"Naura!"
Setelah Arjuna Renjana meninggalkan mereka begitu saja, Naura justru memberikan tatapan merendahkan pada dirinya.
Zafir tidak terima!
Setelah sampai di mansion, Zafir mengikuti Naura ke kamar. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap Naura dari ambang pintu.
"Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. “Kamu tidak tahu–!”
“Kamu yang tidak tahu diri!”
Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, lalu menuduh Naura yang tidak tahu diri! Naura menahan amarah dengan mengepalkan tangan di kedua sisinya.
“Kamu bilang, aku tidak tahu diri?”
“Kalau kamu tidak berbuat onar, Tuan Renjana tidak mungkin meninggalkan pertemuan penting itu begitu saja.”
Naura menatap Zafir dengan pandangan tidak percaya. Naura bahkan kehilangan kata-katanya.
Sekarang Zafir menyebutnya berbuat onar, padahal dia sendiri yang merusak pertemuan itu dengan membawa Evelyn.
Dengan napas yang mulai memburu, Naura berkata lirih, “Pergi dari kamar ini.” Kepala Naura tertunduk, ia sudah tidak ingin melihat Zafir lagi saat ini.
Namun, bukannya pergi, Zafir justru memeluknya dan menenggelamkan kepala Naura di dada pria itu.
Naura terkesiap.
“Kamu tahu, aku tidak bermaksud begitu, Naura.” Dari atas kepala Naura, suara Zafir kini berubah menjadi lembut, bahkan mengelus kepala Naura dengan begitu perhatian.
“Aku minta maaf, oke?”
Kerutan di kening Naura terlipat halus, mendengar permintaan maaf dari suaminya membuat perasaannya jadi tidak karuan.
“Sudah cukup, saat ini Evelyn menangis ketakutan karenamu."
Kini, bola mata Naura melebar. Sekuat tenaga, Naura mendorong dada Zafir. “Di saat seperti ini, kamu masih memikirkan wanita itu?!”
Sejurus kemudian, Naura tersenyum getir sebelum kemudian menggelengkan kepalanya pelan.
Dia tidak pernah menduga bahwa suaminya ternyata sangat mementingkan wanita lain di hadapannya.
“Ada apa denganmu? Evelyn jelas tidak baik-baik saja saat ini.” Tangan Zafir mengarah pada Naura. “Sedang kamu terlihat baik-baik saja.”
"Jika Evelyn menangis karenaku, bagaimana denganku? Suamiku sedang membela wanita lain sekarang. Kamu tidak pernah bertanya bagaimana perasaanku saat kamu dan wanita itu muncul di depan Tuan Renjana!"
"Mengapa kamu jadi seperti ini? Kekakanan! Evelyn tidak punya siapa pun di sini dan sekarang dia sedang mengandung. Sementara kamu yang sudah memiliki segalanya masih terus menerus menyalahkannya?!” Zafir memotong tajam kalimat keluhan Naura.
Naura semakin geram, dan sekarang Zafir masih menyalahkan dirinya atas semua yang wanita itu rasakan?
Naura melangkah lebih dekat ke arah suaminya dan menunjuk pria itu tepat di dadanya.
"Itu bukan kesalahan kecil, Renjana bukan pihak yang bisa kita panggil kapan saja, Zafir. Dan lagi, kamu yang bersikap tidak waras! Kamu mengabaikan perjanjian kita dan membuat wajahku hancur di hadapan tamu penting!"
Zafir menggertakkan giginya kesal.
"Naura, kamu tahu bahwa Evelyn tidak terlahir di keluarga konglomerat seperti kita, bukan? Seharusnya kesalahan kecil seperti ini bisa kamu maklumi!”
"Aku harus memaklumi seseorang yang telah mengacau di pertemuan penting kita? Di mana isi kepalamu? Renjana adalah partner kuat untuk bisnis besar kita!"
"Bisnis! Bisnis! Bisnis! Apa di kepalamu hanya ada bisnis?!" Zafir tiba-tiba meledak lebih keras, kedua mata pria itu melotot marah ke arahnya, jari telunjuknya menunjuk wajah Naura.
