"I... i... itu... "
"Apa kamu menyembunyikan Bayi di rumahmu?" Bu Karina memotong ucapan Alvin yang tergagap.
"Ti ... tidak Bu, Alvin tidak menyembunyikan Bayi."
Bu Karina tidak menggubris, melangkah mencari tempat sumber tangisan Bagas. Tak lama, Bu Karina kembali ke hadapan Alvin dan Pak Jaya dengan menggendong Bagas di pelukannya.
"Alvin ... pantas saja selama ini kamu terus-menerus menolak perjodohanmu dengan Nanda. Ibu tidak percaya Kamu melakukan hal seperti ini di belakang ibu." Bu Karina memelototi Alvin.
"Apa maksud ibu?" Alvin mengerutkan keningnya.
"Sudah, sudah Mih, biarkan Alvin berbicara." Pak Jaya yang sangat sabar berusaha menengahi meskipun ada sedikit rasa kecewa di hatinya.
"Alvin benar-benar sudah keterlaluan," Bu Karina berkaca-kaca, menahan air matanya yang akan menetes.
Bu Karina kemudian memberikan Bagas kepada Alvin karena tubuh mungilnya terus menggeliat dari pelukannya. Bagas memberontak seolah ingin ke dekapan Alvin.
"Ayah, Ibu ... apa yang sedang kalian bicarakan? Apa kalian pikir Bayi ini anak Alvin?" Alvin berusaha menjelaskan kesalahpahaman kedua orang tuanya.
"Kamu jangan mengelak! Lihat! Bayi itu sangat senang di pelukanmu, dia pasti anak kamu di luar nikah," tunjuk Bu Karina ke Bagas.
"Siapa namanya?" tanya Bu Karina.
Alvin mengerutkan alisnya, "Bu ... Bagas bukan anak Alvin, Ibunya sedang dira .... "
"Oh ... jadi namanya Bagas, siapa Ibunya?" cecar Bu Karina tidak membiarkan Alvin mengelak.
"Mih, dengarkan dulu ucapan Alvin!" potong Pak Jaya.
Alvin menghela nafas, "Ibunya Bagas ... "
"Pih ... ayu pulang pulang! Mamih ingin menenangkan diri, bisa pingsan jika terus berada disini," Bu Karina yang tidak sabaran kembali tidak mau mendengarkan alasan apapun dari Alvin.
"Mulai sekarang, Bi Rahmi akan ikut dengan Ibu. Kamu ... urus saja Bagas dengan kekasihmu, Ibu akan datang lagi untuk melihatnya nanti.” Bu Karina berjalan keluar dari rumah Alvin.
Pak Jaya berdiri, menepuk pundak Alvin sambil memperhatikan Bagas dari dekat dan memperingatinya. "Untuk saat ini, jangan biarkan media tau atau saham perusahaan kita akan turun drastic," ujarnya kemudian menyusul Bu Karina.
Alvin hanya bisa menghela nafas, "Sudahlah, aku akan menjelaskan lagi nanti, atau ... Apa aku biarkan saja Ayah dan Ibu mengira seperti itu untuk saat ini? Aku juga tidak suka terus didesak dan dijodohkan dengan gadis itu," gumamnya mengingat Nanda yang sifatnya kekanakan.
Di dalam mobil.
"Papih seharusnya dengarkan ucapan Mamih! Papih sih tidak mau mengutus seseorang untuk mengawasi Alvin diam-diam saat Alvin mendesak untuk tinggal sendiri," Bu Karina terus mengomel dan memaki Alvin.
"Sudahlah Mih, jangan salahkan Papih, semua sudah terjadi. apa kita segera nikahkan saja Alvin dengan Ibu Bayi itu?" usul Pak Jaya.
"Mamih belum mengetahui ibu dari siapa itu nama Bayinya? Bagas ... Ya ... Bagas, bagaimana jika ibunya itu bukan wanita baik-baik?"
"Bi ... bagaimana wanita kekasih Alvin itu?" tanya Bu Karina kepada Bi Rahmi yang ikut dengan meraka.
"Bibi belum pernah melihat kekasih Tuan Alvin Nyonya. Tuan Alvin tidak pernah membawa seorang wanitapun ke rumah. Hanya Nona Nanda saja yang sering datang, itupun diacuhkan oleh Tuan Alvin, tidak mungkin juga Bagas anak dari Tuan Alvin dan Nona Nanda," jawab Bi Rahmi.
"Mamih, tenangkan diri dulu Mih, jangan terus mengomel! Mamih bisa mencari tahu nanti, Papih juga sangat penasaran dengan wanita itu. Bukankah Bagas juga terlihat sangat menggemaskan?” sahut Pak Jaya.
