Share

Bab 4. Ulat Bulu

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 08:48:52

Usai salat Subuh, Daniel memerhatikan istrinya yang tertidur pulas. Semalam ia sempat bertanya, berapa hari biasanya Namira menstruasi, ternyata sampai 7 hari. Berarti Daniel harus menahan selama 7 hari pula, itu pun kalau tidak meleset. 

Daniel duduk di sisi ranjang, menyelipkan anak rambut ke atas telinga Namira. Memandang gadis itu penuh cinta dan kasih sayang. Senyum Daniel mengembang, mengingat awal mula mengenal Namira. Gadis riang yang berteman dengan anak tunggalnya, Bianca. 

Sekarang tanpa diduga, Namira justru menjadi jodoh keduanya. 

Ponsel Daniel berdering, ia beranjak cepat, mengangkat panggilan tersebut lalu berjalan ke balkon kamar. Daniel khawatir obrolannya mengganggu tidur Namira. Semalam gadis itu baru bisa tidur terlelap jam dua dini hari. 

"Hallo, Yud? Gimana? Udah ketahuan siapa yang menggelepkan uang perusahaan?" tanya Daniel langsung bertanya. 

Semalam Daniel pergi ke kantor karena mendapat kabar kalau laporan keuangan bulan kemarin tidak sesuai dengan uang yang masuk. Daniel dan beberapa staf-nya mencari tahu siapa yang menggelepkan uang tersebut ternyata tidaklah mudah. Oleh karena itu, Daniel memerintahkan Yuda agar bekerja sama dengan salah satu pihak per-Bank-an dan juga ahli IT. Dugaaan Daniel sementara adalah Hesti, mantan istri Daniel yang baru beberapa bulan lalu kembali ke Indonesia setelah sebelumnya tinggal di luar negeri. 

"Sudah, Pak. Dugaan Bapak benar, Ibu Hesti yang menggelepkan uang melalui rekening atas nama Bianca. Sekarang rekening itu sudah dibekukan oleh pihak Bank."

Daniel menghela napas panjang, memijat pelipisnya. Dia sebenarnya sudah malas berurusan dengan Hesti, mantan istrinya yang ketahuan berkali-kali selingkuh. Daniel menceraikan Hesti karena Bianca melihat perselingkuhan mamanya dengan salah satu orang berkewarganegaraan asing. Sekarang wanita itu kembali lagi. Daniel sangat khawatir kalau Hesti datang menemui Bianca. 

"Oke, nanti saya lihat di kantor. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Yuda."

"Sama-sama, Pak.'

Sambungan telepon terputus. Daniel bergegas mengganti pakaian. Meskipun baru jam lima Subuh, Daniel ingin segera masuk kantor. Ia ingin melihat sendiri kelicikan yang dilakukan mantan istrinya. Tapi, Daniel tak sampai hati membangunkan Namira. Akhirnya Daniel memutuskan menunggu Namira bangun tidur sendiri, setelah itu barulah berangkat ke kantor.

Daniel keluar kamar menuju ruang makan. Rupanya Bianca sudah bangun. Anak gadisnya tengah menyantap roti panggang buatan Bi Rusmi. 

"Mamih kemana, Pah?" tanya Bianca melihat belakang tubuh Daniel. 

"Belum bangun. Bian, kalau jam 6 Mamihmu udah bangun, kamu di kantor Papah dulu, ya?"

"Apa?" Bianca terkejut mendnegar perintah papanya. "Ngapain di kantor Papah?" sambung Bianca sambil mengunyah roti tawar panggangnya. 

"Papah gak mungkin anterin kalian ke kampus jam 7 pagi. Kamu hari ini ada kelas jam 9 kan?" terka Daniel yang memang sudah tahu betul jadwal kuliah anaknya. Bianca bibirnya mengerucut, menganggukkan kepala. Bianca sebenarnya bosan kalau menunggu di kantor papanya apalagi di sana ada tante Mutiara. Pasti sangat menyebalkan. 

