Alvin duduk di meja kerja sementara Bagas tampak berseri-seri dan ceria menatap Alvin.
Alvin menelpon sekretarisnya Bella, "Halo Bel, batalkan semua jadwalku hari ini, Saya tidak masuk kerja! Carikan juga Baby Sitter, suruh datang ke rumah!" perintahnya.
"Baik Pak .... Apa? " Bella terhentak kaget, merasa ada yang salah dengan telinganya. "Baby Sitter?"
“Ya ... Baby Sitter, apa kamu tuli?” ucap Alvin kemudian menutup telponnya begitu saja.
"Kenapa Tuan Alvin butuh Baby Sitter? Mungkinkah Tuan Alvin akan mendirikan anak perusahaan yang berhubungan dengan dunia Baby Sitter atau Bayi?" gumam Bella.
Setelah menelpon Bella, Alvin menelpon Pengacaranya dan menyuruhnya untuk menyelesaikan masalah yang baru saja menimpanya.
"Ahaha," tawa Bagas saat Alvin menengok ke arahnya, Bagas seakan serius menatap Alvin dari sofa.
Alvin menelan ludah, "Ada apa dengannya? senang sekali melihatku," gumam Alvin.
Alvin entah kenapa secara reflek menyembunyikan kepalanya di balik laptop, "Baaaaa," ucapnya memperlihatkan kembali mukanya ke Bagas.
"Ahaha," Bagas semakin riang seakan mendapatkan hiburan dari Alvin.
Alvin melakukan ciluk ba beberapa kali. “Ada apa denganku?” gumamnya sambil geleng-geleng kepala menyadari tingkah konyolnya dalam menggoda Bagas.
Tidak berselang lama, bau pesing tercium di ruangan kerja pribadi Alvin, "Bagas ... Kamu mengompol yah?" teriaknya.
Bagas menyeringai kemudian mulai cemberut karena merasa tidak nyaman setelah mengompol.
Alvin mendekati Bagas sambil menutup kedua lubang hidungnya, perutnya mual mencium bau pesing yang semakin menyengat, "Kamu benar-benar membuatku kesal."
"Eh ... Kamu meledekku?" umpat Alvin melihat Bagas memanyunkan lidahnya.
Alvin tidak kunjung menangani Bagas yang mengompol, membuat Bagas cemberut, dan sesenggukan.
"Kamu mau menangis, hah? Berhentilah bersikap seperti itu! tunggu sampai Bi Rahmi datang! Aku sudah sangat pusing mendengar tangisanmu, ditambah bau pesing yang kamu buat membuatku stres," gerutu Alvin.
Bagas menggeliat-geliat dan menangis setelah sekian lama tidak kunjung di bersihkan oleh Alvin.
"Halo Bel, apakah kamu tahu cara menangani Bayi yang mengompol?" Alvin menelpon Bella dengan headset bluetooth menempel di telinganya.
Bella gelagapan ditanya tentang hal yang tidak diketahui olehnya. Akan tetapi, sebagai bawahan yang penurut dan takut Alvin marah karena tidak bisa menjawab pertanyaannya, dia segera browsing dengan laptop, berusaha mencari tahu jawaban pertanyaan Alvin.
"Untuk menjaga keamanan bagi Bayi, produk popok harus sangat hati-hati di buat karena kulit bayi sangat sensitif. Popok harus nyaman, bahan yang di gunakan harus sangat lembut, berpori, dan berdaya serap tinggi. Teknologi terbaik saat ini berada di Jepang, Tuan," jawab Bella.
Bella mengira pertanyaan Alvin berhubungan dengan produk baru yang akan di luncurkan perusahaan K&B Grup atau anak cabang yang akan didirikan seperti produk popok bayi yang berhubungan dengan pertanyaan Alvin dan juga Baby Sitter.
"Jangan bertele-tele, aku bertanya tentang bagaimana cara menangani bayi yang mengompol, melepaskan popok, dan hal tentang bayi yang mengompol bukan untuk mendirikan perusahaan popok," maki Alvin.
Alvin sangat emosi mendapat jawaban Bella yang tidak berhubungan dengan maksud pertanyaannya.
Alvin menghela nafas, melihat-lihat popok yang di kenakan Bagas tidak begitu layak. "Berdaya serap tinggi apanya? apa memang aku harus mendirikan perusahaan popok?"
