Pak Jaya tersenyum idenya di terima oleh Bu Karina. Menurutnya, Bu Karina sangat memperhatikan dan menyukai Bagas.
Selama beberapa hari belakangan, Bu Karina selalu saja membahas dan bertanya-tanya tentang Bagas dan Ibunya yang membuatnya pusing karena dia sendiri tidak mengetahui hal itu.
Dengan Bu Karina mencari tahu sendiri, Pak Jaya berharap Bu Karina puas dengan rasa penasarannya dan dia tidak lagi mendapat pertanyaan-pertanyaan konyol dan aneh seputar Alvin, Bagas, dan Ibunya dari istrinya yang sedikit cerewet itu.
Saat tengah malam, bunyi dering telepon terdengar nyaring di telinga Frans.
Tut
Tut
Tut
Frans menguap, masih mengantuk, dan menatap layar hpnya, "Aisss ... sial."
"Kenapa?" umpat Frans kesal kepada orang yang menelponnya.
"Aku tidak bisa tidur," ucap seseorang di ujung telepon yang ternyata adalah Alvin.
Alvin memiliki sedikit gangguan tidur dan Frans sudah melakukan berbagai macam cara mengobati gangguan tidurnya itu. Tetapi, Alvin tetap saja tidak bisa tertidur pulas, sering terbangun saat tengah malam.
"Kenapa kamu meneleponku, dodol?" Frans bangun dari kasur, duduk di sebuah kursi di samping tempat tidurnya.
"Kenapa kamu marah? Kamu seorang Dokter, Aku butuh konsultasi.”
"Sudah beberapa hari kamu tidak meneleponku saat tengah malam, kenapa sekarang kembali menggangguku?" Frans mulai menyadari keanehan Alvin.
Frans seringkali mendapat telepon dari Alvin saat tengah malam, mengeluhkan gangguan tidur yang di alami olehnya. Tetapi, sudah beberapa hari Alvin tidak mengganggunya, membuatnya bertanya-tanya.
"Itulah yang menjadi masalah, ini benar-benar aneh, Aku dapat tertidur pulas saat bersama Bagas," ucap Alvin.
"Datang saja ke Rumah Sakit dan tidur di sana bersama Bagas! kenapa Kamu meneleponku? mengganggu tidurku saja," gerutu Frans.
Alvin tersenyum kecut. "Aku hanya meminta solusi, Dokter macam apa yang mengumpat Pasien seperti itu."
"Aku akan memberimu solusi besok." Frans kemudian mematikan teleponnya.
"Bagaimana jika aku sudah memiliki istri? istriku pasti akan mengira kalau Alvin adalah selingkuhanku jika terus menelepon tengah malam seperti ini," gumamnya.
"Sial, aku sedang butuh sekarang, kenapa mesti besok?" Alvin menghela nafas, melempar HPnya ke kasur.
Keesokan harinya Frans membawa Diani dan Bagas ke rumah Alvin. Dia yang baik hati, tidak tega dengan Diani yang jujur dengan keadaannya setelah di usir oleh mantan suaminya, perihal perekonomiannya.
Diani merupakan janda muda berusia 24 tahun. Dia bercerita kepada Frans tentang keinginannya mencari sebuah pekerjaan untuk menghidupinya dan Bagas.
Frans kemudian menawari sebuah pekerjaan kepada Diani. Awalnya Diani menolak bantuan dari Frans karena merasa tidak enak hati. Tetapi, Frans terus mendesaknya, membuat Diani akhirnya mau dengan tawaran pekerjaan yang di bicarakan oleh Frans.
Frans menjanjikan sebuah pekerjaan, tetapi dia tidak mengatakan akan membawa Diani ke Rumah Alvin. Selain menolong Diani, Frans menemukan solusi mengobati gangguan tidur Alvin dengan membawa Bagas ke Rumahnya.
"Besar sekali Rumah ini, apa Aku bisa bekerja di Rumah sebesar ini?" Diani sangat kagum melihat rumah Alvin yang mirip sebuah istana.
Alvin saat itu sedang bekerja, Bondan yang mengetahui siapa Frans membuka gerbang dan mempersilahkan mobilnya masuk ke halaman rumah.
"Ru, cepat kamu ikuti mobil Tuan Frans!" perintah Bondan kepada Sopir pribadi Alvin yang sedang bersantai meminum kopi di ruang satpam.
Meskipun Alvin memiliki Sopir pribadi, dia lebih suka menyetir mobilnya sendiri, hanya sesekali menyuruh Heru mengantarnya.
Heru yang tidak banyak pekerjaan, di suruh Alvin mengurusi rumah, dan sesekali dia akan bersantai di tempat Bondan, ngopi dan bermain catur dengannya.
"Ya ... ya," jawab Heru sedikit sungkan, kemudian menyeruput kopi yang tersisa.
"Tuan Frans, ada keperluan apa datang kemari?" tanya Heru setelah Frans keluar dari mobilnya.
