"Naura!"
Setelah Arjuna Renjana meninggalkan mereka begitu saja, Naura justru memberikan tatapan merendahkan pada dirinya.
Zafir tidak terima!
Setelah sampai di mansion, Zafir mengikuti Naura ke kamar. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap Naura dari ambang pintu.
"Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. “Kamu tidak tahu–!”
“Kamu yang tidak tahu diri!”
Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, lalu menuduh Naura yang tidak tahu diri! Naura menahan amarah dengan mengepalkan tangan di kedua sisinya.
“Kamu bilang, aku tidak tahu diri?”
“Kalau kamu tidak berbuat onar, Tuan Renjana tidak mungkin meninggalkan pertemuan penting itu begitu saja.”
Naura menatap Zafir dengan pandangan tidak percaya. Naura bahkan kehilangan kata-katanya.
Sekarang Zafir menyebutnya berbuat onar, padahal dia sendiri yang merusak pertemuan itu dengan membawa Evelyn.
Dengan napas yang mulai memburu, Naura berkata lirih, “Pergi dari kamar ini.” Kepala Naura tertunduk, ia sudah tidak ingin melihat Zafir lagi saat ini.
Namun, bukannya pergi, Zafir justru memeluknya dan menenggelamkan kepala Naura di dada pria itu.
Naura terkesiap.
“Kamu tahu, aku tidak bermaksud begitu, Naura.” Dari atas kepala Naura, suara Zafir kini berubah menjadi lembut, bahkan mengelus kepala Naura dengan begitu perhatian.
“Aku minta maaf, oke?”
Kerutan di kening Naura terlipat halus, mendengar permintaan maaf dari suaminya membuat perasaannya jadi tidak karuan.
“Sudah cukup, saat ini Evelyn menangis ketakutan karenamu."
Kini, bola mata Naura melebar. Sekuat tenaga, Naura mendorong dada Zafir. “Di saat seperti ini, kamu masih memikirkan wanita itu?!”
Sejurus kemudian, Naura tersenyum getir sebelum kemudian menggelengkan kepalanya pelan.
Dia tidak pernah menduga bahwa suaminya ternyata sangat mementingkan wanita lain di hadapannya.
“Ada apa denganmu? Evelyn jelas tidak baik-baik saja saat ini.” Tangan Zafir mengarah pada Naura. “Sedang kamu terlihat baik-baik saja.”
"Jika Evelyn menangis karenaku, bagaimana denganku? Suamiku sedang membela wanita lain sekarang. Kamu tidak pernah bertanya bagaimana perasaanku saat kamu dan wanita itu muncul di depan Tuan Renjana!"
"Mengapa kamu jadi seperti ini? Kekakanan! Evelyn tidak punya siapa pun di sini dan sekarang dia sedang mengandung. Sementara kamu yang sudah memiliki segalanya masih terus menerus menyalahkannya?!” Zafir memotong tajam kalimat keluhan Naura.
Naura semakin geram, dan sekarang Zafir masih menyalahkan dirinya atas semua yang wanita itu rasakan?
Naura melangkah lebih dekat ke arah suaminya dan menunjuk pria itu tepat di dadanya.
"Itu bukan kesalahan kecil, Renjana bukan pihak yang bisa kita panggil kapan saja, Zafir. Dan lagi, kamu yang bersikap tidak waras! Kamu mengabaikan perjanjian kita dan membuat wajahku hancur di hadapan tamu penting!"
Zafir menggertakkan giginya kesal.
"Naura, kamu tahu bahwa Evelyn tidak terlahir di keluarga konglomerat seperti kita, bukan? Seharusnya kesalahan kecil seperti ini bisa kamu maklumi!”
"Aku harus memaklumi seseorang yang telah mengacau di pertemuan penting kita? Di mana isi kepalamu? Renjana adalah partner kuat untuk bisnis besar kita!"
"Bisnis! Bisnis! Bisnis! Apa di kepalamu hanya ada bisnis?!" Zafir tiba-tiba meledak lebih keras, kedua mata pria itu melotot marah ke arahnya, jari telunjuknya menunjuk wajah Naura.
Naura memejamkan matanya saat nada bicara pria itu luar biasa tinggi, kemudian kembali membuka matanya untuk menatap Zafir jauh lebih dingin dari sebelumnya.