"Ya udah, kalau gitu kamu tunggu di kantor Papah. Perusahaan lagi ada masalah. Oh iya, Bian. Apa ... Mamah kamu sempat telepon?"

Bianca menghentikan suapan roti panggangnya, ia menatap lekat Daniel.

"Enggak. Aku juga gak ngarep, males. Emang kenapa Papah tanya gitu?" Bianca tak dapat menutupi rasa tak sukanya pada Hesti yang tak lain wanita yang telah melahirkannya. Mengingat Hesti pernah ketahuan selingkuh oleh Bianca. Hesti juga bukanlah termasuk ibu yang baik. Sewaktu masih menjadi istri Daniel, wanita yang selalu bergaya sosialita itu jarang sekali memerhatian dan mempedulikan Bianca. Gadis itu lebih dekat dengan Daniel. Bianca pun jika di rumah hanya ditemani Bi Rusmi sebelum kedatangan Namira di rumahnya. 

"Papah dengar, Mamahmu udah kembali ke sini. Dia gak lagi tinggal di Australia. Papah pikir, dia akan menghubungimu, Na," jelas Daniel menatap prihatin pada anak kandungnya. Bianca bisa dikatakan seorang anak yang kurang perhatian seorang ibu. Hesti terlalu sibuk dengan dunianya. Bahkan ketika Bianca sakit, Hesti justru sedang berpesta di club malam bersama teman-temannya. Hal itu membuat Daniel semakin muak hingga ia menceraikan Hesti. Sejak saat itu, Daniel menutup hatinya rapat-rapat. Kepercayaannya terhadap wanita semakin memudar sampai akhirnya Namira datang, dan mengajarkan cinta yang tulus dan penuh perhatian. 

"Enggak akan, Pah. Memangnya wanita itu inget sama anaknya? Enggak akan inget. Mungkin baginya, aku ini udah mati. Udah mati sejak lama, Pah!" Suara Bianca terdengar penuh emosi dan kekecewaan yang mendalam. Daniel mengerti yang dialami Bianca. Ia tak pernah memaksa anak kandungnya itu untuk menyapa atau menemui Hesti. 

"Astaghfirullah, jangan bilang gitu, Nak. Kamu harus tetap---"

"Enggak, Pah. Aku enggak peduli dia masih inget atau lupa sama aku. Enggak peduli. Sekarang aku udah punya mama baru. Mamih Namira," ujar Bianca tersenyum manis, berusaha menyembunyikan rasa sedih dan kecewanya. 

Setelah itu, tidak ada yang bicara. Daniel maupun Bianca meneruskan sarapannya. 

"Om ... Om Ayang ...." Suara Namira terdengar. Daniel dan Bianca mendongak, melihat Namira yang masih mengenakan piyama dan belum mandi menuruni anak tangga. 

"Om kok ninggalin aku sih?" Namira merajuk, duduk di atas pangkuan Daniel. Bianca yang melihat aksi sahabatnya menggelengkan kepala. 

"Namira, jangan duduk di sini, duduk di kursi itu," titah Daniel berusaha mengangkat tubuh mungil Namira dari kedua pahanya. Namun, Namira tak juga beranjak, ia justru mengalungkan kedua tangan pada leher Daniel. 

"Aku takut ditinggalin sama Om ...." ungkap Namira mengalungkan kedua tangan di leher sang suami, menyandarkan kepala pada dada bidang Daniel. 

"Mamih, turun dong! Jangan duduk di atas pangkuan Papah! Nanti kaki Papah pegel, Mamih!" tegur Bianca pada Namira. Sebenarnya dia risih dan malu sendiri melihat aksi sahabatnya itu. 

Namira menoleh, kedua matanya memicing dan mencebik. Mau tidak mau akhirnya dia turun dari pangkuan sang suami. 

"Cuapin, Ayang ...," rengek Namira membuka lebar mulutnya. 

