Keesokkan harinya, Diani kembali ke pasar dan kali ini membeli banyak kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan.
"Nona, Nyonya besar ada disini. Dia ingin melihat Bagas," lapor Bondan setelah Diani kembali dari pasar dengan membawa dua tas berisi sayur mayur dan lainnya."Siapa Pak yang ingin melihat Bagas?"Diani bertanya-tanya tentang Nyonya besar yang Bondan maksud."Nyonya besar Nona ... Ibu Tuan Alvin, Nenek Bagas," jawab Bondan."Apa maksud Pak Bondan? Nenek Bagas?" Diani sangat kaget dan tidak habis pikir dengan ucapan Pak Bondan yang menurutnya ngelantur.Bondan mengerutkan kening, merasa heran melihat sikap melihat Diani."Kenapa Nona Diani kaget seperti itu?" batin Bondan."Pak Bondan ... apa maksud Pak Bondan?" ulang Diani bertanya melihat Pak Bondan tampak merenung."Lebih baik Nona lekas menemui Nyonya Karina, Nyonya sudah menunggu cukup lama.""Baiklah Pak, Saya permisi dulu Pak." balas Diani.Diani kemudian pergi meninggalkan Bondan menuju ke Rumah. jarak antara gerbang dan rumah cukup jauh karena halaman kediaman Alvin sangat luas."Apa Non Diani baru pertama kali melihat Bu Karina? Ya, ya ..., mungkin saja, apa Aku harus melaporkannya ke Tuan Alvin?" gumam Bondan.Bondan mengetahui bahwa Bu Karina membawa Bi Rahmi karena hubungan diluar nikah Alvin dan Diani. Dia sedikit khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan jika Bu Karina melihat kekasih gelap Alvin."Pak Bondan ada-ada saja, mungkin Dia baru bangun tidur jadi ngelantur, masa Nyonya besar di bilang Neneknya Bagas," gumam Diani.Diani melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah. Dia melihat seorang wanita duduk di depan rumah."Aku akan membawa Bagas jalan-jalan. Dan Kamu ... lebih baik Kamu ikut denganku!" ucap Bu Karina sambil mengambil Bagas, Diani hanya bisa membiarkan Bu Karina merebut Bagas dari pelukannya."Nyonya ... bagaimana Nyonya menge ...""Diam! cepat taruh belanjaanmu! atau Aku tinggal, Aku sudah menunggumu lama, dan jangan panggil Aku Nyonya!" sela Bu Karina."Ta... tapi Nyonya ... ""Sudah cepat sana! jangan banyak berbicara! siapa yang mengizinkanmu berbicara?" sela Bu Karina lagi.Diani menghela nafas dan berlalu pergi memasuki rumah."Ada apa sebenarnya? Orang-orang disini benar-benar aneh, mungkinkah? ... Astaghfirullahalazim ... apa mereka mengira kalau Bagas adalah anakku dengan Alvin?" gumam Diani.Diani mulai menyadari kenapa orang-orang di rumah itu bersikap aneh dengannya, "Apa yang harus aku lakukan? Mas Alvin ... apa Mas Alvin akan diam saja?"Diani kemudian terpaksa mengikuti keinginan Bu Karina yang akan mengajaknya jalan-jalan. “Kemana Nyonya besar akan membawaku?” batinnya.Di dalam mobil.“Nyonya, apa maksudnya ini? Ada urusan apa Nyonya besar dengan Pelayan sepertiku?” tanya Diani.“Berhentilah berpura-pura … tidak perlu menutupi hubunganmu dengan Alvin di depanku,” balas Bu Karina.“Nyonya … apa maksudnya? Saya tidak memiliki hubungan apapun dengan Tuan Alvin,” bantah Diani.“Apa Alvin yang mengajarimu agar berpura-pura seperti ini, hah?” Bu Karina tidak mempedulikan Diani yang membantah hubungannya dengan Alvin.