"Berhenti secara egois mendominasi seluruh aspek kehidupan kita, hubungan, bisnis, berhenti egois! Aku adalah suamimu! Perkataanku adalah mutlak! Kamu tidak bisa membantah!" Zafir masih menunjuk wajah Naura.
Naura mengepalkan kedua tangannya erat menatap jari Zafir yang menunjuk wajahnya, kemudian perlahan beralih menatap mata ganas pria itu.
"Aku adalah istrimu!"
"Lalu kenapa?! Aku adalah suamimu! Kepala keluarga! Bahkan jika Evelyn ingin aku tempatkan di kamar utama, maka aku bisa melakukannya tanpa persetujuanmu! Kamu harus patuh berada di belakangku!"
Zafir memotong kalimat Naura dengan kasar, pria itu sama sekali tidak ragu membentak istrinya.
"Sejak awal posisiku berada di sampingmu, bukan di belakangmu! Apa kamu menjadi hilang akal karena wanita itu?!" Naura mencoba berbicara lebih cepat agar tidak dipotong oleh Zafir lagi.
Zafir menggeleng cepat. "Dia bukan ‘wanita itu’, Naura! Dia Evelyn, ibu bagi anak kita! Jadi, berhenti menyalahkan Evelyn! Wanita itu tidak bersalah dan--!"
Naura tersenyum dingin dan menyela cepat ucapan Zafir. "Evelyn adalah ibu pengganti untuk anak kita, iya! Tapi dia bukan istri keduamu, Zafir! Sejak awal, seujung kuku pun dia tidak berhak menginjak mansion! Tempatnya adalah di paviliun!!"
Zafir mengerutkan keningnya dalam. "Kamu membahas hal ini lagi? Naura, tidakkah kamu sadar di sini peranmu hanya mencari-cari kesalahan wanita lugu itu?"
Kini Naura ingin tertawa keras.
"Aku tidak pernah peduli pada apa pun yang berhubungan padanya, hanya saja kali ini dia benar-benar melanggar batas dan melakukan tindakan bodoh di hadapan tamu penting!”
Zafir menggelengkan kepalanya pelan. Pria itu menyipitkan kedua matanya sedikit, kedua sudut alisnya pun menyatu.
"Kamu hanya sedang cemburu dan bertingkah egois, kamu selalu mencari kesalahan orang-orang di sekitarmu. Naura, di mana akal sehatmu? Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan membuatku muak."
Lalu tanpa menunggu jawaban Naura, pria itu berbalik pergi sambil membanting pintu kamar, meninggalkan Naura seorang diri.
Naura menatap kosong kepergian suaminya dengan dingin, deru napasnya yang tak beraturan perlahan menjadi isak tangis kecil. Wanita itu terjatuh, kedua kakinya lemas.
Naura mengepalkan kedua tangannya, kemudian perlahan kembali bangkit berdiri. Tidak ada gunanya dia menangis sekarang.
Orang-orang hanya akan menganggapnya gila, terutama suaminya.
Dia sama sekali tidak mengerti, mengapa Zafir secara mendadak tergila-gila dengan Evelyn dan melupakan hubungan mereka begitu saja?
Kepercayaan Naura akan suaminya, perlahan ... mulai terkikis.