Bella segera mengetik ulang di laptopnya mencari hal yang di maksud oleh Alvin. Dia kemudian mulai menjelaskan dan membimbing Alvin sesuai dengan petunjuk hasil pencarian di laptopnya.
Alvin dengan susah payah menangani Bagas yang mengompol sesuai dengan petunjuk Bella yang sangat rumit baginya. Sesekali dia juga akan marah karena penjelasan Bella sangat berbelit dan tidak sesuai dengan penjelasan yang diinginkan olehnya.
Seorang Presiden Direktur sepertinya terpaksa harus menangani hal yang membuatnya sangat jijik dan menggelikan. Jika saja dunia tahu, dia mungkin akan mengurung dirinya selama berhari-hari karena telah melakukan hal yang begitu memalukan baginya yaitu menangani bayi yang mengompol.
"Kenapa Bi Rahmi lama sekali?" gerutu Alvin.
Alvin mondar-mandir di depan rumah menggendong Bagas yang sudah di bersihkan. Dia menunggu Bi Rahmi pulang membawa popok dan pakaian untuk Bagas.
Tidak berapa lama, Bi Rahmi pulang dengan membawa berbagai perlengkapan untuk Bagas. Alvin kemudian menyuruh Bi Rahmi mengenakan popok dan pakaian untuk Bagas.
Bi Rahmi yang tidak bisa melakukan perintah Alvin, meminta di pandu oleh Alvin. Alvin dengan sedikit jengkel memandu Bi Rahmi sambil menatap layar handphone miliknya. Bi Rahmi dan Alvin sangat hati-hati tidak ingin tubuh mungil dan lemah Bagas kenapa-napa karena kesalahan Mereka.
Seharian itu, Alvin di buat sangat kesal dengan Bagas. Baby Sitter yang datang juga tidak dapat membuatnya puas. Dia sudah menelpon Bella berulang kali untuk mengganti Baby Sitter, tetapi Bagas tetap saja terus menangis, Bagas tidak mau dengan yang lain kecuali Alvin.
Alvin terpaksa harus merawat dan terus bersama Bagas. Dia juga berbagi kamar tidur dengan Bagas. "Bagas ... Kamu tidur yang pulas yah! jangan mengompol! Aku sudah sangat lelah olehmu."
Alvin memandangi Bagas di tempat tidurnya. Tidak berapa lama, mereka berdua tertidur pulas.
Keesokkan harinya.
Alvin kembali tidak masuk ke kantornya. Dia bekerja dari rumah dan sesekali akan ditelpon oleh Bella jika ada hal yang mendesak.
Alvin berada di ruangan kerja pribadinya bersama Bagas yang dia dudukkan di sofa. Dia tampak melamun memikirkan hal yang membuatnya merasa sangat aneh yaitu dapat tidur sangat pulas pada malam hari.
Tok
Tok
Tok
"Masuk Bi, tidak di kunci," teriak Alvin mengira Bi Rahmi akan membawakan camilan untuknya dan camilan Bayi untuk Bagas.
"Tuan Alvin, Tuan besar dan Nyonya besar datang ke sini," ucap Bi Rahmi setelah memasuki ruangan kerja Alvin.
"Apa?" sentak Alvin kaget dan mulai panik, "Bibi, rawat Bagas sebentar, aku akan menemui mereka, jangan biarkan Bagas menangis!"
Bi Rahmi mendekati Bagas yang sedang bermain mainan yang dibelikan olehnya kemarin. Bagas tidak menyadari jika Alvin keluar dari ruangan itu, Bi Rahmi mencoba mengalihkan perhatian Bagas dan terus mengajaknya bermain.
"Kenapa Ayah dan Ibu datang kemari?" gumam Alvin sambil melangkah menuruni anak tangga.
"Alvin … kenapa kamu tidak masuk kantor? Kami berdua ke sana dan kamu tidak berada di sana. Apa kamu sudah malas bekerja, hah?" Bu Karina mengomeli Alvin.
"Tidak ada apa-apa Bu, Alvin hanya sedikit tidak enak badan. Lagian, Alvin juga bekerja dari rumah," jawab Alvin kemudian duduk di depan Ayah dan Ibunya.
"Sudahlah, tidak perlu mengomel mamih sayang! itu bukan tujuan kita datang kemari. Selama Alvin tidak melalaikan pekerjaannya tidak perlu di permasalahkan," ucap Pak Jaya menengahi.
"Memangnya apa tujuan Ayah dan Ibu?" Alvin mulai sedikit curiga melihat gelagat kedua orangtuanya.
