Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 2. Bercak Darah

Share

Bab 2. Bercak Darah

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 08:47:37

Namira mengembuskan napas kecewa. Ia beranjak dari pangkuan suaminya. Menunggu Daniel selesai bicara di sambungan telepon.

"Telepon dari siapa, Om?" tanya Namira setelah suaminya selesai menerima panggilan telepon.

"Dari orang kantor. Aku harus ke kantor sekarang."

"Aku gimana?" cegah Namira, mencondongkan tubuh ke depan. 

"Om harus cepat-cepat kantor, nanti aja, ya?"

"C1um dulu!" Namira menarik lengan Daniel. Lelaki yang usianya hampir setengah baya itu, lagi-lagi menarik napas panjang. 

Daniel menghadap Namira yang tersenyum manis, lalu mendaratkan k3cupan pada kening.

"Pipi kanannya belum." Namira mencondongkan pipinya tepat di depan bibir sang suami sambil berjinjit. Daniel meng3cup pipi kanan istrinya.

"Yang kiri belum," kata Namira lagi. Daniel menggelengkan kepala, tapi tetap ia lakukan.

"Udah, ya? Om harus cepat-cepat ke kantor, ada masalah besar."

"Satu lagi. Yang ini belum!" Namira mengacuhkan ucapan Daniel. Ia menunjuk bib1r mungilnya.

"Kalau ini nanti, ya?"

"Gak mau! Maunya sekarang!"

Daniel merunduk, lalu meng3cup singkat. Namira tersenyum bahagia. 

"Bentaran amat, Om? Lamaan dikit ke!" Protes Namira cemberut.

"Nanti, ya? Sekarang Om buru-buru."

"Iya deh."

Namira dan Daniel keluar ruangan kerja. Mengantar sang suami sampai depan rumah. Lalu melambaikan tangan ketika kendaraan yang ditumpangi Daniel meninggalkan halaman rumah.

Namira masuk ke dalam rumah. Perasaannya agak kecewa dan kesal. Ia tak menyangka kalau Daniel lebih mementingkan pekerjaan dari pada dirinya. Padahal ini malam pertama mereka, tapi masih saja kerja.

"Mamih!" Panggilan Bianca membuat langkah kaki Namira terhenti.

"Jangan panggil aku Mamih kalau enggak di depan papamu, Bi. Geli tau gak!" cibir Namira. Bianca terkekeh, mendengar protes yang diucapkan ibu sambungnya.

"Ya maaf. Kamu kan emang Mamih-ku," ucap Bianca menjawil dagu Namira. Gadis berusia 19 tahun itu mengusap bekas jawilan anak sambungnya. 

"Tapi geli dengernya."

"Eh, Papah kemana? Tadi aku lihat dari balkon kamar, Papah pergi ya?" tanya Bianca memastikan. Bibir Namira langsung mengerucut kesal. 

"Iya. Dia pergi pas terima telepon dari seseorang."

"Hah? Seseorang? Jangan-jangan telepon dari janda expired?" Pekik Bianca, kedua matanya hampir saja melompat. Berbeda dengan Namira, gadis itu justru memicingkan kedua mata. Tidak mengerti istilah janda yang baru saja Bianca ucapkan.

"Janda expired? Maksudmu Janda kadaluarsa?" 

"Iya. Janda yang udah kadaluarsa, udah alot."

"Siapa?"

"Tante Mutiara." Sangat santai, Bianca menyebut nama tante-tante yang usianya 45 tahun, yang rajin ngejar papanya, yang tak pernah bosan menggoda Daniel Bragastara.

"Astaghfirullah, Bian ... kamu ini ada-ada aja. Masa ada janda kadaluarsa, janda expired, janda alot? Gak boleh gitu tau!"

"Yeh bodo amat. Emang nyatanya gitu sih. Kamu belum pernah ketemu dia, Na. Kalau kamu dia, kayak Ulet bulu. Kegatelan."

Namira terdiam, membayangkan Daniel yang kini pergi ke kantor, dan kemungkinan besar bertemu dengan janda alot, janda ulat bulu. 

"Na, apa iya, papahmu mau ketemu dia?"

"Ya gak tau. Mudah-mudahan sih enggak. Tapi tenang, Na ... papahku imannya kuat kok. Enggak bakalan tergiur apalagi sama dia. Ya udah deh aku mau tidur, ngantuk. Mamih mau kelonin aku enggak?" goda Bianca bertingkah seperti anak kecil.

"Idih, amit. Punya anak sambung manjanya nauzubillah. Tidur sana! Aku mau nunggu sang pangeran pulang dulu. Bye, anakku tersayang," ujar Namira melambaikan tangan pada Bianca yang tertawa lepas.

*** 

Sudah pukul sebelas malam, Daniel belum juga pulang. Namira yang menunggu kepulangan sang suami, berdiri, menyibak gorden. Melihat gerbang, tidak ada tanda-tanda kendaraan suaminya datang. Hanya terlihat dua security yang duduk di pos jaga. Namira menghela napas berat. Pesan dan teleponnya diabaikan Daniel. 

"Apakah dia sesibuk itu?" gumam Namira sambil melihat deretan pesannya yang masih saja ceklis dua tanpa warna. 

"Duh, perut malah sakit lagi padahal tadi udah makan. Apa jangan-jangan masuk angin, ya? ya elah, baru aja begadang jam segini, udah masuk angin?" gerutu Namira mengelus-elus perutnya. 

Namira kembali duduk di sofa ruang tamu, ia menselonjorkan kedua kaki. Membuka beberapa aplikasi sosial media. 

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam setengah satu malam. Namira mulai menguap. Ia mengucek kedua mata yang terasa perih dan gatal akibat melihat layar handphone terlalu lama. Namira duduk, merentangkan kedua tangan. Lalu, ia kembali berdiri, menyibak gorden. Masih belum ada tanda-tanda suaminya pulang.

"Ck, Om-om itu kemana sih? Masa kerja sampe tengah malam begini? Payah banget. Nganten baru bukannya mesra-mesraan, malah ditinggal kerja. Ck, payah ...."

Namira menghentak-hentakkan kedua kaki. Lalu, samar-samar ia mendengar suara derum mobil. Bibir Namira mengembangkan senyum. Raut wajahnya sumringah, menyambut kepulangan suami. 

Namira bergegas membuka kunci pintu, terlihatlah sosok yang dia tunggu beberapa jam lamanya. Namira langsung menghambur dalam pelukan Daniel hingga tubuh lelaki itu sedikit terhuyung. 

"Kamu belum tidur?" tanya Daniel. 

"Belum. Aku kan istri yang baik, yang cantik, yang menarik, yang soleha, yang setia menunggu kepulangan suami tercintanya," jawab Namira genit. Ia melepaskan pelukan, menggamit lengan Daniel.

Namira sudah sangat yakin hatinya telah jatuh cinta pada Daniel meskipun usia lelaki itu jauh lebih tua darinya. Namira tidak peduli. Baginya, cinta Namira pada Daniel selayak cinta seorang gadis pada seorang pemuda. 

"Tapi, gak perlu kayak gini, Na. Kalau kamu ngantuk, tidur saja. Nanti kalau kamu kena angin malam, kamu jatuh sakit, gimana?" timpal Daniel mencubit ujung hidung istrinya. 

"Kenapa yang dicubit hidung mulu sih, Om?" tanya Namira mengulum senyum malu. Ia masih mengeratkan tangannya pada lengan Daniel. 

"Om mau kunci pintu dulu."

Senyum Namira langsung mengerucut, mendengar Daniel yang tidak menimpali ucapannya. Daniel justru mengalihkan pembicaraan. 

Setelah pintu dikunci, Namira kembali menggamit lengan suaminya. 

"Om Ayang?" panggil Namira dengan senyum mengembang. 

"Iya?"

"Tadi kenapa, pesanku gak dibalas? Teleponku gak diangkat? Emang sibuk banget ya? sampe telepon dan pesan dari istri enggak diangkat? Iya?" cecar Namira dengan beberapa pertanyaan. 

"Hapeku ketinggalan. Tadi kan buru-buru pergi. Ketinggalan di ruang kerja."

"Oh pantesan ... duh, kirain aku, Om Ayang lupa."

Masuk ke dalam kamar, Daniel membuka sepatu dan membuka kancing kemeja yang dikenakan. Namun, gerakan tangan Daniel dicegah Namira. 

"Aku aja yang bukain ya, Om?" pinta Namira, menunjukkan senyum termanisnya. Daniel langsung salah tingkah, ia tak bisa berkutik. Membiarkan istrinya melakukan apapun yang diinginkan. 

Sampai akhirnya mereka berdua terlena. Keduanya sudah berada di atas peraduan. Tiba-tiba Daniel terkejut.