Keesokan harinya, Naura sibuk bekerja di ruang kerja. Setelah menandatangani semua dokumen, wanita itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan menghela napas. Dia masih terganggu dengan acara makan malam yang berakhir memalukan kemarin.Sembari dipenuhi rasa canggung, Naura mulai melakukan panggilan ke nomor Arjuna yang baru saja ia minta dari Kate. Tak kemudian, suara berat dari Arjuna terdengar di telinganya."Halo.”Naura mengepalkan kedua tangannya. "Selamat sore, Tuan Renjana. Saya Naura Wajendra. Apakah telepon dari saya mengganggu waktu berharga Anda?"."Nyonya Wajendra? Tidak. Apa ada hal yang ingin anda bicarakan?" tanya pria itu berterus terang. "Ah ya. Sebenarnya, secara pribadi saya ingin meminta maaf terkait pengalaman tidak mengenakkan yang terjadi saat makan malam kemarin, Tuan Renjana. Saya harap Anda tidak menyimpannya dalam hati,” ujar Naura dengan lancar meski jantungnya sudah berdegup dengan tempo yang tidak nyaman.“Mengenai masalah itu, tidak perlu dirisaukan,
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka." Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis." Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura. "Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu be
"Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y
“Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong
Naura membuka pintu balkon hotel dah melihat matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Saat angin berhembus, bibir Naura tersenyum dengan getir karena dulu Zafir merupakan sosok pria yang sangat manis dan hangat. Dia tidak pernah sedikitpun membiarkan Naura merasa kesepian.Perlahan, air mata mulai keluar tak terkendali sehingga berkali-kali juga Naura menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu menangis?”Naura mendongak cepat ke atas, kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok Arjuna yang berdiri di balkon tepat di lantai atasnya. "Akhirnya tangisanmu berhenti," Ucapan Arjuna membuat Naura mengerutkan kening, memangnya sudah berapa lama pria itu memperhatikannya menangis?!"Sejak kapan Anda berada di situ?" Nada bicara Naura terkesan sedikit galak.Kening Arjuna sedikit terlipat. "Dari tadi. Aku mendengar kamu menangis seperti orang bodoh." Bukannya menjawab, pria itu justru melemparkan kalimat pedas."Siapa yang Anda bilang bodoh?" tanya Naura lagi, dia mulai kesal. Lagi
"Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu
Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna
“Apa?”“Kamu tidak salah dengar, Naura. Aku akan menyetujui permintaan perceraianmu itu, tapi kamu harus pergi bersama kami ke Amsterdam lusa.” kata Zafir.“Kamu gila!” Naura mundur beberapa langkah sebelum kemudian memegangi kepalanya yang kini berdenyut dengan satu tangan.“Ya. Akun memang gila setelah mendengar keputusanmu yang hendak bercerai dariku, Naura. Selain menjadi sarana pemulihan yang baik untuk Evelyn, kepergian kita ke sana juga akan membuatku membuktikan kalau posisimu tak tergantikan untukku”.Setelah percakapannya dengan Zafir, Naura kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja. Namun, pikirannya sama sekali tidak fokus. Naura malah kembali memikirkan syarat perceraiannya dengan Zafir yang membuatnya sakit kepala.Pria itu sepertinya memang sudah gila karena Evelyn.Sambil menghela napas, Naura teringat dengan kalung kembar yang diberikan oleh Zafir untuk dirinya dan Evelyn yang saat ini masih ia kenakan. Dengan kesal Naura melepas kalung itu dari lehernya dan menyi
"Nyonya, bukankah itu tuan Renjana?" ucap Kate dari kursi depan, membuat Naura membuka matanya dan mencoba melihat ke depan. "Benar, itu beliau. Sepertinya tuan Renjana menunggu kepulangan Anda cukup lama, nyonya," balas tuan Benjamin yang menyetir mobil. Dari dalam mobil Naura melihat sosok Arjuna telah berdiri menunggunya di depan pintu masuk. "Sudah berapa lama ia di situ?" tanya Mela yang juga ikut terkejut. Setelah mobilnya berhenti, Naura dengan cepat turun dan melangkah mendekati Arjuna. "Kamu di sini?" tanyanya bingung. "Astaga, apa kamu sudah menunggu kami lama, nak?" tanya Mela khawatir. Arjuna tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Tidak, aku juga baru saja tiba." Naura menaikkan alis kirinya, lalu menggeser tatapannya ke arah Damian yang seolah tertekuk rapat. Sepertinya Arjuna berbohong agar tidak membuat ibunya khawatir. "Kamu baru pulang bekerja?" tanya Mela lagi, menatap Arjuna penuh perhatian. Arjuna mengangguk. "Benar, aku kemari karena ada beberapa hal y
