"Sudah siap?" tanya Damar pada sang istri. Rania hanya tersenyum lalu mengangguk dengan pasti.Damar mengecup tangan Rania. "Kamu duluan."Rania berjalan menuju kamar mandi, ia segera membuka keran air lalu melanjutkan aktifitasnya.Damar lalu berjalan menuju kamar mandi setelah Rania selesai.Rania sudah menggelar dua sajadah di atas lantai kamarnya, Damar segera mengambil peci lalu berjalan menuju sajadah yang sudah dipersiapkan istrinya.Mereka melaksanakan salat sunah pengantin, Damar dengan khusyuk mengimami."Amin," ucap keduanya setelah doa yang diucapkan Damar.Rania mencium tangan Damar, lalu Damar meraih kepala sang istri untuk mengecupnya. Begitu dalam kecupan itu. Hati yang terasa lega setelah sekian lama ia mengharapkan hal ini, Damar berdoa semoga mereka bisa menjalani rumah tangga ini dengan baik dan bersama hingga maut memisahkan.Rania membereskan mukena dan sajadah lalu menaruhnya di lemari, ia lalu berjalan mendekati suaminya yang sudah duduk di tepi ranjang."Makas
"Ngapain Abang ke sini?" tanya Damar pada tamunya."Aku cuma pengen ketemu sama Revan, boleh kan Ran?" Andra mengabaikan pertanyaan Damar, ia justru mengajukan pertanyaan pada Rania."Mau apa?" tanya Rania dengan nada sinis. Untuk apa Andra ingin bertemu dengan anaknya?"Aku mau minta maaf sama Revan, sebentar aja." Mohon Andra dengan kedua tangan ditangkupkan di depan dada.Badan Andra begitu kurus dengan kantung mata yang menghitam, sebenarnya dengan melihat keadaan Andra saat ini membuat Rania merasa prihatin. Tapi ia masih takut untuk mempertemukan Andra dengan anaknya."Nanti aku sampein permintaan maaf kamu," ucap Rania masih dengan nada sinis."Sebentar aja, aku bener-bener pengen minta maaf langsung sama Revan. Aku juga minta maaf sama kamu atas semua kesalahan aku selama ini. Aku janji nggak akan mengusik hidup kalian lagi setelah ini," pinta Andra.Setelah mengalami banyak kejadian buruk dalam hidupnya, Andra menyadari banyak kesalahan yang sudah ia lakukan. Andra bertekad u
"Bunda bangga sama kamu, kamu bisa menjadi anak yang berpikir dewasa dan menghadapi masalah dengan baik," ucap Rania. Ia kini memeluk anaknya yang tengah menangis sesenggukan."Aku sebenarnya pengen marah Bun, pengen maki-maki atau pukul beliau. Tapi saat melihat keadaannya saat ini dan niat baik beliau untuk mau minta maaf membuat aku kasihan."Meski Revan bisa menyikapi dengan baik akan kehadiran Andra, tapi dia tetaplah seorang anak yang merasa kecewa karena Ayahnya tidak pernah menganggapnya atau menemuinya sekalipun."Ayah nggak maksa kamu buat menerima bang Andra sebagai bagian hidupmu, Ayah cuma minta kamu memaafkan semua kesalahannya. Sekarang bang Andra sudah mendapatkan karmanya, doakan saja semoga beliau bisa mejadi manusia yang lebih baik." Damar menasehati anaknya dengan lembut, karena seumuran Revan akan mudah tersulut emosi jika dinasehati dengan bentakan dan larangan."Bunda juga sudah memaafkan, hati akan lebih lega kalau kita nggak menyimpan dendam. Bunda yakin anak
"Eh, mbak, sini masuk. Sama siapa ke sini?" tanya Ibu Damar pada tamunya yang baru datang, yang tidak lain adalah Ibu Andra."Sama Andra, tapi dia diluar lagi ngobrol sama Bimo sama Damar juga. Udah lama katanya nggak ngumpul," jelas Ibu Andra."Duduk sini budhe," Tania menepuk tempat yang masih kosong di sampingnya.Ibu Andra berjalan mendekat, Tania lalu meraih tangannya dan mencium takzim. Dilanjut dengan Rania yang melakukan hal yang sama."Selamat ya nak,maaf tante baru bisa dateng sekarang. Kemarin masih sibuk di rumah," tutur Ibu Andra pada Rania. "Iya tante, nggak apa-apa.""Tante hanya bisa mendoakan semoga kamu bisa bahagia bersama Damar, semoga kalian segera diberi keturunan dan semoga hidup kalian selalu diberi keberkahan. Tante juga mau meminta maaf atas semua kesalahan kedua anak tante, terutama untuk Sinta, tante mohon kamu mau mendoakan dia agar semua dosanya bisa diampuni." Ibu Andra menitikkan air mata. Ibu me
