Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 2. Bercak Darah

Share

Bab 2. Bercak Darah

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 08:47:37

Namira mengembuskan napas kecewa. Ia beranjak dari pangkuan suaminya. Menunggu Daniel selesai bicara di sambungan telepon.

"Telepon dari siapa, Om?" tanya Namira setelah suaminya selesai menerima panggilan telepon.

"Dari orang kantor. Aku harus ke kantor sekarang."

"Aku gimana?" cegah Namira, mencondongkan tubuh ke depan. 

"Om harus cepat-cepat kantor, nanti aja, ya?"

"C1um dulu!" Namira menarik lengan Daniel. Lelaki yang usianya hampir setengah baya itu, lagi-lagi menarik napas panjang. 

Daniel menghadap Namira yang tersenyum manis, lalu mendaratkan k3cupan pada kening.

"Pipi kanannya belum." Namira mencondongkan pipinya tepat di depan bibir sang suami sambil berjinjit. Daniel meng3cup pipi kanan istrinya.

"Yang kiri belum," kata Namira lagi. Daniel menggelengkan kepala, tapi tetap ia lakukan.

"Udah, ya? Om harus cepat-cepat ke kantor, ada masalah besar."

"Satu lagi. Yang ini belum!" Namira mengacuhkan ucapan Daniel. Ia menunjuk bib1r mungilnya.

"Kalau ini nanti, ya?"

"Gak mau! Maunya sekarang!"

Daniel merunduk, lalu meng3cup singkat. Namira tersenyum bahagia. 

"Bentaran amat, Om? Lamaan dikit ke!" Protes Namira cemberut.

"Nanti, ya? Sekarang Om buru-buru."

"Iya deh."

Namira dan Daniel keluar ruangan kerja. Mengantar sang suami sampai depan rumah. Lalu melambaikan tangan ketika kendaraan yang ditumpangi Daniel meninggalkan halaman rumah.

Namira masuk ke dalam rumah. Perasaannya agak kecewa dan kesal. Ia tak menyangka kalau Daniel lebih mementingkan pekerjaan dari pada dirinya. Padahal ini malam pertama mereka, tapi masih saja kerja.

"Mamih!" Panggilan Bianca membuat langkah kaki Namira terhenti.

"Jangan panggil aku Mamih kalau enggak di depan papamu, Bi. Geli tau gak!" cibir Namira. Bianca terkekeh, mendengar protes yang diucapkan ibu sambungnya.

"Ya maaf. Kamu kan emang Mamih-ku," ucap Bianca menjawil dagu Namira. Gadis berusia 19 tahun itu mengusap bekas jawilan anak sambungnya. 

"Tapi geli dengernya."

"Eh, Papah kemana? Tadi aku lihat dari balkon kamar, Papah pergi ya?" tanya Bianca memastikan. Bibir Namira langsung mengerucut kesal. 

"Iya. Dia pergi pas terima telepon dari seseorang."

"Hah? Seseorang? Jangan-jangan telepon dari janda expired?" Pekik Bianca, kedua matanya hampir saja melompat. Berbeda dengan Namira, gadis itu justru memicingkan kedua mata. Tidak mengerti istilah janda yang baru saja Bianca ucapkan.

"Janda expired? Maksudmu Janda kadaluarsa?" 

"Iya. Janda yang udah kadaluarsa, udah alot."

"Siapa?"

"Tante Mutiara." Sangat santai, Bianca menyebut nama tante-tante yang usianya 45 tahun, yang rajin ngejar papanya, yang tak pernah bosan menggoda Daniel Bragastara.

"Astaghfirullah, Bian ... kamu ini ada-ada aja. Masa ada janda kadaluarsa, janda expired, janda alot? Gak boleh gitu tau!"

"Yeh bodo amat. Emang nyatanya gitu sih. Kamu belum pernah ketemu dia, Na. Kalau kamu dia, kayak Ulet bulu. Kegatelan."

Namira terdiam, membayangkan Daniel yang kini pergi ke kantor, dan kemungkinan besar bertemu dengan janda alot, janda ulat bulu. 

"Na, apa iya, papahmu mau ketemu dia?"

"Ya gak tau. Mudah-mudahan sih enggak. Tapi tenang, Na ... papahku imannya kuat kok. Enggak bakalan tergiur apalagi sama dia. Ya udah deh aku mau tidur, ngantuk. Mamih mau kelonin aku enggak?" goda Bianca bertingkah seperti anak kecil.