Zafir masuk ke dalam ruangan kerja Evelyn dengan raut wajah datar, pandangan matanya mendingin. Saat tatapan mereka bertemu, dengan cepat pria itu bertanya,"Itu ulahmu?"Evelyn dengan mata sembabnya berusaha tenang, meskipun air matanya tidak lagi mengalir deras seperti sebelumnya. "Kamu bicara soal apa, Zafir?" tanya Evelyn, pandangan matanya mulai sedikit kosong tiap kali menatap Zafir. Zafir mengepalkan tangannya. "Tidak perlu bertingkah polos! Itu ulahmu, bukan? Kamu yang sengaja mengatakannya pada Naura?!"Evelyn mengerutkan keningnya, lalu tak lama ia kembali membalas dengan tatapan datar. "Oh? Soal kamu ingin menikah lagi dengannya?" tanya Evelyn. Zafir menggertak kan giginya marah, lalu melangkah mendekati Evelyn dan menggebrak meja kerja wanita itu. BRAK!"Jadi benar? Kamu yang membuat Naura berpaling dariku?!" tanya Zafir, dia marah total karena Evelyn mengacaukan rencananya. Evelyn masih menatap Zafir dengan tenang meskipun kedua tangannya diam-diam gemetar di bawah
Naura melangkah menuju lokasi pesta kembali, suasana hatinya terasa kosong sekarang. Pembicaraannya dengan Evelyn sangat menguras energi. Dia sengaja berhenti di bibir tangga, memperhatikan para tamu yang sibuk bercengkerama. Tak lama suara pria yang tak asing terdengar dari arah belakangnya, begitu menoleh Naura mendapati sosok Zafir sedang tersenyum ke arahnya. "Ada apa?" tanya Zafir begitu mendapati Naura berdiam diri di bibir tangga. Naura memperhatikan pria itu sejenak, ia kembali teringat dengan cerita Evelyn. Diam-diam hatinya bertanya, bagaimana bisa wajah setenang ini yang dulu sangat ia cintai berubah jadi sosok yang bahkan sulit untuk Naura kenali kembali?"Naura, kamu baik-baik saja?" tanya Zafir bingung setelah melihat Naura hanya diam menatapnya. Naura tersadar, dia dengan cepat menarik pandangannya dari Zafir dan tersenyum formal. "Iya, maafkan saya.""Kamu sedang tidak enak badan?" tanya Zafir khawatir, lalu mencoba untuk menyentuh kening Naura. Naura dengan ce
Evelyn terisak hebat saat menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya, sementara Naura hanya diam menyimak. Pandangan matanya mendingin setelah mendengar Zafir dan Malini ingin menjadikan dirinya nyonya Wajendra kembali setelah mereka menggantikannya dengan Evelyn. Bahkan mereka menekankan posisi 'nyonya' dan 'ibu'? Itu menjijikan. Melihat Evelyn yang lemas karena terlalu lama menangis membuat hati Naura sedikit terenyuh, dia dapat memahami rasa sakitnya. Tetapi haruskah ia peduli? Mereka lah yang menginginkan takdir seperti ini, semua rasa sakit mereka timbul karena pilihan sendiri. "Jadi, aku mohon... Bantu aku untuk menjadi sepertimu, aku hanya ingin mempertahankan posisiku," ucap Evelyn, wanita itu kembali memohon. Naura mengerutkan keningnya samar, kondisi terisak wanita itu sukses membuat Naura teringat dengan dirinya sendiri. Dulu dia juga menangis seperti itu, menyalahkan dirinya sendiri atas kekurangannya. Padahal mereka lah yang menginjak-injak dirinya. "Apa yan
Pesta berlangsung meriah meskipun ada kedinginan yang diam-diam menyelimuti mereka. Naura menikmati suasana pesta meskipun Malini terus menerus 'mengusiknya'. Dia masih belum mengetahui alasan Malini melakukan hal itu. Naura mencoba untuk menyingkir dari pusat pesta, dia menepi sejenak untuk kemudian melangkah mencari kamar kecil. Mansion ini dulu adalah miliknya, dia tidak memerlukan bantuan siapapun untuk mencari sesuatu di sini. Sebelum benar-benar pergi ke kamar kecil, Naura sempat memperhatikan Zafir. Pria itu tersenyum seperti biasa, menyapa para tamu mendampingi Malini. Tetapi entah bagaimana Naura merasa ada yang aneh di sini, entah itu situasi ataupun perilaku mereka.Lagi-lagi, Naura mencoba mengabaikannya. Meskipun Evelyn telah mengatakan hal tidak masuk akal saat di Solo kemarin, Naura masih tetap tidak bisa mempercayainya. Untuk apa pria itu menginginkannya lagi? Mereka lah yang membuang Naura. Tidak ada alasan untuk menyesal. Naura meninggalkan area pesta untuk
