"Asal Dianiku yang ini juga mendapatkan rumah, itu sudah cukup bagiku. Terimakasih atas bantuanmu, jika Restoranmu ingin melebarkan sayap lebih banyak ke luar Negeri, jangan sungkan untuk meminta bantuan apapun dariku." lanjut Alvin."Tidak, tidak. Aku tidak memerlukan apapun dari Tuan Alvin, tidak perlu sungkan dan berterimakasih, Restoran Kami senang melakukannya. Bahkan, Kami kemungkinan akan mengadakan acara serupa di kemudian hari karena ini ide yang bagus untuk lebih memperkenalkan nama Restoran Kami di kalangan masyarakat lebih luas lagi.""Apa yang harus Aku lakukan berikutnya? Apa Aku akan memberinya mobil? Apa Aku minta saja seseorang membuat kompetisi bayi yang lucu?" gumam Alvin setelah mematikan teleponnya.Sesampainya di rumah, Diani memberitahukan hal itu ke Alvin."Mas, Aku tadi mengikuti sebuah kompetisi memasak dan mendapatkan hadiah rumah, Aku juga akan segera mendapatkan pekerjaan. Aku akan segera keluar dari sini Mas," ucap Diani ke Alvin."Hadiah rumah dan pekerj
Diani kembali mengendap-endap menuju ke dapur untuk memasak makanan malam bersama Bi Rahmi.Alvin membuka mata, bangun dari pura-pura tidur mengamati Diani yang mengendap-endap, "Dia benar-benar malu Aku melihatnya, apa perlu Aku melakukan hal yang sama agar impas?""Hadehhh ... apa yang ada di pikiranku, sejak bersama janda cantik sepertinya, Aku yang polos menjadi sedikit liar," lanjut Alvin bergumam.Diani seolah menghindar dari Alvin. begitupun dengan Alvin yang tidak mau Diani kehilangan muka jika berhadapan dengannya. Dia mulai sedikit mengerti tentang wanita.Keesokan harinya, Diani terpaksa menghadap Alvin untuk meminta izin ke Restoran."Aku akan mengantarmu," balas Alvin seperti sangat bersemangat setelah Diani meminta izin darinya."Mas Alvin harus berangkat kerja, Aku sendiri saja bersama Bagas.""Aku tidak akan masuk Kantor beberapa hari ini," jawab Alvin."Tapi Mas ... ""Tidak ada tapi-tapian." Alvin menarik tangan Diani menuju mobil dan sedikit memaksanya masuk ke mobi
"Apa yang telah Mas Alvin sadari? Aku melihat kehidupan Mas Alvin sangat enak," tanya Diani masih penasaran.Mereka berdua duduk di tepi pantai memandangi lautan lepas."Aku harus memikirkan nasib puluhan ribu karyawan sama seperti Ayahku dulu, dan itu membuatku sedikit frustasi dan terus memikirkan pekerjaan," balas Alvin."Jika Aku begitu jenuh, Aku akan pergi ke sini, mengingat masa lalu sebelum menanggung beban berat pekerjaanku," lanjut Alvin."Ayu Kita bermain air dan lupakan sejenak tentang beban berat yang Mas Alvin tanggung! Kita sedang sedikit refresing di sini."Diani meminta Bagas dari Alvin, berlari kecil ke arah ombak air. Alvin hanya mengikutinya dari belakang."Kenapa Kamu ingin meninggalkan rumahku? Keberadaan Kalian juga telah membuatku melupakan beban berat yang Aku rasakan," gumam Alvin memandangi punggung Diani.Diani menyipratkan air ke Alvin membuat Dia tidak Terima dengan hal itu. Dia akan berganti melakukan hal itu kepada Diani, tetapi mengurungkan niatnya kar
Di sisi lain, setelah merasa puas dengan foto-fotonya, Nanda kembali pergi dari dekat rumah yang sekarang menjadi milik Diani.Diani, Bagas, dan Alvin juga kembali ke rumah setelah puas melihat-lihat rumah baru Diani. Diani begitu kagum dan baru pernah merasakan sesenang itu mendapatkan sebuah hadiah yang sangat mewah dan mahal baginya.Saat malam harinya, Alvin mengetuk pintu kamar Diani. "Apa Kamu sudah tidur?"Diani membuka pintu kamarnya. "Mas Alvin ... ada apa Mas?""Izinkan Aku tidur di kamarmu," ucap Alvin tanpa malu.Diani berpikir sejenak, selama ini Mereka tidur satu kamar dan menjaga dirinya masing-masing."Baik Mas, tapi kamarku sedikit berantakan."Diani membolehkannya, menganggap itu malam terakhir Alvin dapat tertidur dengan pulas bersama dengan Bagas."Aku tidak akan tidur dan memandangi wajahmu sampai puas," batin Alvin.Malam itu, Alvin benar-benar tidak tidur. Dia memiringkan tubuhnya dengan tangan menahan kepala memandangi wajah Diani yang tertidur pulas. Jika saja
