Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 3. Berapa Hari?

Share

Bab 3. Berapa Hari?

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-11-29 08:48:14

"Aku gak mau mens, aku gak mau menstruasi, aku gak mau datang bulan, aku gak mau haid. Aku mau malam pertama sama Om. Aku pengen hamil benih, Om ... huhuhuhuhu ...." Namira menangis histeris menyadari darah yang keluar adalah darah menstruasi. Daniel mengenakan kaos oblong lagi, mengambil piyama dan mengenakannya. Padahal Daniel sudah mode on, tapi .... 

"Jangan nangis, Na. Wajar kan kalau kamu mens. Emang udah waktunya bukan?" Daniel kembali duduk di sisi istrinya, berusaha menghibur Namira. Gadis itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar. 

"Ta-tapi, harusnya jangan sekarang, Om. Ini kan malam pertama kitaaa ... huhuhuhu ...." Tangisan Namira kembali pecah. Daniel menghela napas berat, memeluk tubuh istrinya, menc1um puncak kepala Namira dengan lembut. 

"Enggak apa-apa. Gak bisa malam sekarang, masih ada malam besok-besok. Udah, ya ... jangan nangis." Daniel menangkupkan kedua pipi Namira, mencium lembut kening gadis itu. Tangisan Namira mulai reda meski masih terisak-isak. 

"Sekarang kamu pakai pembalut dulu. Takutnya nanti darahnya tambah banyak," ujar Daniel menatap lekat istrinya. 

"Aku gak punya pembalut."

"Om mintain ke Bianca. Kamu tunggu di sini."

Namira menganggukkan kepala. Membiarkan Daniel keluar kamar, meminta pembalut pada anak tunggalnya. 

Sebenarnya Daniel malu minta pembalut pada Bianca tapi mau bagaimana lagi? Namira pasti tidak mau jika dia sendiri yang minta. 

Pintu kamar Bianca terbuka setelah beberapa kali diketuk. 

"Papah? Ada apa?" tanya Bianca sambil menutup mulut dengan sebelah tangan karena menguap. Kedua matanya memerah menahan kantuk. 

"Maaf, Papah ganggu tidurmu, Nak."

"Enggak apa-apa, Pah," kata Bianca bersandar di ambang pintu, kedua matanya terpejam. 

"Papah ... Papah ke sini mau, mau itu, Bi ... hmm ... mau minta pembalut." 

Kedua mata Bianca langsung terbuka lebar, berdiri tegak, menatap papanya tanpa berkedip.

"Apa, Pah? Pembalut?" tanya Bianca terkejut setengah mati. Rasa kantuk yang sebelumnya menyerang, mendadak hilang. 

Daniel meringis, menganggukkan kepala. 

"Pem-pembalut buat siapa? Buat Bi Rusmi?" Bianca berharap, bukan sahabatnya yang menstruasi tapi asisten rumah tangganya. 

"Bukan, Bianca ... masa Bi Rusmi mens, Papah yang mintain pembalutnya. Kamu ini ada-ada aja."

"Terus buat siapa dong?"

"Buat Namira."

"Hah?" Mulut Bianca menganga, kedua matanya melotot tak berkedip. 

"Namira menstruasi. Dia gak punya persediaan pembalut. Kamu punya 'kan?" Daniel berusaha setenang mungkin. Ia tahu kalau Bianca sangat mengharapkan Namira hamil dari benihnya tapi apa mau dikata, malam ini mereka tidak bisa usaha produksi padahal beberapa menit lalu, Daniel sudah bersiap meluncurkan rudalnya. 

"Pu-punya, Pah. Tunggu sebentar!"

Bianca masuk ke kamar sambil menggerutu. "Duh, kenapa Namira malah mens sih? Gak bisa apa tuh mens-nya dipending dulu? Gagal punya adik cepet ini mah! Kalau gak bisa punya adik cepet, aku gak bisa cepet pindah kuliah keluar kota juga. Ah, Namira ada-ada aja." 

Setelah mengambil pembalut, Bianca kembali menemui papanya yang menunggu di depan pintu kamar. 

"Pah, ini pembalutnya," ucap Bianca, wajahnya terlihat masam.

"Makasih, Nak. Sekarang kamu lanjut tidur. Besok kamu dan Namira harus kuliah."

"Iya, Pah," timpal Bianca lemah. Ia kemudian menutup pintu kamar, berjalan ke ranjang dengan lesu. 

Sampai di dalam kamar, Namira masih saja menangis. Ia merasa gagal melakukan malam pertama dengan lelaki yang dicintainya. 

