"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya.
"Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Pak Jaya yang sedang santai menjadi muram mendengar omelan dari istrinya. Dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi istrinya yang begitu cerewet itu.
"Ajak saja mereka ke supermarket! Kenapa Mamih malah menggerutu ke Papih? Mana Papih tahu? Kan mamih yang melihatnya, bukan Papih," balas Pak Jaya agak sungkan.
Bu Karina menghela nafas. "Papih ini ... sangat enteng tentang masalah Alvin. Apa Papih tidak memikirkannya?"
"Papih memikirkannya, tetapi tidak seperti Mamih. Sebelum mengetahui, mamih sangat penasaran dan terus menerus membicarakan kekasih Alvin dan Bagas, setelah mengetahui, Mamih malah menggerutu tidak jelas ke Papih," balas Pak Jaya.
"Bagaimana Mamih tidak menggerutu jika kekasih Alvin Perempuan seperti itu?" jawab Bu Karina mulai menenangkan diri.
"Memangnya mamih ingin perempuan seperti apa kekasih Alvin itu? apa Mamih kekurangan uang? Ajak saja Mereka jalan-jalan! kalau mamih ingin dia ke supermarket, menemani Mamih membeli pakaian, ke salon, ke sauna, ya tinggal ajak saja! kenapa meski repot-repot? Mamih juga tidak ada kegiatan di rumah," saran Pak Jaya.
Pak Jaya hanya geleng-geleng kepala dengan sikap istrinya. Dia tahu jika istrinya sudah merencanakan banyak hal bersama istri atau anak Alvin jika Alvin sudah menikah.
"Betul juga saran Papih, mengajak Bagas dan Ibunya jalan-jalan," balas Bu Karina sedikit tersenyum setelah memikirkan saran dari Pak Jaya.
"Lagian apa yang salah dengan pergi ke pasar? bukankah itu bagus? Aku jadi penasaran dengan perempuan itu," batin Pak Jaya.
Di kediaman Alvin, seseorang tiba-tiba datang ke rumahnya. Dia adalah Nanda yang sudah lama sangat menyukai Alvin. Nanda sangat murka melihat kedekatan Alvin yang sedang bercanda dengan Bagas dengan Diani berada disampingnya di depan teras rumah.
"Bajingan, siapa Jalang dan Anak itu?" tunjuk Nanda sesaat barusaja keluar dari mobilnya.
Karena Bagas yang membuat ulah, Alvin dan Diani menjadi terlihat seperti pasangan kekasih. Nanda sangat geram mengetahui Alvin sudah memiliki kekasih bahkan anak.
Alvin sedikit tersentak kaget tidak memperhatikan kedatangan Nanda karena sibuk bercanda dengan Bagas. Begitupun dengan Diani yang menengok ke arah Nanda.
"Ada apa kemari? berhentilah bersikap kekanak-kanakan seperti itu! lekaslah minta maaf!" perintah Alvin geram dengan kata-kata Nanda yang kasar.
Diani yang tidak mengetahui apa-apa mulai menyadari kesalahpahaman Nanda. Dia sendiri pernah sangat geram saat memergoki suaminya yang berselingkuh
Apa yang dirasakan Nanda mungkin sama seperti yang dirasakan Diani saat itu. "Nona, ini tidak seperti yang Nona pi ...."
"Siapa yang menyuruhmu berbicara, hah?" Nanda mendekat kearah Diani, tidak membiarkan Diani menjelaskan kesalahpahaman itu.
"Dasar jalang." Nanda mengangkat tangannya setelah dekat dengan Diani. Dia akan menampar Diani.
"Nanda ... apa yang Kamu lakukan?" Alvin menahan tangan Nanda.
Nanda yang sangat murka menendang kursi yang ada di dekatnya, kemudian dia berlalu pergi meninggalkan Alvin, Diani, dan Bagas.
"Alvin, Jalang ... Aku tidak akan pernah membuat Kalian bahagia, camkan itu!" Nanda memperingati Alvin dan Diani sebelum memasuki mobilnya.
"Sialan, brengsek, aku tidak terima dengan semua ini," gerutu Nanda, memasuki mobilnya, menjebret pintu mobilnya dengan sangat keras, kemudian pergi dari kediaman Alvin.
Di ruangan satpam,
"Ru, Bagaimana ini?" tanya Bondan ke Heru sambil memajukan bidak caturnya. Mereka kembali bermain catur sesaat setelah mobil Nanda memasuki gerbang rumah Alvin.
"Biarkan saja, bukan urusan kita Ndan," balas Heru sambil memikirkan strategi mengalahkan Bondan dalam bermain catur.
"Ngomong-ngomong, kamu lebih memilih siapa Ru? Nona Diani atau Nona Nanda?" tanya Bondan.
"Apa kamu perlu bertanya seperti itu? Sudah jelaskan?" ucap Heru.
"Apa maksudmu, Ru?"
"Siapa yang kamu inginkan? Bos yang ramah, bersikap dewasa atau Bos yang Arogan, bersikap kekanak-kanakan?" tanya Heru.
"Benar juga Kamu Ru, jelas Bos ramah dan dewasa seperti Nona Diani,"
"Kenapa masih bertanya? Lihat saja Ru! sebentar lagi gadis arogan itu akan kembali keluar, menunjukkan sifatnya yang arogan."
"Hahaha, Kamu seperti Peramal saja Ru,"
Tetttttt
Tetttttt
Tetttttt
Benar saja perkataan Heru, suara tlakson berulang kali memekikkan telinga mereka.
"Bondan, apa yang kamu lakukan? cepat buka gerbang atau aku akan menabraknya" Nanda tampak geram setelah keluar dari rumah Alvin.
Bondan segera membuka pintu gerbang membiarkan Nanda keluar dari kediaman Alvin.
"Dasar Pemalas," umpat Nanda keluar gerbang, mengumpati Bondan.
Bondan hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Dia sudah bersiap menjadi bahan amukan Nanda. Sementara Heru hanya terkekeh melihatnya.
"Mas Alvin, bagaimana ini? Aku membuat kalian berdua bertengkar, Aku harus menjelaskannya," ucap Diani sedikit tidak enak hati, takut juga dengan seseorang seperti Nanda.
Diani melihat mobil mewah milik Nanda, Nanda bukanlah seseorang yang dapat di tangani jika membuat masalah dengannya. Dia sedikit takut dengan peringatan Nanda yang mungkin juga akan berdampak dengan buah hatinya. Dari sikap Nanda, Diani mengetahui kalau Nanda bukanlah seseorang yang akan tinggal diam jika tersakiti hatinya.
"Biarkan saja, dia juga sudah pergi!" balas Alvin.
"Tapi Mas, aku tidak akan membiarkan Nona itu terus salah paham denganku. Aku sudah merasakan seperti apa sakitnya saat melihat mantan suamiku berselingkuh," kekeh Diani.
Entah kenapa, Alvin yang terus mendengar Diani menyebutkan mantan suaminya menjadi bertambah kesal, Dia masuk ke dalam rumahnya sambil bergumam, terdengar oleh Diani, "Apa bagusnya suami yang menelantarkan kalian berdua? Kenapa terus membahasnya?"
"Aku harus menjelaskannya kepada kekasih Mas Alvin," desah Diani sepeninggalan Alvin memasuki rumah.
"Memangnya siapa gadis arogan itu? kenapa meski mengamuk seperti itu? Memangnya dia kekasihku? Selingkuh? Hahaha ... benar-benar konyol," desah Alvin.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina
"Apa yang Ibu dan Ayah ingin Aku lakukan di rumah ini?" tanya Alvin kepada Bu Karina setelah sampai di rumah kedua orangtuanya itu.Alvin sedikit terlambat dan sampai di rumah saat sudah malam."Kamu dan Diani tidur disini malam ini! Ibu sudah menyiapkan kamar untuk Kalian."Diani yang juga berada di ruangan itu tersentak kaget, memandang Alvin dengan muka penuh tanda tanya."Aku akan membawa Diani dan Bagas pulang," balas Alvin."Silahkan pulang! Tapi cucuku akan tetap di sini."Bu Karina tidak mau kalah, beberapa saat Dia terus mendesak membuat Alvin dan Diani terpaksa menuruti kemauannya. Dia juga membawa Bagas untuk tidur dengannya, membiarkan Alvin dan Diani tidur bersama."Kenapa Mas Alvin tidak menjelaskan kesalahpahaman ini, Mas? Aku tidak bisa meyakinkan Bu Karina," ucap Diani ke Alvin."Percuma jika Aku menjelaskan, hasilnya sama saja.""Terus ... apa yang harus Kita lakukan Mas? Aku tidak mau kesalahpahaman ini menjadi berlarut-larut," balas Diani."Aku akan membicarakannya
Alvin kembali berangkat bekerja dari rumah Bu Karina, sementara Bu Karina mengantar Diani dan Bagas ke rumah Alvin."Apa Kamu bisa menyuruh Heru mengantarkan berkas ke kantor?" Alvin menelpon ke rumah karena ada dokumen yang lupa Dia ambil di rumah."Berkas apa yang perlu di bawa Pak Heru Mas?" tanya Diani."Berkas yang ada di samping laptop meja kerjaku, Kamu ambil saja!""Baik Mas," balas Diani di telepon."Apa ada masalah?" tanya Bu Karina yang masih berada di rumah Alvin."Tidak ada Bu, berkas milik Mas Alvin tertinggal, Aku akan mengambil dan memberikannya ke Pak Heru agar mengantarnya.""Tidak perlu!" cegah Bu Karina."Sepertinya berkas ini sangat penting Bu.""Maksud Ibu tidak perlu menyampaikannya ke Pak Heru, Kamu saja yang mengantarnya! Aku akan mengantarmu ke perusahaan." balas Bu Karina.Diani menghela nafas, "Baiklah kalau Ibu memintanya."Bu Karina kemudian membawa Diani keluar kembali dari rumah Alvin. Tetapi, Dia menuju ke sebuah salon kecantikan langganannya."Bu, ken
Diani di ajak Bu Karina ke sebuah kafe di restoran yang terkenal mahal karena menu dan harganya. Hanya orang-orang kelas atas yang dapat memasukinya."Aku harus menghubungi temanku segera mungkin, Aku tidak mau hidup seperti ini, ini terlalu berlebihan," batin Diani."Kenapa? Apa Kamu tidak menyukai tempat ini?" tanya Bu Karina."Tempat ini sangat berlebihan buatku Bu, Aku suka makanan di pinggir-pinggir jalan.""Apanya yang berlebihan? Mau buat apa uang hasil kerja Papih dan Alvin kalau tidak untuk di gunakan, apa mau di tumpuk-tumpuk saja?"Diani menelan ludahnya, membatin "Memangnya siapa Aku? tidak ada hubungannya dengan Mas Alvin.""Aku akan berusaha mengganti semuanya suatu saat nanti," ucap Diani."Apa yang perlu Kamu ganti?" tanya Bu Karina heran."Uang yang telah Bu Karina dan Tuan Alvin gunakan untukku dan Bagas, Aku akan menggantinya.""Apa maksudmu? Tidak perlu ... apa Kamu masih tidak mengakui kalau Bagas adalah cucuku, hah?" tanya Bu Karina, "Haduh ... Aku benar-benar pus
Alvin dan Diani bermain berbagai macam permainan seperti komedi putar, bianglala, bumper car, dan lain sebagainya di tempat hiburan yang sangat luas itu.Karena ulah Bagas yang ingin ini dan itu, Alvin dan Diani tampak seperti sebuah keluarga yang bahagia."Bukan kekasih apanya? hampir saja Aku tertipu olehnya," gumam Bu Karina tidak jauh dari Diani dan Alvin.Bu Karina melihat Alvin dan Diani bermain-main seperti pasangan yang sedang berkencan. Dia memfoto kemesraan Alvin dan Diani untuk menunjukkannya kepada Pak Jaya."Apa Kamu mau menonton bioskop?" tanya Alvin.Sebelum ke tempat hiburan itu, Alvin sempat browsing bagaimana caranya berkencan. Salah satunya adalah menonton bioskop."Terserah Mas Alvin saja," balas Diani.Diani yang baru pertama kali ke tempat hiburan seperti itu, tampak sangat senang, Dia hanya menuruti ajakan Alvin meskipun beberapa hal merupakan keinginan Bagas. Dia sebenarnya tidak tahu akan perasaannya dengan Alvin. Kalau bukan karena status Mereka yang berbeda,
Keesokan harinya, Diani tidak kunjung bangun dari tidurnya, Dia menggigil, sakit."Apa Kamu sakit?" tanya Alvin, tetapi tidak mendapat jawaban apapun dari Diani yang terus menggigil."Halo, Frans ... Diani ... Diani menggigil," ucap Alvin seketika setelah Dia menelpon Frans."Bagaimana keadaannya?" tanya Frans."Aku melihat mukanya pucat dan Dia juga menggigil.""Apa Kamu hanya melihatnya?" gumam Frans."Apa Mereka tidur bersama? Bagaimana Alvin tahu Diani sakit padahal sekarang masih sangat pagi sekali?" pikir Frans."Jangan banyak omong, Kamu lebih baik cepat kesini!""Ya ... ya ... Aku akan ke situ.""Kenapa bisa begini? Apa Kamu kelelahan?" Alvin meletakkan telapak tangannya di kening Diani dan terasa panas.Diani mulai mencoba membuka mulutnya, " Tidak tahu Mas, badanku terasa lemas dan dingin.""Kamu lebih baik diam!"Alvin menggendong Diani menuju ke kasurnya. Meskipun sakit, Diani menelan ludah melihat leher jenjang Alvin.Alvin menyelimuti Diani, kemudian mengambil air hangat