orang di sana ketakutan.
Sebelum Arjuna melangkah pergi, Zafir langsung berdiri dan menunduk dalam di hadapan Arjuna.
Ia tidak bisa membiarkan Arjuna pergi, atau kepergian Arjuna yang tidak menyenangkan ini akan berpengaruh pada kesepakatan di antara mereka.
“Maafkan kelalaian istri dan keluarga istri saya, Tuan Renjana.”
Arjuna menatap dingin Zafir di bawahnya dan mengabaikan Zafir untuk meninggalkan pria itu yang tetap menunduk.
Setelah kepergian Arjuna dari ruangan itu, tubuh Naura bergetar menatap Zafir dan Evelyn dengan kemarahan yang menyeruak di dada.
"Naura!" Setelah Arjuna Renjana meninggalkan mereka begitu saja, Naura justru memberikan tatapan merendahkan pada dirinya. Zafir tidak terima!Setelah sampai di mansion, Zafir mengikuti Naura ke kamar. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap Naura dari ambang pintu. "Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya.Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. “Kamu tidak tahu–!”“Kamu yang tidak tahu diri!”Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, lalu menuduh Naura yang tidak tahu diri! Naura menahan amarah dengan mengepalkan tangan di kedua sisinya. “Kamu bilang, aku tidak tahu diri?”“Kalau kamu tidak berbuat onar, Tuan Renjana tidak mungkin meninggalkan pertemuan penting itu begitu saja.”Naura menatap Zafir dengan pandangan tidak percaya. Naura bahkan kehilangan kata-katanya.Sekarang Zafir menyebutnya berbuat onar, padahal dia send
Keesokan harinya, Naura sibuk bekerja di ruang kerja. Setelah menandatangani semua dokumen, wanita itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan menghela napas. Dia masih terganggu dengan acara makan malam yang berakhir memalukan kemarin.Sembari dipenuhi rasa canggung, Naura mulai melakukan panggilan ke nomor Arjuna yang baru saja ia minta dari Kate. Tak kemudian, suara berat dari Arjuna terdengar di telinganya."Halo.”Naura mengepalkan kedua tangannya. "Selamat sore, Tuan Renjana. Saya Naura Wajendra. Apakah telepon dari saya mengganggu waktu berharga Anda?"."Nyonya Wajendra? Tidak. Apa ada hal yang ingin anda bicarakan?" tanya pria itu berterus terang. "Ah ya. Sebenarnya, secara pribadi saya ingin meminta maaf terkait pengalaman tidak mengenakkan yang terjadi saat makan malam kemarin, Tuan Renjana. Saya harap Anda tidak menyimpannya dalam hati,” ujar Naura dengan lancar meski jantungnya sudah berdegup dengan tempo yang tidak nyaman.“Mengenai masalah itu, tidak perlu dirisaukan,
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka." Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis." Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura. "Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu be
"Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y
“Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong
Naura membuka pintu balkon hotel dah melihat matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Saat angin berhembus, bibir Naura tersenyum dengan getir karena dulu Zafir merupakan sosok pria yang sangat manis dan hangat. Dia tidak pernah sedikitpun membiarkan Naura merasa kesepian.Perlahan, air mata mulai keluar tak terkendali sehingga berkali-kali juga Naura menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu menangis?”Naura mendongak cepat ke atas, kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok Arjuna yang berdiri di balkon tepat di lantai atasnya. "Akhirnya tangisanmu berhenti," Ucapan Arjuna membuat Naura mengerutkan kening, memangnya sudah berapa lama pria itu memperhatikannya menangis?!"Sejak kapan Anda berada di situ?" Nada bicara Naura terkesan sedikit galak.Kening Arjuna sedikit terlipat. "Dari tadi. Aku mendengar kamu menangis seperti orang bodoh." Bukannya menjawab, pria itu justru melemparkan kalimat pedas."Siapa yang Anda bilang bodoh?" tanya Naura lagi, dia mulai kesal. Lagi
"Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu
Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna
"Mama papa keren! Keren! Itu mama papa Zevan!" Suara riang anak kecil terdengar begitu musik dansa berhenti. Naura menggenggam erat tangan Zafir, sementara tangannya yang lain memegang bahu pria itu. Zafir pun sama, dia merangkul erat pinggang rampung Naura dan tangan wanita itu. Keduanya saling tatap, Naura masih menatapnya penuh kebencian. Zafir lagi-lagi tidak keberatan.Zevan berlari lincah ke arah mereka, membuat Naura tersadar dan segera melepas pegangannya dari Zafir. "Mama! Mama cantik sekali!" Puji Zevan dengan senyum lebar, membuat Naura tak bisa menahan senyum. "Jangan berlari lagi, Zevan." Naura mencubit hidung anak itu. Tak lama suara tepuk tangan mulai terdengar, lalu menjadi jauh lebih ramai dan meriah dibandingkan tepuk tangan dansa sebelumnya. Naura mulai sadar dan memperhatikan sekitar, semua orang menatap mereka dengan senyuman. Konyol, ini konyol. Saat hendak memutuskan untuk pergi, tiba-tiba saja tak jauh dari posisi mereka terdengar suara teriakan wanit
"Bagaimana?" tanya Naura saat mereka telah tiba di balkon. Keduanya berdiri bersebelahan, mata masing-masing memperhatikan pemandangan danau di depan. Langit semakin menggelap, udara pun semakin terasa dingin. "Seperti yang Anda lihat," jawab Tiara, kedua tangannya memijit ringan keningnya bersamaan. Naura kali ini memilih diam, Tiara pasti akan mulai mencurahkan seluruh perasaannya seperti panggilan telefon mereka semalam. "Saya tidak mengerti lagi kenapa pria itu semakin berani, wanita itu juga tak ada malunya. Saya baru pergi sehari namun keadaan Mansion sudah banyak berubah, pelayan lebih patuh pada mereka dibanding saya. Beruntung saya cepat kembali, jika tidak maka semuanya akan semakin sulit. Wanita itu, dia berlagak seperti nyonya rumah."Naura tersenyum tipis. "Lalu? Apa yang Anda lakukan?""Tentu saja saya tidak tinggal diam, saya menggunakan saran Anda. Lambat waktu, saya kini memahami betapa berharganya posisi saya," jawab Tiara, matanya seolah memandang jauh sesuatu
"Boleh saya tahu nama Anda, nona?" tanya salah satu kepala keluarga saat Tiara dan Jovan telah berkumpul bersama mereka. Sela melingkarkan tangannya erat di lengan Jovan, berusaha sembunyi pada pria itu karena malu. Sosoknya yang mungil dan wajah cantik manisnya sekilas membuat semua orang menganggapnya gemas. Naura hanya diam memperhatikan, dia merasa lucu karena Jovan benar-benar berani membawa selingkuhannya lagi setelah keributan di mega grand opening Zafir. Berbeda dengan Jovan yang tersenyum, Tiara justru hanya memasang raut wajah datar. Meskipun tidak saling bicara, Naura tahu bahwa saat ini Tiara tengah mengatur emosinya setengah mati. "Kemari, tidak perlu takut. Ada aku," ucap Jovan lembut pada Sela, seketika membuat semua orang saling tatap dan menatap penasaran ke arah Tiara. "Mama... Kenapa tante itu murung?" tanya Zevan tiba-tiba, menggoyangkan kecil genggaman tangan mereka. Naura menoleh, lalu tersenyum tipis. "Dengar, Zevan. Jika kamu dewasa nanti, jangan pernah
"Mama!" Zevan tersenyum riang ke arahnya, membuat Naura tak memiliki pilihan lain selain membalas senyumannya. Naura mengelus kepala Zevan lembut. "Jangan berlari seperti tadi lagi, ya. Berbahaya."Zevan mengangguk. "Kalau begitu Zevan harus menggandeng tangan mama!" ucapnya sambil meraih tangan Naura. Tak lama, dari kejauhan Naura melihat sosok Zafir yang melangkah ke arahnya. Pria itu tersenyum, setelah tiba tepat di hadapan Naura, Zafir menarik lembut anaknya. "Maafkan anakku, nyonya. Dia sepertinya sangat menyukai nyonya," ujarnya. "Anda membiarkan anak sendiri lepas berlarian itu sangat berbahaya, tuan Wajendra. Lain kali tolong lebih diperhatikan." Kalimat Naura mengandung sindiran yang tersirat untuk Zafir. Tetapi seolah tak mengerti, Zafir hanya terkekeh dan membalas santai. "Kalau Anda sebegitu khawatirnya dengan Zevan, mengapa tidak Anda saja yang menggandengnya? Putra saya juga sepertinya memiliki selera yang cukup bagus, jarang sekali ia bersedia disentuh oleh semba
Setelah semalam puas bercerita pada Naura, Tiara kini perlu kembali pada realita kehidupannya. Wanita itu menatap datar dirinya sendiri di cermin sebelum akhirnya berdiri dan melangkah keluar kamar. Dia menuruni tangga dengan tenang, kupingnya menangkap suara tawa bahagia milik suami dan kekasih gelapnya. Tiba di ruang makan, kedua sudut alis Tiara sedikit menyatu saat melihat Jovan berani mendudukkan wanita itu satu meja dengan ibunya. Meskipun hubungan Tiara dan ibunya sendiri pun tidak begitu baik, tetapi tidak sampai saling membenci. "Selamat pagi, nyonya Bara." Sela menyapa ramah Tiara dari kursinya, sedangkan Tiara hanya melirik singkat tanpa membalas. Dia duduk dengan tenang di kursi utama meja makan, kemudian menatap dingin suaminya. "Sejak kapan keluarga ini bertindak seenaknya?'Jovan yang awalnya tidak melirik Tiara sedikitpun menoleh ke istrinya, seluruh mata kita tertuju padanya. Ibu Tiara, sang nyonya besar Bara hanya diam dan terus menikmati makanannya. Wanita i