"Kami akan menjodohkanmu dengan Nanda, Kali ini kamu tidak boleh menolak! Kamu sudah berusia 28 tahun, ayah Nanda juga terus mendesak Papih," terang Bu Karina.
Nanda merupakan putri dari rekan bisnis Pak Jaya dan sudah menyukai Alvin sangat lama.
"Tidak Yah, Bu ... Alvin tidak mau menikah dengan gadis itu. Berapa kalipun Ayah dan Ibu membahas perjodohan Alvin dengan Nanda, Alvin akan terus menolaknya," Alvin dengan tegas menolak Ayah dan Ibunya.
"Kali ini Ayah serius. Kamu harus mau atau Ayah Nanda akan membatalkan kontrak kerjasama dengan perusahaan kita," ujar Pak Jaya mencoba membujuk Alvin.
"Alvin akan mencari perusahaan lain untuk beker..., " Alvin mengerutkan kening, menghentikan ucapannya mendengar Bagas yang menangis kencang.
Oak
Oak
Oak
Bu Karina dan Pak Jaya tersentak kaget mendengar tangisan Bayi dari lantai dua. "Alvin ... Bayi siapa itu?"
"I... i... itu... " "Apa kamu menyembunyikan Bayi di rumahmu?" Bu Karina memotong ucapan Alvin yang tergagap. "Ti ... tidak Bu, Alvin tidak menyembunyikan Bayi." Bu Karina tidak menggubris, melangkah mencari tempat sumber tangisan Bagas. Tak lama, Bu Karina kembali ke hadapan Alvin dan Pak Jaya dengan menggendong Bagas di pelukannya. "Alvin ... pantas saja selama ini kamu terus-menerus menolak perjodohanmu dengan Nanda. Ibu tidak percaya Kamu melakukan hal seperti ini di belakang ibu." Bu Karina memelototi Alvin. "Apa maksud ibu?" Alvin mengerutkan keningnya. "Sudah, sudah Mih, biarkan Alvin berbicara." Pak Jaya yang sangat sabar berusaha menengahi meskipun ada sedikit rasa kecewa di hatinya. "Alvin benar-benar sudah keterlaluan," Bu Karina berkaca-kaca, menahan air matanya yang akan menetes. Bu Karina kemudian memberikan Bagas kepada Alvin karena tubuh mungilnya terus menggeliat dari pelukannya. Bagas memberontak seolah ingin ke dekapan Alvin. "Ayah, Ibu ... apa yang sedang k
Alvin tidak menghiraukan gosip dari beberapa karyawan, terus berjalan, memasuki lift yang ada di lobi kemudian menuju ke ruangannya yang berada di lantai paling atas. Bella yang duduk di depan ruangan Alvin bersama dengan beberapa anggota tim lain terhentak kaget melihat kedatangan Alvin bersama seorang Bayi dalam dekapannnya. "Selamat pagi Pak," sapa Bella berusaha menegakkan tubuhnya yang goyah seakan mau pingsan. "Belilah sesuatu untuk menghibur Bayi ini dan masuklah ke ruanganku!" perintah Alvin. "Baik Pak," balas Bella. Bella kemudian menelepon seseorang untuk membelikan sesuatu yang di tugaskan oleh Alvin. Bella bergegas masuk ke ruangan Alvin untuk menjelaskan pertemuan dengan klien. Dia juga menjelaskan segala sesuatu tentang yang terjadi di perusahaan saat Alvin tidak masuk kantor beberapa hari belakangan. Alvin duduk di depan Bagas di sofa, dan Bella duduk di samping Bagas saat melaporkan sesuatu kepada Alvin. "Apa kamu sudah menyuruh orang untuk membeli apa yang aku
Pak Jaya tersenyum idenya di terima oleh Bu Karina. Menurutnya, Bu Karina sangat memperhatikan dan menyukai Bagas. Selama beberapa hari belakangan, Bu Karina selalu saja membahas dan bertanya-tanya tentang Bagas dan Ibunya yang membuatnya pusing karena dia sendiri tidak mengetahui hal itu. Dengan Bu Karina mencari tahu sendiri, Pak Jaya berharap Bu Karina puas dengan rasa penasarannya dan dia tidak lagi mendapat pertanyaan-pertanyaan konyol dan aneh seputar Alvin, Bagas, dan Ibunya dari istrinya yang sedikit cerewet itu. Saat tengah malam, bunyi dering telepon terdengar nyaring di telinga Frans. Tut Tut Tut Frans menguap, masih mengantuk, dan menatap layar hpnya, "Aisss ... sial." "Kenapa?" umpat Frans kesal kepada orang yang menelponnya. "Aku tidak bisa tidur," ucap seseorang di ujung telepon yang ternyata adalah Alvin. Alvin memiliki sedikit gangguan tidur dan Frans sudah melakukan berbagai macam cara mengobati gangguan tidurnya itu. Tetapi, Alvin tetap saja tidak bisa tert