"Idih, amit. Punya anak sambung manjanya nauzubillah. Tidur sana! Aku mau nunggu sang pangeran pulang dulu. Bye, anakku tersayang," ujar Namira melambaikan tangan pada Bianca yang tertawa lepas.

*** 

Sudah pukul sebelas malam, Daniel belum juga pulang. Namira yang menunggu kepulangan sang suami, berdiri, menyibak gorden. Melihat gerbang, tidak ada tanda-tanda kendaraan suaminya datang. Hanya terlihat dua security yang duduk di pos jaga. Namira menghela napas berat. Pesan dan teleponnya diabaikan Daniel. 

"Apakah dia sesibuk itu?" gumam Namira sambil melihat deretan pesannya yang masih saja ceklis dua tanpa warna. 

"Duh, perut malah sakit lagi padahal tadi udah makan. Apa jangan-jangan masuk angin, ya? ya elah, baru aja begadang jam segini, udah masuk angin?" gerutu Namira mengelus-elus perutnya. 

Namira kembali duduk di sofa ruang tamu, ia menselonjorkan kedua kaki. Membuka beberapa aplikasi sosial media. 

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam setengah satu malam. Namira mulai menguap. Ia mengucek kedua mata yang terasa perih dan gatal akibat melihat layar handphone terlalu lama. Namira duduk, merentangkan kedua tangan. Lalu, ia kembali berdiri, menyibak gorden. Masih belum ada tanda-tanda suaminya pulang.

"Ck, Om-om itu kemana sih? Masa kerja sampe tengah malam begini? Payah banget. Nganten baru bukannya mesra-mesraan, malah ditinggal kerja. Ck, payah ...."

Namira menghentak-hentakkan kedua kaki. Lalu, samar-samar ia mendengar suara derum mobil. Bibir Namira mengembangkan senyum. Raut wajahnya sumringah, menyambut kepulangan suami. 

Namira bergegas membuka kunci pintu, terlihatlah sosok yang dia tunggu beberapa jam lamanya. Namira langsung menghambur dalam pelukan Daniel hingga tubuh lelaki itu sedikit terhuyung. 

"Kamu belum tidur?" tanya Daniel. 

"Belum. Aku kan istri yang baik, yang cantik, yang menarik, yang soleha, yang setia menunggu kepulangan suami tercintanya," jawab Namira genit. Ia melepaskan pelukan, menggamit lengan Daniel.

Namira sudah sangat yakin hatinya telah jatuh cinta pada Daniel meskipun usia lelaki itu jauh lebih tua darinya. Namira tidak peduli. Baginya, cinta Namira pada Daniel selayak cinta seorang gadis pada seorang pemuda. 

"Tapi, gak perlu kayak gini, Na. Kalau kamu ngantuk, tidur saja. Nanti kalau kamu kena angin malam, kamu jatuh sakit, gimana?" timpal Daniel mencubit ujung hidung istrinya. 

"Kenapa yang dicubit hidung mulu sih, Om?" tanya Namira mengulum senyum malu. Ia masih mengeratkan tangannya pada lengan Daniel. 

"Om mau kunci pintu dulu."

Senyum Namira langsung mengerucut, mendengar Daniel yang tidak menimpali ucapannya. Daniel justru mengalihkan pembicaraan. 

Setelah pintu dikunci, Namira kembali menggamit lengan suaminya. 

"Om Ayang?" panggil Namira dengan senyum mengembang. 

"Iya?"

"Tadi kenapa, pesanku gak dibalas? Teleponku gak diangkat? Emang sibuk banget ya? sampe telepon dan pesan dari istri enggak diangkat? Iya?" cecar Namira dengan beberapa pertanyaan. 

"Hapeku ketinggalan. Tadi kan buru-buru pergi. Ketinggalan di ruang kerja."

"Oh pantesan ... duh, kirain aku, Om Ayang lupa."

Masuk ke dalam kamar, Daniel membuka sepatu dan membuka kancing kemeja yang dikenakan. Namun, gerakan tangan Daniel dicegah Namira. 

"Aku aja yang bukain ya, Om?" pinta Namira, menunjukkan senyum termanisnya. Daniel langsung salah tingkah, ia tak bisa berkutik. Membiarkan istrinya melakukan apapun yang diinginkan. 

Sampai akhirnya mereka berdua terlena. Keduanya sudah berada di atas peraduan. Tiba-tiba Daniel terkejut.

"Darah?" gumam Daniel, melihat darah di pakaian dalam Namira. Gadis itu terlonjak, langsung duduk.