"Kami pulang dulu ya, Bu. Nanti kalau Revan liburan, kami ke sini lagi. Ibu harus makan teratur biar tetap sehat," ucap Rania pada sang Ibu.Rania dan Damar sudah bersiap untuk kembali ke kota di mana mereka mencari rejeki, berencana mengendarai kendaraan sendiri membuat mereka harus berangkat pagi sekali."Ibu memang harus tetap sehat biar bisa liat cucu Ibu dari kamu bertambah, Ibu masih pengen ngeliat kamu bahagia sama nak Damar. Sudah cukup Ibu membiarkanmu berjuang sendiri dalam luka," ungkap Ibu Rania, matanya berkaca-kaca."Ibu udah janji buat nggak nangis lagi, sekarang Ibu udah nganterin Rania menuju gerbang bahagia. Ini semua juga berkat doa Ibu selama ini," hibur Rania.Mereka berpelukan erat, Ibu Rania mengelus punggung Rania.Damar mendekat setelah Rania berjalan menjauh dari sang Ibu, Damar lalu berjongkok di depan Ibu Rania yang tengah duduk di kursi roda."Damar pamit ya, Bu." Damar meraih tangan mertuanya lalu mencium takzim."Ibu minta tolong buat jagain Rania sama R
Rania segera berlari menghampiri anaknya. Rania terkejut dengan keadaan Revan dengan wajah kusut dan badan penuh noda darah, Rania hampir terjatuh, beruntung suaminya segera memapah Rania untuk mendekat pada Revan."Revan," ucap Rania memanggil sang anak."Bunda." Revan segera berlari untuk menghampiri Ibu dan Ayahnya."Kamu ngapain di sini? Baju kamu kenapa penuh darah? Kamu kecelakaan?" Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Rania."Nggak gitu Bun, Revan...""Maaf saudara Revan, bisa ikut kami sebentar." Ucapan Revan terhenti karena dua polisi menghampiri mereka."Ada apa ya Pak? Apa anak saya melakukan kesalahan?" Rania menatap nanar dua polisi yang berdiri tegap di samping anaknya. Apa yang Revan lakukan sampai ada polisi yang menemuinya? Selama ini Revan tidak pernah menjadi anak yang bandel menurutnya, apa Rania sudah melewatkan sesuatu tentang anaknya?"Nanti saya jelaskan, Bu. Sekarang mari ikut kami untuk duduk di sana." Salah seorang polisi menunjuk kursi yang berada di depan
"Bun, nanti Revan ada les sama temen-temen di sekolah usai ujian, buat persiapan ulangan besok. Pulangnya agak sore ya," ucap Revan. Kini mereka sedang menikmati sarapan dengan nasi goreng buatan Ibunya."Iya, belajar yang sungguh-sungguh. Nanti siang Bunda mau ikut Ayah ke kerjaan Ayah, tapi sore udah pulang," jawab Rania."Kalau mau dijemput, nanti kamu telepon Ayah aja, paling jam dua Ayah sama Bunda udah di rumah," ujar Damar."Nanti ada jemputan dari sekolah, pulangnya juga dianterin karena semua ikut les," jelas Revan.Setelah menyelesaikan sarapannya, Revan segera pamit pada Ibu dan Ayahnya karena bis jemputan dari sekolah sudah tiba."Berangkat jam berapa, mas?" tanya Rania setelah selesai membereskan ruang makan, kini Damar sudah berada di teras untuk membaca berita secara online."Siangan, jam sepuluhan aja. Janjiannya jam sebelas. Kamu jadi ke toko dulu?" "Jadi, mau bantuin anak-anak sebentar," jawab Rania. Rania sudah bersiap dengan tunik, celana panjang dan jilbab pasmi
"Maksudnya, Anda kekasihnya Mas Damar?" tanya Rania dengan suara bergetar."Bisa dibilang begitu, hubungan kami bahkan lebih dekat dari kekasih. Kami sudah sering pergi bersama, banyak hal yang sudah kami lakuin bareng. Lalu, bagaimana bisa kamu mengaku kalau kalian sudah menikah?" tanya perempuan itu dengan penuh penekanan."Kalau memang kalian sedekat itu, mengapa mas Damar tidak bercerita pada anda kalau dia sudah menikah? Apa anda yakin kalau kalian sedekat itu?" tanya balik Rania pada perempuan di depannya, ia tidak mau begitu saja percaya padanya."Mungkin dia memang ingin menutupinya. Antara dia takut aku tau kalau kalian sudah menikah, atau karena memang kamu tidak sepenting itu untuk diberitahukan padaku. Bisa jadi dia memang hanya menjadikanmu pelampiasan karena kami tidak kunjung menikah," ucap perempuan itu dengan penuh percaya diri."Kalau memang kalian sepasang kekasih, mengapa mas Damar lebih memilihku untuk dinikahi? Bukankah itu menunjukkan kalau aku lebih penting dar