“Bagaimanapun, Bagas adalah cucuku. Alvin pasti membayarmu agar bungkam denganku, iyakan?”Tidak lama, Mereka sampai di sebuah supermarket. Bu Karina ingin membelikan baju dan mainan untuk Bagas sekaligus ingin berbelanja pakaian."Nyonya ... Bagas bukanlah anakku dengan Mas Alvin, Nyonya telah salah paham dengan hal ini,"Diani terus berusaha meyakinkan Bu Karina baik di dalam mobil maupun saat berjalan menyusuri supermarket."Hentikan ocehanmu itu! Bagas adalah cucuku," balas Bu Karina sangat bersikeras dengan keyakinannya.Bu Karina tampak kesal karena Diani terus menerus menyangkal hubungannya dengan Alvin. Bu Karina sangat keras kepala, jika Dia telah meyakini sesuatu, maka akan sulit untuk menggoyahkannya.Selain itu, Bu Karina telah mengutus seseorang mengawasi Alvin sebelumnya. Jika bukan anak Alvin, kenapa Bagas sangat senang dengan Alvin?, Alvin juga mau repot-repot merawat Bagas, bahkan membawanya ke kantor saat bekerja."Kenapa menjadi seperti ini? Aku harus cepat-cepat menemukan pekerjaan baru, bisa gawat jika terus bekerja di rumah Mas Alvin," batin Diani sambil mengikuti langkah kaki Bu Karina di dalam supermarket, tertinggal cukup jauh dari Bu Karina."Hey ... apa Kamu Diani?" tanya Seseorang tiba-tiba.Diani menengok ke arahnya, dan ternyata orang itu adalah teman masa sekolahnya bersama dengan dua teman mereka yang lain."Sindi, Tanti, Hilda? apa benar?" Diani cukup terpukau dengan penampilan mereka yang sudah sangat berbeda."Haha ... ternyata kamu masih mengingat kami," balas Hilda."Apa tadi itu majikan kamu?" tanya Tanti sedikit mengejek.Mereka bertiga sempat melihat Diani yang berbicara dengan Bu Karina.Diani menggangguk, "Ya ... Wanita barusan adalah majikanku.""Berapa gajimu? Bayimu terlihat sangat tidak terawatt. Kami bertiga akan memberimu pekerjaan yang lebih layak dan gajinya juga mahal, bagaimana menurutmu?" sindir Sindi merendahkan."Benar, Suami kami memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan mereka. Mereka mungkin dapat merekomendasikanmu," sahut Tanti."Atau mungkin suami kamu ingin sebuah pekerjaan? Dilihat dari penampilanmu dan Bayimu, suamimu pasti sangat kesulitan ekonomi," timpa Hilda mengejek.Mereka bertiga seperti sedang memamerkan kehidupan mereka, meninggikan suami Mereka, merendahkan kehidupan Diani dan suaminya.Diani berpikir sejenak, dia sangat membutuhkan pekerjaan, tidak mau terus bekerja di rumah Alvin. Meskipun sedikit terhina dengan perkataan mereka bertiga, hal itu lebih baik daripada kesalahpahaman antara dirinya dengan keluarga Alvin.Diani mungkin saja menerima saran dari Sindi, Tanti dan Hilda jika benar-benar terpaksa. “Bagaimana aku menghubungi kalian?”"Jika kamu mau, datanglah ke acara reoni," balas Sindi sambil memberikan kartu namanya kepada Diani."Benar ... jangan harap kamu memperoleh pekerjaan jika tidak datang saat acara reoni," ancam Tanti."Kamu harus datang! satu minggu dari sekarang, di restoran grand galaxy," timpa Hilda."Aku tidak berjanji," balas Diani."Aku permisi dulu teman-teman, Nyonyaku mungkin sedang mencariku," lanjut Diani."Kamu harus datang! berikan Kami nomor handphonemu!" pinta Hilda sedikit memaksa.Diani yang terburu-buru, memberikan kartu nama milik Alvin yang tersimpan di dompetnya yang dia dapatkan saat di Rumah Sakit. Dia kemudian melangkah cepat untuk menyusul Bu Karina.Hilda melihat kartu nama yang di berikan oleh Diani. Kartu nama itu hanya tertera nama Alvin dan nomor handphonenya, bukan kartu nama perusahaan.Sindi, Tanti, dan Hilda mengingat masa lalu saat di sekolah. Diani membuat Mereka bertiga jengkel karena suatu hal di sekolah mereka dulu.Diani merupakan siswi popular