Sejenak kemudian Heru tersentak kaget melihat Bagas yang digendong Diani, "Eh, Bagas ... Kamu ikut juga? Apa Nyonya Ibunya Bagas?"
"Aku Diani, Ibu Bagas, tolong jangan panggil Nyonya, bagaimana Bapak bisa mengenal Bagas?" Diani memperkenalkan diri melihat Heru menatapnya. Dia heran, kenapa Heru bisa mengenal Bagas.
"Saya Heru Nona," balas Heru.
"Ada apa dengan Nona Diani?Bagas sudah ada disini selama satu minggu. Bukankah wajar jika saya mengetahui Bagas?" batin Heru.
Diani menghela nafas dan membatin," Kenapa Bapak itu bersikap seperti itu padaku?"
“Ru, tolong bantu aku,’’ sela Frans meminta Heru membantunya menurunkan dua tas besar berisi perlengkapan milik Bagas.
“Baik Tuan.”
Heru kemudian mempersilahkan Diani masuk ke dalam rumah.
"Huh, Aku harus membawa dua tas besar ini lagi kemari, aku kira Bagas dan Ibunya sudah dicampakkan oleh Tuan Alvin," desah Heru.
Saat Alvin ke rumah sakit, Herulah yang membereskan barang-barang Bagas, mengantarkan Alvin dan Bagas ke Rumah Sakit. Dia juga yang membawa dua tas besar yang berat itu dari bastment Rumah Sakit sampai di depan ruangan Diani dirawat.
Frans kemudian berpamitan pergi setelah menelepon Alvin. Dia memberitahukan bahwa solusi untuk gangguan tidur Alvin sudah di bawa ke rumahnya dan menyuruh Alvin lekas pulang.
Diani tidak nyaman berada di dalam rumah tanpa Tuan rumah. Dia memutuskan berjalan-jalan di halaman rumah Alvin yang sangat luas.
Dekorasi halaman Alvin sangat memukau Diani. Terdapat taman bunga, kolam ikan, dan beberapa gazebo. Beberapa pepohonan rindang juga memenuhi halaman rumah Alvin, membuat halaman kediaman Alvin tampak asri, alami dan segar.
Diani duduk di sebuah gazebo, memandangi rumah yang begitu megah dan halamannya yang sangat luas, "Seberapa kaya Tuan rumah ini?" batinnya.
Beberapa saat kemudian, Alvin pulang dari kantornya. Sebagai pewaris perusahaan K&B grup, Alvin bebas melakukan apapun selagi pekerjaannya tidak terbengkalai, salah satunya adalah bekerja tanpa jam kerja.
Saat Diani sedang asyik bercanda dengan Bagas di gazebo, Alvin mendekati Mereka, membuat Diani mengerutkan keningnya.
"Kenapa Tuan Frans membawaku kemari?" batin Diani meyadari bahwa Frans membawanya ke kediaman Alvin.
"Ahaha," tawa Bagas riang melihat Alvin mendekat ke arahnya.
"Maaf jika sudah menunggu lama" ucap Alvin ke Diani setelah sampai di hadapannya.
"Tidak Tuan ... Aku yang meminta maaf, Aku tidak tahu kalau Dokter Frans akan membawaku dan Bagas ke rumah Tuan Alvin sebelumnya," jawab Diani sambil menenangkan Bagas yang memberontak dan menggeliat ingin tubuh kecil mungilnya diberikan ke pelukan Alvin.
"Frans sudah memberitahuku. Aku dengar kamu membutuhkan pekerjaan. Kamu bisa tinggal di sini sementara bersama Bagas sampai kamu mendapatkan sebuah pekerjaan. Kebetulan, saya sedang memerlukan seseorang untuk mengurus rumahku ini" balas Alvin.
"Baiklah Tuan, saya akan bekerja di sini sebelum mendapatkan pekerjaan lain, maaf jika terus menerus merepotkan Tuan."
Diani yang sangat membutuhkan pekerjaan terpaksa menerimanya walaupun dia sedikit tidak enak hati, seakan memanfaatkan Alvin yang telah menabraknya.
"Tolong jangan panggil Tuan, panggil saja Alvin! Saya juga tidak merasa direpotkan.”
"Sepertinya tidak sopan jika saya harus memanggil nama saja, lagian sekarang Tuan Alvin adalah majikan saya." Diani yang sadar diri menolak memanggil hanya nama Alvin saja. Dia merasa, Alvin bukanlah orang biasa yang bisa dipanggil semaunya oleh orang rendah seperti Diani.
"Saya sangat risih jika dipanggil Tuan olehmu, kamu bisa memanggilku apa saja asal jangan Tuan" pinta Alvin.
"Bagaimana jika saya memanggil Mas Alvin saja?" usul Diani ke Alvin.
"Itu lebih baik," jawab Alvin.
"Baiklah Mas Alvin, terimakasih sudah mau menerimaku bekerja disini," balas Diani.