"Ini pembalutnya. Pake dulu, ya? Jangan nangis terus, nanti kepalamu pusing."

"Sedih tau, Om! Coba kalau tadi Om gak ke kantor dulu! Kita pasti udah ... argh, kesel!"

Namira beranjak, tanpa menunggu tanggapan Daniel. Lelaki yang usianya hampir setengah abad itu menarik napas panjang, menggelengkan kepala. 

Setelah memakai pemb4lut, Namira beranjak naik ke atas tempat tidur. Ia menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya, membelakangi Daniel. Hatinya masih saja menyalahkan Daniel yang lebih mementingkan pekerjaannya dari pada dirinya yang sekarang sudah sah menjadi istri. 

"Kamu marah, Na?"

"Jangan panggil aku 'Na' lagi! Aku bukan anakmu!" tukas Namira kesal. Suaranya terdengar ketus. Lagi, Daniel hanya menghela napas berat. Ia menoleh, memandang punggung istrinya.

"Terus Om panggil kamu apa? Om kan biasa panggil kamu, Na!"

"Ya tapi, kedengarannya kayak 'Nak! Anak'" 

Lagi, suara Namira meninggi. Daniel garuk-garuk kepala. Bingung, mencari cara membujuk istri tercintanya. 

"Tapi, Om sayang sama kamu, Na. Eh, Namira," ungkap Daniel, masih takut menyentuh Namira. 

"Sayang doang, cinta enggak!" sanggah Namira menyeka air matanya lagi. 

"Siapa bilang Om gak cinta? Om cinta sama Namira?"

Sepersekian detik, terjadi keheningan. Namira tak menyanggah atau mengucapkan kata-kata. 

Daniel memberanikan diri, memeluk tubuh Namira dari belakang. 

"Om minta maaf, tadi kesannya lebih mentingin kerjaan dari pada kamu. Tapi, di kantor tadi lagi ada masalah cukup besar. Maaf, ya, Namira?"

Kali ini, Daniel menyebut nama Namira dengan lengkap, takut istrinya marah lagi. 

"Hm." Hanya itu tanggapan Namira. 

"Masih marah?"

Hening, tidak ada jawaban. 

"Mau es krim gak? Di kulkas masih ada. Kalau mau, Om ambilin."

Namira menggelengkan kepala. 

"Ya udah, kamu tidur, ya?" Daniel mengecup puncak kepala istrinya. Namira membalikkan badan, mereka kini berhadapan. 

Daniel membelai wajah Namira yang masih dibasahi air mata. 

"Sekarang tidur, besok kamu harus kuliah."

"Aku gak mau kuliah ...," ucap Namira memeluk tubuh Daniel. 

"Harus kuliah. Kamu harus menyelesaikan pendidikanmu. Sekarang kamu tidur, oke?"

"Enggak mau tidur."

"Emang belum ngantuk?"

Namira mendongak, memandang lelaki yang telah lama dikenalnya. 

"Belum. Aku gak bisa tidur kalau ... kalau Om belum c1um ini, ini, ini dan ini." Jari Namira menunjuk kening, pipi kiri, pipi kanan dan bibirnya. 

Daniel tersenyum, dengan senang hati menuruti keinginan sang istri. 

"Hwoaaaam." Namira menguap, menutup mulutnya dengan sebelah tangan

"Sekarang aku udah ngantuk. Tapi, bobonya pengen dipeyuk teyuuuusss ...," ucap Namira memeluk tubuh Daniel yang masih kekar. 

Daniel terkekeh mendengar bahasa manja Namira. Ia menarik tubuh istrinya dalam pelukan. 

"Iya, Om peyuk. Nih, Om peyuk. Namira sekarang bobo."

"Om?"

"Iya?"

"Bisa gak, panggil aku Ayang atau Bebeb gitu?" Permintaan Namira membuat Daniel risih. Ia tidak terbiasa mengatakan kata itu. Baginya terasa alay atau berlebihan.

"Harus dua kata itu?"

"Gak mau?" Bibir Namira cemberut lagi. Melepaskan pelukan suaminya. Mengubah posisi menjadi telentang sambil bersidekap.

"Bukan enggak mau. Gimana kalau Om panggil Sayang aja? Namira Sayang, kita bobo sekarang. Sini, Om peluk lagi." Namira mengulum senyum, mendekatkan diri, dipeluk suaminya.

"Namira Sayang, apa Om boleh tanya?" Tiba-tiba saja, Daniel teringat sesuatu. Meski ragu dan malu, sepertinya Daniel harus tahu.