Naura memejamkan matanya saat nada bicara pria itu luar biasa tinggi, kemudian kembali membuka matanya untuk menatap Zafir jauh lebih dingin dari sebelumnya.
"Berhenti secara egois mendominasi seluruh aspek kehidupan kita, hubungan, bisnis, berhenti egois! Aku adalah suamimu! Perkataanku adalah mutlak! Kamu tidak bisa membantah!" Zafir masih menunjuk wajah Naura.
Naura mengepalkan kedua tangannya erat menatap jari Zafir yang menunjuk wajahnya, kemudian perlahan beralih menatap mata ganas pria itu.
"Aku adalah istrimu!"
"Lalu kenapa?! Aku adalah suamimu! Kepala keluarga! Bahkan jika Evelyn ingin aku tempatkan di kamar utama, maka aku bisa melakukannya tanpa persetujuanmu! Kamu harus patuh berada di belakangku!"
Zafir memotong kalimat Naura dengan kasar, pria itu sama sekali tidak ragu membentak istrinya.
"Sejak awal posisiku berada di sampingmu, bukan di belakangmu! Apa kamu menjadi hilang akal karena wanita itu?!" Naura mencoba berbicara lebih cepat agar tidak dipotong oleh Zafir lagi.
Zafir menggeleng cepat. "Dia bukan ‘wanita itu’, Naura! Dia Evelyn, ibu bagi anak kita! Jadi, berhenti menyalahkan Evelyn! Wanita itu tidak bersalah dan--!"
Naura tersenyum dingin dan menyela cepat ucapan Zafir. "Evelyn adalah ibu pengganti untuk anak kita, iya! Tapi dia bukan istri keduamu, Zafir! Sejak awal, seujung kuku pun dia tidak berhak menginjak mansion! Tempatnya adalah di paviliun!!"
Zafir mengerutkan keningnya dalam. "Kamu membahas hal ini lagi? Naura, tidakkah kamu sadar di sini peranmu hanya mencari-cari kesalahan wanita lugu itu?"
Kini Naura ingin tertawa keras.
"Aku tidak pernah peduli pada apa pun yang berhubungan padanya, hanya saja kali ini dia benar-benar melanggar batas dan melakukan tindakan bodoh di hadapan tamu penting!”
Zafir menggelengkan kepalanya pelan. Pria itu menyipitkan kedua matanya sedikit, kedua sudut alisnya pun menyatu.
"Kamu hanya sedang cemburu dan bertingkah egois, kamu selalu mencari kesalahan orang-orang di sekitarmu. Naura, di mana akal sehatmu? Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan membuatku muak."
Lalu tanpa menunggu jawaban Naura, pria itu berbalik pergi sambil membanting pintu kamar, meninggalkan Naura seorang diri.
Naura menatap kosong kepergian suaminya dengan dingin, deru napasnya yang tak beraturan perlahan menjadi isak tangis kecil. Wanita itu terjatuh, kedua kakinya lemas.
Naura mengepalkan kedua tangannya, kemudian perlahan kembali bangkit berdiri. Tidak ada gunanya dia menangis sekarang.
Orang-orang hanya akan menganggapnya gila, terutama suaminya.
Dia sama sekali tidak mengerti, mengapa Zafir secara mendadak tergila-gila dengan Evelyn dan melupakan hubungan mereka begitu saja?
Kepercayaan Naura akan suaminya, perlahan ... mulai terkikis.