Pak Jaya bukan orang yang begitu saja membiarkan putranya mendapatkan pasangan seenaknya. Dia bahkan telah secara detail mengetahui latar belakang dan asal usul Diani."Tapi Pih, Mamih sangat menyukai Diani dan Bagas. Alvin harus membawanya kembali atau Papih jangan wariskan apapun kepadanya, untuk amal saja semua harta Papih.""Tampaknya harus seperti itu, Alvin benar-benar sangat cemen terhadap wanita," balas Pak Jaya.Bu Karina hanya melotot ke arah Pak Jaya."Kenapa Mamih melotot ke Papih?" tanya Pak Jaya."Alvin cemen karena mengikuti sifat Papih," balas Bu Karina mengingat kembali masa lalu.Pak Jaya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Benar, Papih dulu tidak berani mengatakan perasaan Papih kepada Mamih. Kalau bukan Mamih terlebih dahulu yang mengatakannya, Papih mungkin hanya bisa gigit jari, tidak pernah mengungkapkannya, Papih benar-benar Pemalu.""Untung Mamih memberanikan diri, kalau tidak Mamih akan menyesal seumur hidup jika tidak terlebih dahulu mengungkapkannya kepa
"Aaaaa." Teriak Diani sesaat sebelum dia tidak sadarkan diri. Orang-orang di sekitar segera berkerumun untuk mengetahui kondisi dan menyelamatkan Diani serta Bayi mungilnya. Salah satu dari mereka mengambil Sang Bayi yang menangis keras, tergeletak di samping Diani. Beruntung tidak ada luka serius pada Sang Bayi karena Diani berusaha melindungi tubuh mungilnya dari kecelakaan naas yang baru saja menimpanya. Alvin segera turun dari mobil untuk melihat kondisi orang yang baru saja ditabrak olehnya. Kejadian itu begitu tiba-tiba, membuat Dia tidak bisa menghindari kejadian malang yang menimpa Diani dan Bayinya. Kecelakaan itu bukan sepenuhnya salah Alvin. Banyak yang melihat Diani tampak melamun dengan tatapan kosong sesaat sebelum tertabrak oleh Alvin. Alvin dengan segera menelepon kenalannya yang memiliki sebuah Rumah Sakit ternama di Ibukota. “Halo Frans, cepat kirimkan ambulan ke sini! Aku akan mengirimkan lokasinya.” Tidak berselang lama, dua orang Polisi lalu lintas datang dan
Alvin duduk di meja kerja sementara Bagas tampak berseri-seri dan ceria menatap Alvin. Alvin menelpon sekretarisnya Bella, "Halo Bel, batalkan semua jadwalku hari ini, Saya tidak masuk kerja! Carikan juga Baby Sitter, suruh datang ke rumah!" perintahnya. "Baik Pak .... Apa? " Bella terhentak kaget, merasa ada yang salah dengan telinganya. "Baby Sitter?" “Ya ... Baby Sitter, apa kamu tuli?” ucap Alvin kemudian menutup telponnya begitu saja. "Kenapa Tuan Alvin butuh Baby Sitter? Mungkinkah Tuan Alvin akan mendirikan anak perusahaan yang berhubungan dengan dunia Baby Sitter atau Bayi?" gumam Bella. Setelah menelpon Bella, Alvin menelpon Pengacaranya dan menyuruhnya untuk menyelesaikan masalah yang baru saja menimpanya. "Ahaha," tawa Bagas saat Alvin menengok ke arahnya, Bagas seakan serius menatap Alvin dari sofa. Alvin menelan ludah, "Ada apa dengannya? senang sekali melihatku," gumam Alvin. Alvin entah kenapa secara reflek menyembunyikan kepalanya di balik laptop, "Baaaaa," ucap
"I... i... itu... " "Apa kamu menyembunyikan Bayi di rumahmu?" Bu Karina memotong ucapan Alvin yang tergagap. "Ti ... tidak Bu, Alvin tidak menyembunyikan Bayi." Bu Karina tidak menggubris, melangkah mencari tempat sumber tangisan Bagas. Tak lama, Bu Karina kembali ke hadapan Alvin dan Pak Jaya dengan menggendong Bagas di pelukannya. "Alvin ... pantas saja selama ini kamu terus-menerus menolak perjodohanmu dengan Nanda. Ibu tidak percaya Kamu melakukan hal seperti ini di belakang ibu." Bu Karina memelototi Alvin. "Apa maksud ibu?" Alvin mengerutkan keningnya. "Sudah, sudah Mih, biarkan Alvin berbicara." Pak Jaya yang sangat sabar berusaha menengahi meskipun ada sedikit rasa kecewa di hatinya. "Alvin benar-benar sudah keterlaluan," Bu Karina berkaca-kaca, menahan air matanya yang akan menetes. Bu Karina kemudian memberikan Bagas kepada Alvin karena tubuh mungilnya terus menggeliat dari pelukannya. Bagas memberontak seolah ingin ke dekapan Alvin. "Ayah, Ibu ... apa yang sedang k