Share

Bab 3

Penulis: Russel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Kendra membelalakkan matanya dengan kaget. Perawat di sampingnya juga memelotot dengan tak percaya. Mana mungkin? Kenapa bisa tiba-tiba hidup kembali?

"Papa ... Apa itu kamu? Jangan pergi, Papa!" Tiba-tiba Shafa membuka matanya perlahan-lahan. Sebelumnya, Shafa merasa gelisah saat melihat Afkar pergi untuk mengumpulkan uang. Dia hanya ingin ditemani ayahnya untuk terakhir kalinya.

"Shafa, kamu benar-benar sudah sadar! Papa di sini. Papa selalu temani Shafa, nggak akan ke mana-mana lagi!" Air mata berderai membasahi wajah Afkar. Aliran panas itu kembali mengalir deras ke tubuh Shafa.

Akhirnya Shafa sadar! Ternyata aliran panas ini benar-benar berefek! Shafa benar-benar hidup kembali.

Afkar begitu bersemangat hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Kegembiraan yang mendadak ini membuat pria sejati sepertinya tak kuasa menahan tangisan.

Dia menggenggam tangan Shafa dengan erat, seakan-akan seluruh dunia telah berada dalam genggamannya. Dia takut jika dia melepaskannya, semuanya akan berubah menjadi ilusi.

Kecuali jika mengalaminya sendiri, tidak ada yang bisa memahami betapa luar biasanya kebahagiaan dari mendapatkan kembali apa yang telah hilang dan rasa takut bahwa akan kehilangan lagi.

"Tangan Papa hangat sekali, sungguh nyaman. Papa, kenapa Papa nangis? Jangan nangis, ya? Shafa nggak mau Papa nangis."

Wajah kecil Shafa yang tadinya pucat, kini mulai bersemu merah. Dia mengulurkan tangan kecilnya yang lain dan mengusap wajah Afkar.

"Ya, Papa nggak nangis. Papa bahagia sekali! Hahaha ... Shafa baik-baik saja! Shafa hidup lagi!"

Merasakan tangan kecil itu mengusap wajahnya dengan canggung, Afkar merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia tertawa sambil menangis seperti orang yang telah kehilangan kendali.

"Papa, Shafa mau pulang." Gadis kecil itu tidak tahu apa yang terjadi. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah agar ayahnya tidak perlu menghabiskan uang lagi untuknya.

"Ya, Papa akan bawa kamu pulang." Afkar ragu-ragu sejenak, kemudian mengangguk. Setelah itu, dia mencabut semua selang yang terpasang di tubuh Shafa, lalu mengangkatnya dan bersiap untuk pergi.

"Tunggu! Kamu belum lunasi utang biaya rumah sakit, kalian belum boleh pulang!" ujar Kendra menghalangi di depan Afkar.

"Berapa?" tanya Afkar.

"Totalnya 617 juta!" ucap Kendra sambil menyerahkan sebuah lembar tagihan.

"Apa? Mana mungkin semahal itu?" tanya Afkar dengan wajah muram sambil menerima lembar tagihannya.

"Omong kosong, kamu kira ruang ICU ini gratis? Obat khusus nggak perlu bayar?" sindir Kendra dengan sinis.

"Kenapa masih ada tagihan obat khusus yang tertera di tanggal hari ini? Bukannya kalian sudah berhentikan obatnya karena aku belum bayar tagihan?" kata Afkar dengan kesal setelah melihat rincian tagihan itu.

"Oh, tadi aku salah! Obat putrimu belum dihentikan hari ini! Cepat bayar. Kalau bukan karena aku gunakan obatnya, apa mungkin putrimu masih bisa hidup kembali?" ujar Kendra sambil mengerjapkan matanya tanpa rasa bersalah.

"Lalu, apa itu injeksi progesteron? Dasar dokter licik, kamu mencoba menipuku karena kamu pikir aku nggak paham ya?" Afkar mencengkeram kerah baju Kendra dengan marah. Ingin sekali rasanya dia membunuh bajingan ini.

Injeksi progesteron biasanya digunakan untuk menjaga kandungan wanita hamil atau untuk mengobati gangguan menstruasi. Shafa baru berusia lima tahun, mana mungkin dia membutuhkan obat seperti itu?

Dokter berhati keji ini bukan hanya mengabaikan nyawa manusia, tetapi juga meresepkan obat sembarangan dan membebankan biaya pengobatan yang sangat mahal kepada pasien. Dokter ini benar-benar ingin mendesak orang hingga putus asa.

"Lepaskan aku! Apa maumu? Kusarankan sebaiknya kamu lunasi biayanya atau kamu mau bermain kasar? Kamu nggak tahu betapa besarnya pengaruhku di Kota Nubes?"

Setelah kejahatannya terbongkar, Kendra tetap tidak panik. Dia masih bisa bersikap angkuh memperingatkan Afkar dengan nada yang mengancam.

"Huh, aku justru penasaran seberapa hebatnya kamu sampai bisa berbuat semena-mena?" Pada saat ini, terdengar sebuah suara yang dingin dari luar.

Felicia berjalan masuk ke ruangan itu. Wajahnya yang cantik terkesan semakin dingin karena merasa kesal. Tadinya dia tidak ingin masuk karena tidak ingin terlibat dengan perpisahan antara Afkar dan putrinya. Namun sekarang, dia benar-benar tidak tahan melihat semua ini.

"Hm? Siapa dia? Istrimu?" tanya Kendra sambil melirik sekilas. Dilihat dari reaksinya yang jengkel, Kendra mengira Felicia adalah istri Afkar.

Sejak Shafa dirawat di ICU sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang pernah melihat ibu Shafa. Tak disangka, ternyata ibunya secantik ini?

"Temanku," jawab Afkar setelah ragu-ragu sejenak.

"Teman? Huh, aku nggak peduli sama hubungan kalian. Pokoknya cepat lunasi biayanya. Kalau nggak, nggak usah berharap bisa keluar dari sini. Kalau berani buat masalah di rumah sakit, aku akan lapor polisi untuk tangkap kalian!" ancam Kendra.

"Hebat sekali kamu ya? Aku mau tanya sama direktur rumah sakit kalian, kenapa bisa ada pecundang sepertimu di rumah sakit ini?" ujar Felicia dengan ketus sambil mengeluarkan ponselnya.

Mendengar hal ini, Kendra tetap tidak acuh. "Kenapa? Kamu mau telepon direktur rumah sakit?"

Meski aura Felicia sangat berwibawa dan penampilannya tidak terlihat seperti orang biasa, Kendra tetap saja tidak peduli. Memangnya bisa sehebat apa orang yang berteman dengan orang miskin seperti Afkar ini?

Jika Afkar benar-benar memiliki teman yang mengenal direktur rumah sakit, tidak mungkin dia sampai harus menjual ginjal sebelumnya.

Tanpa basa-basi, Felicia langsung menelepon sebuah nomor. "Pak Randa? Ini Felicia. Aku lagi di ICU anak-anak kamar nomor 3. Kamu bisa ke sini sebentar?"

"Wah, seperti benaran saja. Memangnya kamu punya nomor telepon Pak Randa? Teleponnya bisa tersambung?" ejek Kendra.

Felicia mendengus dingin. Dia tidak ingin berdebat dengan Kendra dan hanya berdiri diam di tempatnya. Tak lama kemudian, pintu kamar pasien terbuka. Seorang pria paruh baya yang agak gemuk berjalan masuk ke ruangan itu.

"Pak ... Randa?" Melihat pria itu, ekspresi Kendra berubah drastis. Dia tidak menyangka Randa benar-benar akan datang hanya dengan sebuah telepon dari teman Afkar.

"Bu Felicia, kenapa kamu bisa di sini? Ini ...," tanya Rana dengan segan setelah melihat Felicia.

Melihat sikap Randa, hati Kendra langsung mencelos. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhnya. Dia tidak menyangka Felicia benar-benar mengenal Randa. Selain itu, perlakuan Randa terhadap Felicia membuatnya merasakan firasat buruk.

"Kamu ceritakan sendiri apa yang terjadi pada Pak Randa. Aku yakin dia akan memberimu keadilan!" ujar Felicia memberi isyarat pada Afkar.

Mengetahui apa yang akan dikatakan Afkar, Kendra langsung memohon padanya. Afkar menyerahkan lembar tagihan itu kepada Randa tanpa menoleh ke arah Kendra sama sekali.

"Ini adalah rincian tagihan yang diberikan Pak Kendra padaku, mohon Pak Randa periksa. Jarak dari sejak aku menunggak pembayaran sampai sekarang masih kurang dari dua hari. Tapi tagihannya sudah menumpuk sampai 600-an juta."

"Putriku baru berusia 4 tahun, diagnosis penyakitnya adalah leukimia mielositik. Tapi, tagihannya malah tertera injeksi progesteron dan obat hipertensi, yang kurang cuma obat kontrasepsi. Selain itu, jumlah penggunaan obatnya dalam 24 jam mencapai 10 kilogram? Gajah sekalipun bakal mati kalau pakai obat sebanyak itu, 'kan?"

Wajah Randa langsung menjadi kecut. Setelah mendengar penuturan Afkar, dia langsung menampar Kendra.

"Kendra, lihat perbuatanmu ini! Dasar sampah masyarakat! Kamu ini benar-benar mencoreng nama baik rumah sakit! Mulai sekarang, kamu dipecat!"

Mendengar hal itu, Kendra terperangah. Dia buru-buru memohon, "Pak Randa, jangan! Aku memang keliru, tapi aku jamin nggak akan mengulanginya lagi! Kumohon beri aku kesempatan sekali lagi!"

"Keliru? Ini namanya keliru? Ini jelas-jelas penipuan dan mengabaikan nyawa manusia!" bentak Randa.

Pada saat ini, Felicia melengos dengan kesal. "Cuma pecat saja? Menurutku, seharusnya diserahkan sama pihak berwajib untuk diselidiki. Kalau Pak Randa nggak bisa, aku bisa perintahkan tim legal perusahaanku untuk mengatasi kasus ini!"

"Ya! Bu Felicia memang benar. Parasit seperti ini memang harus diselidiki! Tenang saja, aku jamin akan tindak tegas kasus ini! Aku telepon ke pihak berwajib sekarang juga!" timpal Randa setelah mendengar ucapan Felicia.

Awalnya dia masih ingin melindungi Kendra, tetapi niatnya langsung pupus begitu mendengar ucapan Felicia. Dia tidak sanggup menyinggung Keluarga Safira. Jika Felicia benar-benar ingin menghukum Kendra, Randa tidak akan sanggup melindunginya.

Bruk!

Kendra terduduk di lantai dengan lemas. Dia menangis sambil memohon, "Pak Randa, jangan! Bu Felicia, aku memang salah. Aku nggak berani ulangi lagi!"

"Pak Afkar! Pak Afkar, kumohon kasihanilah aku. Aku nggak berani ulangi lagi! Kumohon ampuni aku!" ucap Kendra sambil merangkak ke kaki Afkar dan memohon sambil menangis tersedu-sedu.

Kendra tahu bahwa dia pasti akan dipenjara hingga belasan tahun jika semua perbuatan jahatnya terbongkar. Masa depannya akan hancur!

Afkar mendengus dingin, lalu menendang Kendra. "Kasihan sama kamu? Apa kamu pernah kasihan sama pasien dan keluarga yang kamu celakakan itu? Kamu sudah terlalu jahat. Sekarang balasanmu sudah tiba! Rasakan itu!"

Bab terkait

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 4

    "Aku benar-benar harus berterima kasih padamu!" ujar Afkar dengan serius setelah berada di luar kamar pasien."Nggak masalah, sekarang kamu sudah milikku," balas Felicia dengan datar."Hm ...." Ekspresi Afkar terlihat agak aneh. Kecantikan Felicia bisa dibilang sangat luar biasa. Mendengar wanita secantik dan sekaya Felicia mengklaim dirinya, Afkar merasa sangat ... aneh.Detik berikutnya, Felicia sepertinya menyadari bahwa ucapannya ini sangat ambigu. Oleh karena itu, dia langsung mengalihkan pembicaraan, "Oh ya, kamu bisa ilmu kedokteran? Putrimu menderita leukimia?"Sebelumnya, Felicia mendengar dengan jelas dari luar ruangan bahwa putri Afkar sepertinya sudah kehilangan tanda-tanda kehidupan. Namun, tiba-tiba saja dia bisa diselamatkan dan sekarang kondisinya terlihat sangat baik! Ini benar-benar sesuatu yang luar biasaFelicia tiba-tiba mendapat ide."Sedikit," jawab Afkar dengan ragu-ragu sebelum mengangguk."Kalau begitu, urus dulu putrimu, lalu ikut aku. Aku butuh bantuanmu unt

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 5

    "Omong kosong! Nyawamu yang dalam bahaya!" bentak Sutopo yang marah besar.Dokter yang berada di sampingnya juga berkata sambil tersenyum dingin, "Rumah sakit kami merawat Tuan Lowel dengan baik. Penyakit yang dideritanya adalah leukemia mielositik kronis. Saat ini masih dalam fase kronis, mana mungkin tiba-tiba bisa dalam bahaya?""Nak, kamu datang untuk cari masalah ya?" lanjut dokter itu."Aku nggak bilang bahayanya karena penyakit leukimia. Anak ini keracunan!" jelas Afkar. Pada saat ini, Afkar menggunakan Jurus Mata Naga sehingga bisa melihat tubuh Lowel dengan jelas. Terlihat racun berwarna kehitaman yang menyebar di seluruh tubuhnya.Tidak lama lagi, racun itu akan menyerang ke hatinya!"Nak, apa maksudmu? Memangnya rumah sakit kami ini akan meracuni pasien?" bentak dokter itu dengan semakin emosi sambil menunjuk Afkar."Bukan itu maksudku! Ada beberapa jenis makanan yang nggak boleh dikonsumsi secara bersamaan. Makanan itu sendiri memang nggak beracun, tapi kalau digabungkan de

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 6

    Tit! Tit! Tit!Sepuluh menit kemudian, suara mesin yang terpasang di tubuh Lowel mulai stabil. Darah yang dikeluarkan dari jempol kaki kanan Lowel terlihat berwarna kebiruan. Setelah meminum darah ayam, kondisi Lowel juga mendadak mulai normal."Syukurlah!" Sutopo menangis saking terharunya.Dokter menyeka keringat dingin di tubuhnya dan menghela napas panjang. Tekanan yang dialaminya tadi benar-benar luar biasa! Jika sampai terjadi sesuatu pada putra Sutopo, rumah sakit mereka akan langsung gulung tikar dan nasibnya juga akan celaka!"Dokter, sepertinya Lowel memang keracunan?" tanya Felicia.Sutopo memelototi dokter itu dengan marah, "Kantin rumah sakit kalian meracuni pasien?""Nggak! Mana mungkin? Mana mungkin kami meracuni pasien?"Wajah dokter tampak pucat pasi. Sedetik kemudian, sudut matanya melirik ke sebuah termos yang terletak di samping meja. Di dalamnya ternyata adalah sup ular yang tersisa!"Dari mana sup ular ini?" tanya dokter tiba-tiba dengan kaget."Ini masakan istrik

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 7

    Dalam waktu kurang dari setengah jam, Afkar telah tiba di pasar pagi bagian barat kota. Di pinggir jalan dekat pintu masuk pasar, ada sebuah warung yang menjual roti goreng. Afkar sengaja datang ke tempat ini karena dia tahu bahwa warung ini menggunakan minyak berkualitas bagus."Bos, beri aku satu ... eh, dua. Nggak, lima kilogram roti goreng, deh .... Sama dua mangkuk kembang tahu, dibawa pulang!" ujar Afkar kepada bos warung.Bos warung itu menatap Afkar dengan aneh. "Nak, kamu bukan mau mengacau, 'kan?"Afkar menggeleng dengan tak berdaya. "Kalau nggak, aku bayar duluan!"Energi naga yang terus-menerus mengalir dari ginjal kirinya memperkuat tubuh Afkar dan membuatnya perutnya terasa seperti lubang tanpa dasar yang membutuhkan banyak nutrisi.Dia bahkan lebih lapar daripada Shafa sekarang! Afkar bahkan merasa dirinya seolah-olah bisa menghabiskan seekor sapi sendirian!Mendengar bahwa Afkar ingin membayar lebih dulu, penjual itu pun akhirnya merasa tenang. Dia menunjuk ke tumpukan

