Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 2. Bercak Darah

Share

Bab 2. Bercak Darah

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-11-29 08:47:37

Namira mengembuskan napas kecewa. Ia beranjak dari pangkuan suaminya. Menunggu Daniel selesai bicara di sambungan telepon.

"Telepon dari siapa, Om?" tanya Namira setelah suaminya selesai menerima panggilan telepon.

"Dari orang kantor. Aku harus ke kantor sekarang."

"Aku gimana?" cegah Namira, mencondongkan tubuh ke depan. 

"Om harus cepat-cepat kantor, nanti aja, ya?"

"C1um dulu!" Namira menarik lengan Daniel. Lelaki yang usianya hampir setengah baya itu, lagi-lagi menarik napas panjang. 

Daniel menghadap Namira yang tersenyum manis, lalu mendaratkan k3cupan pada kening.

"Pipi kanannya belum." Namira mencondongkan pipinya tepat di depan bibir sang suami sambil berjinjit. Daniel meng3cup pipi kanan istrinya.

"Yang kiri belum," kata Namira lagi. Daniel menggelengkan kepala, tapi tetap ia lakukan.

"Udah, ya? Om harus cepat-cepat ke kantor, ada masalah besar."

"Satu lagi. Yang ini belum!" Namira mengacuhkan ucapan Daniel. Ia menunjuk bib1r mungilnya.

"Kalau ini nanti, ya?"

"Gak mau! Maunya sekarang!"

Daniel merunduk, lalu meng3cup singkat. Namira tersenyum bahagia. 

"Bentaran amat, Om? Lamaan dikit ke!" Protes Namira cemberut.

"Nanti, ya? Sekarang Om buru-buru."

"Iya deh."

Namira dan Daniel keluar ruangan kerja. Mengantar sang suami sampai depan rumah. Lalu melambaikan tangan ketika kendaraan yang ditumpangi Daniel meninggalkan halaman rumah.

Namira masuk ke dalam rumah. Perasaannya agak kecewa dan kesal. Ia tak menyangka kalau Daniel lebih mementingkan pekerjaan dari pada dirinya. Padahal ini malam pertama mereka, tapi masih saja kerja.

"Mamih!" Panggilan Bianca membuat langkah kaki Namira terhenti.

"Jangan panggil aku Mamih kalau enggak di depan papamu, Bi. Geli tau gak!" cibir Namira. Bianca terkekeh, mendengar protes yang diucapkan ibu sambungnya.

"Ya maaf. Kamu kan emang Mamih-ku," ucap Bianca menjawil dagu Namira. Gadis berusia 19 tahun itu mengusap bekas jawilan anak sambungnya. 

"Tapi geli dengernya."

"Eh, Papah kemana? Tadi aku lihat dari balkon kamar, Papah pergi ya?" tanya Bianca memastikan. Bibir Namira langsung mengerucut kesal. 

"Iya. Dia pergi pas terima telepon dari seseorang."

"Hah? Seseorang? Jangan-jangan telepon dari janda expired?" Pekik Bianca, kedua matanya hampir saja melompat. Berbeda dengan Namira, gadis itu justru memicingkan kedua mata. Tidak mengerti istilah janda yang baru saja Bianca ucapkan.

"Janda expired? Maksudmu Janda kadaluarsa?" 

"Iya. Janda yang udah kadaluarsa, udah alot."

"Siapa?"

"Tante Mutiara." Sangat santai, Bianca menyebut nama tante-tante yang usianya 45 tahun, yang rajin ngejar papanya, yang tak pernah bosan menggoda Daniel Bragastara.

"Astaghfirullah, Bian ... kamu ini ada-ada aja. Masa ada janda kadaluarsa, janda expired, janda alot? Gak boleh gitu tau!"

"Yeh bodo amat. Emang nyatanya gitu sih. Kamu belum pernah ketemu dia, Na. Kalau kamu dia, kayak Ulet bulu. Kegatelan."

Namira terdiam, membayangkan Daniel yang kini pergi ke kantor, dan kemungkinan besar bertemu dengan janda alot, janda ulat bulu. 

"Na, apa iya, papahmu mau ketemu dia?"

"Ya gak tau. Mudah-mudahan sih enggak. Tapi tenang, Na ... papahku imannya kuat kok. Enggak bakalan tergiur apalagi sama dia. Ya udah deh aku mau tidur, ngantuk. Mamih mau kelonin aku enggak?" goda Bianca bertingkah seperti anak kecil.