"Astaghfirullah, Na! Kamu belum mandi, mangapnya lebar amat? Bau jigong tau!" ejek Bianca pada ibu sambungnya. Namira menoleh, menggelengkan kepala. 

"Mulutku enggak bau, Bi. Aku kan sebelum tidur gosok gigi dulu. Ya gak, Yang?" Namira semakin tak peduli dengan anggapan Bianca. 

"Iya. Sini, Om suapin. Bi, kamu mau Papah suapin juga?" 

"Enggak, Pah. Terima kasih. Papah suapin istri cantik Papah aja. Aku mau ganti pakaian," ujar Bianca menarik kursi dan berjalan menuju kamarnya. 

"Sayang, nanti kamu dan Bianca ikut ke kantor Om dulu. Kalau udah jam 9, baru Om anterin ke kampus. Oke?"

"Oke deh. Pokoknya apapun perintah Om Ayang, pasti aku turutin," kata Namira memeluk erat tubuh suaminya. 

Setelah sarapan, Namira mandi dan mengganti pakaian. Mereka bersiap-siap pergi ke kantor terlebih dahulu. 

Sampai di kantor, kedatangan ketiganya disambut oleh beberapa karyawan salah satunya oleh tante Mutiara. 

"Hallo, Bian ... aduh, kamu ini makin lama makin cantik. Tante sampe pangling lihatnya. Pak Daniel, pinter banget sih bikin anaknya, anaknya pak Daniel bisa secantik ini," ujar Tante Mutiara mengerlingkan sebelah mata pada Daniel. Namira yang melihat wanita itu langsung tak suka. 

"Bian, Apa ini yang namanya tante Ulat Bulu?" tanya Namira setengah berbisik.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Friska Tinambunan
lanjut bagus ceritnya
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Yang namanya kerja dikantor jelas banyak yang mengidolakan CEO nya
goodnovel comment avatar
Mozhan Ta
lanjut bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 5. Lebih Bebas

    "Iya, dia yang namanya tante Mutiara," jawab Bianca setengah berbisik. Daniel dan yang lainnya terdiam melihat tingkah Namira dan anak kandungnya. "Eh, kamu ini siapa ya? Kok saya baru lihat." Rupanya Mutiara baru sadar kalau ada Namira diantara mereka. Belum sempat Namira menjawab, Mutiara penuh percaya diri kembali berkata, "Pasti temannya Bianca ya? Kenalan dulu dong, nama Tante, Mutiara. Nama lengkapnya Mutiara Indah, seindah orangnya. Saya adalah salah satu staf Pak Daniel yang sangat setia. Kalau kamu, namanya siapa?" Mutiara mengenalkan diri sendiri, memandang lurus Namira yang masih bergeming sambil menyodorkan sebelah tangannya. "Oh Tante staf setia Mas Daniel. Kenalkan juga Tante, nama saya Namira Rashid, istri Mas Daniel yang setia." Penuh percaya diri, Namira mengenalkan statusnya sebagai istri Daniel Bragastara. "Apa? Istri?" Mutiara sontak melepaskan tangan dari genggaman Namira. Ia tak menyangka kalau istri kedua Daniel masih sangat muda bahkan sebaya dengan Bianca.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 6. Ibu Sambung

    "Ya elah, yang udah nikah, omongannya nikah mulu ... enggak gitu juga kali, Mih. Aku belum siap buat nikah muda. Pacaran juga kan aku masih bisa jaga diri.""Halah, belum tentu. Setan yang ngegodain orang pacaran tuh lebih banyak.""Idih, kayak yang pernah lihat setan aja!""Emang bener!"Perdebatan antara ibu sambung dan anak sambung itu terus saja berlanjut. Mereka berbeda pandangan perihal pacaran dan pernikahan. Keduanya bersikukuh dengan pendapat masing-masing. "Menikah itu untuk seumur hidup, maunya kan satu kali aja nikahnya. Jadi harus benar-benar selektif cari calon suaminya. Kalau cuma, ya ... iseng-iseng doang atau cuma ngandelin cinta doang mah gampang. Tuh lihat, artis-artis yang pernikahannya mewah tetap aja ujungnya cerai." Bianca masih membela argumentasinya. "Nah itu. Padahal kan artis itu pacarannya lama. Tapi, tetap aja cerai! Ya kan? Ya kan?" Namira merasa di atas angin. Bianca terjebak ucapannya sendiri. Bibirnya manyun beberapa centi, garuk-garuk kepala yang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 7. Icip-Icip