"Mamih juga memikirkan hal itu, Bagas sangat lucu dan menggemaskan. Tetapi, tetap saja Mamih sangat marah dengan Alvin, kita sudah gagal mendidiknya," desah Bu Karina.
Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin menjadi sangat kerepotan harus mengurus Bagas seorang diri. Dia tidak bisa fokus bekerja, ada saja masalah yang menghampiri, membuatnya beberapa hari tidak bisa masuk kantor.
Alvin sudah bolak-balik ke kantor polisi untuk mengetahui keluarga Bagas yang lain selain Diani. Tetapi, polisi mengatakan kalau Diani sudah tidak memiliki keluarga. Dia merupakan janda yang baru beberapa minggu bercerai dengan suaminya.
Bunyi dering telepon terdengar dari Bella, "Halo Pak, selamat pagi," sapa Bella setelah Alvin mengangkat teleponnya.
"Ya pagi," jawab Alvin sambil menguap.
"Hari ini akan datang klien yang sangat penting dari London. Saya ragu Bapak mau membatalkan jadwal penting yang satu ini," terang Bella di ujung telepon.
"Kamu siapkan saja pertemuan itu! Saya akan ke kantor," jawab Alvin kemudian menutup teleponnya.
Alvin melirik ke sampingnya, menatap ke Bagas yang sudah bangun dengan wajah berseri, Bagaspun tersenyum lucu dan imut.
Alvin sudah mulai terbiasa hidup dengan Bagas, dan entah kenapa, ketika bersama dengan Bagas dia dapat tertidur dengan sangat pulas, tidak seperti biasanya.
Alvin menggendong Bagas ke dapur untuk memasak sarapan pagi untuknya sendiri dan juga membuat bubur bayi untuk Bagas.
Keahlian memasak Alvin sangatlah baik. Jika saja para karyawan di kantor Alvin mengetahui keahlian memasaknya, mereka akan memuntahkan isi perut, tidak percaya bahwa Bos galak seperti Alvin sangat pandai memasak.
Alvin bersiap ke kantor setelah mengisi perutnya dan menyuapi Bagas.
Alvin sudah mendandani Bagas, akan tetapi dandanan Bagas terlihat sangat belepotan dengan bedak yang terlalu tebal. "Apa Aku benar-benar harus membawanya ke kantor?"
Alvin tidak punya pilihan selain membawa Bagas ke kantornya. Dia menggendong Bagas dengan gendongan Bayi di depan dada bidangnya.
Di Kantor K&B Grup.
Alvin berjalan memasuki lobi kantor diikuti oleh beberapa pengawal berperawakan tegap, berkacamata dan berjas hitam di belakangnya.
Resepsionis dan beberapa karyawan yang berlalu lalang melotot tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Semakin lama, semakin banyak yang melihat Alvin berjalan di lobi dengan menggendong Bagas. Sejenak kemudian, mereka mulai saling bergosip.
"Sabar, sabar, ini hanya sementara sampai ibunya siuman,” gumam Alvin.
"Bos tampan kita ternyata sudah memiliki anak," gerutu beberapa karyawan yang masih gadis.
"Apa itu anak Bos Alvin? Aku tidak pernah mendengarnya sudah menikah,’’ gumam karyawan lain.
"Memangnya siapa Kamu? orang rendahan seperti kita jangan harap akan diundang jika Bos Alvin menikah, haha,” kekeh lainnya.
"Bukankah kalau Bos menikah akan banyak media yang meliput? Apa Bayi itu anak di luar nikah?" beberapa karyawan mulai berasumsi negatif.
"Hussss … jaga mulutmu! lebih baik kita diam atau tamatlah riwayat kita jika sampai dipecat karena menyebarkan gosip yang tidak benar."
"Betul-betul … kita lebih baik diam, mau anak di luar nikah kek, bukan kek, tidak ada urusannya dengan kita."
"Bayi itu benar-benar lucu, apa ibunya tidak bisa mendandaninya? sangat belepotan sekali bedaknya."
"Hahaha, benar juga. Mau saja Si Bos sama perempuan seperti itu."
"Perempuannya pasti pemalas, masa Si Bos disuruh mengurusi Bayi, ada ada saja."
"Coba kalau aku adalah ibu Bayi itu, aku pasti akan merawat suami dan anakku dengan baik."
Alvin tidak menghiraukan gosip dari beberapa karyawan, terus berjalan, memasuki lift yang ada di lobi kemudian menuju ke ruangannya yang berada di lantai paling atas. Bella yang duduk di depan ruangan Alvin bersama dengan beberapa anggota tim lain terhentak kaget melihat kedatangan Alvin bersama seorang Bayi dalam dekapannnya. "Selamat pagi Pak," sapa Bella berusaha menegakkan tubuhnya yang goyah seakan mau pingsan. "Belilah sesuatu untuk menghibur Bayi ini dan masuklah ke ruanganku!" perintah Alvin. "Baik Pak," balas Bella. Bella kemudian menelepon seseorang untuk membelikan sesuatu yang di tugaskan oleh Alvin. Bella bergegas masuk ke ruangan Alvin untuk menjelaskan pertemuan dengan klien. Dia juga menjelaskan segala sesuatu tentang yang terjadi di perusahaan saat Alvin tidak masuk kantor beberapa hari belakangan. Alvin duduk di depan Bagas di sofa, dan Bella duduk di samping Bagas saat melaporkan sesuatu kepada Alvin. "Apa kamu sudah menyuruh orang untuk membeli apa yang aku
Pak Jaya tersenyum idenya di terima oleh Bu Karina. Menurutnya, Bu Karina sangat memperhatikan dan menyukai Bagas. Selama beberapa hari belakangan, Bu Karina selalu saja membahas dan bertanya-tanya tentang Bagas dan Ibunya yang membuatnya pusing karena dia sendiri tidak mengetahui hal itu. Dengan Bu Karina mencari tahu sendiri, Pak Jaya berharap Bu Karina puas dengan rasa penasarannya dan dia tidak lagi mendapat pertanyaan-pertanyaan konyol dan aneh seputar Alvin, Bagas, dan Ibunya dari istrinya yang sedikit cerewet itu. Saat tengah malam, bunyi dering telepon terdengar nyaring di telinga Frans. Tut Tut Tut Frans menguap, masih mengantuk, dan menatap layar hpnya, "Aisss ... sial." "Kenapa?" umpat Frans kesal kepada orang yang menelponnya. "Aku tidak bisa tidur," ucap seseorang di ujung telepon yang ternyata adalah Alvin. Alvin memiliki sedikit gangguan tidur dan Frans sudah melakukan berbagai macam cara mengobati gangguan tidurnya itu. Tetapi, Alvin tetap saja tidak bisa tert
Kamar Diani dan Bagas berada di lantai dua sama seperti keberadaan kamar Alvin. Saat malam tiba, entah kenapa Bagas terus-menerus menangis. Diani sudah melakukan berbagai macam upaya, tetapi tetap saja tidak bisa menenangkan Bagas. “Bagas sayang … cup … cup … berhentilah menangis sayang!” Diani terus berusaha menghibur Bagas. Kemudian, dia menimang Bagas keluar dari kamarnya, berpikir agar Bagas tidak bosan di dalam kamar dan berhenti menangis. “Sayang … kenapa kamu terus menangis seperti ini? Cup … cup … cup.” Diani tampak frustasi menenangkan Bagas yang tidak seperti biasanya. Tidak ingin mengganggu tuan rumah, Diani melangkahkan kaki turun dari tangga, keluar rumah untuk berjalan-jalan di halaman. Alvin yang sedang berusaha menutup mata, mendengar Bagas yang terus menangis dari kamarnya. Dia bangun dari tidurnya kemudian mengamati Diani yang terus mencoba menghibur Bagas dari atas balkon kamarnya. “Ada apa dengan Bayi itu?” gumam Alvin. Setelah beberapa saat, Diani kembali m
Diani, Alvin dan Bagaspun tertidur pulas di depan televisi. Keesokan harinya. “Mas, makanan apa yang ingin mas Alvin makan? Saya akan mencoba yang terbaik memasaknya,” tanya Diani. “Sama seperti kemarin, perusahaan jasa catering akan mengirim beberapa orang untuk memasak. Kamu tidak perlu memasak,” jawab Alvin. Selama ini, Bi Rahmilah yang memasak untuk Alvin, Heru dan Bondan. Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin meminta perusahaan jasa catering yang menangani karyawan K&B Grup mengirim beberapa koki untuk memasak di kediamannya. “Adakah pakaian yang akan Mas Alvin cuci? Saya akan mencucinya sebelum mulai membersihkan rumah dan halaman,” tanya Diani kembali. “Kamu juga tidak perlu melakukannya. Akan ada puluhan orang dari jasa cleaning service datang untuk mencuci dan membersihkan seluruh kediamanku,” balas Alvin. Setiap tiga hari sekali, beberapa orang dari perusahaan jasa cleaning service akan datang ke rumah Alvin untuk melakukan pekerjaan rumah. “Apa yang bisa saya kerjakan sebaga
"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya. "Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina