Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 2. Bercak Darah

Share

Bab 2. Bercak Darah

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-11-29 08:47:37

Namira mengembuskan napas kecewa. Ia beranjak dari pangkuan suaminya. Menunggu Daniel selesai bicara di sambungan telepon.

"Telepon dari siapa, Om?" tanya Namira setelah suaminya selesai menerima panggilan telepon.

"Dari orang kantor. Aku harus ke kantor sekarang."

"Aku gimana?" cegah Namira, mencondongkan tubuh ke depan. 

"Om harus cepat-cepat kantor, nanti aja, ya?"

"C1um dulu!" Namira menarik lengan Daniel. Lelaki yang usianya hampir setengah baya itu, lagi-lagi menarik napas panjang. 

Daniel menghadap Namira yang tersenyum manis, lalu mendaratkan k3cupan pada kening.

"Pipi kanannya belum." Namira mencondongkan pipinya tepat di depan bibir sang suami sambil berjinjit. Daniel meng3cup pipi kanan istrinya.

"Yang kiri belum," kata Namira lagi. Daniel menggelengkan kepala, tapi tetap ia lakukan.

"Udah, ya? Om harus cepat-cepat ke kantor, ada masalah besar."

"Satu lagi. Yang ini belum!" Namira mengacuhkan ucapan Daniel. Ia menunjuk bib1r mungilnya.

"Kalau ini nanti, ya?"

"Gak mau! Maunya sekarang!"

Daniel merunduk, lalu meng3cup singkat. Namira tersenyum bahagia. 

"Bentaran amat, Om? Lamaan dikit ke!" Protes Namira cemberut.

"Nanti, ya? Sekarang Om buru-buru."

"Iya deh."

Namira dan Daniel keluar ruangan kerja. Mengantar sang suami sampai depan rumah. Lalu melambaikan tangan ketika kendaraan yang ditumpangi Daniel meninggalkan halaman rumah.

Namira masuk ke dalam rumah. Perasaannya agak kecewa dan kesal. Ia tak menyangka kalau Daniel lebih mementingkan pekerjaan dari pada dirinya. Padahal ini malam pertama mereka, tapi masih saja kerja.

"Mamih!" Panggilan Bianca membuat langkah kaki Namira terhenti.

"Jangan panggil aku Mamih kalau enggak di depan papamu, Bi. Geli tau gak!" cibir Namira. Bianca terkekeh, mendengar protes yang diucapkan ibu sambungnya.

"Ya maaf. Kamu kan emang Mamih-ku," ucap Bianca menjawil dagu Namira. Gadis berusia 19 tahun itu mengusap bekas jawilan anak sambungnya. 

"Tapi geli dengernya."

"Eh, Papah kemana? Tadi aku lihat dari balkon kamar, Papah pergi ya?" tanya Bianca memastikan. Bibir Namira langsung mengerucut kesal. 

"Iya. Dia pergi pas terima telepon dari seseorang."

"Hah? Seseorang? Jangan-jangan telepon dari janda expired?" Pekik Bianca, kedua matanya hampir saja melompat. Berbeda dengan Namira, gadis itu justru memicingkan kedua mata. Tidak mengerti istilah janda yang baru saja Bianca ucapkan.

"Janda expired? Maksudmu Janda kadaluarsa?" 

"Iya. Janda yang udah kadaluarsa, udah alot."

"Siapa?"

"Tante Mutiara." Sangat santai, Bianca menyebut nama tante-tante yang usianya 45 tahun, yang rajin ngejar papanya, yang tak pernah bosan menggoda Daniel Bragastara.

"Astaghfirullah, Bian ... kamu ini ada-ada aja. Masa ada janda kadaluarsa, janda expired, janda alot? Gak boleh gitu tau!"

"Yeh bodo amat. Emang nyatanya gitu sih. Kamu belum pernah ketemu dia, Na. Kalau kamu dia, kayak Ulet bulu. Kegatelan."

Namira terdiam, membayangkan Daniel yang kini pergi ke kantor, dan kemungkinan besar bertemu dengan janda alot, janda ulat bulu. 

"Na, apa iya, papahmu mau ketemu dia?"

"Ya gak tau. Mudah-mudahan sih enggak. Tapi tenang, Na ... papahku imannya kuat kok. Enggak bakalan tergiur apalagi sama dia. Ya udah deh aku mau tidur, ngantuk. Mamih mau kelonin aku enggak?" goda Bianca bertingkah seperti anak kecil.