"Idih, amit. Punya anak sambung manjanya nauzubillah. Tidur sana! Aku mau nunggu sang pangeran pulang dulu. Bye, anakku tersayang," ujar Namira melambaikan tangan pada Bianca yang tertawa lepas.

*** 

Sudah pukul sebelas malam, Daniel belum juga pulang. Namira yang menunggu kepulangan sang suami, berdiri, menyibak gorden. Melihat gerbang, tidak ada tanda-tanda kendaraan suaminya datang. Hanya terlihat dua security yang duduk di pos jaga. Namira menghela napas berat. Pesan dan teleponnya diabaikan Daniel. 

"Apakah dia sesibuk itu?" gumam Namira sambil melihat deretan pesannya yang masih saja ceklis dua tanpa warna. 

"Duh, perut malah sakit lagi padahal tadi udah makan. Apa jangan-jangan masuk angin, ya? ya elah, baru aja begadang jam segini, udah masuk angin?" gerutu Namira mengelus-elus perutnya. 

Namira kembali duduk di sofa ruang tamu, ia menselonjorkan kedua kaki. Membuka beberapa aplikasi sosial media. 

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam setengah satu malam. Namira mulai menguap. Ia mengucek kedua mata yang terasa perih dan gatal akibat melihat layar handphone terlalu lama. Namira duduk, merentangkan kedua tangan. Lalu, ia kembali berdiri, menyibak gorden. Masih belum ada tanda-tanda suaminya pulang.

"Ck, Om-om itu kemana sih? Masa kerja sampe tengah malam begini? Payah banget. Nganten baru bukannya mesra-mesraan, malah ditinggal kerja. Ck, payah ...."

Namira menghentak-hentakkan kedua kaki. Lalu, samar-samar ia mendengar suara derum mobil. Bibir Namira mengembangkan senyum. Raut wajahnya sumringah, menyambut kepulangan suami. 

Namira bergegas membuka kunci pintu, terlihatlah sosok yang dia tunggu beberapa jam lamanya. Namira langsung menghambur dalam pelukan Daniel hingga tubuh lelaki itu sedikit terhuyung. 

"Kamu belum tidur?" tanya Daniel. 

"Belum. Aku kan istri yang baik, yang cantik, yang menarik, yang soleha, yang setia menunggu kepulangan suami tercintanya," jawab Namira genit. Ia melepaskan pelukan, menggamit lengan Daniel.

Namira sudah sangat yakin hatinya telah jatuh cinta pada Daniel meskipun usia lelaki itu jauh lebih tua darinya. Namira tidak peduli. Baginya, cinta Namira pada Daniel selayak cinta seorang gadis pada seorang pemuda. 

"Tapi, gak perlu kayak gini, Na. Kalau kamu ngantuk, tidur saja. Nanti kalau kamu kena angin malam, kamu jatuh sakit, gimana?" timpal Daniel mencubit ujung hidung istrinya. 

"Kenapa yang dicubit hidung mulu sih, Om?" tanya Namira mengulum senyum malu. Ia masih mengeratkan tangannya pada lengan Daniel. 

"Om mau kunci pintu dulu."

Senyum Namira langsung mengerucut, mendengar Daniel yang tidak menimpali ucapannya. Daniel justru mengalihkan pembicaraan. 

Setelah pintu dikunci, Namira kembali menggamit lengan suaminya. 

"Om Ayang?" panggil Namira dengan senyum mengembang. 

"Iya?"

"Tadi kenapa, pesanku gak dibalas? Teleponku gak diangkat? Emang sibuk banget ya? sampe telepon dan pesan dari istri enggak diangkat? Iya?" cecar Namira dengan beberapa pertanyaan. 

"Hapeku ketinggalan. Tadi kan buru-buru pergi. Ketinggalan di ruang kerja."

"Oh pantesan ... duh, kirain aku, Om Ayang lupa."

Masuk ke dalam kamar, Daniel membuka sepatu dan membuka kancing kemeja yang dikenakan. Namun, gerakan tangan Daniel dicegah Namira. 

"Aku aja yang bukain ya, Om?" pinta Namira, menunjukkan senyum termanisnya. Daniel langsung salah tingkah, ia tak bisa berkutik. Membiarkan istrinya melakukan apapun yang diinginkan. 

Sampai akhirnya mereka berdua terlena. Keduanya sudah berada di atas peraduan. Tiba-tiba Daniel terkejut.

"Darah?" gumam Daniel, melihat darah di pakaian dalam Namira. Gadis itu terlonjak, langsung duduk.

