Andra luruh. Tubuhnya seperti tidak bertenaga. Pikirannya melalang buana entah ke mana. Dengan cukup keras dia menjambak rambutnya sendiri.Beruntung kedua anak mereka sekarang sedang berada di rumah orang tua Sania, kalau tidak mereka pasti menangis karena mendengar dua orang tuanya bertengkar.Sania dan Andra dianugerahi dua anak yang spesial. Anak pertama mereka berusia tiga belas tahun, tapi tidak bertumbuh seperti remaja seusianya. Anak pertama mereka mengalami Autisme. Sementara anak kedua mereka yang berusia sembilan tahun mengalami kebocoran jantung hingga membuat tubuhnya menjadi sangat lemah. Selama ini Andra memang tidak begitu perhatian pada anak mereka. Andra sering menjauh tiap Sania meminta tolong untuk membantu mengurus anak. Awalnya Sania pikir itu karena Andra terlalu lelah, tapi ternyata tidak. Ada anak lain yang mengusik hidupnya."Dosa apa yang aku lakukan hingga Engkau menghukumku dengan cobaan yang begitu berat, Tuhan," ucap Sania cukup keras untuk didengar An
"Bagus nggak bu?" Rania tengah mencoba baju yang akan ia kenakan saat akad nanti.Kebaya warna putih dengan payet yang begitu indah membungkus tubuh ramping Rania, ibu Rania sampai menitikan air mata karena terharu. Anaknya terlihat begitu cantik memakai kebaya itu dan aura bahagia yang terpancar membuatnya juga ikut bahagia."Cantik banget. Pasti nanti Damar akan terkesima melihatmu saat akad.""Ibu terlalu berlebihan, karena aku anak ibu makanya ibu muji gitu," rajuk Rania.Ibu tertawa lalu meraih Rania yang mendekat padanya. "Ibu bangga kamu bisa melewati semua masa sulit, ibu yakin kamu pasti meraih bahagia.""Amin. Ibu doain Rania terus, Rania pengen bagi bahagia ini sama ibu dan mbak.""Kok pelukan nggak ngajak-ngajak," protes Risa. Ia baru datang Rima, anak perempuannya."Mbak datengnya lama banget," jawab Rania."Cantik banget sih, adeknya siapa ini?" goda Risa pada sang adik, ia terpana melihat adiknya yang begitu cantik."Kakaknya aja cantik banget, apalagi adeknya," ucap Ra
Damar menjabat tangan penghulu dengan getaran yang begitu terasa, jantungnya serasa akan lepas karena terlalu cepat memompa."... tunai."Damar menghentak tangan penghulu dengan keras. "Saya terima nikah dan kawinnya Rania Agista binti Nurrahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Damar berhasil mengucapkan qabul dengan satu tarikan nafas, tangannya masih menjabat erat tangan penghulu."Bagaimana para saksi?" tanya penghulu."Sah!""Sah!" Teriak saksi dan para kerabat yang menyaksikan acara sakral itu."Alhamdulillahirrabbil'alamin." Setelah mengucap hamdallah, penghulu mengucap doa untuk pasangan pengantin baru.Kini semua menanti pengantin wanita yang belum muncul, Damar begitu menanti kehadiran istrinya.Dari dalam kamar, Rania berjalan dengan pelan. Kakinya bergetar, tangannya yang berada dalam genggaman sang kakak begitu dingin. Semua mata tertuju pada Rania saat ia sudah mendekati meja di mana suaminya berada.Damar sampai terbengong melihat bidadarinya. Rania begitu cant
"Sudah siap?" tanya Damar pada sang istri. Rania hanya tersenyum lalu mengangguk dengan pasti.Damar mengecup tangan Rania. "Kamu duluan."Rania berjalan menuju kamar mandi, ia segera membuka keran air lalu melanjutkan aktifitasnya.Damar lalu berjalan menuju kamar mandi setelah Rania selesai.Rania sudah menggelar dua sajadah di atas lantai kamarnya, Damar segera mengambil peci lalu berjalan menuju sajadah yang sudah dipersiapkan istrinya.Mereka melaksanakan salat sunah pengantin, Damar dengan khusyuk mengimami."Amin," ucap keduanya setelah doa yang diucapkan Damar.Rania mencium tangan Damar, lalu Damar meraih kepala sang istri untuk mengecupnya. Begitu dalam kecupan itu. Hati yang terasa lega setelah sekian lama ia mengharapkan hal ini, Damar berdoa semoga mereka bisa menjalani rumah tangga ini dengan baik dan bersama hingga maut memisahkan.Rania membereskan mukena dan sajadah lalu menaruhnya di lemari, ia lalu berjalan mendekati suaminya yang sudah duduk di tepi ranjang."Makas