"Mau tanya apa?" Namira mendongak, memandang Daniel yang masih terlihat ketampanannya meski usianya sudah tak lagi muda.

"Hm ... kalau ...." Daniel tampak ragu bertanya. 

"Kalau apa?" tanya Namira tak sabaran. Daniel merunduk, melihat wajah cantik istrinya yang masih segar dan sangat muda. 

"Kalau kamu mens, biasanya sampai berapa hari? Enggak sampai tujuh hari 'kan?"

*** 

Maaf ya sebelumnya salah posting

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ratih Fitriya
resiko punya istri bocil
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Seru juga bocil
goodnovel comment avatar
Syatizha
Terima kash
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 4. Ulat Bulu

    Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. "Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yan

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?" Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama seka

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 11. Nafkah Batin

    "Masih sakit?" tanya Daniel setelah menunaikan nafkah batin untuk Namira. Gadis itu meringis, menganggukkan kepala. "Tapi, tadi sempet enak, Mas."Daniel mengulum senyum, mendengar jawaban Namira yang polos. Daniel ingin tertawa tapi takut istrinya tersinggung. Ia berdehem, memeluk tubuh Namira yang hanya ditutupi selimut. Melihat jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. "Kita mandi dulu. Setelah itu, kita berangkat. Mau mandi bareng?" Namira mendongak, menatap wajah suamiya penuh cinta. "Aku mandinya entar, ya? Masih sakit ...." Namira meringis lagi, merasakan perih di area sensitifnya. "Coba lihat sebentar.""Jangan!" cegah Namira ketika Daniel hendak ke bawah. "Kenapa? Sebentar aja.""Enggak mau. Kalau Mas mau mandi, mandi aja duluan. Aku nanti," kata Namira menarik lagi selimut sebatas dada.Daniel tersenyum penuh cinta, mengecup kening Namira sangat lembut dan cukup lama. "Terima kasih, kamu mau bertahan dan mau menikmatinya." Suara Daniel terdengar serak dan parau. "Sama-sama

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 335. Pulang!

    "Tentu saja boleh. Ini kan cafe-mu," jawab Rina tersenyum tipis. Rina juga berusaha menenangkan debaran jantungnya. Entah mengapa, jika dekat dengan Axel. Jantung Rina berdebar lebih cepat. Axel menganggukkan kepala. Pandangannya mengarah pada buku yang sedang dibaca Rina. "Kamu suka baca novel juga?" Pertanyaan Axel membuat pandangan Rina tertuju pada buku yang tengah dibaca. "Iya. Memangnya siapa yang suka baca novel? Kamu suka baca novel juga?" tanya Rina pada lelaki yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat. "Oh bukan. Kalau aku enggak suka. Adikku yang suka baca buku novel. Banyak banget koleksi novelnya.""Ooh .... ""Ini kopinya, Nak Axel," ujar Ferry saat meletakkan secangkir kopi di hadapan Axel. "Terima kasih, Pak Ferry.""Sama-sama."Ferry beranjak, meninggalkan anak gadisnya duduk satu meja dengan Axel. Meski ada kecemasan di dalam hati, Ferry tak bisa melarang kedekatan Axel dan Rina. Sebenarnya Ferry cemas jika suatu saat nanti Rina akan jatuh cinta pada pria kay

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 334. Bertemu di Cafe

    Nida sangat terkejut mendengar cerita yang disampaikan Cassandra. Sebelumnya Nida juga sempat menaruh curiga jika Cassandra diam-diam menyukai Axel akan tetapi, yang membuat Nida tak menyangka jika Axel pun memiliki perasaan yang sama. "Sandra, jujur saja. Kalau mengingat karakter mama selama ini, aku juga ngerasa bukan itu alasan utama mama ngelarang kamu pacaran sama Axel. Kalau menurutku, lebih baik kamu fokus kuliah dulu sampai selesai. Jangan sampai gara-gara masalah ini, kamu jadi enggak fokus belajar. Sandra, aku tau gimana rasanya saling mencintai tapi ada yang menentang. Tapi kan, kamu dan Axel enggak mungkin menikah dalam waktu dekat. Sekarang lebih baik kamu berteman aja dulu. Toh berteman atau berpacaran enggak ada bedanya. Yang membedakan hanya status aja kok. Dari pada jadi masalah, kalau ada yang bertanya tentang hubunganmu dengan Axel, katakan saja kalian hanya bersahabat. Nanti bilamana sudah waktunya kamu menikah, langsung saja menikah, enggak perlu pacaran lagi."C

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 333. Berakhir atau Berlanjut?