Keesokan harinya, Naura sibuk bekerja di ruang kerja. Setelah menandatangani semua dokumen, wanita itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan menghela napas. Dia masih terganggu dengan acara makan malam yang berakhir memalukan kemarin.Sembari dipenuhi rasa canggung, Naura mulai melakukan panggilan ke nomor Arjuna yang baru saja ia minta dari Kate. Tak kemudian, suara berat dari Arjuna terdengar di telinganya."Halo.”Naura mengepalkan kedua tangannya. "Selamat sore, Tuan Renjana. Saya Naura Wajendra. Apakah telepon dari saya mengganggu waktu berharga Anda?"."Nyonya Wajendra? Tidak. Apa ada hal yang ingin anda bicarakan?" tanya pria itu berterus terang. "Ah ya. Sebenarnya, secara pribadi saya ingin meminta maaf terkait pengalaman tidak mengenakkan yang terjadi saat makan malam kemarin, Tuan Renjana. Saya harap Anda tidak menyimpannya dalam hati,” ujar Naura dengan lancar meski jantungnya sudah berdegup dengan tempo yang tidak nyaman.“Mengenai masalah itu, tidak perlu dirisaukan,
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka." Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis." Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura. "Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu be
"Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y
“Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong
Naura membuka pintu balkon hotel dah melihat matahari yang sebentar lagi akan terbenam. Saat angin berhembus, bibir Naura tersenyum dengan getir karena dulu Zafir merupakan sosok pria yang sangat manis dan hangat. Dia tidak pernah sedikitpun membiarkan Naura merasa kesepian.Perlahan, air mata mulai keluar tak terkendali sehingga berkali-kali juga Naura menghapus air matanya dengan kasar. "Kamu menangis?”Naura mendongak cepat ke atas, kedua matanya terbuka lebar ketika melihat sosok Arjuna yang berdiri di balkon tepat di lantai atasnya. "Akhirnya tangisanmu berhenti," Ucapan Arjuna membuat Naura mengerutkan kening, memangnya sudah berapa lama pria itu memperhatikannya menangis?!"Sejak kapan Anda berada di situ?" Nada bicara Naura terkesan sedikit galak.Kening Arjuna sedikit terlipat. "Dari tadi. Aku mendengar kamu menangis seperti orang bodoh." Bukannya menjawab, pria itu justru melemparkan kalimat pedas."Siapa yang Anda bilang bodoh?" tanya Naura lagi, dia mulai kesal. Lagi
"Aku bercanda," Arjuna berkata santai setelah sebelumnya berhasil membuat Naura terpaku seperti orang bodoh. Naura yang mendengar ini hanya menghela napas tipis, ternyata pria itu hanya asal menebak sedangkan ia sudah berpikir terlalu jauh."Oh, itu berarti kau sungguh memiliki masalah dengannya?" kini Arjuna menaikkan alis kirinya dan bibirnya menunjukkan seringai tipis. Tampaknya ia senang menggoda wanita itu.Naura mendengus sebelum kemudian berkata lagi dengan nada datar. "Panggil saya Nyonya Wajendra, Tuan Renjana," balas Naura acuh. “Karena kita tidak seakrab itu”.Arjuna mengangkat kedua bahunya acuh. "Mengapa tidak kamu saja yang memanggilku Arjuna? Kita bisa menjadi akrab".Naura mengerutkan keningnya kesal untuk menatap Arjuna. "Mengapa Anda terus mengganggu saya? Saya tidak ingat pernah memiliki interaksi kasual apapun dengan Anda sebelumnya."Arjuna menyatukan kedua alisnya lagi, “Kamu lah yang menggangguku, Nyonya Wajendra. Mata bengkak dan riasan berantakan milikmu itu