"Ngapain Abang ke sini?" tanya Damar pada tamunya."Aku cuma pengen ketemu sama Revan, boleh kan Ran?" Andra mengabaikan pertanyaan Damar, ia justru mengajukan pertanyaan pada Rania."Mau apa?" tanya Rania dengan nada sinis. Untuk apa Andra ingin bertemu dengan anaknya?"Aku mau minta maaf sama Revan, sebentar aja." Mohon Andra dengan kedua tangan ditangkupkan di depan dada.Badan Andra begitu kurus dengan kantung mata yang menghitam, sebenarnya dengan melihat keadaan Andra saat ini membuat Rania merasa prihatin. Tapi ia masih takut untuk mempertemukan Andra dengan anaknya."Nanti aku sampein permintaan maaf kamu," ucap Rania masih dengan nada sinis."Sebentar aja, aku bener-bener pengen minta maaf langsung sama Revan. Aku juga minta maaf sama kamu atas semua kesalahan aku selama ini. Aku janji nggak akan mengusik hidup kalian lagi setelah ini," pinta Andra.Setelah mengalami banyak kejadian buruk dalam hidupnya, Andra menyadari banyak kesalahan yang sudah ia lakukan. Andra bertekad u
"Bunda bangga sama kamu, kamu bisa menjadi anak yang berpikir dewasa dan menghadapi masalah dengan baik," ucap Rania. Ia kini memeluk anaknya yang tengah menangis sesenggukan."Aku sebenarnya pengen marah Bun, pengen maki-maki atau pukul beliau. Tapi saat melihat keadaannya saat ini dan niat baik beliau untuk mau minta maaf membuat aku kasihan."Meski Revan bisa menyikapi dengan baik akan kehadiran Andra, tapi dia tetaplah seorang anak yang merasa kecewa karena Ayahnya tidak pernah menganggapnya atau menemuinya sekalipun."Ayah nggak maksa kamu buat menerima bang Andra sebagai bagian hidupmu, Ayah cuma minta kamu memaafkan semua kesalahannya. Sekarang bang Andra sudah mendapatkan karmanya, doakan saja semoga beliau bisa mejadi manusia yang lebih baik." Damar menasehati anaknya dengan lembut, karena seumuran Revan akan mudah tersulut emosi jika dinasehati dengan bentakan dan larangan."Bunda juga sudah memaafkan, hati akan lebih lega kalau kita nggak menyimpan dendam. Bunda yakin anak
"Eh, mbak, sini masuk. Sama siapa ke sini?" tanya Ibu Damar pada tamunya yang baru datang, yang tidak lain adalah Ibu Andra."Sama Andra, tapi dia diluar lagi ngobrol sama Bimo sama Damar juga. Udah lama katanya nggak ngumpul," jelas Ibu Andra."Duduk sini budhe," Tania menepuk tempat yang masih kosong di sampingnya.Ibu Andra berjalan mendekat, Tania lalu meraih tangannya dan mencium takzim. Dilanjut dengan Rania yang melakukan hal yang sama."Selamat ya nak,maaf tante baru bisa dateng sekarang. Kemarin masih sibuk di rumah," tutur Ibu Andra pada Rania. "Iya tante, nggak apa-apa.""Tante hanya bisa mendoakan semoga kamu bisa bahagia bersama Damar, semoga kalian segera diberi keturunan dan semoga hidup kalian selalu diberi keberkahan. Tante juga mau meminta maaf atas semua kesalahan kedua anak tante, terutama untuk Sinta, tante mohon kamu mau mendoakan dia agar semua dosanya bisa diampuni." Ibu Andra menitikkan air mata. Ibu me
"Kami pulang dulu ya, Bu. Nanti kalau Revan liburan, kami ke sini lagi. Ibu harus makan teratur biar tetap sehat," ucap Rania pada sang Ibu.Rania dan Damar sudah bersiap untuk kembali ke kota di mana mereka mencari rejeki, berencana mengendarai kendaraan sendiri membuat mereka harus berangkat pagi sekali."Ibu memang harus tetap sehat biar bisa liat cucu Ibu dari kamu bertambah, Ibu masih pengen ngeliat kamu bahagia sama nak Damar. Sudah cukup Ibu membiarkanmu berjuang sendiri dalam luka," ungkap Ibu Rania, matanya berkaca-kaca."Ibu udah janji buat nggak nangis lagi, sekarang Ibu udah nganterin Rania menuju gerbang bahagia. Ini semua juga berkat doa Ibu selama ini," hibur Rania.Mereka berpelukan erat, Ibu Rania mengelus punggung Rania.Damar mendekat setelah Rania berjalan menjauh dari sang Ibu, Damar lalu berjongkok di depan Ibu Rania yang tengah duduk di kursi roda."Damar pamit ya, Bu." Damar meraih tangan mertuanya lalu mencium takzim."Ibu minta tolong buat jagain Rania sama R