Share

2. Gagal Move On

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-06-25 04:54:36

Happy reading

***

Andini menghempaskan diri di sofa tunggal yang terdapat pada salah satu ruangan kafe miliknya. Dia mulai menyalakan pendingin ruangan, berharap bisa menghilangkan bara kemarahan di dalam hati. Susah payah perempuan itu menebus rasa bersalah pada lelaki yang ditemuinya tadi, tetapi semua sia-sia saat mengetahui reaksi pertemuan pertama mereka.

"Di sini, kamu rupanya," kata Pratiwi. Kepalanya tersembul masuk dari pintu yang terbuka sedikit.

"Pesankan aku jus jeruk, dong. Lagi butuh pendingin, nih," ungkap Andini.

"Dah, siap. Nih." Pratiwi masuk dan menyerahkan segelas jus jeruk yang sengaja dia bawa kepada sahabatnya. Tanpa diminta, dia tahu apa yang diinginkan Andini.

Di sebelah sahabatnya, Pratiwi mengamati wajah muram sang pemilik kafe. Sama seperti Andini, dia pun tak percaya akan bertemu dengan Rasya dalam suasana seperti tadi.

"Wi, apa takdir hidupku memang seperti ini, ya?" Tawa sumbang terlontar dari Andini.

"Jangan pesimis gitu, dong. Kita nggak tahu maksud kedatangannya lagi. Bisa saja ini suatu kebetulan. Kamu yang selalu ngajarin nggak berburuk sangka. Sekarang buktikan. Anggap kejadian tadi memang murni dia lakukan sebagai seorang pebisnis profesional."

"Lama aku mencari keberadaannya, hanya ingin mengucapkan satu kata maaf atas kejadian di masa lampau. Saat bertemu, reaksinya malah seperti itu. Apa dia terlalu membenciku?" Andini mulai memijat pelan kepalanya yang terasa berdenyut sambil memejamkan mata.

"Sudah! Jangan dipikirkan lagi. Jemput Bisma, gih. Sudah jamnya dia pulang." Pratiwi menarik pelan tangan sahabatnya untuk segera berdiri.

Andini melirik jam yang menempel pada pergelangan, sudah setengah sepuluh. "Astagfirullah," ucapnya, "semoga nggak terlambat. Aku ke sekolah dia dulu, ya."

"Hati-hati. Nggak usah terburu-buru, dia pasti nunggu kamu," teriak Pratiwi.

***

Pada waktu yang bersamaan di tempat lain, tepatnya di sebuah kafe kopi, dua lelaki yang bersahabat kini tengah beradu argumen. Mereka saling mempertahankan pendapatnya demi sebuah kebenaran yang diyakini hati masing-masing. Membahas tentang pertanyaan yang diajukan Rasya pada rapat tadi.

"Sedeng kamu, Ras. Jika hatimu masih tertaut padanya, kenapa nggak diungkap saja?" nasihat Davit pada Rasya.

"Jangan ambil kesimpulan sendiri. Bagian mana dari perkataanku yang mengatakan masih ada namanya tersimpan di sini?" Rasya menunjuk dada sebelah kiri, di sanalah letak jantung hatinya.

"Memang nggak ada kata yang mengungkap perasaanmu itu, tapi sorot matamu terbaca dengan jelas. Dia masih memenuhi seluruh ruang hatimu. Nggak perlu munafik, kita berdua ini sama-sama gagal move on dengan perempuan di masa lalu." Davit menyesap kopi latte miliknya yang mulai dingin.

Dari tempat duduknya, Rasya tertawa lebar dengan kejujuran sang sahabat. Dia sangat tahu siapa perempuan yang telah membuat Davit tidak bisa berpaling. Bisa jadi itulah kekuatan cinta pertama, pesonanya tidak mudah tergantikan bahkan ketika perempuan pujaan sang sahabat telah mengikrarkan janji suci dengan laki-laki lain. Davit masih menyimpan erat rasa cinta untuk perempuan itu.

"Seorang lelaki tampan dan mapan sepertimu, bisa gamon juga ternyata," seloroh Rasya.