Di hari terakhir mereka di Kalimantan, Arjuna dan Zafir berjabat tangan sebagai tanda kerja sama.Setelah itu, mereka kembali ke posisi semula dengan Naura berdiri di tengah.Arjuna lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naura dan berbisik, "Ganti sepuluh kali lipat kalau sapu tanganku hilang."Naura mengerutkan alis sekilas sebelum mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya sama sekali–masih tersenyum.Baru kemudian, setelah tiba gilirannya untuk berjabat tangan dengan Arjuna, Naura menggenggam erat tangan pria itu hingga membuat si empunya tangan mengerutkan dahi.Namun, tanpa diduga, Arjuna membalas perlakuan Naura dengan menggenggam tangan Naura sama eratnya!Zafir yang sadar langsung menampilkan raut wajah yang tak senang. Oleh karena itu, dengan segera dia mengulurkan tangannya ke arah Naura hingga membuat wanita itu menoleh."Sayang?"Naura lantas melepaskan tangan Arjuna dan membalas uluran tangan Zafir yang langsung merangkul pinggang Naura sambil menatap dingin ke arah Arjuna
“Apa?”“Kamu tidak salah dengar, Naura. Aku akan menyetujui permintaan perceraianmu itu, tapi kamu harus pergi bersama kami ke Amsterdam lusa.” kata Zafir.“Kamu gila!” Naura mundur beberapa langkah sebelum kemudian memegangi kepalanya yang kini berdenyut dengan satu tangan.“Ya. Akun memang gila setelah mendengar keputusanmu yang hendak bercerai dariku, Naura. Selain menjadi sarana pemulihan yang baik untuk Evelyn, kepergian kita ke sana juga akan membuatku membuktikan kalau posisimu tak tergantikan untukku”.Setelah percakapannya dengan Zafir, Naura kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja. Namun, pikirannya sama sekali tidak fokus. Naura malah kembali memikirkan syarat perceraiannya dengan Zafir yang membuatnya sakit kepala.Pria itu sepertinya memang sudah gila karena Evelyn.Sambil menghela napas, Naura teringat dengan kalung kembar yang diberikan oleh Zafir untuk dirinya dan Evelyn yang saat ini masih ia kenakan. Dengan kesal Naura melepas kalung itu dari lehernya dan menyi
Suasana menjadi chaos, Arjuna berusaha menutupi tubuh Naura menggunakan selimut. Pria itu berdiri dengan telanjang dada melindungi Naura, sementara Naura masih berbaring di belakang Arjuna dengan tubuh yang bergerak gelisah.Mereka tidak mengerti mengapa 'kegiatan' mereka diketahui oleh pihak luar, tapi Arjuna berusaha tenang dan melindungi Naura."Oh Tuhan! Tuan Renjana yang terhormat, bisa-bisanya Anda melakukan hal seperti ini?!" Seru salah satu bangsawan senior."Siapa yang mengizinkan kalian masuk?" tanya Arjuna datar, menatap tajam semuanya.Tak lama, kerumunan bangsawan itu terbelah, muncul William, Catharina, dan Helena."Yang Mulia! Lihat perilaku menyimpang sepupu Anda ini! Sangat memalukan!""Benar, Yang Mulia! Istana harus mengambil tindakan tegas karena mereka bisa menjatuhkan martabat kerajaan!"William menghiraukan seruan para bangsawan, matanya menatap penuh tanya ke arah Arjuna.Arjuna mengangguk tipis, tatapannya seolah mengatakan dia akan menjelaskan semuanya nanti.
"Naura Tirta, hati-hati karena dia bukan orang yang mudah lengah. Di sekitarnya juga banyak orang besar, salah langkah maka semuanya gugur.""Baik, dimengerti."Panggilan penuh perintah itu terputus seketika setelah dijawab. Pria dengan rambut coklat dan memiliki brewok tipis menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.Dia berjalan di tengah ramainya lalu lalang penduduk sekitar dengan jaket dan wajah tertutup menuju Istana. Melewati pintu belakang, beberapa pasang mata yang melihatnya menyapa seperti biasa."Hei, kemana saja? Cepat, acara sebentar lagi dimulai!""Hai, Jhon! Kau baru datang?"Dia hanya menjawabnya dengan senyum tipis singkat dan melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju bagian dalam belakang Istana, tempat para pelayan menyibukkan diri mereka.Setelah mengganti pakaian, dengan cepat Jhon menemui kepala pelayan yang sibuk memberikan perintah."Tuan Karl, setelah menyiapkan kamar tamu apa saya boleh diizinkan membantu pekerjaan pelayan lain di aula pesta?"Kepala pelaya