Hari ulang tahun nyonya besar Wajendra itu akhirnya tiba, acara dilaksanakan di Mansion utama Wajendra. Naura ikut hadir untuk mendampingi ibunya, kedatangan mereka pun segera menjadi pusat perhatian. Naura menatap sekitaran Mansion, tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali ia kemari untuk mendatangi ulang tahun Zevan. Malini yang melihat kehadiran Naura dan Mela pun segera menghampirinya, tindakan ini pun langsung menjadi pusat perhatian lebih luas. Pasalnya, semua tamu undangan yang hadir tidak ada yang disambut secara langsung seperti Naura dan Mela. "Astaga, kalian sudah datang? Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Malini, lalu memeluk Naura. Naura mengerutkan keningnya tidak nyaman, apa-apaan wanita itu?Tak lama Malini menatap Mela, bibirnya tersenyum lebih dalam. "Ini pertemuan pertama kita, benar?"Mela mengangguk. "Benar, selamat ulang tahun, nyonya besar Wajendra."Malini terkekeh tipis. "Aku sudah terlalu tua untuk mendapatkan ucapan seperti itu, terima kasih banyak, n
Niat awal Evelyn mendatangi suami dan ibu mertuanya adalah untuk meminta maaf.Tetapi... Mendengar percakapan mereka membuat Evelyn mengurungkan niatnya. Dengan lemas wanita itu melangkah mundur, tangan kanannya menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara tangis sedikitpun. Air matanya mengalir deras, perlahan ia menjauh dari ruang kerja Zafir hingga akhirnya benar-benar berlari. Evelyn terus berlari, ia tidak memiliki tujuan pasti. Para pelayan yang melihat sosoknya pun bingung dan segera bertanya-tanya, apa yang sekiranya baru saja terjadi lagi?Evelyn berhenti secara tidak sengaja di pintu yang selalu dilarang Zafir untuk dimasuki siapapun. Evelyn menatap dingin pintu itu, air matanya masih terus mengalir. Sebenarnya apa yang ada di balik pintu ini hingga suaminya bahkan melarang dirinya untuk masuk?Tak lama Evelyn teringat dengan Naura. Apa yang sekiranya akan Naura lakukan di posisi ini? Apa dia akan mentolerir rahasia seperti ini?Setelah dipikirkan, jawabannya adalah
Berbeda suasananya dengan Mansion Wajendra, Mansion Tirta justru terlihat sangat tenang dan ceria. Naura hari ini tidak pergi ke kantor, dia memutuskan ingin menghabiskan waktu di rumah bersama ibunya. Naura dan Mela mengenakan pakaian berkebun, mereka sibuk menanam tanaman bersama di halaman depan dan belakang Wajendra. Tak lama sosok Arjuna muncul, pria itu seperti biasa mengenakan setelan jas formal berwarna hitam."Kamu tidak ke kantor?" tanya Naura saat melihat pria itu tiba-tiba muncul. Arjuna mengangguk. "Tidak ada jadwal penting hari ini, jadi aku memutuskan untuk mampir kemari setelah mengetahui kamu juga tidak pergi ke kantor."Naura mengangguk mengerti, lalu tersenyum tipis. "Mau bergabung?"Arjuna mengangguk. "Tentu saja, kenapa tidak?""Kamu bisa berkebun?" tanya Mela, dia jarang melihat pria dengan status tinggi menyukai kegiatan seperti ini. Arjuna mengangguk ragu. "Kita bisa mencobanya bersama."Naura terkekeh. "Dari jawabannya itu berarti tidak bisa, bu."Arjuna
Keesokan harinya semua kesibukan berjalan seperti biasa. Zafir kembali fokus pada pekerjaannya dan Evelyn pada jadwal belajar serta putranya. Wanita itu tengah duduk di halaman belakang Mansion sambil mengajak Zevan bermain. Tak lama, suara wanita paruh baya terdengar dari belakangnya. "Astaga, cucuku tersayang!" Evelyn dengan cepat menoleh, dia dengan cepat berdiri untuk menyambut Malini. "Ibu? Kapan ibu tiba di sini?" tanya Evelyn. Malini menjawabnya sambil menggendong Zevan. "Apa itu penting? Yang terpenting adalah bertemu cucuku sekarang."Evelyn hanya tersenyum, dia tidak lagi menjawab dan kembali duduk. "Ibu mau dibuatkan minuman? Aku akan meminta pelayan untuk--""Tidak perlu, aku bisa memintanya sendiri nanti." Potong Malini, lalu duduk tidak jauh dari posisi Evelyn sambil memangku Zevan. "Aku dengar akhir-akhir ini kamu sering bertengkar dengan Zafir, ada apa?" tanya Malini. Senyum Evelyn berubah menjadi sedikit kaku, di momen ini Malini juga menyadari ada sesuatu ya