"Bagus nggak bu?" Rania tengah mencoba baju yang akan ia kenakan saat akad nanti.Kebaya warna putih dengan payet yang begitu indah membungkus tubuh ramping Rania, ibu Rania sampai menitikan air mata karena terharu. Anaknya terlihat begitu cantik memakai kebaya itu dan aura bahagia yang terpancar membuatnya juga ikut bahagia."Cantik banget. Pasti nanti Damar akan terkesima melihatmu saat akad.""Ibu terlalu berlebihan, karena aku anak ibu makanya ibu muji gitu," rajuk Rania.Ibu tertawa lalu meraih Rania yang mendekat padanya. "Ibu bangga kamu bisa melewati semua masa sulit, ibu yakin kamu pasti meraih bahagia.""Amin. Ibu doain Rania terus, Rania pengen bagi bahagia ini sama ibu dan mbak.""Kok pelukan nggak ngajak-ngajak," protes Risa. Ia baru datang Rima, anak perempuannya."Mbak datengnya lama banget," jawab Rania."Cantik banget sih, adeknya siapa ini?" goda Risa pada sang adik, ia terpana melihat adiknya yang begitu cantik."Kakaknya aja cantik banget, apalagi adeknya," ucap Ra
Damar menjabat tangan penghulu dengan getaran yang begitu terasa, jantungnya serasa akan lepas karena terlalu cepat memompa."... tunai."Damar menghentak tangan penghulu dengan keras. "Saya terima nikah dan kawinnya Rania Agista binti Nurrahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Damar berhasil mengucapkan qabul dengan satu tarikan nafas, tangannya masih menjabat erat tangan penghulu."Bagaimana para saksi?" tanya penghulu."Sah!""Sah!" Teriak saksi dan para kerabat yang menyaksikan acara sakral itu."Alhamdulillahirrabbil'alamin." Setelah mengucap hamdallah, penghulu mengucap doa untuk pasangan pengantin baru.Kini semua menanti pengantin wanita yang belum muncul, Damar begitu menanti kehadiran istrinya.Dari dalam kamar, Rania berjalan dengan pelan. Kakinya bergetar, tangannya yang berada dalam genggaman sang kakak begitu dingin. Semua mata tertuju pada Rania saat ia sudah mendekati meja di mana suaminya berada.Damar sampai terbengong melihat bidadarinya. Rania begitu cant
"Sudah siap?" tanya Damar pada sang istri. Rania hanya tersenyum lalu mengangguk dengan pasti.Damar mengecup tangan Rania. "Kamu duluan."Rania berjalan menuju kamar mandi, ia segera membuka keran air lalu melanjutkan aktifitasnya.Damar lalu berjalan menuju kamar mandi setelah Rania selesai.Rania sudah menggelar dua sajadah di atas lantai kamarnya, Damar segera mengambil peci lalu berjalan menuju sajadah yang sudah dipersiapkan istrinya.Mereka melaksanakan salat sunah pengantin, Damar dengan khusyuk mengimami."Amin," ucap keduanya setelah doa yang diucapkan Damar.Rania mencium tangan Damar, lalu Damar meraih kepala sang istri untuk mengecupnya. Begitu dalam kecupan itu. Hati yang terasa lega setelah sekian lama ia mengharapkan hal ini, Damar berdoa semoga mereka bisa menjalani rumah tangga ini dengan baik dan bersama hingga maut memisahkan.Rania membereskan mukena dan sajadah lalu menaruhnya di lemari, ia lalu berjalan mendekati suaminya yang sudah duduk di tepi ranjang."Makas
"Ngapain Abang ke sini?" tanya Damar pada tamunya."Aku cuma pengen ketemu sama Revan, boleh kan Ran?" Andra mengabaikan pertanyaan Damar, ia justru mengajukan pertanyaan pada Rania."Mau apa?" tanya Rania dengan nada sinis. Untuk apa Andra ingin bertemu dengan anaknya?"Aku mau minta maaf sama Revan, sebentar aja." Mohon Andra dengan kedua tangan ditangkupkan di depan dada.Badan Andra begitu kurus dengan kantung mata yang menghitam, sebenarnya dengan melihat keadaan Andra saat ini membuat Rania merasa prihatin. Tapi ia masih takut untuk mempertemukan Andra dengan anaknya."Nanti aku sampein permintaan maaf kamu," ucap Rania masih dengan nada sinis."Sebentar aja, aku bener-bener pengen minta maaf langsung sama Revan. Aku juga minta maaf sama kamu atas semua kesalahan aku selama ini. Aku janji nggak akan mengusik hidup kalian lagi setelah ini," pinta Andra.Setelah mengalami banyak kejadian buruk dalam hidupnya, Andra menyadari banyak kesalahan yang sudah ia lakukan. Andra bertekad u
"Bunda bangga sama kamu, kamu bisa menjadi anak yang berpikir dewasa dan menghadapi masalah dengan baik," ucap Rania. Ia kini memeluk anaknya yang tengah menangis sesenggukan."Aku sebenarnya pengen marah Bun, pengen maki-maki atau pukul beliau. Tapi saat melihat keadaannya saat ini dan niat baik beliau untuk mau minta maaf membuat aku kasihan."Meski Revan bisa menyikapi dengan baik akan kehadiran Andra, tapi dia tetaplah seorang anak yang merasa kecewa karena Ayahnya tidak pernah menganggapnya atau menemuinya sekalipun."Ayah nggak maksa kamu buat menerima bang Andra sebagai bagian hidupmu, Ayah cuma minta kamu memaafkan semua kesalahannya. Sekarang bang Andra sudah mendapatkan karmanya, doakan saja semoga beliau bisa mejadi manusia yang lebih baik." Damar menasehati anaknya dengan lembut, karena seumuran Revan akan mudah tersulut emosi jika dinasehati dengan bentakan dan larangan."Bunda juga sudah memaafkan, hati akan lebih lega kalau kita nggak menyimpan dendam. Bunda yakin anak
"Eh, mbak, sini masuk. Sama siapa ke sini?" tanya Ibu Damar pada tamunya yang baru datang, yang tidak lain adalah Ibu Andra."Sama Andra, tapi dia diluar lagi ngobrol sama Bimo sama Damar juga. Udah lama katanya nggak ngumpul," jelas Ibu Andra."Duduk sini budhe," Tania menepuk tempat yang masih kosong di sampingnya.Ibu Andra berjalan mendekat, Tania lalu meraih tangannya dan mencium takzim. Dilanjut dengan Rania yang melakukan hal yang sama."Selamat ya nak,maaf tante baru bisa dateng sekarang. Kemarin masih sibuk di rumah," tutur Ibu Andra pada Rania. "Iya tante, nggak apa-apa.""Tante hanya bisa mendoakan semoga kamu bisa bahagia bersama Damar, semoga kalian segera diberi keturunan dan semoga hidup kalian selalu diberi keberkahan. Tante juga mau meminta maaf atas semua kesalahan kedua anak tante, terutama untuk Sinta, tante mohon kamu mau mendoakan dia agar semua dosanya bisa diampuni." Ibu Andra menitikkan air mata. Ibu me
"Kami pulang dulu ya, Bu. Nanti kalau Revan liburan, kami ke sini lagi. Ibu harus makan teratur biar tetap sehat," ucap Rania pada sang Ibu.Rania dan Damar sudah bersiap untuk kembali ke kota di mana mereka mencari rejeki, berencana mengendarai kendaraan sendiri membuat mereka harus berangkat pagi sekali."Ibu memang harus tetap sehat biar bisa liat cucu Ibu dari kamu bertambah, Ibu masih pengen ngeliat kamu bahagia sama nak Damar. Sudah cukup Ibu membiarkanmu berjuang sendiri dalam luka," ungkap Ibu Rania, matanya berkaca-kaca."Ibu udah janji buat nggak nangis lagi, sekarang Ibu udah nganterin Rania menuju gerbang bahagia. Ini semua juga berkat doa Ibu selama ini," hibur Rania.Mereka berpelukan erat, Ibu Rania mengelus punggung Rania.Damar mendekat setelah Rania berjalan menjauh dari sang Ibu, Damar lalu berjongkok di depan Ibu Rania yang tengah duduk di kursi roda."Damar pamit ya, Bu." Damar meraih tangan mertuanya lalu mencium takzim."Ibu minta tolong buat jagain Rania sama R
Rania segera berlari menghampiri anaknya. Rania terkejut dengan keadaan Revan dengan wajah kusut dan badan penuh noda darah, Rania hampir terjatuh, beruntung suaminya segera memapah Rania untuk mendekat pada Revan."Revan," ucap Rania memanggil sang anak."Bunda." Revan segera berlari untuk menghampiri Ibu dan Ayahnya."Kamu ngapain di sini? Baju kamu kenapa penuh darah? Kamu kecelakaan?" Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Rania."Nggak gitu Bun, Revan...""Maaf saudara Revan, bisa ikut kami sebentar." Ucapan Revan terhenti karena dua polisi menghampiri mereka."Ada apa ya Pak? Apa anak saya melakukan kesalahan?" Rania menatap nanar dua polisi yang berdiri tegap di samping anaknya. Apa yang Revan lakukan sampai ada polisi yang menemuinya? Selama ini Revan tidak pernah menjadi anak yang bandel menurutnya, apa Rania sudah melewatkan sesuatu tentang anaknya?"Nanti saya jelaskan, Bu. Sekarang mari ikut kami untuk duduk di sana." Salah seorang polisi menunjuk kursi yang berada di depan
"Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen
Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal
"Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan
"Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva
Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,
"Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak
"Aku tuh nggak ngerti maksud mas apa, tolong jangan mencari alasan untuk menutupi hubungan kalian berdua. Kalau emang mas ada hubungan sama dia, aku harap mas mau jujur," ucap Rania, ia mulai terbawa emosi karena penjelasan suaminya yang bertele-tele."Aku mau jelasin, tapi kamu jangan marah dulu. Kamu dengerin semua penjelasan aku sampai selesai," jawab Damar.Rania mengangguk, ia memang ingin segera tahu kenyataan yang sebenarnya."Sebelum aku jelasin, aku mau tanya dulu dari mana kamu tau kalau aku ketemu sama Mely?" tanya Damar.Rania tidak menjawab, ia segera meraih ponselnya, lalu ia menunjukkan dua buah foto yang dikirim Linda pada Damar."Linda yang ngirim ini?"Rania mengangguk."Sejujurnya untuk foto yang pertama ini, aku sama sekali nggak tau kalau Mely ada di belakangku," ucap Damar menunjuk foto pertama yang ditunjukkan Rania."Saat itu aku sedang membahas progres pembangunan hotel dengan pak Yogi, saat itupun Mely tidak mendekatiku atau menyapaku sama sekali. Andai aku n
[Lin, kamu kenal sama wanita yang ada di belakang suamiku itu?] tanya Rania melalui pesan pada Linda.Panggilan masuk dari Linda, Rania segera meraihnya dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya."Assalamualaikum," sapa Linda dari seberang."Waalaikumsalam," jawab Rania."Yang mana sih, mbak? Linda nggak ngerti yang mbak maksud," tanya Linda menanggapi pesan dari Rania."Yang pakai baju biru, duduk di belakangnya mas Damar. Kamu tau nggak dia siapa?" "Oh, yang itu. Nggak kenal aku mbak. Sepertinya pak Damar sama Bapak juga nggak kenal, emang mbak kenal sama dia?""Kok kayak temen mbak sama mas Damar, kamu nggak liat mereka saling sapa?" tanya Rania, ia masih berusaha mencari informasi tentang Mely dan suaminya."Sejauh ini sih enggak mbak, tapi emang dari tadi mbaknya merhatiin pak Damar terus. Temen deket atau gimana mbak?" tanya Linda, ia jadi lebih memperhatikan wanita di belakang rekan bisnis sekaligus suami dari kenalannya itu."Temen lama, udah lama nggak ketemu. Apa mungki
"Mas mau liat proyek pembangunan hotel, mungkin dua sampai tiga hari. Mau ikut nggak?" tanya Damar saat mereka sudah berbaring di ranjang."Nggak bisa, mas. Kasian Revan kalau ditinggal, tiga hari nggak lama. Lagian mas kan di sana kerja, nanti kalau aku ikut malah ganggu mas kerja. Aku ke toko aja, bantuin anak-anak. Aku kuat kok kalau cuma pisah tiga hari," jelas Rania."Sebenarnya aku yang nggak bisa pisah lama-lama sama kamu," ucap Damar, ia lalu mencubit hidung sang istri."Gombal banget," jawab Rania. Ia mencubit pinggang sang suami."Aduh, sakit sayang. Jangan nyubit di situ, nanti ada yang bangun," ucap Damar menggoda sang istri."Ih, dasar mesum. Udah sana, cepet tidur, besok kesiangan loh," peringatan Rania untuk suaminya.Damar mendekap tubuh mungil sang istri, ia lalu mengecup pipi istrinya. "Mau minta bekal dulu, biar tenang saat jauh dari kamu.""Apaan? Uang mas habis? Aku nggak pegang uang, mas. Mau bawa ATMku?" tanya Rania."Bukan itu, bekal yang lain. Kok malah ngomon