Kamar Diani dan Bagas berada di lantai dua sama seperti keberadaan kamar Alvin. Saat malam tiba, entah kenapa Bagas terus-menerus menangis. Diani sudah melakukan berbagai macam upaya, tetapi tetap saja tidak bisa menenangkan Bagas. “Bagas sayang … cup … cup … berhentilah menangis sayang!” Diani terus berusaha menghibur Bagas. Kemudian, dia menimang Bagas keluar dari kamarnya, berpikir agar Bagas tidak bosan di dalam kamar dan berhenti menangis. “Sayang … kenapa kamu terus menangis seperti ini? Cup … cup … cup.” Diani tampak frustasi menenangkan Bagas yang tidak seperti biasanya. Tidak ingin mengganggu tuan rumah, Diani melangkahkan kaki turun dari tangga, keluar rumah untuk berjalan-jalan di halaman. Alvin yang sedang berusaha menutup mata, mendengar Bagas yang terus menangis dari kamarnya. Dia bangun dari tidurnya kemudian mengamati Diani yang terus mencoba menghibur Bagas dari atas balkon kamarnya. “Ada apa dengan Bayi itu?” gumam Alvin. Setelah beberapa saat, Diani kembali m
Diani, Alvin dan Bagaspun tertidur pulas di depan televisi. Keesokan harinya. “Mas, makanan apa yang ingin mas Alvin makan? Saya akan mencoba yang terbaik memasaknya,” tanya Diani. “Sama seperti kemarin, perusahaan jasa catering akan mengirim beberapa orang untuk memasak. Kamu tidak perlu memasak,” jawab Alvin. Selama ini, Bi Rahmilah yang memasak untuk Alvin, Heru dan Bondan. Sepeninggalan Bi Rahmi, Alvin meminta perusahaan jasa catering yang menangani karyawan K&B Grup mengirim beberapa koki untuk memasak di kediamannya. “Adakah pakaian yang akan Mas Alvin cuci? Saya akan mencucinya sebelum mulai membersihkan rumah dan halaman,” tanya Diani kembali. “Kamu juga tidak perlu melakukannya. Akan ada puluhan orang dari jasa cleaning service datang untuk mencuci dan membersihkan seluruh kediamanku,” balas Alvin. Setiap tiga hari sekali, beberapa orang dari perusahaan jasa cleaning service akan datang ke rumah Alvin untuk melakukan pekerjaan rumah. “Apa yang bisa saya kerjakan sebaga
"Papih ... Mamih begitu pusing, apa selera Alvin perempuan seperti itu? Dia bahkan pergi ke tempat yang bau, becek, kotor, dan menjijikkan, membuat mamih mual, ingin pingsan rasanya ... Darimana Alvin mendapatkan perempuan seperti itu? Bagaimana jika Dia sakit memakan makanan dari tempat seperti itu? Terus ... cucu Kita ... Perempuan itu membawanya juga, di tempat yang penuh polusi seperti itu, bagaimana jika Dia tumbuh menjadi anak yang sakit-sakitan?" gerutu Bu Karina tanpa tersendat setelah Dia pulang ke rumahnya. "Di luar sana, banyak perempuan yang mengantri menjadi istri Alvin. Apa Alvin sudah kerasukan? Alvin Sanjaya, Pewaris K&B grup, namanya di sorot oleh berbagai media, salah satu pengusaha muda tersukses dan tertampan di Negeri ini, menjadi panutan generasi muda, anak dari Jaya Hadiningrat dan Karina Ambarwati, memiliki anak dengan perempuan tidak jelas, udik, kampungan, dan norak? apa yang harus Mamih lakukan, Pih?" lanjutnya tanpa jeda terus mengomentari Alvin dan Diani.
Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan. "Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya. "Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?" Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud. "Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan. "Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur. Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani. "Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan. "Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung. "Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama." "Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani. Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak a
"Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari