Share

7. Sindiran Cinta

Happy Reading

*****

Membereskan sarapan dan segala peralatan dapur tanpa mencuci. Andini bergegas ke kamar untuk mempersiapkan diri ke kafe. Chat yang dikirimkan Rasya walau bukan tertulis secara nyata, tetapi perempuan itu tahu siapa orang yang dituju dalam surat tersebut.

"Dasar. Dari dulu nggk berubah. Sukanya nyindir orang. Padahal ngomong langsung kalau aku harus datang lebih cepat ke sana, kan, bisa. Kenapa muter-muter dengan kata-kata nggak penting," gerutu ibu satu anak.yng kini sedang merapikan jilbabnya.

Selesai dengan semua riasannya, Andini keluar kamar. Memanggil si kecil. "sudah siap, Dik?"

Bisma menyatukan telunjuk dan jempolnya.

"Ayo berangkat," ajak perempuan berjilbab warna biru muda. Andini tampak bersinar dengan warna cerah yang dipakainya.

Jalanan mulai macet karena jam-jam krusial. Sedikit mengumpat dalam hati ketika Rasya kembali mengiriminya pesan hinaan.

"Nggak jelas banget. Dia itu kenapa, sih?" gerutu Andini di tengah fokusnya mengemudi.

"Mama kenapa?" tanya Bisma. Menoleh penuh kekhawatiran pada perempuan yang sedang menyetir di sebelahnya.

"Masalah kafe, Dik. Mama sudah ditunggu tim untuk membahas masalah yang terjadi."

"Harusnya, kalau Mama nggak usah nganter aku sekolah. Langsung berangkat ke kafe saja."

Andini mengumpat dalam hati, menyalahkan Rasya yang tidak mau mengerti kondisinya hingga membuat  sang putra berkata demikian. Namun, sisi hati yang lain cukup bersyukur telah memiliki seorang anak yang begitu pengertian.

"Nggak papa, Sayang. Sebentar lagi, juga sudah sampai." Andini memberikan kode supaya si kecil melihat ke depan.

Menghentikan kendaraan di depan pintu gerbang sekolah si kecil, Andini menjulurkan tangan kanannya. "Mama nggak bisa menemanimu masuk."

"Nggak papa, Ma. Menyelesaikan masalah kafe jauh lebih penting. Adik masuk dulu, ya."

Menganggukkan kepala, tak terasa air mata Andini menetes. Bagaimana anak usia tujuh tahun bisa memiliki pemikiran yang begitu dewasa.

"Maafkan Mama, Sayang. Kamu dipaksa dewasa sebelum waktunya," ucap Andini sebelum menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah Bisma.

Melangkah ke ruangannya dengan perasaan jengkel, Andini langsung melihat Rasya, Davit dan Pratiwi. Ketiganya sedang fokus dengan benda pipih persegi di hadapan masing-masing. Wajah-wajah tegang terlihat.

"Sepertinya pemimpin kalian tidur nyenyak semalam, sampai-sampai datang terlambat," sindir Rasya ketika melihat wajah terkejut sang pujaan hati.

Andini memutar bola mata malas. Semua perkataan itu sudah ada dalam benaknya sejak tadi mengingat semua chat yang dikirimkan.

"Nggak perlu nyindir." Duduk di sebelah Pratiwi, Andini langsung menyalakan laptop yang selalu dibawa ke mana pun dia pergi. "Apa yang kita bahas sekarang."

Davit menyenggol lengan sang sahabat. "Emang enak nggak digape," bisiknya.

Wajah pemimpin Zafir grup tampak kusut setelah mendengar jawaban Andini. Padahal dia ingin jawabab sang mantan lebih panjang sehingga bisa membuka obrolan. Rasya rindu pembahasan yang melibatkan banyak percakapan dengan perempuan yang masih menempati tahta tertinggi di hatinya. Namun, apaah daya. Umpan yang dilempar tidak ditangkap secara baik oleh mangsanya. Mungkin, waktunya kurang tepat juga, mengingat kafe yang dikelola Andini sedang bermasalah.