"Idih, amit. Punya anak sambung manjanya nauzubillah. Tidur sana! Aku mau nunggu sang pangeran pulang dulu. Bye, anakku tersayang," ujar Namira melambaikan tangan pada Bianca yang tertawa lepas.

*** 

Sudah pukul sebelas malam, Daniel belum juga pulang. Namira yang menunggu kepulangan sang suami, berdiri, menyibak gorden. Melihat gerbang, tidak ada tanda-tanda kendaraan suaminya datang. Hanya terlihat dua security yang duduk di pos jaga. Namira menghela napas berat. Pesan dan teleponnya diabaikan Daniel. 

"Apakah dia sesibuk itu?" gumam Namira sambil melihat deretan pesannya yang masih saja ceklis dua tanpa warna. 

"Duh, perut malah sakit lagi padahal tadi udah makan. Apa jangan-jangan masuk angin, ya? ya elah, baru aja begadang jam segini, udah masuk angin?" gerutu Namira mengelus-elus perutnya. 

Namira kembali duduk di sofa ruang tamu, ia menselonjorkan kedua kaki. Membuka beberapa aplikasi sosial media. 

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam setengah satu malam. Namira mulai menguap. Ia mengucek kedua mata yang terasa perih dan gatal akibat melihat layar handphone terlalu lama. Namira duduk, merentangkan kedua tangan. Lalu, ia kembali berdiri, menyibak gorden. Masih belum ada tanda-tanda suaminya pulang.

"Ck, Om-om itu kemana sih? Masa kerja sampe tengah malam begini? Payah banget. Nganten baru bukannya mesra-mesraan, malah ditinggal kerja. Ck, payah ...."

Namira menghentak-hentakkan kedua kaki. Lalu, samar-samar ia mendengar suara derum mobil. Bibir Namira mengembangkan senyum. Raut wajahnya sumringah, menyambut kepulangan suami. 

Namira bergegas membuka kunci pintu, terlihatlah sosok yang dia tunggu beberapa jam lamanya. Namira langsung menghambur dalam pelukan Daniel hingga tubuh lelaki itu sedikit terhuyung. 

"Kamu belum tidur?" tanya Daniel. 

"Belum. Aku kan istri yang baik, yang cantik, yang menarik, yang soleha, yang setia menunggu kepulangan suami tercintanya," jawab Namira genit. Ia melepaskan pelukan, menggamit lengan Daniel.

Namira sudah sangat yakin hatinya telah jatuh cinta pada Daniel meskipun usia lelaki itu jauh lebih tua darinya. Namira tidak peduli. Baginya, cinta Namira pada Daniel selayak cinta seorang gadis pada seorang pemuda. 

"Tapi, gak perlu kayak gini, Na. Kalau kamu ngantuk, tidur saja. Nanti kalau kamu kena angin malam, kamu jatuh sakit, gimana?" timpal Daniel mencubit ujung hidung istrinya. 

"Kenapa yang dicubit hidung mulu sih, Om?" tanya Namira mengulum senyum malu. Ia masih mengeratkan tangannya pada lengan Daniel. 

"Om mau kunci pintu dulu."

Senyum Namira langsung mengerucut, mendengar Daniel yang tidak menimpali ucapannya. Daniel justru mengalihkan pembicaraan. 

Setelah pintu dikunci, Namira kembali menggamit lengan suaminya. 

"Om Ayang?" panggil Namira dengan senyum mengembang. 

"Iya?"

"Tadi kenapa, pesanku gak dibalas? Teleponku gak diangkat? Emang sibuk banget ya? sampe telepon dan pesan dari istri enggak diangkat? Iya?" cecar Namira dengan beberapa pertanyaan. 

"Hapeku ketinggalan. Tadi kan buru-buru pergi. Ketinggalan di ruang kerja."

"Oh pantesan ... duh, kirain aku, Om Ayang lupa."

Masuk ke dalam kamar, Daniel membuka sepatu dan membuka kancing kemeja yang dikenakan. Namun, gerakan tangan Daniel dicegah Namira. 

"Aku aja yang bukain ya, Om?" pinta Namira, menunjukkan senyum termanisnya. Daniel langsung salah tingkah, ia tak bisa berkutik. Membiarkan istrinya melakukan apapun yang diinginkan. 

Sampai akhirnya mereka berdua terlena. Keduanya sudah berada di atas peraduan. Tiba-tiba Daniel terkejut.

"Darah?" gumam Daniel, melihat darah di pakaian dalam Namira. Gadis itu terlonjak, langsung duduk.

"Hah? Darah apa?" pekik Namira, menatap heran pada benda yang dipegang Daniel. Ia mengambil benda itu, memerhatikan lekat. Darah apa itu?

Daniel berpikir sejenak lalu tercetus pertanyaan, "Kamu lagi menstruasi, Na?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Harsa Amerta Nawasena
Hahahaha, gagal deh mlm pertama, padahal udh di ubun-ubun
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 3. Berapa Hari?

    "Aku gak mau mens, aku gak mau menstruasi, aku gak mau datang bulan, aku gak mau haid. Aku mau malam pertama sama Om. Aku pengen hamil benih, Om ... huhuhuhuhu ...." Namira menangis histeris menyadari darah yang keluar adalah darah menstruasi. Daniel mengenakan kaos oblong lagi, mengambil piyama dan mengenakannya. Padahal Daniel sudah mode on, tapi .... "Jangan nangis, Na. Wajar kan kalau kamu mens. Emang udah waktunya bukan?" Daniel kembali duduk di sisi istrinya, berusaha menghibur Namira. Gadis itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar. "Ta-tapi, harusnya jangan sekarang, Om. Ini kan malam pertama kitaaa ... huhuhuhu ...." Tangisan Namira kembali pecah. Daniel menghela napas berat, memeluk tubuh istrinya, menc1um puncak kepala Namira dengan lembut. "Enggak apa-apa. Gak bisa malam sekarang, masih ada malam besok-besok. Udah, ya ... jangan nangis." Daniel menangkupkan kedua pipi Namira, mencium lembut kening gadis itu. Tangisan Namira mulai reda meski masih terisak

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 4. Ulat Bulu

    Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. "Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yan

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Last Updated : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Last Updated : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?" Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama seka

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 282. Menemukan Bukti-Bukti

    "Minumannya udah datang..., " seru Alea membawa tiga cangkir kopi. Dua cangkir berisi kopi, satu cangkir berisi teh manis. Alea meletakkan cangkir teh manis di depan Arfan. "Makasih, Lea." "Sama-sama. Diminum dulu tehnya biar semangat!" kata Alea menarik kursi yang tak jauh dari jangkauan. Ketiga anak muda itu langsung fokus pada layar laptop yang biasa digunakan Axel. Sebelum meretas, Arfan ingin tahu lebih dulu akun Hanif. "Kayaknya Pak Hanif enggak terlalu aktif di media sosial yang ini. Nih kalian lihat!" Arfan menyodorkan layar laptop ke hadapan Axel dan Alea. Saudara kembar itu duduk berdekatan. "Enggak bisa di cek DM -nya?" tanya Axel menoleh pada Arfan. "Bisa. Sebentar, aku coba lagi."Kali ini cukup lama, Arfan berkutat di depan laptop. Arfan begitu lincah mengoperasikan teknologi. Alea yang baru melihat kemampuan Arfan secara langsung, sampai dibuat kagum. Tanpa disadari, Alea tersenyum sembari memandang wajah Arfan yang cukup tampan. Axel yang semula memandang layar l

  • Benih Papa Sahabatku   Nan 281. Mau Bantu

    "Astaghfirullah, Mama kok bilang gitu? Enggak peduli sekali dengan musibah yang dialami tante Nida." Refleks, Alea menimpali ucapan Bianca. Biasanya Alea tak berani menyanggah ucapan Bianca tetapi kini, ia langsung angkat bicara."Bukan Mama enggak peduli! Ah, sudahlah. Sekarang lebih baik kalian mandi, ganti seragam dan makan. Mama enggak mau penghuni rumah ini ada yang sakit lagi," ucap Bianca masih diselimuti emosi. Wanita itu masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu tanggapan dari kedua adiknya. Axel menarik napas panjang melihat tingkah laku Bianca yang tak berubah. Masih saja menyebalkan. "Kenapa mama jadi ngeselin banget sih, Kak?" gerutu Alea, bibirnya cemberut, kedua tangsj bersidekap. "Emang ngeselin!" jawab Axel masuk ke dalam rumah lebih dulu. Axel sedang malas berdebat. Kalau saja tidak ingat dengan kesehatan Bianca, mungkin Axel tadi akan ribut juga. Saudara kembar itu masuk ke dalam kamar masing-masing. Melakukan perintah Bianca setelahnya mereka berdua menuju ruang mej

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 280. Karma Itu Nyata

    Raut wajah Alea seketika berbinar. Ia baru ingat kalau teman sekelasnya itu memiliki keahlian teknologi. Meski masih SMA, tapi otak Arfan bisa dikatakan lumayan encer terutama masalah teknologi. "Iya, Kak. Bener banget tuh! Aku baru inget kalau si Arfan jago IT. Ya udah, Kak. Aku mau telepon dia dulu. Suruh dia dateng ke rumah nanti malam. Gimana, Kak?" Alea sangat bersemangat menjalankan rencana yang disampaikan oleh Axel. Ia tak sabar ingin mengetahui penyebab Hanif menceraikan Nida. "Boleh. Coba aja kamu telepon."Alea langsung merogoh handphone dari saku seragamnya. Lalu menekan nomor kontak Arfan. Arfan yang tengah berkutat di depan komputer rumahnya, terkejut melihat Alea sang gadis pujaan hati menghubunginya. Senyum Arfan mengembang, menarik napas panjang lalu mengangkat telepon dari Alea. "Hallo?""Fan, nanti malam kamu bisa enggak ke rumahku?" Tanpa basa-basi Alea bertanya. Ia tak mau membuang waktu. Ingin secepatnya mengetahui alasan Hanif mecneraikan tantenya. "Nanti

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 279. Sadap

    "Analisamu ada benernya, Lea. Bisa jadi Om Hanif yang mandul," timpal Axel sependapat dengan kembarannya.Nida hanya mengulum senyum mendengar tanggapan dari Alea dan Axel."Ya udahlah, Tante enggak mau terlalu mikirin itu lagi. Toh kenyataannya, sekarang kami udah bercerai. Tinggal menunggu sidangnya saja." Sangat tenang, Nida menanggapi ucapan anak kembar itu. Alea dan Axel saling pandang lalu keduanya mengela napas berat. "Tante harus kuat ya terutama di depan om Hanif. Jangan sampai terlihat lemah atau bersedih. Nanti si om malah besar kepala. Malah mikir, Tante kecintaan banget ama dia," kata Alea memberi semangat pada wanita yang selama ini tempat mereka curhat. "Tapi, Tante. Apa Tante enggak ada curiga kalau om punya wanita idaman lain? Ya aku sih, enggak habis pikir aja. Selama ini yang aku tau, rumah tangga Tante kan baik-baik aja. Kok sekarang tiba-tiba ...."Axel menggantung kalimat, tak sanggup melanjutkan kalimat yang sudah dimengerti oleh Nida dan Alea. "Namanya juga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 278. Dia yang Mandul

    "Cerai?" Serempak Alea dan Axel bertanya. Raut wajah mereka terkejut. "Tante serius?" tanya Alea. "Pasti cuma nge-prank nih," timpal Axel tak percaya. Nida tersenyum, menepuk pundak Axel. "Kita makan dulu aja. Nanti Tante baru cerita."Keduanya menganggukkan kepala. Mengikuti langkah Nida yang menuju dapur. "Kalian tunggu di sini. Tante mau hangatin masakannya. Oke?""Oke, Tante."Nida menarik napas lega sebab Alea dan Axel datang ke rumahnya. Paling tidak ia sedikit terhibur akan kedatangan mereka. Dirinya tidak merasa sendirian di rumah ini. Namun, Nida sadar. Dia mesti terbiasa dengan kesendirian. "Sudah siap masakannya," seru Nida seolah tak terjadi hal buruk yang menimpanya. Ya, hal buruk. Sebab, meski Nida terlihat sumringah, terlihat menerima keputusan Hanif akan tetapi hatinya tetaplah bersedih dan sakit. Nida wanita normal. Yang sakit hati jika cintanya dikhianati. Nida menyimpulkan sendiri jika alasan Hanif menceraikannya karena ada wanita lain. Wanita lain itu kemungk

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 277. Sudah Cerai

    Hanif tak dapat mengelak lagi. Selama ini tidak bisa ia berbohong pada Nida. Pun Nida, ia tahu jika suaminya menyembunyikan sesuatu atau sedang berbohong. Namun, lagi dan lagi Hanif diam, tak juga menjawab. "Oke. Kalau kamu masih enggak mau jawab pertanyaanku, enggak masalah. Aku juga enggak masalah kalau kamu mau cerai. Silakan saja."Nida menyerah, tidak bisa mendesak lelaki yang lebih banyak diam itu. Nida beranjak ke toilet. Di dalam sana, setelah membuka kran, Nida menangis tersedu-sedu. Sedikit pun Nida tak menyangka jika Hanif akan menceraikannya. Baru beberapa hari lalu, Hanif meyakinkan cinta dan kesetiannya terhadap Nida. Hanif menarik napas panjang ketika Nida pergi meninggalkannya. Ia mengusap wajah kasar, memandang lurus ke depan, lalu pandangannya mengitari kamar yang sudah bertahun-tahun ditempatinya bersama wanita yang dulu mati-matian ia perjuangkan. Dan hari ini, Hanif sudah menjatuhkan talak. Lelaki itu kembali menarik napas, mengembuskan perlahan. Berusaha meyak

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 276. Apa Karena Dia?

    Tiba di rumah, Nida berjalan cepat, ingin segera menemui suaminya. Ketika hendak menaiki anak tangga yang menghubungkan ke kamarnya, terdengar suara percakapan Hanif dengan ibunya di ruang keluarga. Nida pun mengurungkan pergi ke kamar, belok ke ruang keluarga. "Mas!" pekik Nida menghampiri suaminya yang duduk di sebelah ibu Ros. "Kamu enggak apa-apa, Mas? Mana yang terluka?" telisik Nida panik. Menelisik Hanif. "Kamu ini gimana sih? Malah nyari yang terluka? Kamu pengen suamimu terluka?" Pertanyaan ibu Ros membuat Nida menoleh. Menghela napas berat. Nida tahu, apapun yang dilakukannya, di hadapan ibu Ros selalu saja salah. "Bukan aku pengen mas Hanif terluka, Ma. Tadi Mas Hanif bilang semalam kecelakaan. Makanya dia enggak pulang," jelas Nida menahan rasa kesal pada ibu mertua. Hanif masih bergeming, tidak mengeluarkan kata-kata. "Udah tau! Sebelum Hanif cerita ke kamu, dia udah cerita ke Mama," tandas ibu Ros menunjukkan raut wajah tak suka. "Aku mau bicara empat ma

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 275. Bisa Dihubungi

    "Kamu serius mau menceraikan si Nida?" tanya ibu Ros memastikan yang didengarnya. Hanif tersenyum simpul, menganggukkan kepala. "Iya, Ma. Mungkin ini jalan yang terbaik.""Nah gitu dong! Menceraikan Nida emang jalan yang terbaik!" Ibu Rosita berseru gembira. Ibu Ros langsung memeluk tubuh Hanif. Hatinya begitu gembira. Keinginannya sebentar lagi akan terwujud. Hanif akan menceraikan Nida dan akan menikah dengan Friska. Impian memiliki menantu yang kaya raya dan loyal, sebentar lagi akan terwujud. "Sukurlah sekarang kamu udah sadar. Mama senang sekali. Mama berharap, nanti kalau kamu nikah lagi, kamu cepat punya keturunan," ujar ibu Ros sumringah. Hatinya benar-benar bahagia mendengar perceraian anak pertamanya dengan Nida. "Aamiin. Terima kasih, Ma.""Iya, Nak. Sama-sama. Oh ya, kalau kamu keluar dari rumah ini, kamu mau tinggal di mana? Soalnya kan rumah Mama enggak seluas rumah ini. Udah gitu, semua kamar udah ada yang tempati. Ada sih kamar belakang, cuma sekarang udah jadi gud

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 274. Menjatuhkan Talak

    "Tentu saja boleh. Sekarang juga kamu boleh kok tinggal di rumahku dari pada kita tinggal di hotel ini. Gimana? Kamu mau enggak?" jawab Friska tersenyum manis. Tidak ada keraguan sedikit pun dari intonasi suaranya kalau ia mengizinkan Hanif tinggal di rumahnya. Hanif mengulas senyum mendengar jawaban Friska. "Terima kasih, Sayang. Kalau begitu, aku mau beresin urusan satu-satu dulu. Kalau aku udah menceraikan Nida, aku akan segera keluar dari rumah itu dan langsung pindah ke rumahmu." "Oke, Sayang. Dengan senang hati, aku akan menerimamu di rumahku." Friska semakin mengeratkan pelukan. Tak ada rasa lelah pada diri wanita itu. Ia selalu berhasrat jika di dekat Hanif. Kerinduannya selama ini pada Hanif telah terlabuhkan. "Sejarang aku mau pulang dulu," ucap Hanif melepaskan kedua tangan Friska dari tubuhnya. "Tapi nanti malam kamu ke sini lagi, ya?" rengek Friska menunjukan raut wajah manja. Hanif gemas, memencet hidung mancung wanita yang semalaman melayaninya. "Besok mala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status