Davit yang mendapat ejekan seperti itu, hanya menatap santai. Namun, benda yang dikeluarkan dari saku celana Davit membuktikan semua kebenaran perkataan Rasya, selalu saja benda mati itu jadi pelampiasan sahabatnya. Zat nikotin yang terkandung di dalamnya, dipercaya bisa meringankan beban pikiran Davit.

"Sembarangan. Setidaknya, aku pernah mencoba membuka hati dan berkomitmen, walaupun gagal. Apa kabarnya dirimu yang sama sekali nggak tertarik dengan perempuan selain Andini Prameswari?"

Tak mau kalah, Rasya menanggapi perkataan Davit dengan sindiran. "Kasihan, ya. Rokok itu nggak punya salah apa-apa, tapi dia jadi pelampiasanmu selama ini."

"Nggak usah diperjelas."

"Dasar sensian," jawab Rasya. Lalu, ponselnya berdering cukup nyaring. Wajah sang pemilik seketika berubah masam.

"Siapa?" tanya Davit. Masih menyesap dan menikmati sebatang rokok.

"Biasa."

"Tante Hawa? Kenapa?" Menyunggingkan senyum, Davit kembali mengepulkan asap ke udara.

"Nggak tahu."

"Angkat saja. Siapa tahu penting."

 Seolah mengerti dengan karakter orang tua sahabatnya, Davit kembali menyesap zat nikotin sambil mendengarkan perbincangan anak dan ibu.

"Mi, tolong berhenti mengatur kencan dengan perempuan-perempuan nggak jelas. Aku bisa nyari  calon istri sendiri." Suara Rasya mulai meninggi

Davit tertawa dari tempat duduknya. Bibirnya bergerak, "Rasain, emang enak?"

Rasya segera mengepalkan tangan kanannya dan menunjukkan pada sang sahabat. Davit makin tertawa keras sampai terbatuk.

"Oke, aku bakal temuin dia. Tapi, Mami harus janji. Ini yang terakhir kalinya. Kalau sampai perempuan itu nggak mau, jangan memaksaku lagi." Diam sebentar, Rasya mendengarkan perkataan lawan bicaranya. "Oke. Satu jam lagi, aku sampai di restoran itu."

Panggilan terputus dan Davit tidak bisa menahan tawanya lagi. "Masih jaman jodoh-jodohan? Ingat, Ras. Sekarang sudah jaman milenial. Aneh jika cowok tampan dan mapan sepertimu nggak ada satu pun yang mau dekat."

"Mulutmu. Aku bukan nggak laku, tapi memilih yang terbaik." Rasya melambaikan tangan pada salah satu pelayan yang ada di kafe tersebut. "Aku juga nggak mau dijodohkan seperti ini, tapi mau gimana. Mami bakalan ngoceh kalau aku nggak nurut."

Menyerahkan selembar uang berwarna biru untuk membayar tagihan, Rasya berdiri. "Aku tinggal dulu. Mami resek kalau aku nggak cepat datang."

"Kali ini, apa rencanamu untuk menggagalkan?" tanya Davit dan sang sahabat mengangkat kedua bahunya.

"Good Luck. Semoga rencanamu berhasil, menghempaskan cewek-cewek itu."

Rasya mengacungkan jempol kanannya sebagai jawaban. Dia pun melangkah pergi meninggalkan sahabat sekaligus rekan kerjanya.

Melihat ponsel, Rasya masih punya waktu sekitar setengah jam lagi. Sengaja, dia datang lebih awal sekalian untuk menyusun rencana menggagalkan perjodohannya. Di sebuah mall terbesar yang berada di kabupaten ujung Timur pulau Jawa, pandangan lelaki tersebut menyapu segala arah.

Tiba-tiba ide muncul ketika lelaki tersebut melihat seorang anak laki-laki yang tengah duduk sendirian di kursi tunggu mall.

"Semoga, dia bisa membantuku," ucap Rasya lirih. Dia pun berjalan mendekati sang bocah.

"Hai," sapa si lelaki berkemeja biru dongker. Sang bocah memutar bola mata.

"Boleh nggak Om duduk di sebelahmu?"