"Hah? Darah apa?" pekik Namira, menatap heran pada benda yang dipegang Daniel. Ia mengambil benda itu, memerhatikan lekat. Darah apa itu?

Daniel berpikir sejenak lalu tercetus pertanyaan, "Kamu lagi menstruasi, Na?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Harsa Amerta Nawasena
Hahahaha, gagal deh mlm pertama, padahal udh di ubun-ubun
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 3. Berapa Hari?

    "Aku gak mau mens, aku gak mau menstruasi, aku gak mau datang bulan, aku gak mau haid. Aku mau malam pertama sama Om. Aku pengen hamil benih, Om ... huhuhuhuhu ...." Namira menangis histeris menyadari darah yang keluar adalah darah menstruasi. Daniel mengenakan kaos oblong lagi, mengambil piyama dan mengenakannya. Padahal Daniel sudah mode on, tapi .... "Jangan nangis, Na. Wajar kan kalau kamu mens. Emang udah waktunya bukan?" Daniel kembali duduk di sisi istrinya, berusaha menghibur Namira. Gadis itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar. "Ta-tapi, harusnya jangan sekarang, Om. Ini kan malam pertama kitaaa ... huhuhuhu ...." Tangisan Namira kembali pecah. Daniel menghela napas berat, memeluk tubuh istrinya, menc1um puncak kepala Namira dengan lembut. "Enggak apa-apa. Gak bisa malam sekarang, masih ada malam besok-besok. Udah, ya ... jangan nangis." Daniel menangkupkan kedua pipi Namira, mencium lembut kening gadis itu. Tangisan Namira mulai reda meski masih terisak

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 4. Ulat Bulu

    Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. "Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yan

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?"Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama sekali. Aku pikir

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 21B. Kangen

    Sudah sore, Bianca dan Bi Rusmi belum juga pulang. Namira dan suaminya kini tengah berada di ruang keluarga. Mereka nonton televisi sambil menunggu Bianca dan Bi Rusmi pulang. "Nomor hape Bianca gak aktif, Sayang. Mas khawatir dia kenapa-napa. Apalagi ini udah sore. Ck!" Daniel sangat resah menunggu anak kandungnya. Sedari tadi mondar-mandir menunggu Bianca pulang ke rumah. "Mas Ayang, duduk dulu. Nanti juga Bianca dan Bi Rusmi pulang. Mungkin mereka lagi kejebak macet, Mas." Namira berusaha membuat suaminya tenang, menunggu Bianca yang sampai saat ini sulit dihubungi. "Kalau macet, kenapa lama begini, Sayang? Mas benar-benar khawatir." Daniel menghempaskan b0kongnya ke sofa samping kanan Namira. Raut wajahnya sangat gelisah, berulang kali melihat pintu depan. Apa Bianca sudah pulang atau belum? "Kalau Mas khawatir, cari saja di Mall," kata Namira tanpa memandang wajah suaminya. Ia takut kalau akhirnya Daniel justru menyalahkannya karena melarang ikut belanja. Daniel m

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 21A. Kangen

    Senyum Bianca mengembang saat dirinya duduk di balik kemudi. Hatinya benar-benar bahagia karena diberi izin pergi ke supermarket dengan Bi Rusmi. Biasanya Daniel selalu mengikuti kemanapun Bianca pergi. Sekarang tidak lagi semenjak menikah dengan Namira. "Non, tumben Pak Daniel gak ikut?" tanya Bi Rusmi heran. Setahunya, Daniel biasanya ikut kemanapun Bianca pergi. Tetapi, hari ini kenapa hanya ia dan Bianca? "Papah kan lagi jagain Namira, Bi. Oh iya, Bibi belum tau, ya? Kalau Mamihku sekarang lagi hamil." Bianca berkata sangat riang. Dia benar-benar bahagia. Ternyata dugaannya benar. Kalau Daniel punya istri baru dan punya anak, perhatiannya akan terbagi. Tidak untuk dirinya saja. "Beneran, Non?" Bi Rusmi terkejut, kedau matanya membeliak sempurna. Bibir tua itu menyunggingkan senyum. Bahagia karena dugaannya benar. "Benar dong, Bi. Tadi kami ke rumah sakit. Pas di USG katanya baru 3 Mingguan. Makanya Mamihku gak boleh capek, gak boleh banyak pikiran," ujar Bianca sumringa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 20. Ready?

