Kamar Diani dan Bagas berada di lantai dua sama seperti keberadaan kamar Alvin.
Saat malam tiba, entah kenapa Bagas terus-menerus menangis. Diani sudah melakukan berbagai macam upaya, tetapi tetap saja tidak bisa menenangkan Bagas.
“Bagas sayang … cup … cup … berhentilah menangis sayang!”
Diani terus berusaha menghibur Bagas. Kemudian, dia menimang Bagas keluar dari kamarnya, berpikir agar Bagas tidak bosan di dalam kamar dan berhenti menangis.
“Sayang … kenapa kamu terus menangis seperti ini? Cup … cup … cup.” Diani tampak frustasi menenangkan Bagas yang tidak seperti biasanya.
Tidak ingin mengganggu tuan rumah, Diani melangkahkan kaki turun dari tangga, keluar rumah untuk berjalan-jalan di halaman.
Alvin yang sedang berusaha menutup mata, mendengar Bagas yang terus menangis dari kamarnya. Dia bangun dari tidurnya kemudian mengamati Diani yang terus mencoba menghibur Bagas dari atas balkon kamarnya.
“Ada apa dengan Bayi itu?” gumam Alvin.
Setelah beberapa saat, Diani kembali masuk ke dalam rumah. Bersamaan dengan hal itu, Alvin keluar dari kamarnya kemudian berpura-pura mengambil minuman di dapur yang berada di lantai satu rumahnya.
"Bagas sayang ... cup ... cup ... sayang, berhentilah menangis sayangku!" Bagas masih saja belum berhenti menangis.
"Maaf jika Bagas membuat Mas Alvin terbangun," ucap Diani melihat Alvin turun dari tangga.
“Tidak apa-apa, aku juga belum tidur,” balas Alvin berpura-pura acuh kemudian menuju ke dapur mengambil minuman.
Melihat Alvin, Bagas secara ajaib dan tiba-tiba, berhenti menangis dan tersenyum riang.
“Eh … Bagas … akhirnya, berhenti juga kamu menangis,” gumam Diani ikut tersenyum.
“Hahaha … Bagas berhenti menangis pasti karena aku,” kekeh Alvin begitu percaya diri.
Oak…
Oak…
Bagas kembali menangis tatkala Diani menggendongnya masuk ke dalam kamar.
Alvin yang mendengar Bagas kembali menangis hanya geleng-geleng kepala. “Sudah aku duga, Bagas menangis karena ingin dekat denganku,” gumamnya.
“Cup … cup … sayang. Ibu buatkan susu ya?” Diani benar-benar dibuat pusing oleh Bagas yang menangis sesuka hatinya. Dia menimang-nimang dan kembali mencoba menghibur Bagas.
Diani kembali turun dari lantai dua menuju ke dapur, berpapasan dengan Alvin yang akan kembali ke lantai dua.
“Ahaha,” Bagas kembali berhenti menangis dan tertawa saat melihat Alvin, membuat Diani tidak habis pikir apa yang sebenarnya Bagas inginkan.
Alvin sudah sangat hafal dengan tingkah aneh Bagas. Alvin menganggap ada alasan tersembunyi dalam tangisan Bagas, tetapi alasannya sangat konyol dan terkesan mengada-ada. "Apa kamu ingin tidur denganku, hah?" batinnya.
Oak
Oak
Suara tangisan Bagas kembali terdengar saat dia berada jauh dari Alvin. “Sepertinya memang benar dugaanku, Bagas menginginkan tidur denganku,” kekeh Alvin.
Alvin duduk di sofa kemudian menyalakan televisi yang ada di lantai atas. Dia tidak memperhatikan acara yang sedang ditampilkan di televisi.
Alvin berpikir agar Diani membiarkan Bagas tidur bersamanya. Selain agar Bagas berhenti menangis, dia juga dapat tidur dengan pulas saat bersama dengan Bagas.
Diani kembali ke lantai dua dan kali ini Bagas terlihat diam dengan botol susu di mulutnya. “Tidak tidur Mas?” tanya Diani ke Alvin saat melewati ruangan televisi.
"Nanti, ada acara kesukaanku malam ini," jawab Alvin.
Alvin sendiri tidak begitu memperhatikan apa yang ditontonnya. Saat itu, televisi sedang menampilkan iklan. Alvin seakan konsentrasi melihat televisi padahal bola mata hitamnya melirik ke arah Bagas.
"Aku permisi dulu, Mas." Diani melewati tempat Alvin.
"Acara apa yang disukai orang kaya seperti Mas Alvin?" gumam Diani sambil melirik ke acara televisi.
Saat Diani melirik, iklan di televisi sudah kelar dan kembali menampilkan acara di channel yang sedang ditonton Alvin.
Diani menelan ludah, bergidig ngeri melihat acara selera Alvin. Di televisi, menunjukkan beberapa gadis muda yang merupakan girlband dewasa berpakaian sangat seksi dengan kostum yang sedikit aneh.
"Si ... si ... silahkan!" Alvin bermuka kecut menyadari yang sedang dia tonton merupakan acara yang seperti itu. Alvin menelan ludah, cepat-cepat mengganti channel tidak ingin Diani salah paham.
Saat Bagas dibawa masuk ke dalam kamar, dia kembali menangis seolah tidak ingin terpisah dengan Alvin. Diani dibuat pusing dengan Bagas yang menangis dan berhenti sesuka hatinya.
Bebarapa kali Diani keluar masuk kamar dan merasakan keanehan Bagas. Bagas kembali tenang saat berada diluar kamar memperhatikan Alvin dan akan kembali menangis saat dibawa masuk ke dalam kamar.
Diani kemudian terpaksa duduk di sebuah kursi di depan Kamarnya, tidak jauh dari tempat Alvin menonton televisi, mengetahui Bagas akan diam saat berada di luar kamar.
Alvin hanya terkekeh dengan tingkah laku Bagas, semakin yakin dan merasa percaya diri jika Bagas tidak menangis karena keberadaannya. Dia kemudian mendekati Diani dan Bagas yang ada di depan kamar mereka.
"Biarkan Bagas tidur denganku kali ini! Kamu harus banyak beristirahat, baru keluar dari Rumah Sakit," pinta Alvin.
"Tapi Mas, Bagas sangat merepotkan," tolak Diani.
“Awalnya aku pikir Bagas memang merepotkan, tetapi setelah tahu jika aku dapat tertidur pulas karenanya, aku menghilangkan jauh-jauh pikiran itu,” batin Alvin.
"Sepertinya Mas Alvin begitu perhatian dengan Bagas," batin Diani.
Alvin mendesak Diani agar memberikan Bagas kepadanya. Diani tidak bisa berbuat apa-apa dan menyerahkan Bagas kepada Alvin. Alvin juga tampak begitu yakin dapat menenangkan Bagas agar tidak terus menangis.
"Oak ... oak ... oak," tangis Bagas saat Alvin membawanya masuk ke dalam kamarnya.
Alvin menelan ludahnya, "Eh, ada apa? Kenapa kamu menangis? Bukankah kamu sangat senang bersamaku?"
"Oak ... oak ... oak," tangis Bagas bertambah kencang.
Alvin dibuat bingung oleh Bagas, "Ada apa denganmu? tidak seperti biasanya," desahnya.
"Kamu minta apa sih, Hah? dari tadi menangis terus. Aku tahu pasti ada yang kamu inginkan jika menangis, bukan sesuatu pada umumnya, tapi pasti aneh," gumam Alvin.
Alvin kembali keluar dari dalam Kamarnya, wajahnya tidak lagi sepede dan seyakin seperti sebelumnya, Dia tidak dapat menenangkan Bagas setelah beberapa saat menghibur, mencoba menangkan Bagas di kamarnya.
Diani masih duduk di kursi depan kamarnya, tidak jauh dari ruangan televise, khawatir Bagas akan kembali menangis. Dan benar saja, beberapa saat setelah Alvin memasuki kamarnya, Diani mendengar Bagas kembali menangis.
"Mas, berikan saja Bagas padaku!" pinta Diani setelah Alvin keluar dari kamarnya kembali menuju ke ruangan televisi, "Aku akan kembali mengajak Bagas jalan-jalan di halaman, lama-lama juga Bagas akan tertidur," lanjutnya tidak ingin Alvin terganggu oleh tangisan Bagas.
Alvin hanya bisa menuruti Diani, memberikan Bagas kepadanya kembali.
"Tidur saja bersama!?" Alvin sudah memikirkannya. Menurutnya, Bagas akan diam saat berada di dekatnya dan Diani.
Alvin akan mencoba tidur di depan televisi didekat Bagas. Alvin masih tidak mau mengakui kalau Dia membutuhkan Bagas untuk membuatnya dapat tertidur pulas. Dia bersikekeh di dalam hatinya bahwa Bagaslah yang membutuhkannya agar tidak menangis.
"Apa?" Diani terbatuk-batuk tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Maaf ... maksudku tidur saja diluar kamar, aku juga masih akan menonton televisi! Sepertinya Bagas akan diam saat berada di luar, tidurkan saja Bagas terlebih dahulu disini sebelum dibawa masuk ke kamar," Alvin merevisi kata-katanya.
“Baik Mas.” Diani mengangguk, membenarkan apa yang Alvin ucapkan dan memutuskan untuk menidurkan Bagas di luar kamar bersama dengan Alvin yang akan menonton televise.
Alvin kembali duduk di sofa di depan televisi, menyenderkan kepalanya, melirik Diani yang masih jauh dari tempat duduknya, di kursi kayu.
"Tidurkan saja Bagas di sofa sini! Sofa ini sangat empuk," perintah Alvin sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya.
Diani, Alvin dan Bagaspun tertidur pulas di depan televisi. Keesokan harinya. “Mas, makanan apa yang ingin mas Alvin makan? Saya akan mencoba yang terbaik memasaknya,” tanya Diani. “Sama seperti kemarin, perusahaan jasa catering akan mengirim beberapa orang untuk memasak. Kamu tidak perlu memasak,” jawab Alvin. Selama ini, Bi Rahmilah yang memasak untuk Alvin, Heru dan Bondan. Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin meminta perusahaan jasa catering yang menangani karyawan K&B Grup mengirim beberapa koki untuk memasak di kediamannya. “Adakah pakaian yang akan Mas Alvin cuci? Saya akan mencucinya sebelum mulai membersihkan rumah dan halaman,” tanya Diani kembali. “Kamu juga tidak perlu melakukannya. Akan ada puluhan orang dari jasa cleaning service datang untuk mencuci dan membersihkan seluruh kediamanku,” balas Alvin. Setiap tiga hari sekali, beberapa orang dari perusahaan jasa cleaning service akan datang ke rumah Alvin untuk melakukan pekerjaan rumah. “Apa yang bisa saya kerjakan sebaga
"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya. "Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina
"Apa yang Ibu dan Ayah ingin Aku lakukan di rumah ini?" tanya Alvin kepada Bu Karina setelah sampai di rumah kedua orangtuanya itu.Alvin sedikit terlambat dan sampai di rumah saat sudah malam."Kamu dan Diani tidur disini malam ini! Ibu sudah menyiapkan kamar untuk Kalian."Diani yang juga berada di ruangan itu tersentak kaget, memandang Alvin dengan muka penuh tanda tanya."Aku akan membawa Diani dan Bagas pulang," balas Alvin."Silahkan pulang! Tapi cucuku akan tetap di sini."Bu Karina tidak mau kalah, beberapa saat Dia terus mendesak membuat Alvin dan Diani terpaksa menuruti kemauannya. Dia juga membawa Bagas untuk tidur dengannya, membiarkan Alvin dan Diani tidur bersama."Kenapa Mas Alvin tidak menjelaskan kesalahpahaman ini, Mas? Aku tidak bisa meyakinkan Bu Karina," ucap Diani ke Alvin."Percuma jika Aku menjelaskan, hasilnya sama saja.""Terus ... apa yang harus Kita lakukan Mas? Aku tidak mau kesalahpahaman ini menjadi berlarut-larut," balas Diani."Aku akan membicarakannya
Alvin kembali berangkat bekerja dari rumah Bu Karina, sementara Bu Karina mengantar Diani dan Bagas ke rumah Alvin."Apa Kamu bisa menyuruh Heru mengantarkan berkas ke kantor?" Alvin menelpon ke rumah karena ada dokumen yang lupa Dia ambil di rumah."Berkas apa yang perlu di bawa Pak Heru Mas?" tanya Diani."Berkas yang ada di samping laptop meja kerjaku, Kamu ambil saja!""Baik Mas," balas Diani di telepon."Apa ada masalah?" tanya Bu Karina yang masih berada di rumah Alvin."Tidak ada Bu, berkas milik Mas Alvin tertinggal, Aku akan mengambil dan memberikannya ke Pak Heru agar mengantarnya.""Tidak perlu!" cegah Bu Karina."Sepertinya berkas ini sangat penting Bu.""Maksud Ibu tidak perlu menyampaikannya ke Pak Heru, Kamu saja yang mengantarnya! Aku akan mengantarmu ke perusahaan." balas Bu Karina.Diani menghela nafas, "Baiklah kalau Ibu memintanya."Bu Karina kemudian membawa Diani keluar kembali dari rumah Alvin. Tetapi, Dia menuju ke sebuah salon kecantikan langganannya."Bu, ken
Diani di ajak Bu Karina ke sebuah kafe di restoran yang terkenal mahal karena menu dan harganya. Hanya orang-orang kelas atas yang dapat memasukinya."Aku harus menghubungi temanku segera mungkin, Aku tidak mau hidup seperti ini, ini terlalu berlebihan," batin Diani."Kenapa? Apa Kamu tidak menyukai tempat ini?" tanya Bu Karina."Tempat ini sangat berlebihan buatku Bu, Aku suka makanan di pinggir-pinggir jalan.""Apanya yang berlebihan? Mau buat apa uang hasil kerja Papih dan Alvin kalau tidak untuk di gunakan, apa mau di tumpuk-tumpuk saja?"Diani menelan ludahnya, membatin "Memangnya siapa Aku? tidak ada hubungannya dengan Mas Alvin.""Aku akan berusaha mengganti semuanya suatu saat nanti," ucap Diani."Apa yang perlu Kamu ganti?" tanya Bu Karina heran."Uang yang telah Bu Karina dan Tuan Alvin gunakan untukku dan Bagas, Aku akan menggantinya.""Apa maksudmu? Tidak perlu ... apa Kamu masih tidak mengakui kalau Bagas adalah cucuku, hah?" tanya Bu Karina, "Haduh ... Aku benar-benar pus