    Hesti sangat terkejut mendengar kenyataan kalau Namira, anak yang dulu sempat dibiarkan tinggal di rumah Daniel sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, kini menjadi istri kedua mantan suaminya. Hesti berdiri, menggelengkan kepala. "Kalian berdua pasti bercanda. Papahmu bukan pedofil, Bian. Dia lelaki normal, gak mungkin nikahin gadis muda seperti Namira," tandas Hesti, menolak kenyataan yang diucapkan anak kandungnya. "Emang papah normal. Papah juga sangat selektif. Udahlah, jangan ngarepin papah lagi. Papah udah punya istri baru dan akan memiliki anak lagi dari rahim sahabatku," ujar Bianca sambil mengelus-elus perut Namira. Meski agak geli, Namira membiarkan sahabatnya melakukan apapun yang diinginkan. "Kalian ini, ada-ada aja. Oke, kalau gitu Mamah mau pergi dulu. Nanti malam Mamah akan pulang ke rumah, mau nemuin Papahmu.""Enak aja! Jangan pulang ke rumah Papah. Kamu sama Papah udah gak ada hubungan apa-apa. Emang udah bosen gonta-ganti pasangan?""Jaga mulutmu, Bianca! Mama

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 8. Love You More

    "Terima kasih, Sayang," ucap Daniel setelah melampiaskan keinginannya. Namira menganggukkan kepala, tersenyum, tersipu malu. "Iya, sama-sama. Aku ... aku masuk kelas dulu," timpal Namira mencium punggung tangan suaminya. Danile meng3cup kening Namira dan membiarkan istrinya turun dari mobil. "Ya Allah, lama amat sih, Mih? Ngapain aja sih di mobil?" tanya Bianca yang sedari tadi menunggu Namira di depan pintu kelas. "Dosen belum datang kan?" Namira mengabaikan pertanyaan anak sambungnya. "Ditanya balik nanya. Belum datang. Ya untung aja belum datang. Ngapain aja sih kamu? Papah nanya-nanya soal aku sama mamah, ya?"Untung saja, Bianca langsung menduga suaminya menanyakan pertemuan Bianca dengan Hesti. "Iya. Nanya-nanya gitu. Aku cerita dong. Gak enaklah, masa bohong sama suami?" kata Namira santai. Padahal ia berharap kalau Bianca tidak curiga dirinya lama-lama dengan Daniel di dalam mobil. "Aku tuh gak nyangka banget mamah kayak gitu. Enggak ada berubahnya sama sekali. Aku pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 9. Siapa?

    Sampai di rumah, Bianca langsung masuk ke dalam kamar. Kepalanya agak pusing karena siang tadi sempat menangis. Begitu pula Namira dan Daniel, pasangan suami istri masuk kamar berbarengan. "Kamu mau langsung mandi?" Pertanyaan Daniel membuat langkah kaki Namira terhenti."Iya. Emang kenapa?""Enggak kenapa-napa. Ya udah kamu mandi duluan.""Oke."Kalau saja Namira tidak haid, ingin rasanya Daniel mandi bersama. Akhirnya lelaki itu hanya menunggu. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Daniel membuka handphone, mengecek email dan beberapa pesan yang masuk salah satunya dari Hesti. Daniel memejamkan kedua mata sejenak, meredam emosi yang mulai terpancing. Hesti menghubungi Daniel menggunakan nomor baru. Sedangkan Daniel, sejak dulu tidak pernah mengganti nomor handphone-nya. [Daniel, ini aku, Hesti. Kenapa kamu menikahi anak angkatmu, Daniel? Apa enggak ada wanita lain sampe anak ingusan itu kamu nikahi? Apa kamu udah jadi pedofil? Menjijikan!]Daniel langsung menghapus pesan itu dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 10. Argh, Sakit!