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 8

    Farel segera berlutut dan menyelipkan beberapa pil darurat untuk penyakit jantung ke mulut kakeknya. Namun, kondisi kakeknya tidak membaik sedikit pun. Malah, ekspresi wajahnya semakin menunjukkan rasa sakit yang mendalam. Dalam sekejap, wajahnya menjadi pucat pasi!"Kakek! Kakek!" teriak Farel dengan panik.Jika terjadi sesuatu pada kakeknya, bagaimana dia bisa menjelaskannya saat pulang nanti? Keluarga Subroto tidak akan mampu menanggung kabar buruk itu. Seisi Kota Nubes juga mungkin akan gempar!Sementara itu, Barra buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menelepon 118. Di sekitar mereka, para pejalan kaki dan pengunjung warung mulai berbisik-bisik membicarakan situasi tersebut."Ada apa ini?""Sepertinya ada yang kena serangan jantung!""Jangan-jangan, roti goreng di warung ini bermasalah?"Dalam kepanikannya, Farel mencoba memijat titik di antara hidung dan bibir kakeknya. Namun saat tangannya menyentuh filtrum kakeknya, ekspresinya berubah drastis. Ternyata, pernapasan kakeknya suda

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 9

    Freya berdandan dengan sangat mencolok dan seksi. Pinggulnya yang ramping bergoyang dengan gemulai saat dia berjalan, membuatnya terlihat menawan. Harus diakui, wanita ini memang memesona!Dulunya, Afkar lumayan kaya. Selama bertahun-tahun, Freya menghabiskan uang Afkar untuk merawat dirinya sendiri dan membuat dirinya tampak sangat muda dan segar. Dari penampilannya, sama sekali tidak terlihat bahwa dia pernah melahirkan anak!Menatap mantan istrinya yang sedang dipeluk oleh orang lain, hati Afkar terasa perih."Aku bukan datang untuk minjam uang darimu! Aku sudah dapat uang untuk mengobati penyakit Shafa!" pungkas Afkar dengan nada dingin."Kalau bukan untuk minjam uang, lalu kenapa kamu mengikutiku? Jangan-jangan kamu masih berharap padaku? Kusarankan sebaiknya kamu nggak usah mimpi!" Freya mengangkat alis sembari menatap Afkar dengan sinis."Dasar miskin, kamu masih berani berharap sama Freya? Coba becermin saja dulu! Freya nggak mungkin akan balikan sama kamu. Menyerahlah. Haha ..

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 10

    Afkar akhirnya mengerti mengapa Felicia mencarinya lagi. Dia mau menebus kesalahannya karena insiden kemarin? Kelihatannya, anak Sutopo memang benar-benar keracunan kemarin! Dengan demikian, Felicia merasa sangat tidak rasional dan malu karena mengusir Afkar.Menghadapi pertanyaan Felicia yang mendesaknya, Afkar hanya tersenyum hambar. Kedua matanya menatap Felicia dan berkata, "Sepertinya anak Pak Sutopo memang keracunan kemarin? Kalau tebakanku nggak salah, anaknya nggak mati dan kamu merasa sangat berterima kasih padaku sekarang. Benar begitu?""Karena itu, kerja samamu dengannya kemungkinan besar akan berhasil. Dengan kata lain, aku sudah membantumu kemarin, tapi kamu malah mengusirku, 'kan? Jadi, hari ini kebenarannya sudah terungkap. Kalau aku menamparmu sekali, bukankah itu seharusnya dan wajar?"Meskipun nada bicara Afkar terdengar tenang, setiap kata yang dia ucapkan penuh dengan logika dan alasan yang kuat.Setelah kata-kata itu dilontarkan, Felicia sontak tertegun. Matanya y

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 11

    Selanjutnya, Barra mulai menceritakan semua kejadian yang terjadi pagi ini. Barra adalah seorang ahli bela diri, sehingga dia cukup memahami titik meridian di tubuh manusia. Jadi, dia bisa memberitahukan dengan jelas titik meridian mana saja yang ditekan oleh Afkar saat itu.Setelah mendengarnya, wajah Dokter Bian sontak terperangah. "Hebat! Luar biasa .... Entah dari keluarga kedokteran mana orang ini berasal. Tapi, luar biasa sekali dia bisa memicu detak jantung Pak Bayu dengan cara seperti ini.""Pantas saja kondisi Pak Bayu malah membaik setelah penyakitnya kambuh. Kalau bisa dipijat beberapa kali lagi, mungkin Pak Bayu masih bisa hidup 10-20 tahun lagi!" puji Dokter Bian.Mendengar hal ini, semua orang di tempat itu langsung terkejut."Dokter Bian, tadi Barra sudah beri tahu kamu bagaimana anak muda itu melakukannya. Kalau begitu, bukankah sama saja kalau kamu lakukan sesuai caranya?" tanya istri Bayu, Tara."Ya, benar! Dokter Bian, lakukan sesuai cara anak muda itu saja," timpal

Bab terbaru

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 148

    "Pak Dennis, bukan begitu. Jangan salah paham. Aku nggak bersekongkol dengan siapa pun untuk menipumu. Aku ... aku hanya salah nilai! Tapi, aku benar-benar nggak bermaksud menipumu!" jelas Teddy dengan gugup.Sementara itu, Yuvan masih terduduk di tanah sambil memandangi batu-batu tidak berharga di sana. Dia bergumam dengan linglung, "Nggak mungkin, nggak mungkin ...."Saat ini, Felicia tersenyum mengejek dan berkata, "Viola, ternyata pacarmu tukang tipu. Untung saja ada Afkar yang membongkar triknya. Seorang wanita harus pintar-pintar cari pacar yang bisa diandalkan. Jangan sampai kamu diperdaya."Kata-kata yang diucapkan dengan ringan oleh presdir cantik ini membuat Viola kesal setengah mati."Ka ... kamu!" Viola sangat marah hingga tidak bisa berkata-kata. Pacar yang tadi dibangga-banggakannya kini terlihat begitu menyedihkan."Nggak bermaksud menipuku? Kalau hanya ada satu atau dua batu gagal, itu mungkin kebetulan. Tapi, kalau semuanya batu gagal begini, mana mungkin itu kebetulan

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 147

    Yuvan memandang Afkar dan berkata, "Teruskan taruhannya! Aku bertaruh 20 miliar! Potong batu ini. Aku nggak percaya semua batu-batuku gagal!"Yuvan memilih sebongkah batu mentah seukuran kepala manusia dengan sentuhan warna hijau di permukaannya."Oke! Kita teruskan," sahut Afkar yang sudah menerima uang Teddy sambil mengangguk dan tersenyum. Tidak ada alasan untuk menolak uang gratis!Beberapa menit kemudian, semua orang memandang batu mentah yang sudah terbelah menjadi beberapa bagian dengan beragam ekspresi. Wajah Yuvan memucat, Teddy terlihat tidak percaya, dan Viola memasang raut masam.Izora dan Naufal saling memandang, terlihat sama-sama terkejut. Mungkinkah ucapan Afkar benar? Semua batu mentah ini hanyalah sampah?"Papa ternyata bukan buaya, tapi orang hebat yang punya mata tajam! Hahaha!" ucap Shafa sambil tertawa manis dan bertepuk tangan.Afkar tersenyum masam, lalu mencubit hidung mungil putrinya dan berucap lembut, "Sejak awal Papa memang bukan buaya.""Tolong potong semu