"Nggak boleh." Wajah si kecil menunjukkan rasa tidak sukanya.

Namun, Rasya tetap duduk di sebelah si kecil. "Boleh tahu namamu? Om, mau minta tolong. Kalau kamu mau, Om, bakalan ngasih hadiah."

Itulah Rasya, lelaki yang tidak suka basa-basi jika memiliki tujuan. Tak ayal wajah si kecil langsung berubah waspada dengan kening berkerut dan mata terbuka.

"Om mau menculik aku, ya?"

"Hei, bukan begitu. Om, cuma mau minta tolong. Ada cewek resek yang ngejar-ngejar. Dia itu jahat banget, mau menipu. Sini, deh," pinta Rasya. Lalu, dia membisikkan sesuatu ke telinga si kecil.

"Bagaimana?" Rasya menatap penuh permohonan.

"Nggak. Nanti, Mama marah kalau adik nakal," jawab si kecil yang masih memakai seragam sekolahnya. "Lagian, adik takut kalau Om penipu atau penculik."

Rasya melirik arlojinya, tinggal beberapa menit lagi. Teleponnya juga sudah berdering sejak tadi, panggilan dari maminya. Pasti mengabarkan jika cewek tersebut sudah sampai.

"Gini saja. Ini KTP dan kartu ATM Om. Kalau kamu nggak percaya dan takut. Kamu bisa lapor polisi." Rasya juga menyerahkan kartu namanya.

Setelah beberapa menit.

"Oke. Adik bantu, Om. Tapi, ada syaratnya." Setelah mengatakan syarat dan disetujui oleh Rasya. Mereka berdua meninggalkan tempat duduk, menuju restoran cepat saji yang berada di dalam mall.

Baru saja dua lelaki berbeda generasi itu melangkah masuk, Seorang perempuan berpakaian kurang bahan melambaikan tangan. Malas, Rasya beserta anak kecil tersebut mendekat.

"Hai, Ras. Apa kabar?" tanya si perempuan. Langsung memeluk dan berniat mencium pipi.

Namun, gerakan wanita tersebut bisa dihindari oleh Rasya. "Sebaiknya, kamu jaga sikap. Ada anak kecil di sini."

"Dia siapa? Apa keponakanmu?" tanya si perempuan. Hendak mencubit pipi, gemas. Namun, si kecil malah menepis tangan si perempuan.

"Pa, bibi jelek ini siapa?"

"Hei, jangan memanggilku Bibi? Nggak mungkin kamu anaknya Rasya."

Related chapters

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   3. Masalah Besar

    Happy Reading*****"Dia memang anakku. Apa Mami nggak cerita soal ini?" Rasya berkata penuh percaya diri."Nggak, mungkin. Tante Hawa nggak mungkin bohong. Kamu belum menikah, bagaimana bisa punya anak?" Perempuan bernama Bonita itu membulatkan mata. "Apa harus menikah dulu untuk mendapatkan anak?" tanya Rasya dengan tampang meremehkan. "Katanya generasi milenial.""Sorry, meskipun aku hidup di jaman milenial, tapi nggak menganut free seks. Aku kecewa sama Tante Hawa." Perempuan berpakaian seksi itu segera pergi meninggalkan Rasya dalam keadaan marah."Jangan lupa bayar bill makananmu," teriak si lelaki dengan wajah ceria dan tawa keras.Lalu, dia menoleh pada si kecil. Mengangkat tangan kanannya dan melakukan tos. Dua cowok beda generasi tersebut tertawa."Terima kasih. Kamu sudah membantu Om.""Jangan lupa hadiahnya." Si kecil berbalik hendak pergi."Tunggu, kamu mau hadiah apa?" Rasya masih menyunggingkan senyuman."Hadiahnya, nanti saja. Adik pasti hubungi Om untuk menagihnya. S

    Last Updated : 2024-06-25
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   4. Sok Pahlawan