    "Yang datang Pak Yuda. Katanya mau nganterin berkas yang Pak Daniel minta," jawab Bi Rusmi.Bianca dan Namira bernapas lega. Namira melepaskan gamitan tangan pada lengan suaminya. Membiarkan Daniel menemui Yuda, salah satu orang kepercayaan Daniel di perusahaan. "Terima kasih, Bi. Saya akan menemuinya. Bibi tolong buatkan kopi untuknya," titah Daniel pada wanita yang telah lama bekerja di rumahnya. "Baik, Pak."Daniel berjalan ke depan, menemui Yuda yang diminta olehnya mengantarkan berkas-berkas tentang penggelapan uang perusahaan. Daniel tak habis pikir, kenapa dia bisa kecolongan? Tidak sadar kalau ada orang yang berusaha menggelapkan uang perusahaan.Bi Rusmi ke dapur, sedangkan Bianca dan Namira menunggu di ruang makan. Mereka berdua sangat tenang karena yang datang bukan orang yang tidak mereka inginkan. "Kalau sampai mamaku yang datang, aku gak akan ngebiarin kamu dan papah menemuinya," kata Bianca sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namira menganggukkan kepala. Ia setuju

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 11. Nafkah Batin

    "Masih sakit?" tanya Daniel setelah menunaikan nafkah batin untuk Namira. Gadis itu meringis, menganggukkan kepala. "Tapi, tadi sempet enak, Mas."Daniel mengulum senyum, mendengar jawaban Namira yang polos. Daniel ingin tertawa tapi takut istrinya tersinggung. Ia berdehem, memeluk tubuh Namira yang hanya ditutupi selimut. Melihat jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. "Kita mandi dulu. Setelah itu, kita berangkat. Mau mandi bareng?" Namira mendongak, menatap wajah suamiya penuh cinta. "Aku mandinya entar, ya? Masih sakit ...." Namira meringis lagi, merasakan perih di area sensitifnya. "Coba lihat sebentar.""Jangan!" cegah Namira ketika Daniel hendak ke bawah. "Kenapa? Sebentar aja.""Enggak mau. Kalau Mas mau mandi, mandi aja duluan. Aku nanti," kata Namira menarik lagi selimut sebatas dada.Daniel tersenyum penuh cinta, mengecup kening Namira sangat lembut dan cukup lama. "Terima kasih, kamu mau bertahan dan mau menikmatinya." Suara Daniel terdengar serak dan parau. "Sama-sama

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 12. Mau Lagi, Om?

    Bianca sangat bahagia diberi izin pergi ke kampus sendirian. Hatinya terasa lega dan bebas. Senyum Bianca yang mengembang tiba-tiba hilang mengingat Namira sedang jatuh sakit. Apa mungkin Namira kelelahan karena beberapa hari ini selalu pulang kampus sore? Ada banyak tugas yang mesti mereka kerjakan. Bianca merogoh ponsel dari dalam tas, hendak menghubungi Namira. Ia ingin menanyakan langsung tentang penyakit yang tengah dialami oleh ibu sambungnya itu. Satu panggilan tidak diangkat. Lalu, Bianca kembali menghubungi. Namun, lagi-lagi tidak diangkat. "Mungkin dia lagi tidur, nanti ajalah," gumam Bianca memasukan kembali ponsel ke dalam tas. Di dalam kamar, Namira dan Daniel tengah mengulang yang sebelumnya dilakukan. Namira sudah tidak merasa kesakitan lagi. Ia bahkan tanpa malu-malu, meminta lagi dan lagi. Hingga pukul sebelas siang, barulah Daniel menyudahi pemberian nafkah batinnya. "Nanti malam lagi ya, Om," rengek Namira tersipu malu. Daniel terkekeh. Membelai rambut istrinya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 200B. Dianggap Papa