    "Kenapa sih kamu ngedoanya kayak gitu, Bianca?" tanya Hesti kesal mendengar doa yang diucapkan anaknya. Hesti sama sekali tak menduga kalau hati Bianca sulit diluluhkan. Bianca menghela napas berat. Menatap malas mantan istri papahnya. "Suka-suka aku. Ya udah sih kalau mau pergi, pergi aja. Jangan lupa bawa kuenya. Silakan, pintunya ada di sana." Hesti memejamkan kedua mata sejenak, menarik napas panjang untuk meredam emosi, mengambil tas dan kue buatannya, lalu pergi meninggalkan Bianca sendirian di dapur. Bianca tak tinggal diam, ia pun mengekor Hesti. Melihat Hesti berhenti di anak tangga yang menghubungkan ke kamar papahnya, Bianca berdehem. Hesti menoleh kesal, melanjutkan langkah, keluar dari rumah Daniel Bragastara.Kini, perasaan Bianca sangat lega karena wanita yang akan mengganggu rumah tangga papahnya dengan sahabatnya sudah pergi dan keluar rumah. Secepatnya Bianca memastikan mobil Hesti sudah pergi ataukah belum. Mengintip dari balik gorden ruang tamu, ternyata kendar

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 19. Harapan

    Hati Bianca sangat bahagia mendengar perintah yang diucapkan papanya. Dia ingin bebas berbelanja. Bi Rusmi gampang diatur. Wanita itu selalu menuruti apa yang diinginkan dan diperintahkan Bianca. Sebenarnya itu hanya strategi Namira saja. Awalnya Namira tidak membiarkan Bianca pergi ke supermarket hanya dengan Bi Rusmi tetapi ketika melihat Bianca cemberut dan tampak kesal padanya, Namira pun memiliki ide supaya Daniel tidak mengantar anaknya ke supermarket. Benar saja, raut wajah Bianca sekarang berubah sumringah. Ia terlihat benar-benar bahagia. Memasuki halaman rumah yang luas dan indah, terlihat ada sebuah mobil yang terparkir. Daniel, Namira dan Bianca mengerutkan kening. Mereka menerka mobil siapa itu?"Mas Ayang ada janji ketemu seseorang di rumah?" tanya Namira memecah keheningan."Enggak. Mas gak ada janji dengan siapa-siapa." Daniel sangat yakin kalau dirinya tidak ada janji bertemu dengan siapapun di rumah. "Apa mobil barunya Om Yuda, Pah?" Bianca ikut bertanya. Daniel

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 18. Tidak Kemana-Mana

    "Alhamdulillah, jadi bener kalau Mamih saya sekarang hamil, dok?" tanya Bianca antusias. Ia memaksa masuk ke dalam ruangan ketika dokter hendak memeriksa kandungan Namira. "Mamih? Maksudnya Mbak Namira Mamih kamu?" dokter terheran-heran mendengar ucapan Bianca. Gadis itu tersenyum manis, mengalungkan kedua tangan pada leher Namira karena Bianca berdiri di belakangnya. Sedangkan Daniel hanya merunduk, menggelengkan kepala melihat tingkah polah Bianca. "Iya, dok. Dia ini Mamihku. Ibu sambung aku.""Oh begitu.""Dok, usia kandungan istri saya sekaran, baru berapa Minggu?" Daniel mengalihkan pembicaraan mereka. Menumpu kedua tangan di atas meja. Namira dan Bianca menoleh, menatap Daniel yang serius menunggu jawaban dokter bernama Sinta Saraswati. "Kalau lihat dari USG, sekitar tiga Mingguan, Pak Daniel. Pokoknya, Mbak Namira harus bisa jaga diri, makan makanan yang bergizi, minum susu ibu hamil yang teratur dan nanti saya kasih obat yang dapat mengurangi rasa mual.""Iya, dok. Terima k

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 17. Love You Too

    "Oweek ... oweek ...."Suara Namira sejak subuh tadi terus-menerus terdengar muntah. Tiga Minggu setelah berlibur dari puncak, tubuh Namira selalu lemas, kepala pusing dan perut sering mual terutama kalau pagi hari. "Sayang, kita ke dokter sekarang. Mas takut kamu kenapa-napa apalagi wajahmu sangat pucat." Daniel menangkupkan kedua tangan pada wajah istrinya. Memandang wajah Namira penuh kasih sayang. Namira berjalan lemah, keluar dari toilet. Duduk di sisi ranjang. Sebelah tangannya meraih dua lembar tissue. "Aku gak apa-apa, Mas. Paling karena masuk angin soalnya kan hampir tiap malam aku keramas terus. Paling sedikit, seminggu tiga kali. Biasanya kita produksi seminggu lima kali atau full seminggu. Lihat ini, udah jadi gunung. Gede banget kan? Ish. Jadi ... Gimana aku gak masuk angin coba? Oweek ... duh, mual lagi. Sebentar!" Namira berjalan cepat ke toilet, muntah-muntah padahal muntahan itu tidak ada isinya. Daniel melonggarkan dasi, ia tak tenang jika tetap berangkat ke kanto

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 16. Jangan Digigit!