mengalahkan ketiganya. Kecantikan dan kepopuleran Diani dulu membuat orang yang mereka sayangi dulu berpaling dan mengejar-ngejar Diani.Cindi, Tanti dan Hilda tidak benar-benar akan memberikan pekerjaan kepada Diani atau suaminya dan justru akan mengerjai Diani."Jadi, suaminya bernama Alvin? Kita harus mempermalukan Diani dan suaminya saat reoni," gumam Hilda."Benar ... Jalang itu harus di beri sedikit pelajaran," sahut Tanti."Aku akan menunggunya, dia yang membuat gebetan kita dulu bersikap acuh karena tergila-gila padanya, setampan dan sehebat apa suami miskinnya yang bernama Alvin itu?" timpa Sindi.Diani menyusul langkah Bu Karina dan sampai dihadapannya. "Nyonya, maaf jika jalanku sangat lambat.” ucap Diani menunduk."Siapa tiga wanita itu?" tanya Bu Karina.Bu Karina sempat melihat langkah Diani dihalangi oleh tiga wanita. Tanpa sepengetahuan Diani, Bu Karina menguping pembicaraan Diani dan tiga temannya itu."Mereka teman sekolahku dulu Nyonya," jawab Diani."Jauhi mereka! Yang satu terlihat seperti pelakor, satunya lagi terlihat seperti penjilat hidung belang kaya, dan satu sisanya terlihat orang yang suka memanfaatkan harta mertua!" perintah Bu Karina."Tapi Nyonya, mereka akan menawa .... ""Tidak ada tapi-tapian, dengarkan nasihatku! Tidak ada baiknya kamu berteman dengan orang-orang rendahan seperti mereka," sela Bu Karina."Berhenti memanggilku Nyonya, Ibu majikan, apapun itu, selain Ibu!" perintah Bu Karina.Mereka sampai di tempat penjualan pakaian VVIP. Bu Karina memilihkan pakaian untuk Diani dan menyerahkannya. “Coba pakaian ini!” perintahnya.Diani melihat harga yang tertera di pakaian yang dipilihkan oleh Bu Karina, harganya sangat mahal, bisa untuk membeli puluhan pakaian di pasar."I ... ini ... Nyonya, Eh Ibu Majikan ... Maaf, maaf Ibu Tuan Alvin maksudnya, pakaian ini terlalu berlebihan untukku," balas Diani."Jangan banyak menentang! Sebagai kekasih Alvin, mulai sekarang Kamu harus terbiasa dengan gaya hidup yang berkelas, kamu tidak boleh membuatnya malu!" ucap Bu Karina.“Coba juga yang ini … ini … dan ini!” Bu Karina kembali memilihkan beberapa pakaian mahal dan memberikannya kepada Diani."Aku bukan kekasih Tuan Alvin Nyonya," bantah Diani tanpa lelah. "Berhentilah menyangkal! Kita banyak kegiatan setelah ini. Kita akan membeli pakaian untuk Bagas, ke salon, spa, dan banyak lagi yang ingin aku lakukan.” Bu Karina tidak peduli dengan bantahan Diani, kembali memilihkan beberapa pakaian dan memberikannya untuk Diani. Diani menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Bu Karina bahwa dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Alvin."Saat ini, aku hanya bisa menuruti kemauannya, suatu saat aku akan mengganti semua yang telah Bu Karina dan Mas Alvin berikan kepadaku dan juga Bagas," gumamnya. Diani tidak dapat berbuat apapun selain menuruti Bu Karina yang cerewet. Dia mencoba beberapa pakaian yang telah dipilihkan oleh Bu Karina. Hari itu, Diani dan Bagas diajak melakukan banyak kegiatan layaknya orang-orang kelas atas. Apa yang sudah di lakukan oleh Bu Karina merupakan impiannya sejak dulu bersama dengan menantu dan cucunya. Setelah semua yang diinginkan Bu Kari