Dua hari setelah Naura mendapatkan tawaran lamaran dari Arjuna, pria itu kembali menghubunginya mengenai pernikahan sepupunya yang berada di Belanda. Sebab, Arjuna meminta Naura untuk menjadi pendampingnya dan tidak ada alasan untuk Naura menolak.Setibanya di Royal Palace Amsterdam, kedatangan mereka segera menjadi pusat perhatian. Dengan dress elegan yang melekat di tubuhnya, Naura melangkah di samping Arjuna dengan raut wajah tenang."Selamat atas pernikahan kalian." Arjuna menjabat tangan sepupu laki-lakinya, William. “Selamat juga untukmu, Tuan Putri.” kali ini Naura yang bersuara sambil memeluk singkat Catharina, Putri Mahkota Kerajaan Belanda yang menjadi istri dari William.Mendengar itu, William tersenyum dan menggenggam erat tangan Arjuna. Dia adalah putra dari paman Arjuna, sang Perdana Menteri Belanda. "Jadi ini wanita yang membuatmu gila saat itu?" tanya William dengan suara rendah, sedangkan yang ditanyai mendelik tajam."Aku hanya bercanda! Tidak perlu serius seperti
"Nona, apa Anda baik-baik saja?" Kate menyentuh bahu Naura, keningnya sedikit terlipat karena sudah tiga kali ia memanggil wanita itu namun tidak mendapatkan jawaban. "Iya?" jawab Naura cepat, wajahnya sedikit terkejut. "Bahan khusus yang Anda pesan dari China baru saja tiba, Anda ingin melihatnya sekarang?" tanya Kate. Naura menggeleng singkat. "Tidak perlu, aku percayakan padamu." Kate tersenyum, mengangguk mengerti. Naura menghela napas tipis dan kembali menatap tumpukkan kertas di hadapannya, sejak kejadian kemarin tanpa sadar dia jadi sering melamun. Diandra, Naura belum sempat menanyakan alasan wanita itu tiba-tiba muncul di kediaman Renjana. Ekspresi Arjuna langsung berubah buruk tiap kali nama wanita itu disebut, membuat Naura selalu segera mengurungkan niatnya. Bagaimana hubungan mereka sekarang? Apakah masih ada sesuatu yang belum selesai dan tidak Naura ketahui? Naura memijit keningnya, dia tidak pernah menduga kejadian kemarin benar-benar menghantui pikiran
"Aku Diandra." wanita itu tersenyum pongah sambil mengulurkan tangannya ke arah Naura. Melihat itu, ekspresi Naura terlihat tenang. Bahkan hampir tidak menampilkan ekspresi apa pun. Namun, saat dia hendak membalas uluran Diandra, Arjuna tiba-tiba menahan tangannya dan menyeretnya pergi."Ayo masuk," ucap Arjuna tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Diandra.Sebelum benar-benar berpisah, Naura dan Diandra sempat saling tatap. Bibir Diandra terus tersenyum sinis, sementara Naura hanya diam dan mengikuti langkah Arjuna.Dari belakang, Naura bisa mendengar suara Damian yang berusaha untuk membawa Diandra menjauh dari Mansion."Nona, mohon jangan buat saya bersikap kasar. Tuan Renjana–""Ternyata Aran sama sekali tidak berubah ya," potong Diandra.Naura yang mendengar nama itu mengernyitkan dahinya diam-diam. Aran? Apa itu panggilan Arjuna dari Diandra?Saat mata Naura kembali menatap Arjuna, raut wajah pria itu terlihat keras. Kondisi pria itu membuat Naura yang ingin meminta penjelasa