    Happy Reading*****Melirik dengan tatapan membunuh, Andini memberanikan diri memegang pergelangan kanan Rasya."Jika kedatanganmu, hanya menambah bebanku saja. Silakan pergi dari ruangan ini," kata Dini, lirih. "Aku nggak punya waktu membahas hal yang nggak penting. Untuk apa kamu mengancam para pewaralaba seperti tadi."Perempuan itu berbisik ketika mengatakannya tidak ingin ada gosip yang semakin menambah citra negatif diri dan usahanya. Rasya segera membalik cekalan di pergelangan tangannya. Kini, dialah yang memegang kendali atas Andini."Mari kita selesaikan bersama. Aku tahu siapa dalang di balik semua ini," kata Rasya mengejutkan wanitanya sekali lagi. "Jangan mengada-ada. Aku dan tim lainnya saja belum bisa menemukan siapa yang telah melakukan penggelapan. Aku hargai niat baikmu, tapi jangan bertindak gegabah," balas Andini. "Tolong percaya padaku. Setidaknya, lakukan ini demi usaha yang telah kamu rintis." Perkataannya tegas. Tidak ada satu pun kalimat yang menyinggung ten

    Last Updated : 2024-06-25
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   5. Sok Pahlawan

    Happy Reading*****Menghempaskan tubuh ke sofa setelah berperang melawan rasa jengkel terhadap sang mantan. Andini memijat pelipisnya ringan. "Sialan, aku kira dia benar-benar akan menolongku. Ternyata cuma mencari celah untuk menghina."Andini memejamkan mata sebentar, sebelum memutuskan pulang. Teringat kenangan dua belas tahun silam. Di mana dirinya dan Rasya adalah dua pasang anak muda yang saling mencintai. "Untuk apa aku mengingat semua itu, dia pasti sudah bahagia dengan kekasihnya," gumam Andini.Pintu ruangannya terbuka, wajah Pratiwi terlihat. "Mau nginep di sini atau gimana?"Membuka mata, langsung menegakkan duduk. "Jam berapa sekarang?""Sudah hampir jam sepuluh.""Astagfirullah. Aku pulang sekarang," ucap Andini, "Bisma aku tinggalkan sama si Mbak. Aku ngomong akan pulang jam tujuh tadi, tapi sekarang sudah sangat terlambat. Kasihan mbaknya.""Ya, sudah sana pulang. Aku juga mau pulang." Andini memeluk sahabatnya sebelum pulang. Lalu, melirik Davit yang ternyata sudah

    Last Updated : 2024-06-25
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   6. Rindu, tetapi Jengkel

    Happy Reading*****Mematikan sambungan teleponnya, Andini mengutuk perkataan Rasya yang sungguh sangat menyakitkan. Bagaimanapun juga, lelaki itu tidak berhak mencampuri urusan rumah tangganya. Bukankah hubungan mereka sudah berakhir lama. Namun, mengapa kebencian sang lelaki masih terlihat sangat besar. Benar kata bijak, kisahnya mungkin sudah berakhir, tetapi tidak dengan cerita kenangannya.Mencoba memejamkan mata, nyatanya Andini tak mampu terlelap dalam tidur walau seluruh tubuhnya begitu letih dan butuh istirahat. Inderanya menatap langit-langit kamar. Tanpa sadar, perempuan itu bergumam sendirian. "Semua tindakanmu hari ini, bagaimana aku akan membalasnya?" Menghela napas panjang, perempuan satu anak itu menghubungi sang sahabat. "Assalamualaikum. Lagi ngapain, Wi?" tanya Andini ketika panggilannya telah terangkat setelah beberapa kali deringan."Waalaikumsalam. Aku masih di jalan. Ada apa?" "Nggak ada apa-apa. Cuma lagi nggak bisa tidur saja. Kok masih di jalan? Kamu nggak

    Last Updated : 2024-07-04
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   7. Sindiran Cinta