    "Aku jawab, mau pikir-pikir dulu.""Hah?" Namira terkejut mendengar jawaban yang diberikan Bianca untuk Ferry yang mengajak ia pacaran. "Kenapa pikir-pikir dulu, Bi? Kenapa gak langsung ditolak aja sih?" protes Namira agak kecewa mendengar jawaban Bianca. Anak kandung Daniel itu merengut, merundukkan kepala. Namira menoleh cepat ketika ia berpikir tentang suatu hal."Bi, jangan-jangan kamu ... kamu sebenarnya suka sama si Ferry?" terka Namira meski hatinya berharap dugaannya salah. Bianca salah tingkah, meringis. "Bu-bukan gitu, Mamih ....""Jangan sebut aku mamih dulu!" sentak Namira mengubah posisi duduk lebih menghadap Bianca. "Sekarang kamu jujur sama aku. Kamu suka sama Ferry?""Suka doang, Na. Belum cinta. Habisnya sekarang si Ferry macho banget. Badannya atletis, rambutnya gondrong, sekitar wajahnya ada bulu-bulu tipis. Gemesin gitu, Na." Penjelasan Bianca membuat Namira menarik napas panjang. Tidak menduga kalau selera cowok idaman anak sambungnya berambut gondrong dan acak-

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 15. Jawab Apa?

    Pandangan Namira mengitari sekeliling, memerhatikan beberapa lukisan yang terpajang di ruang tamu. Bianca sudah masuk ke dalam kamar yang letaknya tak jauh dari ruang tamu. Namira terus berjalan masuk sampai akhirnya ke ruang keluarga. Di sana terlihat Daniel yang tengah berbincang dengan supir pribadinya. "Mas Ayang!" panggil Namira setengah berlari menghampiri sang suami. Daniel menoleh, menyuruh supir pribadi keluar dari ruangan itu. Namira memeluk tubuh Daniel. "Aku seneng banget, Mas Ayang," ujar Namira manja. Daniel tersenyum manis, melepaskan pelukannya. "Emang itu yang aku mau.""Aah ... baik banget sih ...." Namira kembali memeluk tubuh Daniel. "Sayang, kamu mau di kamar mana? Di sini ada empat kamar. Tapi, kamar yang dekat dapur buat supir. Sisa kamar dekat ruang tamu, kamar itu dan kamar lantai atas. Mau di kamar mana?"Namira pura-pura berpikir, kedua matanya menerawang. "Hmm ... aku mau kamar ... atas!" jawab Namira menunjuk lantai atas. "Oke. Kita ke kamar sekarang

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 14. Ganjen

    "Ferry? Ngapain kamu ke sini?" Bianca heran melihat Ferry yang berada di depan rumah sedang berbincang dengan papanya."Sorry, Bi. Tadi ... tadi aku sempet ngikutin mobil kamu," jawab Ferry tersenyum miring. Bianca cemberut tak suka. Ia menghela napas panjang. Sedangkan Namira bergeming, enggan menyapa Ferry."Apaan sih kamu? Maksudmu ngikutin aku apa? Pengen ketemu Namira?" terka Bianca menunjukan rasa kesel pada lelaki berambut gondrong itu. "Itu tau. Hai, Namira. Apa kabar?" Ferry menyapa Namira yang sedari tadi berdiri di belakang Bianca."Baik." Hanya itu jawaban Namira. "Alhamdulillah. Selain tambah baik, kamu juga sekarang tambah cantik."Kedua mata Namira dan Bianca membeliak. Mereka tak suka Ferry berkata demikian. Tampaknya Daniel belum memberitahu Ferry kalau Namira adalah istrinya. Sikap Daniel berubah gusar. "Ferry, Om tinggal ke dalam dulu.""Iya, Om," timpal Ferry tersenyum lebar."Jangan masuk dulu!" Cegah Namira ketika Daniel melewatinya. Daniel menoleh, menatap

DMCA.com Protection Status