Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal
"Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen
Bab 1 : Anak Haram"Apakah dia anak itu?" tanya seorang wanita pada Rania, "bukankah dulu aku sudah memintamu untuk menggugurkannya?"Rania tertawa lalu berkata, "sudah, tapi sepertinya dia terlalu kuat. Mungkin untuk menunjukkan bahwa dia bisa melindungi ibunya dari orang-orang jahat yang ingin membunuh mereka dulu, dan sialnya mereka adalah ayah dan tante dari anak itu."Rahang wanita di sebelah Rania mengeras, ia benar-benar emosi melihat anak yang di bawa mantan sahabatnya ke wilayahnya begitu mirip dengan kakaknya, "jangan pernah macam-macam, kalau sampai karir kakakku hancur, aku tidak akan memaafkanmu!" ancam wanita itu pada Rania."Lucu sekali, bukankah di sini aku adalah korban? Tapi mengapa kalian bersikap seolah aku adalah tersangka?" Rania mengatur emosinya, "kalau malam itu kamu tidak memberiku obat sialan itu, semua itu tidak akan terjadi. Kakakmu yang tega merenggut masa depanku, menitipkan benihnya di rahimku. Menjanjikan sebuah tanggung jawab tapi malah menikah dengan
Rania terisak di tepi ranjang, pagi itu dia terbangun dalam keadaan tidak berbusana di bawah selimut bersama Andra di sebelahnya. Rania semakin terisak saat rasa sakit itu seperti menghancurkan seluruh hidupnya. Bagaimana bisa Rania tidak mengingat apa pun yang terjadi?"Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab kalau kamu sampai hamil. Tunggu dua bulan lagi, aku harus menunggu sampai wisuda," ucap Andra.Tangan Andra telulur untuk mengelus surai Rania, tetapi dengan cepat Rania mengelak, ia merasa jijik dengan Andra dan juga dengan dirinya sendiri. Ia sudah kotor, kesucian yang ia jaga selama ini harus direnggut oleh orang yang begitu ia percaya."Jangan sentuh aku, Mas."Rania berdiri setelah mengambil bajunya yang berserakan, ia berjalan menuju kamar mandi dengan selimut yang membelit badannya.Rania menggosok badannya dengan kasar. Ia bahkan menjambak rambutnya. Ia terisak di bawah guyuran air shower.Selesai mandi ia segera keluar, air mata terus mengaliri pipinya. Andra sudah berp
"Sekali lagi Ibu tanya sama kamu! Siapa bapak dari anak yang kamu kandung?"Ibu Rania murka setelah memgetahui anaknya tengah berbadan dua. Ia adalah seorang janda. Lalu, bagaimana ia menghadapi cemoohan tetangga saat anaknya hamil tanpa suami. Selama ini anaknya dikenal sebagai gadis yang baik.Sudah dua hari sejak kejadian wisuda Andra, Rania masih bungkam tidak menjawab pertanyaan Ibunya. Seberapa keras perlakuan ibu padanya, Rania tetap memilih diam. Rania tahu betul apa akibatnya jika ia buka suara, bahkan semua yang terjadi saat ini adalah campur tangan Andra dan adiknya. Rania belum memberitahu siapa pun tentang kehamilannya, tapi ibunya sudah lebih dulu tahu. Kuasa Andra dan keluarganya memang tidak terbantahkan.Hanya air mata sebagai jawaban akan semua tanya. Mulut Rania seakan terkunci rapat. Bahkan hanya untuk mengeluarkan suara isakan saja ia enggan. Rania berjanji akan menyimpan rasa sakitnya seorang diri.Risa masuk untuk melihat keadaan adiknya. Ia tidak tega mendenga
Rania menaiki bis malam untuk pergi ke luar kota di mana ia bekerja, beruntung rumah kos yang ia tempati belum habis masanya. Rania mengistirahatkan tubuh lelahnya, ia usap perut yang masih rata itu.Isakan lolos dari mulutnya, ia adalah korban tapi semua orang membencinya seperti ialah tersangka utamanya. Mengapa Tuhan begitu tidak adil padanya?Selama ini Rania selalu berusaha tidak menyakiti orang lain, tapi mengapa ada orang yang begitu kejam padanya. Rasa lelah mendera, Rania mulai memejamkan matanya. Perlahan kesadaran Rania menghilang, ia tidur meringkuk di kasur tipis itu.Paginya Rania memutuskan untuk pergi jauh dari tempatnya, rumah kosnya sudah diketahui banyak orang. Bisa jadi sewaktu-waktu mereka akan mencarinya ke sini, Sinta akan terus memaksanya menggugurkan kandungannya.Rania sudah membuat surat pengunduran diri. Rania keluar dari kos, ia berjalan menuju kos sebelah untuk menitipkan surat itu.Mengetuk pintu, Rania lalu menunggu di kursi depan kamar. Rania cukup se
"Di sini kebanyakan para pekerja, Mbak, jadi kalau pagi sepi. Di depan sana mau dibangun Sekolah Dasar sama Menengah Pertama, kayaknya pembangunan jangka panjang. Kalau Mbak Rania mau, Mbak Rania bisa jualan di depan kontrakan aja. Jual es, kopi sama mi aja, Mbak," ucap ibu pemilik kontrakan. Pagi tadi ibu pemilik kontrakan meminta Rania datang ke rumahnya, ada tawaran pekerjaan katanya. Rania datang pukul delapan setelah selesai mencuci dan membereskan kontrakan. Sudah dua bulan Rania tinggal di kota ini, tapi belum juga mendapat pekerjaan. Jadi dia tidak menyia-nyiakan kesempatan ini."Apa nggak masalah kalau saya jualan di sini? Saya kan penghuni baru, Bu?" jawab Rania, ia merasa tidak enak hati pada para tetangga."Nggak apa-apa, Mbak. Kan, saya yang nyuruh. Kalau ada yang protes, bilangin langsung ke sini aja. Lagian orang sini kalau pagi banyak yang jualan di pasar sampai siang, jadi jarang yang di rumah. Kalau yang di kontrakan malah kebanyakan kerja di pabrik, kadang bisa sam
"Mbak Rania bisa bikin nasi kotak?" tanya salah satu tetangga Rania.Ini sudah tiga bulan Rania berjualan, cukup banyak orang yang mampir untuk sekedar minum es atau kopi dan ada beberapa juga yang memesan mi instan.Baru satu minggu ini Rania berani membuat gorengan. Hanya bakwan dan pisang goreng, tapi nyatanya cukup laris karena mereka bilang rasanya enak dan harganya terjangkau."Buat acara apa, Mbak?" Rania mengaduk kopi, ia lalu menyerahkan pada orang yang menunggu di depannya. Setelah itu Rania duduk di sebelah tetangga yang bertanya tadi."Buat ulang tahun anak saya, Mbak. Nggak banyak kok. Kalau Mbak Rania mau, kan, enak. Nggak usah cari yang jauh."Kandungan Rania sudah masuk tujuh bulan, bayi yang pintar. Tidak pernah menginginkan sesuatu yang disebut ngidam oleh kebanyakan orang, karena jika benar-benar menginginkan sesuatu maka ia akan langsung membelinya."Emang acaranya kapan, Mbak?" tanya Rania. "Kopi satu, Mbak," sela seseorang yang baru tiba."Iya, Pak," jawab Rania
"Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen
Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal
"Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan
"Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva
Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,
"Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak
"Aku tuh nggak ngerti maksud mas apa, tolong jangan mencari alasan untuk menutupi hubungan kalian berdua. Kalau emang mas ada hubungan sama dia, aku harap mas mau jujur," ucap Rania, ia mulai terbawa emosi karena penjelasan suaminya yang bertele-tele."Aku mau jelasin, tapi kamu jangan marah dulu. Kamu dengerin semua penjelasan aku sampai selesai," jawab Damar.Rania mengangguk, ia memang ingin segera tahu kenyataan yang sebenarnya."Sebelum aku jelasin, aku mau tanya dulu dari mana kamu tau kalau aku ketemu sama Mely?" tanya Damar.Rania tidak menjawab, ia segera meraih ponselnya, lalu ia menunjukkan dua buah foto yang dikirim Linda pada Damar."Linda yang ngirim ini?"Rania mengangguk."Sejujurnya untuk foto yang pertama ini, aku sama sekali nggak tau kalau Mely ada di belakangku," ucap Damar menunjuk foto pertama yang ditunjukkan Rania."Saat itu aku sedang membahas progres pembangunan hotel dengan pak Yogi, saat itupun Mely tidak mendekatiku atau menyapaku sama sekali. Andai aku n
[Lin, kamu kenal sama wanita yang ada di belakang suamiku itu?] tanya Rania melalui pesan pada Linda.Panggilan masuk dari Linda, Rania segera meraihnya dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya."Assalamualaikum," sapa Linda dari seberang."Waalaikumsalam," jawab Rania."Yang mana sih, mbak? Linda nggak ngerti yang mbak maksud," tanya Linda menanggapi pesan dari Rania."Yang pakai baju biru, duduk di belakangnya mas Damar. Kamu tau nggak dia siapa?" "Oh, yang itu. Nggak kenal aku mbak. Sepertinya pak Damar sama Bapak juga nggak kenal, emang mbak kenal sama dia?""Kok kayak temen mbak sama mas Damar, kamu nggak liat mereka saling sapa?" tanya Rania, ia masih berusaha mencari informasi tentang Mely dan suaminya."Sejauh ini sih enggak mbak, tapi emang dari tadi mbaknya merhatiin pak Damar terus. Temen deket atau gimana mbak?" tanya Linda, ia jadi lebih memperhatikan wanita di belakang rekan bisnis sekaligus suami dari kenalannya itu."Temen lama, udah lama nggak ketemu. Apa mungki
"Mas mau liat proyek pembangunan hotel, mungkin dua sampai tiga hari. Mau ikut nggak?" tanya Damar saat mereka sudah berbaring di ranjang."Nggak bisa, mas. Kasian Revan kalau ditinggal, tiga hari nggak lama. Lagian mas kan di sana kerja, nanti kalau aku ikut malah ganggu mas kerja. Aku ke toko aja, bantuin anak-anak. Aku kuat kok kalau cuma pisah tiga hari," jelas Rania."Sebenarnya aku yang nggak bisa pisah lama-lama sama kamu," ucap Damar, ia lalu mencubit hidung sang istri."Gombal banget," jawab Rania. Ia mencubit pinggang sang suami."Aduh, sakit sayang. Jangan nyubit di situ, nanti ada yang bangun," ucap Damar menggoda sang istri."Ih, dasar mesum. Udah sana, cepet tidur, besok kesiangan loh," peringatan Rania untuk suaminya.Damar mendekap tubuh mungil sang istri, ia lalu mengecup pipi istrinya. "Mau minta bekal dulu, biar tenang saat jauh dari kamu.""Apaan? Uang mas habis? Aku nggak pegang uang, mas. Mau bawa ATMku?" tanya Rania."Bukan itu, bekal yang lain. Kok malah ngomon