"Darah?" gumam Daniel, melihat darah di pakaian dalam Namira. Gadis itu terlonjak, langsung duduk.

"Hah? Darah apa?" pekik Namira, menatap heran pada benda yang dipegang Daniel. Ia mengambil benda itu, memerhatikan lekat. Darah apa itu?

Daniel berpikir sejenak lalu tercetus pertanyaan, "Kamu lagi menstruasi, Na?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Harsa Amerta Nawasena
Hahahaha, gagal deh mlm pertama, padahal udh di ubun-ubun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 3. Berapa Hari?

    "Aku gak mau mens, aku gak mau menstruasi, aku gak mau datang bulan, aku gak mau haid. Aku mau malam pertama sama Om. Aku pengen hamil benih, Om ... huhuhuhuhu ...." Namira menangis histeris menyadari darah yang keluar adalah darah menstruasi. Daniel mengenakan kaos oblong lagi, mengambil piyama dan mengenakannya. Padahal Daniel sudah mode on, tapi .... "Jangan nangis, Na. Wajar kan kalau kamu mens. Emang udah waktunya bukan?" Daniel kembali duduk di sisi istrinya, berusaha menghibur Namira. Gadis itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya dengan kasar. "Ta-tapi, harusnya jangan sekarang, Om. Ini kan malam pertama kitaaa ... huhuhuhu ...." Tangisan Namira kembali pecah. Daniel menghela napas berat, memeluk tubuh istrinya, menc1um puncak kepala Namira dengan lembut. "Enggak apa-apa. Gak bisa malam sekarang, masih ada malam besok-besok. Udah, ya ... jangan nangis." Daniel menangkupkan kedua pipi Namira, mencium lembut kening gadis itu. Tangisan Namira mulai reda meski masih terisak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 4. Ulat Bulu

    Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. "Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?"Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama sekali. Aku pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 80. Jujur

    "Bener. Dia sering minta pendapatku, cari kamu kemana lagi? Om kamu masih sangat yakin kalau anak kandung adiknya dan Om Yuda masih hidup. Om kamu juga berjanji akan mengajakmu tinggal di sini bersama Om kamu, bersama aku, dan bersama Bianca."Lagi, Nida semakin penasaran kenapa dia harus tinggal bersama Daniel bukan bersama Yuda dan mamanya?"Kak, tolong ceritakan sebenarnya. Oke, aku janji. Aku enggak akan pernah pergi dari sini. Aku akan tetap tinggal di sini bersama kalian. Tapi, tolong ... saat ini Mamahku lagi ada di mana? Di mana, Kak? Aku mohon katakan yang sejujurnya. Aku hanya ingin ketemu mamah. Tolong Kak ...." Nida mengiba, menggenggam telapak tanga Namira. Istri Daniel menghela napas berat. Hatinya tak tega melihat raut wajah Nida. "Kak, aku mohon di mana Mamahku sekarang? Di mana, Kak ...."Nida menangis histeris sambil menggenggam telapak tangan Namira. "Nida, sebenarnya ... hm ... sebenarnya mamah kamu udah meninggal dunia, Nida ...."Hancur sudah harapan Nida yang

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 79B. Keceplosan

    "Udah. Tadi di kantor. Sekarang mereka lagi di ruang tamu. Sayang, tadi itu ... Nida nanyain Dania terus. Aku yakin, dia juga pasti akan tanya soal Mamanya ke kamu.""Kalau dia nanya ke aku, aku harus jawab apa? Berbohong kalau ibunya masih hidup?" Namira ingin menguji suaminya. Apakah ia akan menyuruhnya berbohong atau sebaliknya. "Jangan bohong, katakan saja sejujurnya tapi ... aku harap kamu bicaranya baik-baik. Mungkin dia akan sedih, tapi aku yakin ... istriku yang cantik dan baik hati ini akan mampu membuat Nida tenang."Namira senyum tersipu malu. Bibirnya pura-pura dimanyunkan. "Mas Ayang mah ... bikin aku malu terus tau ...." timpal Namira manja, sembari menggamit lengan suaminya. Daniel sangat menyukai prilaku Namira yang malu-malu seperti ini. Sangat menggemaskan. Tiba di ruang tamu, langkah kaki Namira terhenti melihat sosok gadis yang tengah tertawa bersama Yuda. "Mas Ayang ... ka-kamu benar, dia ... dia mirip Dania yang difoto itu ...." bisik Namira di depan telinga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 79A. Keceplosan