    Happy Reading*****Membereskan sarapan dan segala peralatan dapur tanpa mencuci. Andini bergegas ke kamar untuk mempersiapkan diri ke kafe. Chat yang dikirimkan Rasya walau bukan tertulis secara nyata, tetapi perempuan itu tahu siapa orang yang dituju dalam surat tersebut. "Dasar. Dari dulu nggk berubah. Sukanya nyindir orang. Padahal ngomong langsung kalau aku harus datang lebih cepat ke sana, kan, bisa. Kenapa muter-muter dengan kata-kata nggak penting," gerutu ibu satu anak.yng kini sedang merapikan jilbabnya. Selesai dengan semua riasannya, Andini keluar kamar. Memanggil si kecil. "sudah siap, Dik?"Bisma menyatukan telunjuk dan jempolnya."Ayo berangkat," ajak perempuan berjilbab warna biru muda. Andini tampak bersinar dengan warna cerah yang dipakainya.Jalanan mulai macet karena jam-jam krusial. Sedikit mengumpat dalam hati ketika Rasya kembali mengiriminya pesan hinaan. "Nggak jelas banget. Dia itu kenapa, sih?" gerutu Andini di tengah fokusnya mengemudi."Mama kenapa?" ta

    Last Updated : 2024-07-04
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   8. Kopi Kenangan

    Happy Reading*****"Dih, ngapain aku melakukannya? Memangnya kamu siapa sampai aku harus memata-mataimu?" elak Rasya."Justru karena aku bukan siapa-siapamu, jadi dari mana kamu mendapatkan semua ini? Aku berhak tahu. Bukankah kamu sendiri yang ngomong jangan mudah percaya pada orang lain. Bisa jadi, kamu juga melakukan manipulasi data sehingga mencurigai tiga orang yang disebutkan tadi," cecar Andini. Rupanya, perempuan itu masih sangat penasaran. "Bodoh," sentak Rasya. "Mana mungkin aku melakukannya. Apa kamu nggak sadar jika aku sudah menggunakan nama besar Zafir Grup sebagai jaminan."Davit dan Pratiwi saling memandang kemudian mereka menggelengkan kepala. "Mau sampai kapan berdebat?" sela Davit ketika Andini akan melemparkan kalimat bantahan."Masalah ini, harus cepat kita selesaikan. Jadi, jangan berdebat lagi," tambah Pratiwi, "selain bukti ini, apakah kamu punya bukti kecurangan lain. Misal percakapan ketiga orang yang dicurigai ini."Beruntung, Pratiwi sudah memindahkan ke

    Last Updated : 2024-07-04
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   9. Calon Istri

    Happy Reading*****"Yakin banget. Bukankah kamu yang selalu mengatakan padaku dulu. Setiap kali kamu minta dibuatkan kopi. Kamu akan selalu berkata takarannya," jawab Andini. Sama sekali tak gentar dengan wajah garang Rasya."Kalau begitu, coba sebutkan!" "Harus, ya?" Andini mulai jengkel. Akan melanjutkan perkataan, terdengar dering panggilan masuk di ponselnya."Ya, Sayang. Ada apa?" tanya Andini saat mengangkat ponselnya. Jelas terlihat kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan. Perempuan itu pamit tanpa suara pada rekan-rekannya yang lain. Jelas hal itu makin menimbulkan kecurigaan sang mantan.Lirikan Rasya begitu tajam. Mengkode sahabatnya untuk memastikan pendengaran tidak salah menangkap suara Andini tadi. "Anaknya kali. Gitu aja cemburu.""Aku nggak cemburu. Cuma memastikan kabar yang aku dapat semalam. Tapi, hari ini dia sudah memanggil sayang pada orang lain. Rancu, kan, jadinya." Mencoba menutupi kegalauan hati, lelaki berkulit kuning langsat itu mencemooh sang mantan.

    Last Updated : 2024-07-05
  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   10. Curiga

    Happy Reading*****"Jangan sembarangan, Rasya!" bentak Andini, "Bukankah kekasihmu adalah cewek yang ada di belakang Tante Hawa?"Perempuan yang berdiri di belakang Hawa, menunjuk dirinya sendiri. Lalu, dia tersenyum bingung sekaligus takut melihat tatapan majikannya. "Saya nggak punya hubungan apa pun dengan Pak Rasya, Bu. Bener, saya berani bersumpah," ucap si cewek. Jari tengah dan telunjuk ke atas sebagai bukti sumpahnya.Cewek itu menatap Andini tajam. "Mbak jangan asal nuduh kalau nggak ada bukti. Saya mana berani menaruh rasa pada Pak Rasya. Saya ini cuma perempuan biasa yang nggak pantas bersanding dengan beliau. Jangan fitnah, dong, Mbak. taruhannya pekerjaan saya, lho."Andini terdiam, dia bahkan tidak berani menatap siapa pun. Kepalanya tertunduk dalam menyadari semua prasangkanya salah dan bisa menyebabkan orang lain dalam masalah. Tahu persis bagaimana watak Hawa dalam menjaga pergaulan putranya, mamanya Bisma berkata, "Maaf, jika saya salah."Saat ini, Hawa masih diam d

    Last Updated : 2024-07-05

Latest chapter

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   76. Happy End

    Happy Reading*****Rasya sangat jengkel dengan tingkah Davit yang menyamar sebagai Andini. D jaia pun memukuli lelaki itu hingga mengaduh."Ampun ... Ampun. Adikmu tersayang yang nyuruh. Marahin dia saja," ucap Davit sambil menunjuk pada Anggita. "Ih, kok aku, sih?" sahut Anggita, "Mbak Tiwi, tuh. Dia yang ngasih ide." Menunjuk sahabat Andini yang tertawa lebar melihat ekspresi kecewa Rasya. "Sudah!" bentak Rasya, "sekarang mana istriku?""Ini," ucap Ranti dan Hawa bersamaan. Gamis putih perpaduan sutra satin dan berkata serta payet mutiara, melekat di tubuh Andini. Kerudung yang menutup dada dan menjuntai serta mahkota mutiara bertengger di kepala. Jangan lupakan make up natural yang makin menambah pesona kecantikan perempuan itu berlipat ganda. Senyum penuh kebahagian menambah kilau kecantikannya bersinar. Rasya dibuat terpukau dengan sosok wanita yang kini sedang berjalan mendekatinya. Tanpa kedip, dia terus menatap Andini. Seorang perempuan yang sudah sangat lama dicintai. Se

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   75. Pernikahan

    Happy Reading*****Niat hati ingin berduaan dan menyatakan cinta pada sang pujaan malah gagal total. Seluruh keluarga Rasya dan Andini ada di restoran itu. Tangan Nareswara bahkan sudah bertengger pada telinga kiri. "Papi itu nggak percaya kalau Mas ngomong mau jemput Andini. Pasti kayak gini hasilnya," ucap Nareswara. "Hmm, Mas," sahut Hamni."Padahal tinggal nunggu beberapa hari lagi. Masak iya sudah nggak tahan pengen berduaan," tambah Hawa. Rasya meringis sambil menggaruk kepalanya. "Kok pada tahu kalau Mas di sini, sih?""Jelas kami tahu. Ada mata-mata yang akan mengatakan perilakumu, Mas," sahut Dzauhari. "Ayah kok ikut-ikutan, sih?" Wajah ditekuk-tekuk karena kesal rencana manisnya dengan Andini gagal, Rasya memajukan bibirnya. "Makanya, Pa. Kalau punya rencana ajak-ajak Adik biar nggak gini kejadiaannya," celetuk Bisma. "Eh, kok nggak belain Papa?" Rasya menggerak-gerakkan bibir, lucu sekali tingkah sang pemimpin grup Zafir itu. Andai para karyawannya tahu, apa mungkin

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   74. Gagal

    Happy Reading*****"Sudahlah, Nak. Nggak usah tanya untuk apa beliau meminta cincin ini," ucap Hamni. Dia mulai melepas cincin yang dibelikan sang suami sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25 waktu itu. "Ibumu benar, Nak," tambah Dzauhari. "Ayah bisa membelikan ibumu cincin yang seperti itu lagi nantinya."Walau keberatan, Rasya tetap menganggukkan kepala. Perlahan Hamni melepaskan cincin yang diminta oleh Nareswara. "Ini, Pak." Menyerahkan pada lelaki yang tengah berbaring di ranjang kesakitan itu, Hamni menampilkan senyumnya."Tolong kamu pasangkan ke hari manis Mbak Andini. Sebelum terjadi hal-hal yang nggak diinginkan, saya mau melihatnya menjadi calon menantumu.""Papi," panggil Andini dan Rasya bersamaan. Mereka juga saling tatap. Tidak menyangka sama sekali jika Nareswara punya niat seperti itu."Papi nggak tahu sampai kapan hidup. Jadi, sebelum Papi dipanggil sama Allah, Papi mau kalian saling terikat satu sama lain."Andini meletakkan jari telunjuknya ke

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   73. Akhirnya

    Happy Reading*****Anggita mendekat pada Nareswara. Tangannya berusaha melepaskan cekikan di leher Hawa. "Pi, pliss jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua dengan tenang. Biarkan Mami menceritakan semuanya.""Pi, benar katanya Adik. Nggak akan ada penyelesaian jika kita mengedepankan emosi," tambah Andini. Dia juga berusaha melepaskan pegangan tangan Nareswara pada leher Hawa. "Istighfar, Pi."Nareswara menghela napas. Perlahan, dia mengendurkan pegangannya pada leher sang istri. "Astagfirullah," ucapnya pelan.Sementara di seberang duduknya, Rasya dan orang tua kandungnya melihat dengan diam. Mereka tidak akan menambah kekeruhan permasalahan yang ada dengan membuka suara. "Jadi, katakan apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rasya sampai nekat akan melamar Andini yang jelas-jelas diketahui adalah adiknya," pinta Nareswara ketika Hawa terlihat jauh lebih tenang. "Berjanjilah, Papi nggak akan menceraikan Mami atau marah lagi," pinta Hawa. Sorot mata penuh ketakutan dan keput

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   72. Harus Jujur

    Happy Reading*****"Iya, saya," kata seorang perempuan berjilbab yang di sebelahnya berdiri Rasya dan Dzauhari. "Apa kabar, Mbak?""Kalian kok bisa kenal sama Rasya padahal nggak pernah bertemu sama sekali?" tambah Nareswara, "ayo duduk."Walau sedikit terkejut dengan kedatangan tamu tak diundang. Nareswara tetap ramah dan menerima kedatangan Dzauhari dan Hamni. "Mbak minta tolong sama Bibi buatkan minuman untuk mereka," tambah Nareswara pada Andini. Sementara Hawa, dia diam bak patung, menjawab pertanyaan yang Hamni ajukan saja, tidak dilakukan. Tak disangka, mamanya Arvan mendekati Hamni dan memeluk. Mereka saling sapa dengan cipika-cipiki. Rasya menatap curiga pada Hamni. "Apa kabar, Mbak? Lama nggak ketemu, balik Banyuwangi nggak kabar-kabar. Tahu gitu tak jemput lho di bandara," ujar perempuan yang diketahui bernama Sarita, ibunya Arvan."Kabar baik, Rit. Maaf, ya, aku dadakan ini pulangnya. Jadi, nggak sempat kabar-kabar.""Yah, kok ibu kenal?" bisik Rasya pada Dzauhari. "B

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   71. Syarat

    Happy Reading*****"Kami, cuma bisa memberikan ini untuk kebahagianmu, Nak. Kapan pun kamu meminta kami untuk menghadap Pak Nareswara dan Mbak Hawa, kami siap," ucap Hamni."Benar, Nak. Nggak perlu nunggu besok atau lusa. Sekarang pun, kita bisa kembali kalau kamu mau," tambah Dzauhari."Ayah, Ibu, sekali lagi terima kasih. Aku nggak tahu bagaimana harus membalas semua ini," ucap Rasa begitu terharu.Para pekerja yang melihat adegan mengharukan di depan mereka, tak kuasa membendung air mata. Mereka begitu terharu, setelah sekian lama kebahagiaan itu akhirnya datang pada atasan mereka. "Mungkin, besok pagi. Aku kembali ke Banyuwangi, Pak. Gimana?""Nggak masalah, Nak." Dzauhari menaikkan garis bibirnya. "Gimana kalau menggunakan perjalanan darat saja, Nak. Ibu dengar, besok penerbangan Banyuwangi-Bali ditiadakan karena cuaca memburuk," tambah Hamni."Sepertinya iya, Bu. Aku barusan dapat kabar dari Adipati. Nggak ada tiket ke sana untuk besok."Pasangan itu tersenyum. "Biar sopir