"Hah? Darah apa?" pekik Namira, menatap heran pada benda yang dipegang Daniel. Ia mengambil benda itu, memerhatikan lekat. Darah apa itu?

Daniel berpikir sejenak lalu tercetus pertanyaan, "Kamu lagi menstruasi, Na?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Harsa Amerta Nawasena
Hahahaha, gagal deh mlm pertama, padahal udh di ubun-ubun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 3. Berapa Hari?

    "Aku gak mau mens, aku gak mau menstruasi, aku gak mau datang bulan, aku gak mau haid. Aku mau malam pertama sama Om. Aku pengen hamil benih, Om ... huhuhuhuhu ...." Namira menangis histeris menyadari darah yang keluar adalah darah menstruasi. Daniel mengenakan kaos oblong lagi, mengambil piyama dan mengenakannya. Padahal Daniel sudah mode on, tapi .... "Jangan nangis, Na. Wajar kan kalau kamu mens. Emang udah waktunya bukan?" Daniel kembali duduk di sisi istrinya, berusaha menghibur Namira. Gadis itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar. "Ta-tapi, harusnya jangan sekarang, Om. Ini kan malam pertama kitaaa ... huhuhuhu ...." Tangisan Namira kembali pecah. Daniel menghela napas berat, memeluk tubuh istrinya, menc1um puncak kepala Namira dengan lembut. "Enggak apa-apa. Gak bisa malam sekarang, masih ada malam besok-besok. Udah, ya ... jangan nangis." Daniel menangkupkan kedua pipi Namira, mencium lembut kening gadis itu. Tangisan Namira mulai reda meski masih terisak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 4. Ulat Bulu

    Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. "Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?" Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama seka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 335. Pulang!

    "Tentu saja boleh. Ini kan cafe-mu," jawab Rina tersenyum tipis. Rina juga berusaha menenangkan debaran jantungnya. Entah mengapa, jika dekat dengan Axel. Jantung Rina berdebar lebih cepat. Axel menganggukkan kepala. Pandangannya mengarah pada buku yang sedang dibaca Rina. "Kamu suka baca novel juga?" Pertanyaan Axel membuat pandangan Rina tertuju pada buku yang tengah dibaca. "Iya. Memangnya siapa yang suka baca novel? Kamu suka baca novel juga?" tanya Rina pada lelaki yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat. "Oh bukan. Kalau aku enggak suka. Adikku yang suka baca buku novel. Banyak banget koleksi novelnya.""Ooh .... ""Ini kopinya, Nak Axel," ujar Ferry saat meletakkan secangkir kopi di hadapan Axel. "Terima kasih, Pak Ferry.""Sama-sama."Ferry beranjak, meninggalkan anak gadisnya duduk satu meja dengan Axel. Meski ada kecemasan di dalam hati, Ferry tak bisa melarang kedekatan Axel dan Rina. Sebenarnya Ferry cemas jika suatu saat nanti Rina akan jatuh cinta pada pria kay

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 334. Bertemu di Cafe

    Nida sangat terkejut mendengar cerita yang disampaikan Cassandra. Sebelumnya Nida juga sempat menaruh curiga jika Cassandra diam-diam menyukai Axel akan tetapi, yang membuat Nida tak menyangka jika Axel pun memiliki perasaan yang sama. "Sandra, jujur saja. Kalau mengingat karakter mama selama ini, aku juga ngerasa bukan itu alasan utama mama ngelarang kamu pacaran sama Axel. Kalau menurutku, lebih baik kamu fokus kuliah dulu sampai selesai. Jangan sampai gara-gara masalah ini, kamu jadi enggak fokus belajar. Sandra, aku tau gimana rasanya saling mencintai tapi ada yang menentang. Tapi kan, kamu dan Axel enggak mungkin menikah dalam waktu dekat. Sekarang lebih baik kamu berteman aja dulu. Toh berteman atau berpacaran enggak ada bedanya. Yang membedakan hanya status aja kok. Dari pada jadi masalah, kalau ada yang bertanya tentang hubunganmu dengan Axel, katakan saja kalian hanya bersahabat. Nanti bilamana sudah waktunya kamu menikah, langsung saja menikah, enggak perlu pacaran lagi."C

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 333. Berakhir atau Berlanjut?