Naura baru saja selesai mengurus pekerjaannya, dia kini duduk di hadapan meja rias setelah usai membersihkan diri. Di tengah ini, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Naura menoleh sekilas, itu pasti bukan Kate karena wanita itu sudah berpamitan saat dirinya mandi. "Masuk," jawab Naura. Tak lama pintu terbuka, sesuai dugaannya, yang mengetuk adalah pelayan Mansion. "Ada apa?" tanya Naura sambil menyisir rambutnya. "Ada kiriman bouquet bunga, nyonya. Saya sudah memerintahkan mereka untuk meletakkannya di ruang tengah." Naura menaikkan alis kirinya sekilas, lalu dia segera berdiri dan melangkah menuju ruang tengah.Bibirnya tersenyum samar, Naura menebak bunga itu adalah pemberian Arjuna. Sampai di ruang tengah, Naura tersenyum tipis. Bouquet mawar putih besar bersandar jelas di sofa ruangannya. Tak lama ponselnya berdering, panggilan dari Arjuna masuk. "Bagaimana, apa kau suka?" tanya Arjuna begitu sambungan mereka terhubung. Naura menyentuh lembut kelopak bunga mawar t
"Pergi lalu datang tiba-tiba, memalukan! Kini kamu menampar Sela hanya karena masalah ringan? Tidak puaskah kamu bertingkah hingga membuat masalah internal kita tersebar?!" Jovan menatap muak ke arah istrinya, lalu menarik Sela ke dalam pelukannya. "Sudah marahnya?" tanya Tiara tenang, menatap datar suami serta orang ketiga di pernikahannya. Melihat respon Tiara yang cukup berbeda dari sebelumnya, keduanya pun sempat tertegun. Tiara tidak mempedulikan ekspresi mereka, dia segera melirik Sela sekilas dan kembali menatap Jovan. "Ajari kekasihmu untuk tidak menyentuh sesuatu yang bukan miliknya. Kedepannya aku tidak akan mentoleransi kesalahan seperti ini lagi, bahkan aku tidak ragu mengusir kalian dari sini." Tegas Tiara, lalu melangkah melewati Jovan dan Sela. Diam-diam hatinya kembali berdenyut sambil berdarah, tetapi dia mengingat pesan Naura dan kembali membulatkan keberanian. Jovan dan Sela menatap heran ke arah Tiara, kenapa wanita itu tidak mengamuk dan pecah seperti sebel
Naura duduk berhadapan dengan Zafir di ruang tengah Tirta. Zafir benar-benar terlihat santai, pria itu selalu tersenyum setiap kali mata mereka bertemu. Naura hanya diam dan memasang raut wajah tidak bersahabat, dia tidak mengerti mengapa Zafir bergerak lebih agresif dibandingkan sebelumnya. "Apa kamu sudah menerima email yang pihak kami kirim?" tanya Zafir, membuka pembicaraan. Naura tanpa ekspresi menjawab. "Ya, tapi aku tidak bisa menyetujuinya.""Kenapa?" tanya Zafir. Naura mengerutkan keningnya. "Anda lah yang kenapa, bukankah dulu yang membatalkan semuanya adalah Anda?"Zafir mengangguk ringan. "Itu benar, tetapi aku akui itu adalah sebuah kesalahan. Tidak seharusnya aku memutuskan hubungan dua keluarga begitu saja. Wajendra dan Tirta sudah berhubungan sangat lama, namun kemarin emosiku sedang sangat tidak stabil, aku minta maaf. Tujuanku kemari hanya ingin mengembalikan semuanya seperti semula, aku tidak ingin mengecewakan upaya para senior keluarga di masa lalu."Naura me
"Terima kasih banyak, nyonya Tirta. Maaf... Aku merepotkanmu. Sejujurnya aku merasa sangat malu." Tiara tersenyum lemah ke arah Naura, mereka berdua berdiri di halaman depan Mansion Tirta. Setelah diskusi serta diiringi dorongan semangat dari Naura, Tiara pun berani melangkah kembali ke Mansion Bara. Meskipun rasa takut dan gugup menggerogotinya, pada akhirnya dia tidak bisa menghindar dari takdirnya sebagai kepala keluarga. "Bukan masalah besar, terkadang perempuan memang tidak memiliki tempat untuk kembali di situasi seperti ini," jawab Naura, sekali lagi dia mulai mengingat kepingan masa sulitnya. "Saya tidak tahu harus bagaimana berterima kasih pada Anda, jika--""Berjanjilah pada saya untuk menjadi pemenang di masalah ini. Setelah selesai, Anda baru bisa memikirkan bagaimana caranya berterima kasih pada saya." Potong Naura, kembali memberikan dorongan pada Tiara. Tiara tertegun, lalu ia mengangguk mantap. "Tentu." Setelahnya, Tiara masuk ke dalam mobil yang diperintahkan N