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   70. Kado Istimewa

    Happy Reading*****Rasya mencengkeram erat kerah kemeja lawan bicaranya. Berani sekali Arvan menghubungi Nareswara di saat dia belum bisa menjelaskan semua kebenaran dan menunjukkan bukti kebenaran yang membuatnya bisa menikahi Andini. "Dari awal, aku sudah tahu apa tujuan pertemuan ini. Jadi, aku sengaja meminta pendapat Om Nares," jelas Arvan dengan suara tercekat akibat tangan Rasya yang berada di lehernya. "Nggak usah macam-macam, Mas. Papi yang meminta Arvan. Lebih baik kamu pulang sekaran. Kita selesaikan semua masalah ini di rumah," ucap Nareswara dari ponsel milik Arvan.Rasya melepaskan tangannya, lalu mematikan sambungan yang menghubungkan Arvan dengan papinya.Melirik sang asisten, Rasya berkata, "Tiketku, apa sudah siap?""Siap, Bos. Satu jam lagi, penerbangannya," ucap Adipati. "Bagus, kamu suruh orang bawa mobilku pulang dan antar aku ke bandara."Sulung keluarga Nareswara itu langsung meninggalkan Arvan tanpa pamit. Tak perlu pulang ke rumah besar Zafir lagi dan men

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   69. Langkah Selanjutnya

    Happy Reading*****"Tante, minum ini," pinta Andini sambil menyodorkan segelas air. "Mami kenapa, sih?" Kening Nareswara berkerut. "Bukankah orang yang ditanyakan Mas Rasya itu adalah salah satu pegawai di keluargamu dulu?"Hawa memilih diam sejenak sambil meminum air yang diberikan Andini. "Iya. Papi masih ingat sama mereka?" Bukannya menjawab, Hawa malah memberikan pertanyaan aneh itu."Ingat banget, Mi. Saat Papi menjemputmu di rumah Ayah waktu itu, Mbak Hamni terlihat begitu sedih melihat Mas Rasya. Mungkin dia kepikiran sama anaknya.""Memang anaknya kenapa, Pi?" tanya Rasya dan Andini bersamaan. "Sudahlah, mereka cuma mantan pegawai Kakek kalian. Nggak ada sesuatu yang istimewa," sahut Hawa."Kenapa menanyakan tentang mereka, Mas?" tanya Nareswara. Rupanya, lelaki itu masih sangat penasaran. "Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?"Pandangan Rasya menyapu semua anggota keluarganya. Lalu, dia menjatuhkan tatapan penuh selidik pada sang Mami. "Waktu ini, Mas, nggak sengaja ketem

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   68. Tentang Sebuah Nama

    Happy Reading*****Ditanya dengan pertanyaan yang menyudutkan dirinya, Rasya tetap tersenyum. Sebelum sampai di rumah besar Zafir, lelaki itu sudah mengumpulkan banyak informasi tentang Arvan. Semula, sulung Nareswara itu berusaha legowo. Namun, ketika membaca slide akhir data yang dikirim Adipati, seketika perasaan tak rela muncul kembali. "Untuk apa aku mengada-ada. Semua ini nggak bakalan terjadi jika kamu menjaga perilakumu selama ini terhadap wanita. Jangan kira, aku nggak tahu sifat burukmu, Van," ancam Rasya. "Mas, duduk dulu, deh. Kamu tiba-tiba pulang nggak ngabari Papi. Ada apa sebenarnya?" Daripada mempermasalahkan keberatan si sulung, Nareswara lebih khawatir melihat Rasya. Badan yang terlihat lebih kurus dengan kumis dan jambang belum dirapikan. Biasanya, si sulung tak pernah terlihat seberantakan itu. Nareswara semakin khawatir ketika wajah pucat Rasya terlihat dengan jelas.Duduk di sebelah Nareswara, Rasya menatap sekelilingnya bergantian. Pandangan terakhir dia tu

DMCA.com Protection Status