Diani, Alvin dan Bagaspun tertidur pulas di depan televisi.
Keesokan harinya.
“Mas, makanan apa yang ingin mas Alvin makan? Saya akan mencoba yang terbaik memasaknya,” tanya Diani.
“Sama seperti kemarin, perusahaan jasa catering akan mengirim beberapa orang untuk memasak. Kamu tidak perlu memasak,” jawab Alvin.
Selama ini, Bi Rahmilah yang memasak untuk Alvin, Heru dan Bondan. Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin meminta perusahaan jasa catering yang menangani karyawan K&B Grup mengirim beberapa koki untuk memasak di kediamannya.
“Adakah pakaian yang akan Mas Alvin cuci? Saya akan mencucinya sebelum mulai membersihkan rumah dan halaman,” tanya Diani kembali.
“Kamu juga tidak perlu melakukannya. Akan ada puluhan orang dari jasa cleaning service datang untuk mencuci dan membersihkan seluruh kediamanku,” balas Alvin.
Setiap tiga hari sekali, beberapa orang dari perusahaan jasa cleaning service akan datang ke rumah Alvin untuk melakukan pekerjaan rumah.
“Apa yang bisa saya kerjakan sebagai pengurus rumah, Mas?”
“Awasi saja beberapa koki dan petugas cleaning service agar bekerja dengan baik.”
Diani sedikit merenungi pekerjaannya sebagai pengurus rumah. Dia membayangkan pekerjaannya akan susah dan keras apalagi jika dilakukan sambil merawat Bagas.
“Adakah selain itu, Mas?”
Alvin berpikir sejenak. “Sepertinya hanya itu. Jika kamu tidak mau mengawasi mereka juga tidak apa-apa, mereka sudah terlatih dengan baik dalam bekerja. Saya mungkin akan memikirkan pekerjaan lain yang bisa kamu lakukan sambil mengurus dan merawat Bagas nanti.”
Diani menelan ludah,” Mas, ini benar-benar tidak seperti yang saya pikirkan. Bagaimana bisa saya tidak melakukan apapun?”
"Apa kamu mau mengurusi kediamanku seorang diri? Memasak, mencuci baju, membersihkan seluruh sudut rumah dan halaman yang sangat luas?" Alvin sedikit ketus karena Diani tidak begitu menerima pekerjaan yang begitu mudah.
“Saya memang merasa tidak mampu, tetapi saya sudah bersiap jika harus melakukan semua itu,” jawab Diani.
"Tidak perlu, lagian kamu baru keluar dari Rumah Sakit dan siapa yang akan merawat Bagas?”
"Ta … tapi Mas, bisakah saya memasak? memasak adalah keahlianku, mantan suamiku sangat suka dengan masakanku," jawab Diani.
"Apa kamu yakin bisa memasak? Selain lulusan universitas ternama di Amerika, Bi Rahmi dulu merupakan Koki terbaik Restoran kelas satu di Eropa, pandai memasak berbagai macam hidangan dari berbagai penjuru dunia,” jawab Alvin.
Diani menelan ludah, ragu-ragu untuk mempercayainya. Jika hal itu benar, Alvin begitu berlebihan hanya untuk merekrut seorang pelayan atau pengurus rumah seperti Bi Rahmi dengan kriteria seperti itu.
"Bisakah saya mencobanya, Mas? kebetulan Mas Alvin juga libur kerja hari inikan?"
Diani percaya diri dengan keahlian memasaknya. Menurutnya, hidangan tradisional negaranya juga tidak kalah lezat bahkan dapat melebihi kelezatan hidangan dari Negara lain ditangan orang sepertinya.
"Baiklah, hanya kali ini saja ... Jika aku tidak puas dengan masakanmu, kamu tidak perlu repot-repot memasak lagi.
Alvin merasa tidak ada salahnya membiarkan Diani memasak karena Diani tampak tidak begitu senang tidak melakukan apapun.
"Terimakasih Mas ... ngomong-ngomong apa yang ingin Mas Alvin makan?" tanya Diani.
"Terserah Kamu saja," jawab Alvin.
Alvin kemudian mengeluarkan sebuah kartu ATM dan menyerahkannya kepada Diani, "Pergilah ke supermarket terlebih dahulu untuk belanja kebutuhan dapur! Di dapur tidak ada apapun untuk dimasak. Minta antar saja kepada Heru! Dan juga, belilah beberapa pakaian yang cukup layak untukmu!”
“Su … su … supermarket? Tidak Mas, aku akan ke pasar saja,” balas Diani.
“Pasar? Tempat kotor dan becek seperti itu? Tidak bisa, aku tidak bisa memakan makanan yang tidak higienis,” tolak Alvin.
“Haha … Mas Alvin ada-ada saja. Itu tidak benar, tidak seperti yang Mas Alvin bayangkan,” bantah Diani.
Setelah cukup alot berdiskusi, Alvin kemudian membiarkan Diani belanja di pasar karena Diani sangat bersikeras. Alvin memberi Diani beberapa lembar uang seratusan ribu rupiah dan memasukkan kembali ATM yang akan diberikan kepada Diani kedalam dompetnya.
Keberadaan Pasar di wilayah itu tidak terlalu jauh dengan kediaman Alvin. Diani menuju ke pasar dengan berjalan kaki dengan alasan untuk olahraga, dan Bagas juga memerlukan pancaran sinar matahari pagi. Menurut yang Diani dengar, matahari pagi sangat bagus untuk kulit bayi.
“Tuan, ada orang mencurigakan yang mengamati rumah dan sekarang mengikuti Nona Diani ke pasar,” lapor Heru.
Alvin kemudian bergegas menuju ke balkon di lantai atas untuk melihatnya. Alvin menggunakan teropong dan bergidig geli setelah mengetahui jika orang yang mencurigakan tersebut ternyata merupakan ibunya.
"Apa yang Ibu lakukan? Apa tidak ada kerjaan lain? Dia bahkan membuntutinya,” gumam Alvin tidak habis pikir melihat tingkah Ibunya itu.
"Tuan, apa yang harus kami lakukan dengan orang mencurigakan itu?" tanya Heru setelah Alvin menemuinya kembali.
Bu Karina mengenakan kacamata hitam, masker dan topi bundar yang menutupi sebagian wajahnya, membuat Heru dan Bondan tidak mengenalinya.
"Biarkan saja, hanya orang kurang kerjaan," jawab Alvin.
“Bagaimana jika orang itu memiliki maksud jahat kepada Nona Diani, Tuan?”
“Orang itu adalah Ibu, tidak perlu dipikirkan,” jawab Alvin.
Setelah beberapa jam berlalu, Diani pulang membawa tas berisi penuh keperluan dapur yang Dia beli. Tanpa Diani sadari, Bu Karina telah membuntuti dan mengamati apa yang Diani lakukan saat menuju ke pasar sampai pulang dari pasar layaknya seorang detektif.
“Berikan saja Bagas padaku jika kamu akan memasak!’ pinta Alvin.
Alvin kebetulan sedang libur bekerja karena hari minggu. Dia kemudian meminta Bagas agar Diani bisa leluasa memasak.
Diani sedikit heran dengan sikap Alvin yang terlihat sangat memperhatikan Bagas, "Aku bisa memasak dengan menggendong Bagas, Aku tidak ingin Mas Alvin kerepotan oleh Bagas,’’ balasnya.
"Tidak apa-apa, sini!" Alvin mengambil Bagas dari pelukan Diani. Dianipun terpaksa memberikan Bagas karena Alvin sedikit memaksanya.
"Awas saja kalau Kamu berani mengompol," lanjut Alvin memperingati Bagas.
Diani kemudian ke dapur sementara Alvin pergi ke halaman belakang rumah, bersantai membaca sebuah majalah ditemani oleh Bagas.
"I ... ini, dapur macam apa ini? Bagaimana caraku memasak?"
Diani tertegun baru pertama kali melihat perlengkapan dapur yang berteknologi sangat tinggi, kompor di dapur menggunakan touchscreen untuk menyalakannya. Selain itu, terdapat berbagai perlengkapan dapur lainnya yang berteknologi sangat tinggi.
Diani memanggil Heru dan Bondan bergantian meminta bantuan Mereka, tetapi Mereka sama saja, tidak pernah menyentuh dapur sama sekali. Mereka hanya tahu mesin pembuat kopi yang juga menggunakan touchscreen, membuat Diani sedikit frustasi dan kesal di buatnya.
“Kenapa tidak bertanya kepada Tuan Alvin, Non? Tuan Alvin sangat pandai memasak,” saran Heru.
Diani mengerutkan alis. “Hmmm … baiklah, aku akan bertanya kepada Mas Alvin,” balasnya.
Diani terpaksa bolak-balik ke halaman belakang untuk bertanya kepada Alvin setelah Heru menyarankannya.
Alvin merasa tidak nyaman karena Diani bolak-balik ke halaman belakang. Dia kemudian memutuskan untuk ke dapur mengajari Diani cara mengoperasikan dapur.
Alvin duduk tidak jauh dari Diani sambil memangku Bagas. Diani sudah sedikit mulai memahami cara pengoperasian beberapa mesin elektronik di dapur setelah Alvin dengan telaten mengajarinya.
"Ibumu terlihat cantik saat memasak, suami macam apa yang menelantarkan kalian berdua?" gumam Alvin sambil sesekali melirik ke arah Diani.
"Ahaha" tawa Bagas.
"Eh, kenapa tertawa? Aku menarik kembali kata-kataku," ucap Alvin menelan ludah menyadari apa yang sudah di katakan olehnya barusan.
Setelah beberapa saat, Diani menyelesaikan masakannya. Sementara itu, Alvin pergi ke kamar untuk membersihkan badannya sebelum sarapan. Diani memanggil Bondan dan Heru ke tempat makan di lantai satu.
"Untuk apa Nona memanggil Kami kemari?" tanya Heru.
"Untuk makanlah, kita tunggu Mas Alvin selesai mandi terlebih dahulu," balas Diani.
Bondan dan Heru mengerutkan alis, mereka saling pandang satu sama lain. Alvin tidak pernah sekalipun makan dengan mereka, Alvin lebih suka makan seorang diri, mereka merasa aneh jika harus makan di tempat yang sama dengan Alvin.
Tidak lama, Alvin turun dari lantai dua menuju ke tempat makan di lantai satu. Alvin melihat Bondan dan Heru, tetapi Dia hanya diam saja seolah tidak mempermasalahkan jika harus makan bersama mereka.
"Apa yang Kamu masak?" tanya Alvin kemudian duduk di tempat makan.
Alvin menelan ludah, terasa mual melihat makanan yang di masak oleh Diani. Dia tidak pernah makan masakan seperti yang Diani masak saat itu, dia menyipitkan matanya. "Makanan apa ini?"
“Ini sayur asam, pecak tempe, ayam semur, bla la bla ….” Diani menerangkan nama-nama makanan yang di masak olehnya satu persatu.
Bondan dan Heru terlihat diam mematung masih belum percaya mereka akan makan satu meja dengan Alvin, Diani, dan Bagas. Mereka berdua saling menatap tidak yakin Alvin memakan makanan Diani.
“Apa Tuan Alvin mau sarapan dengan makanan seperti ini? Tuan Alvin biasa makan makanan kelas atas dari koki bintang lima,” batin Bondan dan Heru.
“Apa makanan ini layak aku makan? Aku baru pertama kali melihat masakan seperti ini,” batin Alvin.
“Kenapa diam Mas? Coba saja Mas Alvin cicipi! Jika Mas Alvin tidak suka, saya akan berhenti memasak sesuai dengan perkataan Mas Alvin.” Diani mendesak Alvin untuk mencicipi masakannya.
Alvin terpaksa mengambil sesendok masakan Diani dengan sedikit berat. Setelah merasakannya, dia kembali memakan sesendok demi sesendok dengan sangat lahap.
"Kenapa diam? Kalian tidak mau makan?" tanya Alvin melihat Bondan dan Heru yang masih saja diam mematung melihat Alvin yang sangat lahap.
"Baik ... kami akan makan Tuan," jawab mereka.
Alvin, Bondan, dan Heru sangat lahap memakan masakan Diani. Mereka seperti sedang berlomba-lomba untuk menghabiskannya.
"Baru pernah aku makan masakan selezat ini," gumam Heru dianggukan oleh Bondan. Alvin juga tanpa sadar ikut mengangguk membenarkan pujian Heru.
"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya. "Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina
"Apa yang Ibu dan Ayah ingin Aku lakukan di rumah ini?" tanya Alvin kepada Bu Karina setelah sampai di rumah kedua orangtuanya itu.Alvin sedikit terlambat dan sampai di rumah saat sudah malam."Kamu dan Diani tidur disini malam ini! Ibu sudah menyiapkan kamar untuk Kalian."Diani yang juga berada di ruangan itu tersentak kaget, memandang Alvin dengan muka penuh tanda tanya."Aku akan membawa Diani dan Bagas pulang," balas Alvin."Silahkan pulang! Tapi cucuku akan tetap di sini."Bu Karina tidak mau kalah, beberapa saat Dia terus mendesak membuat Alvin dan Diani terpaksa menuruti kemauannya. Dia juga membawa Bagas untuk tidur dengannya, membiarkan Alvin dan Diani tidur bersama."Kenapa Mas Alvin tidak menjelaskan kesalahpahaman ini, Mas? Aku tidak bisa meyakinkan Bu Karina," ucap Diani ke Alvin."Percuma jika Aku menjelaskan, hasilnya sama saja.""Terus ... apa yang harus Kita lakukan Mas? Aku tidak mau kesalahpahaman ini menjadi berlarut-larut," balas Diani."Aku akan membicarakannya
Alvin kembali berangkat bekerja dari rumah Bu Karina, sementara Bu Karina mengantar Diani dan Bagas ke rumah Alvin."Apa Kamu bisa menyuruh Heru mengantarkan berkas ke kantor?" Alvin menelpon ke rumah karena ada dokumen yang lupa Dia ambil di rumah."Berkas apa yang perlu di bawa Pak Heru Mas?" tanya Diani."Berkas yang ada di samping laptop meja kerjaku, Kamu ambil saja!""Baik Mas," balas Diani di telepon."Apa ada masalah?" tanya Bu Karina yang masih berada di rumah Alvin."Tidak ada Bu, berkas milik Mas Alvin tertinggal, Aku akan mengambil dan memberikannya ke Pak Heru agar mengantarnya.""Tidak perlu!" cegah Bu Karina."Sepertinya berkas ini sangat penting Bu.""Maksud Ibu tidak perlu menyampaikannya ke Pak Heru, Kamu saja yang mengantarnya! Aku akan mengantarmu ke perusahaan." balas Bu Karina.Diani menghela nafas, "Baiklah kalau Ibu memintanya."Bu Karina kemudian membawa Diani keluar kembali dari rumah Alvin. Tetapi, Dia menuju ke sebuah salon kecantikan langganannya."Bu, ken
Diani di ajak Bu Karina ke sebuah kafe di restoran yang terkenal mahal karena menu dan harganya. Hanya orang-orang kelas atas yang dapat memasukinya."Aku harus menghubungi temanku segera mungkin, Aku tidak mau hidup seperti ini, ini terlalu berlebihan," batin Diani."Kenapa? Apa Kamu tidak menyukai tempat ini?" tanya Bu Karina."Tempat ini sangat berlebihan buatku Bu, Aku suka makanan di pinggir-pinggir jalan.""Apanya yang berlebihan? Mau buat apa uang hasil kerja Papih dan Alvin kalau tidak untuk di gunakan, apa mau di tumpuk-tumpuk saja?"Diani menelan ludahnya, membatin "Memangnya siapa Aku? tidak ada hubungannya dengan Mas Alvin.""Aku akan berusaha mengganti semuanya suatu saat nanti," ucap Diani."Apa yang perlu Kamu ganti?" tanya Bu Karina heran."Uang yang telah Bu Karina dan Tuan Alvin gunakan untukku dan Bagas, Aku akan menggantinya.""Apa maksudmu? Tidak perlu ... apa Kamu masih tidak mengakui kalau Bagas adalah cucuku, hah?" tanya Bu Karina, "Haduh ... Aku benar-benar pus
Alvin dan Diani bermain berbagai macam permainan seperti komedi putar, bianglala, bumper car, dan lain sebagainya di tempat hiburan yang sangat luas itu.Karena ulah Bagas yang ingin ini dan itu, Alvin dan Diani tampak seperti sebuah keluarga yang bahagia."Bukan kekasih apanya? hampir saja Aku tertipu olehnya," gumam Bu Karina tidak jauh dari Diani dan Alvin.Bu Karina melihat Alvin dan Diani bermain-main seperti pasangan yang sedang berkencan. Dia memfoto kemesraan Alvin dan Diani untuk menunjukkannya kepada Pak Jaya."Apa Kamu mau menonton bioskop?" tanya Alvin.Sebelum ke tempat hiburan itu, Alvin sempat browsing bagaimana caranya berkencan. Salah satunya adalah menonton bioskop."Terserah Mas Alvin saja," balas Diani.Diani yang baru pertama kali ke tempat hiburan seperti itu, tampak sangat senang, Dia hanya menuruti ajakan Alvin meskipun beberapa hal merupakan keinginan Bagas. Dia sebenarnya tidak tahu akan perasaannya dengan Alvin. Kalau bukan karena status Mereka yang berbeda,