Keesokan harinya, Sopir Bu Karina datang ke rumah Alvin dan menemui Diani saat Alvin sedang bekerja di kantornya. "Nona, saya disuruh membawa Nona Diani dan Bagas ke rumah tuan besar," ucapnya. "Hmmm, bukan hanya nyonya besar, tetapi tuan besar juga tampaknya mengira kalau Bagas merupakan anak Tuan Alvin. Aku harus segera meninggalkan rumah ini dan menemukan pekerjaan lain sebelum kesalah-pahaman ini menjadi sesuatu hal yang buruk," batin Diani. “Baiklah, Pak. Ngomong-ngomong ada keperluan apa sampai saya harus ke sana?” Diani hanya menuruti, mengingat betapa cerewetnya Bu Karina yang tidak mau kalah. “Saya hanya mendapatkan perintah membawa Nona Diani dan Bagas,” jawab Sopir tidak tahu apa yang diinginkan oleh Bu Karina. Beberapa jam kemudian, Diani sampai di rumah Pak Jaya yang tidak kalah megah dan besar dari rumah Alvin. Diani kemudian memasuki rumah di antar oleh seorang pelayan. “Nyonya, apakah ada yang bisa saya bantu di sini?” tanya Diani setelah bertemu dengan Bu Karina
"Apa yang Ibu dan Ayah ingin Aku lakukan di rumah ini?" tanya Alvin kepada Bu Karina setelah sampai di rumah kedua orangtuanya itu.Alvin sedikit terlambat dan sampai di rumah saat sudah malam."Kamu dan Diani tidur disini malam ini! Ibu sudah menyiapkan kamar untuk Kalian."Diani yang juga berada di ruangan itu tersentak kaget, memandang Alvin dengan muka penuh tanda tanya."Aku akan membawa Diani dan Bagas pulang," balas Alvin."Silahkan pulang! Tapi cucuku akan tetap di sini."Bu Karina tidak mau kalah, beberapa saat Dia terus mendesak membuat Alvin dan Diani terpaksa menuruti kemauannya. Dia juga membawa Bagas untuk tidur dengannya, membiarkan Alvin dan Diani tidur bersama."Kenapa Mas Alvin tidak menjelaskan kesalahpahaman ini, Mas? Aku tidak bisa meyakinkan Bu Karina," ucap Diani ke Alvin."Percuma jika Aku menjelaskan, hasilnya sama saja.""Terus ... apa yang harus Kita lakukan Mas? Aku tidak mau kesalahpahaman ini menjadi berlarut-larut," balas Diani."Aku akan membicarakannya
Alvin kembali berangkat bekerja dari rumah Bu Karina, sementara Bu Karina mengantar Diani dan Bagas ke rumah Alvin."Apa Kamu bisa menyuruh Heru mengantarkan berkas ke kantor?" Alvin menelpon ke rumah karena ada dokumen yang lupa Dia ambil di rumah."Berkas apa yang perlu di bawa Pak Heru Mas?" tanya Diani."Berkas yang ada di samping laptop meja kerjaku, Kamu ambil saja!""Baik Mas," balas Diani di telepon."Apa ada masalah?" tanya Bu Karina yang masih berada di rumah Alvin."Tidak ada Bu, berkas milik Mas Alvin tertinggal, Aku akan mengambil dan memberikannya ke Pak Heru agar mengantarnya.""Tidak perlu!" cegah Bu Karina."Sepertinya berkas ini sangat penting Bu.""Maksud Ibu tidak perlu menyampaikannya ke Pak Heru, Kamu saja yang mengantarnya! Aku akan mengantarmu ke perusahaan." balas Bu Karina.Diani menghela nafas, "Baiklah kalau Ibu memintanya."Bu Karina kemudian membawa Diani keluar kembali dari rumah Alvin. Tetapi, Dia menuju ke sebuah salon kecantikan langganannya."Bu, ken
Diani di ajak Bu Karina ke sebuah kafe di restoran yang terkenal mahal karena menu dan harganya. Hanya orang-orang kelas atas yang dapat memasukinya."Aku harus menghubungi temanku segera mungkin, Aku tidak mau hidup seperti ini, ini terlalu berlebihan," batin Diani."Kenapa? Apa Kamu tidak menyukai tempat ini?" tanya Bu Karina."Tempat ini sangat berlebihan buatku Bu, Aku suka makanan di pinggir-pinggir jalan.""Apanya yang berlebihan? Mau buat apa uang hasil kerja Papih dan Alvin kalau tidak untuk di gunakan, apa mau di tumpuk-tumpuk saja?"Diani menelan ludahnya, membatin "Memangnya siapa Aku? tidak ada hubungannya dengan Mas Alvin.""Aku akan berusaha mengganti semuanya suatu saat nanti," ucap Diani."Apa yang perlu Kamu ganti?" tanya Bu Karina heran."Uang yang telah Bu Karina dan Tuan Alvin gunakan untukku dan Bagas, Aku akan menggantinya.""Apa maksudmu? Tidak perlu ... apa Kamu masih tidak mengakui kalau Bagas adalah cucuku, hah?" tanya Bu Karina, "Haduh ... Aku benar-benar pus