Kamar Diani dan Bagas berada di lantai dua sama seperti keberadaan kamar Alvin. Saat malam tiba, entah kenapa Bagas terus-menerus menangis. Diani sudah melakukan berbagai macam upaya, tetapi tetap saja tidak bisa menenangkan Bagas. “Bagas sayang … cup … cup … berhentilah menangis sayang!” Diani terus berusaha menghibur Bagas. Kemudian, dia menimang Bagas keluar dari kamarnya, berpikir agar Bagas tidak bosan di dalam kamar dan berhenti menangis. “Sayang … kenapa kamu terus menangis seperti ini? Cup … cup … cup.” Diani tampak frustasi menenangkan Bagas yang tidak seperti biasanya. Tidak ingin mengganggu tuan rumah, Diani melangkahkan kaki turun dari tangga, keluar rumah untuk berjalan-jalan di halaman. Alvin yang sedang berusaha menutup mata, mendengar Bagas yang terus menangis dari kamarnya. Dia bangun dari tidurnya kemudian mengamati Diani yang terus mencoba menghibur Bagas dari atas balkon kamarnya. “Ada apa dengan Bayi itu?” gumam Alvin. Setelah beberapa saat, Diani kembali m
Diani, Alvin dan Bagaspun tertidur pulas di depan televisi. Keesokan harinya. “Mas, makanan apa yang ingin mas Alvin makan? Saya akan mencoba yang terbaik memasaknya,” tanya Diani. “Sama seperti kemarin, perusahaan jasa catering akan mengirim beberapa orang untuk memasak. Kamu tidak perlu memasak,” jawab Alvin. Selama ini, Bi Rahmilah yang memasak untuk Alvin, Heru dan Bondan. Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin meminta perusahaan jasa catering yang menangani karyawan K&B Grup mengirim beberapa koki untuk memasak di kediamannya. “Adakah pakaian yang akan Mas Alvin cuci? Saya akan mencucinya sebelum mulai membersihkan rumah dan halaman,” tanya Diani kembali. “Kamu juga tidak perlu melakukannya. Akan ada puluhan orang dari jasa cleaning service datang untuk mencuci dan membersihkan seluruh kediamanku,” balas Alvin. Setiap tiga hari sekali, beberapa orang dari perusahaan jasa cleaning service akan datang ke rumah Alvin untuk melakukan pekerjaan rumah. “Apa yang bisa saya kerjakan sebaga
"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya. "Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina
"Apa yang Ibu dan Ayah ingin Aku lakukan di rumah ini?" tanya Alvin kepada Bu Karina setelah sampai di rumah kedua orangtuanya itu.Alvin sedikit terlambat dan sampai di rumah saat sudah malam."Kamu dan Diani tidur disini malam ini! Ibu sudah menyiapkan kamar untuk Kalian."Diani yang juga berada di ruangan itu tersentak kaget, memandang Alvin dengan muka penuh tanda tanya."Aku akan membawa Diani dan Bagas pulang," balas Alvin."Silahkan pulang! Tapi cucuku akan tetap di sini."Bu Karina tidak mau kalah, beberapa saat Dia terus mendesak membuat Alvin dan Diani terpaksa menuruti kemauannya. Dia juga membawa Bagas untuk tidur dengannya, membiarkan Alvin dan Diani tidur bersama."Kenapa Mas Alvin tidak menjelaskan kesalahpahaman ini, Mas? Aku tidak bisa meyakinkan Bu Karina," ucap Diani ke Alvin."Percuma jika Aku menjelaskan, hasilnya sama saja.""Terus ... apa yang harus Kita lakukan Mas? Aku tidak mau kesalahpahaman ini menjadi berlarut-larut," balas Diani."Aku akan membicarakannya
Alvin kembali berangkat bekerja dari rumah Bu Karina, sementara Bu Karina mengantar Diani dan Bagas ke rumah Alvin."Apa Kamu bisa menyuruh Heru mengantarkan berkas ke kantor?" Alvin menelpon ke rumah karena ada dokumen yang lupa Dia ambil di rumah."Berkas apa yang perlu di bawa Pak Heru Mas?" tanya Diani."Berkas yang ada di samping laptop meja kerjaku, Kamu ambil saja!""Baik Mas," balas Diani di telepon."Apa ada masalah?" tanya Bu Karina yang masih berada di rumah Alvin."Tidak ada Bu, berkas milik Mas Alvin tertinggal, Aku akan mengambil dan memberikannya ke Pak Heru agar mengantarnya.""Tidak perlu!" cegah Bu Karina."Sepertinya berkas ini sangat penting Bu.""Maksud Ibu tidak perlu menyampaikannya ke Pak Heru, Kamu saja yang mengantarnya! Aku akan mengantarmu ke perusahaan." balas Bu Karina.Diani menghela nafas, "Baiklah kalau Ibu memintanya."Bu Karina kemudian membawa Diani keluar kembali dari rumah Alvin. Tetapi, Dia menuju ke sebuah salon kecantikan langganannya."Bu, ken