    "Aku enggak janji. Aku takut enggak bisa ngehidupin kamu, Lea. Udahlah, lebih baik kamu di sini saja. Keributan di rumah ini karena ada aku. Kalau aku pergi, pasti akan nyaman lagi. Sekarang udah malam. Pergi ke kamarmu!" titah Axel tak ingin mengabulkan keinginan Alea. Axel sadar diri jika keributan yang terus terjadi di rumah Bragastara karena ulahnya. Axel sudah masuk kamar, tinggallah Alea yang masih duduk di balkon kamar kakanya. Memandang langit, berharap suatu saat rumah Bragastara dipenuhi kebahagiaan dan canda tawa. Sudah lama sekali, Axel, Alea dan Bianca bercanda serta tertawa bersama. "Eh, ngapain masih di situ? Cepet pergi ke kamar!" Suara Axel menyentak lamunan Alea. "Ya udah sih, kalau mau tidur, tidur aja," kata Alea cemberut. "Bukannya mau tidur. Aku mau mandi. Tadi kan aku belum sempat mandi. Keluar dari sini!" Alea mencebik, berdiri, dan berjalan keluar kamar kakaknya. Axel segera mengunci pintu, lalu masuk ke dalam toilet dan membersihkan diri. M

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 332. Ingin Pergi

    "Memangnya kenapa? Aku dan Sandra emang saling jatuh cinta. Kami udah lama sekali saling mencintai," timpal Axel, tak peduli Bianca akan marah atau tidak. Menurutnya, larangan Bianca tak beralasan. Selama ini Cassandra selalu bersikap baik. Cassandra juga adalah adik tiri Evan. "Udah gila kamu, Xel!" maki Bianca melotot. "Sayang, udah ... jangan marah-marah terus. Mereka hanya saling mencintai. Belum tentu berjodoh juga 'kan?"Evan berusaha menenangkan istrinya yang sudah diliputi amarah. Mendengar penuturan Evan, Axel semakin tak mengerti. Kenapa mereka tiba-tiba seperti tak menyukai Cassandra. "Diam kamu, Mas! Aku enggak akan mungkin merestui hubungan Axel dengan anak supir angkot itu.""Bianca, cukup!" Emosi yang sedari tadi ditahan Evan karena melihat sikap istrinya, akhirnya tak dapat ditahan lagi. "Kamu udah keterlaluan. Kamu enggak boleh memandang rendah Sandra. Dia adikku meskipun adik tiri. Lagi pula, sekarang bapaknya Cassandra sudah meninggal dunia. Kenapa masih saja kam

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 331. Sangat Salah

    Selepas Magrib, Axel pulang ke rumah dengan raut wajah masam. Alea memanggil kakaknya yang baru masuk ke dalam rumah. "Kusut amat mukanya? Berantem, ya?" Alea menatap lekat wajah Axel. "Bukan urusanmu!" jawab Axel ketus. Melanjutkan langkah, menaiki anak tangga yang menghubungkan ke kamar. "Dih, kenapa tuh manusia? Pulang-pulang bukannya seneng, malah ngeselin? Heran."Alea berjalan ke dapur, membantu asisten rumah tangga menyiapkan makan malam. "Lea, Axel udah pulang belum?"Tiba-tiba saja Bianca muncul di belakang tubuh Alea. Wanita itu melongokkan kepala ke anak tangga yang menghubungkan ke kamar Alea dan Axel. "Udah, Ma. Lagi di kamarnya," jawab Alea sembari menata beberapa lauk pauk ke atas meja makan. Bianca duduk, menarik napas panjang. "Jam berapa dia pulang?" Gerakan tangan Alea terhenti mendengar pertanyaan kedua dari Bianca. Kalau dia bilang, baru saja pulang, khawatir Bianca memarahi kakaknya. Tapi, kalau berbohong, ia pun tak mau. "Udahlah, Sayang. Jangan tanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 330. Calon Mantu

    Alea sekarang sudah dapat menilai, cowok seperti apa yang boleh dekat dengannya. Arfan yang mendengar penuturan Bianca, hatinya berbunga-bunga. Lampu hijau sudah ia dapatkan. Selebihnya menaklukan hati Alea. 'Semoga saja aku bisa membuat Alea jatuh cinta,'ucap Arfan dalam hati."Fan, aku ke dalam dulu. Kamu mau minum apa?" Pertanyaan Alea membuat lamunan Arfan buyar. Lelaki itu berdehem, mengubah posisi duduk. "Apa aja. Yang penting dingin.""Oke. Tunggu sebentar!"Alea masuk ke dalam. Ia menuju dapur, hendak memberitahu asisten rumah tangga. "Bi?" panggil Alea saat berada di dapur. "Iya, Non Lea?""Tolong buatin jus jeruk dua. Nanti tolong anterin ke depan. Ada temenku.""Baik, Non."Alea membalikkan badan, hendak ke kamar. Menyimpan tas dan buku-buku novel.Sebelumnya Alea pikir, akan dimarahi Bianca karena pulang bersama lelaki. Ternyata sebaliknya. Bianca tampak menyukai Arfan. Mungkin karena Arfan memiliki kendaraan yang bagus dan berasal dari keluarga yang kaya raya. Entahl

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 329. Anak Pengusaha

    Arfan tertawa lepas melihat reaksi wajah Alea yang berubah masam. Tampaknya Alea tak percaya akan ucapan Arfan. Mereka melanjutkan langkah menuju toko buku. Di dalam sana, Arfan mengikuti Alea ke jajaran buku novel. Alea menoleh, memicingkan kedua mata, menatap Arfan. "Ngapain kamu di sini? Katanya mau beli komik? Jajaran buku komik kan di sana," ujar Alea pada lelaki yang berdiri di hadapan. "Kalau aku ke sana, nanti kamu siapa yang jagain. Lebih baik kamu dulu pilih novelnya, habis itu baru ke jajaran komik." Alea memanyunkan bibir, tak menanggapi ucapan Arfan. Akhirnya Alea membiarkan Arfan mengikutinya. Membantu Alea memilih beberapa buku novel. Setelah Alea selesai memilih tiga buku novel, barulah mereka ke jajaran buku komik. "Kamu punya banyak koleksi komik detektif Conan?" tanya Alea berdiri di samping Arfan yang memilih komik. "Lumayan. Kenapa?" Arfan menoleh, menatap lekat gadis yang dicintainya. "Enggak kenapa-napa. Nanya doang," jawab Alea cuek. Kemudian, dua remaj

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 328. Percaya Diri

    "Ngomong apa kamu? Udahlah, jangan bahas masalah itu lagi. Harusnya kamu berharap kita berjodoh, bukan sebaliknya, Cassandraaaa ...," timpal Axel terlihat kesal. Tak habis pikir, kenapa Cassandra tiba-tiba bicara seperti itu? Apa yang ada di dalam hatinya? Apa mungkin dia tidak yakin jika mereka akan berjodoh."Masalah jodoh kita kan enggak tau. Aku cuma pengen bahagia. Jangan hanya menganggapku sebagai cinta terakhirmu," jelas Cassandra berusaha menahan air mata yang ingin membuncah. Axel sendiri, pandangannya lurus ke depan. "Jangan dibahas lagi!' titah Axel membuat Cassandra bungkam. Setelahnya tidak ada yang bicara sampai mereka ke bioskop. Axel pun tampak enggan memulai obrolan. Ia masih kesal dengan ucapan Cassandra perihal jodoh. Sulit bagi Axel jatuh cinta lagi. *** Benar saja, jam sembilan pagi Arfan datang ke rumah. Sebelumnya Alea berpikir kalau ucapan kakaknya itu cuma bercanda. "Hai, Lea," sapa Arfan tersenyum manis saat Alea berdiri di hadapan. "Hai. Kamu ... kam

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 327. Tidak Berjodoh

    Mendengar ucapan mamanya, Cassandra tersenyum miring. Sedikit tidak percaya jika alasan Bianca tak menyukai hubungannya dengan Axel karena dirinya adik tiri Evan. "Jujur saja, Ma. Aku enggak percaya dengan alasan kak Bian. Enggak masuk akal.""Enggak masuk akal gimana, Sandra? Justru sangat masuk akal. Masa iya, nanti Mama akan jadi besannya anak tiri sendiri.""Ma!" sela Cassandra. "Axel dan Alea itu bukan anak kandung Kak Bian. Mereka adik-adiknya! Lagi pula misalnya mereka benar kedua orang tua kandung Axel, memangnya salah? Enggak dong, Ma! Aku ini cuma anak tiri papa! Adik tiri kak Evan!"Suara Cassandra meninggi menjelaskan tentang posisinya di dalam keluarga Yuda. Shella terdiam, merunduk dan memijat pelipisnya. Ia tak ingin menyakiti hati Cassandra jika mendengar alasan Bianca sebenarnya. "Kita ... kita ke ruangan papa lagi. Udah kelamaan," ajak Shella tanpa menunggu tanggapan Cassandra. Kepala gadis itu mendadak pening. Sedikit pun tak menduga jika Bianca tak menyukai hub

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status