Sebelum kembali ke apartemennya, Naura memutuskan untuk menemui Helena terlebih dahulu dan memperkenalkan diri dengan lebih baik.Sebab, menurut Naura, sangat tak sopan apabila ia kembali begitu saja tanpa memperdulikan sang Nyonya Rumah. Lagipula, Arjuna pun berencana untuk mengenalkan Naura sekaligus menjelaskan apa yang telah terjadi selama tiga tahun belakangan ini kepada Helena."Begitu. Aku pasti telah menyinggung perasaanmu." Helena bersuara setelah mendengar penjelasan dari putranya.Naura menggeleng. "Saya mengerti. Nonya Renjana tidak perlu khawatir."Raut wajah Helena berubah menjadi senyum kaku. "Tidak perlu memanggilku sekaku itu. Untuk ke depannya, panggil saja aku Ibu. Sama seperti Arjuna."Naura melirik Arjuna untuk meminta persetujuan.Setelah mendapat anggukan dari pria itu, Naura kembali menatap Helena dan ikut mengangguk. "Baiklah, Ibu." Senyuman tulusnya kembali muncul."Arjuna memang sulit untuk diajak berkomunikasi. Jika kamu mengalami kesulitan, tidak perlu r
"Di mana calon menantuku?" Helena bertanya lagi di tengah kesadarannya yang belum terkumpul sempurna. Naura yang mendengar itu tersentak kaget di dalam hatinya. Apakah yang disebut Diandra itu adalah wanita yang diceritakan Damian? Mantan kekasih Arjuna?Naura melirik Arjuna, raut wajah pria itu mengeras dan terlihat enggan untuk menjawab ibunya.Namun, kemudian pria itu dengan lembut mengelus kepala ibunya, "Diandra sudah tidak bersamaku, Bu."Helena mengerutkan kening lalu memejamkan matanya lagi. Dia belum bisa mencerna keadaan terbaru dari Arjuna."Damian," Arjuna memecah keheningan."Ya?"Damian melangkah maju, bibirnya tersenyum tipis saat matanya bertemu dengan mata Helena."Apa dokter masih–"Belum selesai Arjuna bicara, suara derap langkah yang terburu-buru terdengar. Semua orang menoleh dan langsung memberikan akses masuk, termasuk Arjuna.Seoran dokter pria paruh baya masuk tanpa ragu. Sepertinya dia sudah lama berada di sekitar Renjana, karena tidak ada wajah khawatir at
"Terima kasih banyak, dokter."Pagi ini Arjuna memanggil dokter secara khusus untuk memeriksa Naura dan hasilnya membuat pria itu menggeram.Lengan Naura memang tidak mengalami cedera serius, tapi terjadi pembengkakan di sendi Naura, sehingga memungkinkannya untuk merasa nyeri secara repetitif."Kamu tidak pergi keluar hari ini?" Naura bertanya pada Arjuna begitu dokter meninggalkan kamarnya.Arjuna menggeleng singkat dan mata emerald-nya menatap Naura dalam. "Bukankah kamu sendiri yang meminta waktuku?"Naura mengerutkan keningnya, kapan dia pernah meminta waktu Arjuna?"Di pesawat semalam," lanjut Arjuna setelah mendapati wajah bingung Naura.Mendengar hal itu, Naura segera teringat saat di mana Arjuna berniat memanggil tiga dokter sekaligus untuk memeriksanya.Naura tersenyum. "Ah... Itu? Aku tidak masalah kalau kamu memang memiliki urusan penting yang men–”"Jadwalku bersih." Arjuna memotong cepat, membuat Naura tidak punya pilihan lain selain membiarkan pria itu melakukan hal yan
Berbanding terbalik dengan suasana kacau Zafir dan Evelyn, pasangan Arjuna dan Naura merasa sangat damai.Mereka duduk berhadapan dengan Arjuna yang sibuk mengompres pipi kiri Naura yang terlihat memerah."Aku baik-baik saja, Arjuna," ucap Naura untuk menenangkan pria itu. Pasalnya, Arjuna terlihat sangat khawatir sekarang. Kemerahan di pipinya tidak begitu mengkhawatirkan, tetapi Arjuna harus membentak Damian tiga kali hanya karena pria itu terlambat menyiapkan kompres es batu untuknya."Jika dibiarkan akan membengkak," balas Arjuna bebal dan masih mengompres pipi Naura. Tampaknya, dia sedang dalam mode tidak mau mendengarkan kalimat siapapun saat ini.Naura tidak punya pilihan lain selain menurut. Tanpa sadar pandangan matanya mulai semakin lembut pada Arjuna dan menatap wajah pria itu dengan detail. Terutama jakunnya yang naik turun dan pandangan mata pria itu yang menajam.Arjuna tampak seksi sekaligus lembut dalam satu waktu."Apa dia menyentuhmu lagi selain ini?" Pertanyaan A