    "Aku enggak janji. Aku takut enggak bisa ngehidupin kamu, Lea. Udahlah, lebih baik kamu di sini saja. Keributan di rumah ini karena ada aku. Kalau aku pergi, pasti akan nyaman lagi. Sekarang udah malam. Pergi ke kamarmu!" titah Axel tak ingin mengabulkan keinginan Alea. Axel sadar diri jika keributan yang terus terjadi di rumah Bragastara karena ulahnya. Axel sudah masuk kamar, tinggallah Alea yang masih duduk di balkon kamar kakanya. Memandang langit, berharap suatu saat rumah Bragastara dipenuhi kebahagiaan dan canda tawa. Sudah lama sekali, Axel, Alea dan Bianca bercanda serta tertawa bersama. "Eh, ngapain masih di situ? Cepet pergi ke kamar!" Suara Axel menyentak lamunan Alea. "Ya udah sih, kalau mau tidur, tidur aja," kata Alea cemberut. "Bukannya mau tidur. Aku mau mandi. Tadi kan aku belum sempat mandi. Keluar dari sini!" Alea mencebik, berdiri, dan berjalan keluar kamar kakaknya. Axel segera mengunci pintu, lalu masuk ke dalam toilet dan membersihkan diri. M

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 332. Ingin Pergi

    "Memangnya kenapa? Aku dan Sandra emang saling jatuh cinta. Kami udah lama sekali saling mencintai," timpal Axel, tak peduli Bianca akan marah atau tidak. Menurutnya, larangan Bianca tak beralasan. Selama ini Cassandra selalu bersikap baik. Cassandra juga adalah adik tiri Evan. "Udah gila kamu, Xel!" maki Bianca melotot. "Sayang, udah ... jangan marah-marah terus. Mereka hanya saling mencintai. Belum tentu berjodoh juga 'kan?"Evan berusaha menenangkan istrinya yang sudah diliputi amarah. Mendengar penuturan Evan, Axel semakin tak mengerti. Kenapa mereka tiba-tiba seperti tak menyukai Cassandra. "Diam kamu, Mas! Aku enggak akan mungkin merestui hubungan Axel dengan anak supir angkot itu.""Bianca, cukup!" Emosi yang sedari tadi ditahan Evan karena melihat sikap istrinya, akhirnya tak dapat ditahan lagi. "Kamu udah keterlaluan. Kamu enggak boleh memandang rendah Sandra. Dia adikku meskipun adik tiri. Lagi pula, sekarang bapaknya Cassandra sudah meninggal dunia. Kenapa masih saja kam

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 331. Sangat Salah

    Selepas Magrib, Axel pulang ke rumah dengan raut wajah masam. Alea memanggil kakaknya yang baru masuk ke dalam rumah. "Kusut amat mukanya? Berantem, ya?" Alea menatap lekat wajah Axel. "Bukan urusanmu!" jawab Axel ketus. Melanjutkan langkah, menaiki anak tangga yang menghubungkan ke kamar. "Dih, kenapa tuh manusia? Pulang-pulang bukannya seneng, malah ngeselin? Heran."Alea berjalan ke dapur, membantu asisten rumah tangga menyiapkan makan malam. "Lea, Axel udah pulang belum?"Tiba-tiba saja Bianca muncul di belakang tubuh Alea. Wanita itu melongokkan kepala ke anak tangga yang menghubungkan ke kamar Alea dan Axel. "Udah, Ma. Lagi di kamarnya," jawab Alea sembari menata beberapa lauk pauk ke atas meja makan. Bianca duduk, menarik napas panjang. "Jam berapa dia pulang?" Gerakan tangan Alea terhenti mendengar pertanyaan kedua dari Bianca. Kalau dia bilang, baru saja pulang, khawatir Bianca memarahi kakaknya. Tapi, kalau berbohong, ia pun tak mau. "Udahlah, Sayang. Jangan tanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 330. Calon Mantu

    Alea sekarang sudah dapat menilai, cowok seperti apa yang boleh dekat dengannya. Arfan yang mendengar penuturan Bianca, hatinya berbunga-bunga. Lampu hijau sudah ia dapatkan. Selebihnya menaklukan hati Alea. 'Semoga saja aku bisa membuat Alea jatuh cinta,'ucap Arfan dalam hati."Fan, aku ke dalam dulu. Kamu mau minum apa?" Pertanyaan Alea membuat lamunan Arfan buyar. Lelaki itu berdehem, mengubah posisi duduk. "Apa aja. Yang penting dingin.""Oke. Tunggu sebentar!"Alea masuk ke dalam. Ia menuju dapur, hendak memberitahu asisten rumah tangga. "Bi?" panggil Alea saat berada di dapur. "Iya, Non Lea?""Tolong buatin jus jeruk dua. Nanti tolong anterin ke depan. Ada temenku.""Baik, Non."Alea membalikkan badan, hendak ke kamar. Menyimpan tas dan buku-buku novel.Sebelumnya Alea pikir, akan dimarahi Bianca karena pulang bersama lelaki. Ternyata sebaliknya. Bianca tampak menyukai Arfan. Mungkin karena Arfan memiliki kendaraan yang bagus dan berasal dari keluarga yang kaya raya. Entahl