    Sepanjang jalan, Nida terus saja bercerita tentang pengalaman indah dan manis di sekolah meski kenyataannya, lebih banyak penderitaan yang dialami Nida ketimbang bahagia bersama teman-temannya. Hingga saat ini, Nida tidak punya teman dekat atau sahabat satu pun. Semuanya seperti membenci Nida karena kedua orang tuanya tak pernah ada. Tak pernah datang ke sekolah bilamana ada rapat atau penerimaan raport. Daniel memerhatikan obrolan Yuda dan Nida lewat kaca spion depan. Keduanya sangat bahagia. Mereka pada akhirnya telah ditemukan. Entah bagaimana caranya, Nida bisa menemukan alamat perusahaan Daniel. Pasti ada orang yang memberikan alamat perusahaannya supaya Nida bertemu dengan keluarga kandungnya. Dalam hati, Daniel berdoa untuk orang yang telah menyuruh Nida datang ke perusahaan, menemui Daniel. Memasuki halaman rumah megah nan mewah, Nida sempat terpana. Mulutnya tanpa ia sadari menganga lebar. Takjub, akan kebesaran dan kemegahan rumah keluarga Bragastara. "Kita turun, Nak," a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 78B. Sangat Bangga

    Daniel yang menyaksikan itu menghela napas lega. Menyeka lelehan air matanya yang tak kunjung berhenti. Daniel benar-benar bersyukur karena Allah telah mengantarkan Nida ke tempatnya. Sesuatu hal yang sangat tak terduga. "Hei, sudah ... kalian jangan menangis lagi. Mari, kita duduk." Daniel mengajak Yuda dan Nida berdiri, duduk di sofa yang sebelumnya ditempati Nida. Ayah dan anak itu masih larut dalam kebahagiaan dan rasa haru. Mereka seperti sedang bermimpi. Pertemuan yang sama sekali tidak Yuda bayangkan. Yuda bahkan sempat berpikir kalau dia tidak mungkin bisa bertemu dengan anak kandungnya dari Dania. "Hm, Nida ... Om dan Papahmu sekarang ada meeting. Kamu pulang ke rumah Om saja," ucap Daniel pada gadis berusia 17 tahun itu. "Ke rumah Om? Apakah mamahku ada di sana?" tanya Nida antusias. Binar kebahagiaan jelas terlihat di raut wajah. Pertanyaan Nida membuat Daniel dan Yuda tersentak. Mereka lupa mengatakan yang sebenarnya tentang ibu kandung Nida. Yuda menoleh pada Daniel.

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 78A. Sangat Bangga

    Daniel sangat penasaran dengan orang yang menjelek-jelekkan Dania dan Yuda. Menganggap Nida bukan anak yang diinginkan. Daniel sangat yakin kalau orang yang menyebarkan kebohongan itu pasti orang terdekat mereka. Tetapi siapa?Nida tak langsung menjawab. Hatinya sangat sedih karena selama ini ia selalu berpikir buruk tentang kedua orang tuanya. Meski demikian, Nida tetap ingin bertemu dan tidak ada kebencian di hatinya. "Katakan sama Om. Siapa nama orang itu, Nida? Kamu jangan takut. Sekarang kamu udah punya Om. Kalau dia macam-macam sama kamu, Om akan bertindak langsung," ucap Daniel meyakinkan Nida yang tampak ragu menyebutkan nama orang tersebut. "Benarkah? Om akan ... akan melindungiku?""Tentu saja, Nida. Kamu keponakan Om satu-satunya. Sekarang bilang, siapa nama orang itu?""Nama orang itu tan---"Tok, tok, tok!Ucapan Nida menggantung ketika mendengar suara ketukan pintu. Daniel dan Nida menoleh ke pintu ruangan. Daniel melirik arloji di pergelangan, ternyata sebentar lagi m

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 77B. Siapa yang Bilang?

    Nida kembali mendongak, menatap lelaki yang wajahnya sudah basah oleh air mata. "Sekarang kita ke ruangan, Om. Om akan ceritakan semuanya."Beruntung, para karyawan sedang sibuk. Hanya Shella yang menyaksikan pertemuan yang telah didambakan Daniel bertahun-tahun lamanya. Shella yang telah mengetahui masa lalu keluarga Bragastara menangis. Membayangkan kebahagiaan seorang Daniel yang telah bertemu dengan anak kandung adiknya. "Om, mamah di mana? Papah di mana? Mereka masih hidup kan, Om?" Pertanyaan Nida lagi-lagi membuat Daniel meneteskan air mata. Mereka kini duduk di sofa ruangan Daniel. Lelaki itu merangkul pundak Nida. Menangis kembali. Bayangan Dania berkelebat. Daniel seperti melihat Dania yang duduk manis di kursi sambil memerhatikan mereka. "Om ... aku pengen ketemu mamah ... aku pengen ketemu papah ... aku pengen ... pengen kayak teman-temanku punya keluarga yang utuh ... A-aku ingin buktikan pada mereka kalau aku ... a-aku bukan anak haram.""Bukan, Nida ... kamu bukan an

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 77A. Siapa Gadis Itu?

    Seketika, Daniel terkejut mendengar jawaban Shella. Pikirannya langsung tertuju pada anak kandung Dania dan Yuda. Apa mungkin Nida yang ingin menemuinya Nida anak kandung Dania dan Yuda?"Di mana gadis itu?" tanya Daniel."Di luar, Pak."Daniel keluar ruangan lebih dulu dari pada Shella. Tergesa-gesa ingin memastikan siapa gadis yang datang ingin menemuinya. Shella merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada sikap Daniel."Kenapa Pak Daniel seperti mengenal gadis itu? Sebenarnya siapa gadis bernama Nida?" gumam Shella sambil menutup pintu ruangan bos-nya. Nida meremas kedua telapak tangannya. Ia dipersilakan menunggu di kursi depan ruangan Shella. Dirinya sangat gugup membayangkan bertemu dengan kedua orang tuanya. Kedua orang tua yang hampir setiap malam ia rindukan. Nida berharap kalau hari ini akan bertemu dengan mamah papah. Nida ingin sekali setiap hari atau setiap saat memanggil, "Mah, aku pulang." Atau Nida mengadu. "Pah, hari ini si Jhoni jahil banget. Suka gangguin aku.

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 76B. Seorang Gadis

    Pagi di dalam salah satu kamar rumah Bragastara, terdengar percakapan riang. "Sayang, perutmu mulai terlihat membuncit," ucap Daniel ketika melihat Namira tengah berdiri di depan lemari pakaian usai membersihkan diri. Namira merunduk, memerhatikan perutnya. Ia tersenyum bahagia. Daniel menghampiri, mengelus perut Namira. Lalu, menempelkan telinga di depan perut yang mengandung buah hatinya. "Mas Ayang, ngapain?" tanya Namira terkekeh geli melihat tingkah suaminya. Daniel menegakkan tubuh, menangkupkan wajah Namira dengan kedua tangan. "Aku pengen dengar, pergerakan calon anak kita.""Emang kedengeran?""Belum, heheeh ....""Kirain.""Kamu pake baju. Aku harus secepatnya ke kantor, setelah itu mau ke kantor polisi lagi, mau tanya kapan jadwal persidangan kasus Hesti," ujar Daniel mengenakan dasi."Iya, Mas."Usai Namira mengenakan pakaiannya. Menghampiri Daniel yang merapikan berkas-berkas di meja kerja yang ada di dalam kamar. Namira membantu Daniel mengenakan jas hitam. "Mas Ayan

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 76A. Seorang Gadis

    "Gimana, Ferry? Apa mereka mengabulkan permintaanmu?" tanya Hesti antusias, mereka duduk di sofa ruang keluarga. Ferry menatap iba wanita yang telah dinikahinya itu. Lantas, Ferry menggenggam telapak tangan Hesti. "Apapun nanti yang akan kamu alami, kamu harus hadapi. Jangan melarikan diri!"Sontak, Hesti melepaskan genggaman tangan suaminya. Tatapannya nanar pada Ferry. "Apa mereka tetap ingin melanjutkan kasus itu?" Suara Hesti terdengar bergetar. Hatinya berdetak lebih cepat, membayangkan menjalani hari di dalam penj4ra. Hesti pikir, Ferry yang berbicara, mereka akan mengabulkan. Ternyata tetap sama saja. Daniel dan Bianca sangat tega, sangat kejam. "Iya, Sayang. Enggak apa-apa. Pak Daniel bilang, nanti dia akan minta keringanan untuk hukumanmu.""Bohong! Dia pasti bohong! Mana mungkin Daniel mau meminta keringan untuk hukuman yang aku jalani? Mereka kej4m, sangat egois, Ferry!" Tangisan Hesti pecah, ia menangis meraung-raung. Ferry tak tega, ia memeluk tubuh wanita yang usianya

DMCA.com Protection Status