"Buka laporan rugi laba cabang yang bermasalah. Aku mencurigai salah satu dari asisten kalian berdua, tapi manajer keuangan juga aku curigai," jawab Rasya, "tolong tunjukkan bukti transfer yang mereka laporkan pada kalian sewaktu tanggal pembagian laba." Rasya menatap sang mantan dan kedua rekannya bergantian.

"Mereka itu cukup profesional dan kompeten di bidangnya. Mana mungkin menyelewengkan uang perusahaan," jawab Andini, "Jangan asal nuduh kalau nggak ada bukti."

Ibu satu anak itu terlihat sedikit kesal. Pasalnya, asisten yang kini berkerja dengan Andini adalah salah satu karyawan lama. Dia bekerja sejak mamanya Bisma itu baru merintis usaha kafe cepat sajinya.

"Kompeten di bidangnya bukan berarti mereka royal dan setia pada perusahaan. Sama halnya dengan hubungan kekasih, meskipun sudah terjalin selama bertahun-tahun bukankah bisa putus karena perselingkuhan. Semua kemungkinan bisa terjadi dalam pekerjaan. Jika ingin sukses kesampingkan perasaan," kata Rasya keras.

Davit dan Pratiwi melongo, dua orang didekatnya itu jika sudah berdebat tidak akan ada yang mau mengalah. Baik Rasya maupun Andini pasti akan mempertahankan apa yang menjadi keyakinan masing-masing.

Merasa tak ada yang membuka suara, Rasya melanjutkan perkataannya. "Masalah hubungan hati saja masih rawan perselingkuhan apalagi cuma kontrak kerja yang tidak ada ikatan batin sama sekali."

"Ehem." Davit sengaja batuk untuk menjeda kalimat sindiran yang akan dikeluarkan Rasya selanjutnya. Jika dibiarkan sahabatnya itu pasti mencerca Andini dengan perkataan yang sangat menyakitkan.

"Lebih baik fokus. Jangan keluar jalur hingga membawa masalah pribadi pada pembahasan kita." Tatapan Davit tajam, memberi peringatan pada Rasya.

"Aku cuma mengungkap fakta. Bukan begitu Ibu Andini? Apa pun bisa terjadi di dunia ini. Jadi, jangan pernah memberikan kepercayaan secara membabi buta pada seseorang jika nggak mau tersakiti dengan pengkhianatannya."

Walau tersenyum saat mengatakannya, Rasya jelas-jelas telah menargetkan Andini.

"Ucapanmu jelas sindiran padaku," sinis Andini, "kembali ke topik. Apa indikasi kecurigaanmu pada mereka? Nggak usah panjang lebar memaparkan hal yang nggak perlu."

Tawa lelaki berjas navy itu menggema. Senyum manis yang dulu selalu Andini rindukan kini terlihat kembali. "Bagus kalau kamu sadar."

Rasya mengembuskan napas panjang sebelum memaparkan apa yang ada dalam pikirannya. "Jadi begini, aku melihat salah satu dari ketiga orang ini melakukan manipulasi laporan keuangan pada pewaralaba. Coba kalian lihat perbedaan yang sangat mencolok pada bukti transfer berikut."

Rasya menyodorkan laptopnya yang berisi bukti-bukti transfer laba rugi pada setiap pewaralaba.

"Dari mana kamu mendapatkan bukti-bukti transfer ini? Semua ini bersifat rahasia dan tak seorang pun bisa mengakses kecuali orang-orang tertentu," ucap Andini.

Pratiwi juga sedikit heran dengan data-data yang dimiliki Rasya. "Apa kamu yang memberikan semua informasi ini padanya?" tanyanya pada Davit.

"Tanpa perlu aku memberikan semua informasi ini, Rasya sudah lebih dulu memilikinya. Sangat mudah baginya  mendapatkan bukti-bukti itu. Bukankah dia sudah berjanji akan membantu kita. Jadi, mari kita percayai apa yang dia sampaikan," jelas Davit.

"Apa kamu memata-mataiku?" tanya Andini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status