Alvin dan Diani bermain berbagai macam permainan seperti komedi putar, bianglala, bumper car, dan lain sebagainya di tempat hiburan yang sangat luas itu.Karena ulah Bagas yang ingin ini dan itu, Alvin dan Diani tampak seperti sebuah keluarga yang bahagia."Bukan kekasih apanya? hampir saja Aku tertipu olehnya," gumam Bu Karina tidak jauh dari Diani dan Alvin.Bu Karina melihat Alvin dan Diani bermain-main seperti pasangan yang sedang berkencan. Dia memfoto kemesraan Alvin dan Diani untuk menunjukkannya kepada Pak Jaya."Apa Kamu mau menonton bioskop?" tanya Alvin.Sebelum ke tempat hiburan itu, Alvin sempat browsing bagaimana caranya berkencan. Salah satunya adalah menonton bioskop."Terserah Mas Alvin saja," balas Diani.Diani yang baru pertama kali ke tempat hiburan seperti itu, tampak sangat senang, Dia hanya menuruti ajakan Alvin meskipun beberapa hal merupakan keinginan Bagas. Dia sebenarnya tidak tahu akan perasaannya dengan Alvin. Kalau bukan karena status Mereka yang berbeda,
Keesokan harinya, Diani tidak kunjung bangun dari tidurnya, Dia menggigil, sakit."Apa Kamu sakit?" tanya Alvin, tetapi tidak mendapat jawaban apapun dari Diani yang terus menggigil."Halo, Frans ... Diani ... Diani menggigil," ucap Alvin seketika setelah Dia menelpon Frans."Bagaimana keadaannya?" tanya Frans."Aku melihat mukanya pucat dan Dia juga menggigil.""Apa Kamu hanya melihatnya?" gumam Frans."Apa Mereka tidur bersama? Bagaimana Alvin tahu Diani sakit padahal sekarang masih sangat pagi sekali?" pikir Frans."Jangan banyak omong, Kamu lebih baik cepat kesini!""Ya ... ya ... Aku akan ke situ.""Kenapa bisa begini? Apa Kamu kelelahan?" Alvin meletakkan telapak tangannya di kening Diani dan terasa panas.Diani mulai mencoba membuka mulutnya, " Tidak tahu Mas, badanku terasa lemas dan dingin.""Kamu lebih baik diam!"Alvin menggendong Diani menuju ke kasurnya. Meskipun sakit, Diani menelan ludah melihat leher jenjang Alvin.Alvin menyelimuti Diani, kemudian mengambil air hangat
Setelah beberapa hari Diani siuman, Alvin mendapat telepon dari Suseno, mantan suami Diani."Dengan Alvin Sanjaya Hadiningrat?" tanya Suseno di ujung telepon."Benar, Siapa Kamu? dari mana Kamu mendapatkan nomorku?" tanya Alvin heran."Aku Suseno, mantan suami Diani."Alvin mengerutkan keningnya, "Ada keperluan apa meneleponku?""Bisakah Aku bertemu denganmu?""Maaf, Aku tidak ada waktu. Aku juga tidak bertemu dengan orang yang tidak ada janji denganku, Kamu bisa memberitahu Sekertarisku jika ingin bertemu denganku." jawab Alvin."Sialan... Aku bahkan kesusahan dan mengeluarkan banyak uang hanya untuk mendapatkan nomor teleponnya, bagaimana Aku tahu cara untuk menemui sekertarisnya," batin Suseno."Apa itu harus?" tanya Suseno."Tentu tidak harus, Sekertarisku juga sangat sibuk. Hanya orang penting yang mau Dia temui yang Dia rasa pantas untuk membuat janji denganku.""Tuan Alvin, Kamu tidak per .... "tuttuttutAlvin mematikan telepon sebelum Suseno menyelesaikan kata-katanya."Baj