    Yuda dan Shella mendongak, mendengar suara Nida yang baru tiba di rumah. Nida terpaksa pulang cepat ketika Shella memberitahunya tentang kabar duka itu. Tubuh Nida luruh di samping dua jasad orang yang pertama kali menerimanya di rumah ini. Orang yang pertama kali memberinya kasih sayang dan perhatian di rumah ini. "Om ... Om Daniel ... Kak Namira ... a-aku pulang ... Om ...." Nida memeluk tubuh yang ditutupi kain jarik. Memeluk sembari menangis histeris. Sungguh, ia tak menyangka jika orang yang amat disayangi dan dihormatinya itu telah meninggalkan dunia. "Kenapa orang baik selalu cepat dipanggil Tuhan? Kenapa ya Allah?" Nida memeluk tubuh yang terbujur kaku. Ia memanjatkan begitu banyak doa untuk Namira dan Daniel. Ia sadar dan tahu, makhluk berjawa pasti akan mati termasuk dirinya, Daniel dan Namira. Sekarang Daniel dan Namira yang meninggal dunia. Kelak, pasti ia akan menyusul. "Papah ... Mamah ...." Nida menghampiri Yuda dan Shella. Memeluk dua orang yang amat disayanginya.

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 200A. Rumah Duka

    Hati Bianca terasa diiris sembilu. Perih dan sakit mendengar ucapan Suster Melati yang sedari tadi berusaha menenangkan baby twins yang kini telah menjadi yatim piatu. Dua anak yang nantinya tidak bisa melihat dengan kedua matanya siapa sosok kedua orang tuanya. "Mas, aku ... aku mau menemui baby twins," ucap Bianca pada Evan sangat lemah suaranya. Sebisa mungkin Bianca harus kuat. Meski hatinya sangat berduka dan bersedih tapi dia harus tetap kuat dan ikhlas. Ada dua bayi yang ditinggalkan Namira dan Daniel, yaitu Alea dan Axel. Entah apa skenario Tuhan nantinya, mengambil kedua orang tuanya, dan menitipkan kedua anaknya pada Bianca. Dalam hati, Bianca berjanji, akan menjaga buah hati Daniel dan Namira dengan baik. "Iya, Sayang," timpal Evan membiarkan istrinya berjalan ke kamar baby twins. Tidak hanya Bianca yang bersedih. Yuda pun sama. Sedari tadi, ia tak henti meneteskan air mata. Shella yang duduk di samping Yuda sambil membaca kitab suci Al-Quran, berusaha mengelus punggung

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 199B. Sehidup Semati

    Tangisan Bianca kembali pecah, memeluk tubuh yang sudah dingin. "Papah ... Papah ... Ya Allah ... astaghfirullah ....."Sekuat hati, Bianca berusaha mengikhlaskan kepergian Daniel, namun ia belum bisa. Daniel adalah sosok papah sekaligus mamah bagi Bianca sebelum Daniel menikahi sahabatnya, Namira. Hati Bianca sangat hancur saat Daniel sudah tidak dapat menjawab panggilannya. "Papah ... Aku sayang Papah... A-aku sayang Papah.... " panggilan lirih itu membuat Namira membuka kedua mata perlahan. "Maasssh ... Mas .... Mas Ayang ...."Tangisan Bianca terhenti, menoleh pada Namira yang sudah sadarkan diri. Bianca berlari menghampiri Namira. "Mamih! Mamiihh ...." Bianca memeluk tubuh Namira disela isak tangis. Namira sudah tahu, suaminya telah tiada. Ia sudah tahu, suaminya telah meninggalkannya pergi dari dunia ini."Bian ... Pa-Papahmu .... Papahmu, Biaaannn ...."Dokter dan ketiga perawat meninggalkan mereka sementara waktu. Mereka pun larut dalam kesedihan Namira dan Bianca. Namir

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 199A. Menutup Mata

    "Mamih, bangun, Mih ... Mamih ... Namira, buka matamu! Papah ... Pah ...." Bianca histeris melihat sepasang suami istri itu menutup kedua mata. Monitor detak jantung Daniel mengeluarkan bunyi yang memekakan telinga. Bianca menangis, memeluk tubuh sahabatnya. Wajah Namira begitu pucat, tubuhnya lemas. Jatuh lunglai di pelukan Bianca. Dokter masuk ruangan, segera memeriksakan keadaan Daniel. Tiga perawat memindahkan tubuh Namira ke atas sofa sudut ruangan. Kondisi jantung Daniel diperiksa dokter. Lalu, dokter itu menekan d4da Daniel agar berdetak kembali. "Satu, dua, tiga!" Satu alat ditempelkan pada d4da Daniel. Tubuhnya tersentak namun jantungnya tetap tak berdetak. Dokter tak putus asa. Kembali mengejutkan jantung Daniel, lagi-lagi tak berdetak. Di sofa, tangisan Bianca semakin histeris. Ia takut, sangat takut kehilangan papahnya. Lelaki yang baru saja memiliki buah hati lagi dari Namira. Akankah harus pergi? Pandangan Bianca beralih pada Namira yang tergolek lemah. Ia menempel

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 198B. Sehidup Semati

    --Bianca serba salah ketika mendengar kabar Namira dan Daniel ke rumah sakit. Dia ingin ke rumah sakit, menemani Namira. Tapi, di rumah ada baby twins yang harus dijaga. Tidak mungkin Bianca membiarkan baby twins bersama Sus Melati. Suara dering dari handphone terdengar. Bianca melihat layar handphone, Evan menelepon. "Sayang, Papah koma?" tanya Evan saat sambungan telepon terhubung. "Iya, Mas. Tadi Mamih telepon. Katanya di jalan Papah jatuh pingsan sampe sekarang belum sadarkan diri. Dokter bilang, papah koma," jelas Bianca, suaranya terdengar bergetar. "Aku tau kabar itu dari Papah. Tadi Papah telepon Papah Daniel, yang angkat justru Mamih. Sayang, kamu sekarang di rumah?""Iya, Mas. Aku jagain Baby twins. Pengen banget ke rumah sakit tapi gak mau juga ninggalin anak-anak ini. Mas, kalau kamu udah beres kerjaannya, tolong cepat pulang, ya?" Pinta Bianca meneteskan air mata. Firasatnya kali ini sangat buruk tentang papahnya. Dia khawatir kalau papahnya itu.... "Ya Sayang, nant

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 198A. Tangisan Pilu

    "Bi ... BI Rusmiii ...." Teriakan Namira menggema ke sudut ruangan rumah. Ia tak menghiraukan ucapan suaminya. Dalam pikiran Namira, hanya ingin suaminya sembuh, sehat kembali dan merawat kedua anak mereka bersama. "Iya, Non. Ada apa?" tanya Bi Rusmi setelah di depan Namira. Napasnya naik turun. "Bi, kalau Bianca sudah pulang, tolong kasih tau dia, saya dan Mas Daniel mau ke rumah sakit dulu," ucap Namira panik. Raut wajah Daniel memucat. Kepalanya seperti berputar. Ia benar-benar merasa kepalanya sangat pusing. "Non Bianca udah pulang dari tadi. Sekarang lagi di kamar baby twins, Non.""Oh gitu. Ya udah, tolong Bibi sampein ke dia, ya? Saya dan Mas Daniel mau ke rumah sakit sekarang. Bi, saya titip anak-anak. Katakan pada Bianca, tolong jaga anak kami dengan baik. Tolong, Bi ...." pinta Namira. Air matanya semakin deras membasahi wajah cantiknya. Daniel lebih sering batuk-batuk."I-iya, Non. Nanti saya sampaikan.""Terima kasih, Bi.""Sama-sama, Non. Non, hati-hati.""Iya."Nami

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 197B. Jangan Tergesa-Gesa

    Akhirnya Shella menyerah. Tidak bisa melarang Nida mendaki gunung padahal hatinya sangat cemas. Ia cemas, terjadi hal buruk yang menimpa ana sambungnya. Rasa takut Shella semakin besar ketika mendengar berita tentang hilangnya beberapa pendaki gunung. Mereka tidak ditemukan hingga saat ini. "Nida, kamu jangan mendaki, Nak... Di rumah aja, ya? Atau kita liburan ke luar kota atau luar negeri. Asal jangan mendaki. Mamah mohon.... " Shella tak menyerah membujuk Nida agar tidak berangkat. Terdengar helaan napas dari ujung telepon. "Mamah, aku mohon, Mah.... Izinin aku mendaki ya? Sekali aja. Kali ini aja, Mah." Nida tetap bersikukuh. Shella memejamkan kedua mata. Dia jadi berpikir, mungkin karena dirinya hanya ibu sambung, Nida tak mau mendengar perintahnya. Shella sadar diri. Sekuat apapun ia melarang Nida agar jangan berangkat, anak itu pasti tidak akan peduli. "Ya udah. Kamu hati-hati. Jangan bergadang. Kalau bisa, besok malam udah pulang ya?""Insya Allah, Mah. Udah dulu ya, assalam

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 197A. Sangat Mencintaimu

    "Mas Ayang, ke rumah sakit, ya? Batukmu kelihatannya makin parah." ajak Namira mengusap punggung suaminya. Daniel mengulas senyum tipis, membelai pipi cantik Namira. "Nanti aja, Sayang. Aku mau kasih tau kamu sesuatu dulu. Ikut aku!" Daniel menuntun istrinya ke ruang kerja. "Mau kasih tau apa, Mas?" tanya Namira penasaran saat mereka hendak menuju ruang kerja di rumah ini. "Masuk sini!" Namira duduk di kursi meja ruang kerja. Daniel berjalan ke lemari yang terdapat tumpukan beberapa berkas-berkas penting. Batuknya sesekali terdengar. Kondisi tubuh Daniel semakin renta dari hari ke hari. Namun, cinta Namira padanya tak pernah luntur sedikit pun. "Ini surat wasiatku. Nanti bilamana aku udah gak ada umur, kamu bacakan surat ini. Copy-an surat ini udah aku kasih ke ak Zovan." Hati Namira sangat sedih mendengar ucapan Daniel. Sebulir air mata membasahi wajahnya. Tidak dapat dipungkiri, sebetulnya ada firasat buruk dalam hati Namira. Entah akan terjadi hari ini, esok atau

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 196B. Ke Taman

    Sampai di rumah sakit, Namira dibawa ke ruangan dokter kandungan terlebih dahulu. "Masya Allah, ini udah pembukaan tiga, Pak Daniel. Kalau begitu, kita langsung bawa saja ke ruang operasi,"ujar dokter Hana yang menangani kandungan Namira selama ini. Pasangan suami istri itu tidak dapat mengelak. Mereka langsung menuruti saran dari dokter. Di dalam ruang persalinan, Namira dan Daniel masuk ke dalamnya. Daniel ingin menemani melewati proses lahiran. "Pak Daniel, pembukaannya enggak naik-naik. Dan tampaknya, Ibu Namira sudah kelelahan. Bagaimana kalau kita melakukan operasi cesar saja?" Dokter Hana meminta pendapat Daniel yang sedari tadi tidak tega melihat istrinya kesakitan. "Lakukan saja yang terbaik untuk istri saya, dokter," imbuh Daniel mantap. Dia ingin istrinya selamat, tidak hanya anaknya yang selamat. Daniel masih menggenggam telapak tangan istrinya. Memberi kekuatan dan memanjatkan doa-doa untuk keselamatan istri serta kedua anaknya yang ada di dalam kandungan Namira. Bi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status