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 329. Anak Pengusaha

    Arfan tertawa lepas melihat reaksi wajah Alea yang berubah masam. Tampaknya Alea tak percaya akan ucapan Arfan. Mereka melanjutkan langkah menuju toko buku. Di dalam sana, Arfan mengikuti Alea ke jajaran buku novel. Alea menoleh, memicingkan kedua mata, menatap Arfan. "Ngapain kamu di sini? Katanya mau beli komik? Jajaran buku komik kan di sana," ujar Alea pada lelaki yang berdiri di hadapan. "Kalau aku ke sana, nanti kamu siapa yang jagain. Lebih baik kamu dulu pilih novelnya, habis itu baru ke jajaran komik." Alea memanyunkan bibir, tak menanggapi ucapan Arfan. Akhirnya Alea membiarkan Arfan mengikutinya. Membantu Alea memilih beberapa buku novel. Setelah Alea selesai memilih tiga buku novel, barulah mereka ke jajaran buku komik. "Kamu punya banyak koleksi komik detektif Conan?" tanya Alea berdiri di samping Arfan yang memilih komik. "Lumayan. Kenapa?" Arfan menoleh, menatap lekat gadis yang dicintainya. "Enggak kenapa-napa. Nanya doang," jawab Alea cuek. Kemudian, dua remaj

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 328. Percaya Diri

    "Ngomong apa kamu? Udahlah, jangan bahas masalah itu lagi. Harusnya kamu berharap kita berjodoh, bukan sebaliknya, Cassandraaaa ...," timpal Axel terlihat kesal. Tak habis pikir, kenapa Cassandra tiba-tiba bicara seperti itu? Apa yang ada di dalam hatinya? Apa mungkin dia tidak yakin jika mereka akan berjodoh."Masalah jodoh kita kan enggak tau. Aku cuma pengen bahagia. Jangan hanya menganggapku sebagai cinta terakhirmu," jelas Cassandra berusaha menahan air mata yang ingin membuncah. Axel sendiri, pandangannya lurus ke depan. "Jangan dibahas lagi!' titah Axel membuat Cassandra bungkam. Setelahnya tidak ada yang bicara sampai mereka ke bioskop. Axel pun tampak enggan memulai obrolan. Ia masih kesal dengan ucapan Cassandra perihal jodoh. Sulit bagi Axel jatuh cinta lagi. *** Benar saja, jam sembilan pagi Arfan datang ke rumah. Sebelumnya Alea berpikir kalau ucapan kakaknya itu cuma bercanda. "Hai, Lea," sapa Arfan tersenyum manis saat Alea berdiri di hadapan. "Hai. Kamu ... kam

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 327. Tidak Berjodoh

    Mendengar ucapan mamanya, Cassandra tersenyum miring. Sedikit tidak percaya jika alasan Bianca tak menyukai hubungannya dengan Axel karena dirinya adik tiri Evan. "Jujur saja, Ma. Aku enggak percaya dengan alasan kak Bian. Enggak masuk akal.""Enggak masuk akal gimana, Sandra? Justru sangat masuk akal. Masa iya, nanti Mama akan jadi besannya anak tiri sendiri.""Ma!" sela Cassandra. "Axel dan Alea itu bukan anak kandung Kak Bian. Mereka adik-adiknya! Lagi pula misalnya mereka benar kedua orang tua kandung Axel, memangnya salah? Enggak dong, Ma! Aku ini cuma anak tiri papa! Adik tiri kak Evan!"Suara Cassandra meninggi menjelaskan tentang posisinya di dalam keluarga Yuda. Shella terdiam, merunduk dan memijat pelipisnya. Ia tak ingin menyakiti hati Cassandra jika mendengar alasan Bianca sebenarnya. "Kita ... kita ke ruangan papa lagi. Udah kelamaan," ajak Shella tanpa menunggu tanggapan Cassandra. Kepala gadis itu mendadak pening. Sedikit pun tak menduga jika Bianca tak menyukai hub

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status