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 146

    Saat mendengar pertanyaan Dennis, Teddy sontak berkeringat dingin. Dia hanya bisa menjawab dengan ekspresi muram, "Kebetulan, ini hanya kebetulan! Batu-batu mentah ini jelas-jelas berkualitas tinggi!""Ya, pasti hanya kebetulan. Lagi pula, hanya satu yang bermasalah. Batu mentah memang sulit diprediksi. Paman Dennis, sisanya pasti nggak ada masalah!" timpal Yuvan buru-buru. Dia juga merasakan kilat curiga dari tatapan Dennis padanya tadi."Jangan banyak bacot. Master Teddy, tolong bayar dulu uangnya. Dua puluh miliar untuk sebongkah batu nggak berharga. Kamu royal juga," cibir Naufal.Sekarang Naufal memihak pada Afkar. Dia sudah menahan kesal dari tadi karena orang-orang ini terus mengejek dan meremehkan Afkar."Iya, cepat bayar! Master apanya? Lihat saja batu nggak berharga ini! Yuvan, apa kamu mau menipu ayahku?" tanya Izora sambil cemberut."Jangan asal ngomong! Ini hanya kebetulan! Lagi pula, akulah yang harus dibayar di sini. Kenapa kalian harus begitu terburu-buru?" balas Yuvan

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 145

    Pada saat ini, Dennis meminta seseorang untuk menempatkan batu mentah tersebut ke mesin pemotong. Batu itu sudah siap untuk dibelah.Afkar berulang kali mengatakan bahwa seluruh batu dalam tumpukan itu hanyalah sampah. Dennis ingin sekali memberinya pelajaran. Lagi pula, dia hanya menyediakan orang dan alat tanpa harus membayar apa pun."Mau dipotong seperti apa?" tanya si tukang potong batu pada Afkar dan Teddy."Mulai dari garis ini, lalu diampelas perlahan-lahan!" ujar Teddy sambil menggambar garis dengan kapur.Sementara itu, Afkar mengerucutkan bibirnya dan berucap dengan tidak sabar, "Aku rasa langsung potong dari tengah saja biar nggak buang waktu!"Mendengar ucapan itu, Viola langsung menyemprot, "Afkar, kamu tahu bakal kalah jadi mau menghancurkan batunya ya? Kamu nggak rela Master Teddy diuntungkan, 'kan?"Teddy menimpali dengan dingin, "Hei, jangan main licik!"Dennis juga mengerutkan keningnya. Tatapannya pada Afkar jadi makin tidak suka. Dia merasa pemuda ini terlalu beris

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 144

    Mendengar Afkar menerima tantangan itu dengan santai, Teddy terdiam sesaat sebelum mengejek, "Kelihatannya kamu benaran nggak tahu apa-apa. Jangan memaksakan diri.""Kalau kamu minta maaf sekarang dan mengakui bahwa kamu bicara sembarangan, aku nggak akan mempermalukanmu," tambah Teddy."Dasar bodoh! Batu ini jelas-jelas akan menghasilkan giok hijau. Nggak tahu apa-apa, tapi beraninya kamu menantang Master Teddy!" ejek Viola dengan sinis."Julukan Mata Dewa Master Teddy bukan tanpa alasan. Bahkan tanpa dia, orang yang paham sedikit soal giok pasti tahu bahwa batu ini nggak akan mengecewakan. Ketidaktahuan memang menakutkan. Haha ...," timpal Yuvan sambil tersenyum dan menggeleng.Afkar menatap mereka dengan tenang, lalu berujar, "Pengetahuan umum bukanlah kebenaran mutlak. Bukan cuma batu ini, aku berani bertaruh bahwa setiap batu dalam tumpukan ini kosong!"Mata Felicia berkedip menatap Afkar. Menurutnya batu itu jelas akan menghasilkan giok hijau, tetapi karena Afkar begitu yakin, di

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 143

    Dennis tidak peduli dengan perselisihan yang terjadi antara orang-orang di sekitarnya. Fokusnya hanya pada kualitas batu mentah yang baru tiba."Nggak ada masalah. Semua batu ini adalah bahan unggulan dengan peluang tinggi untuk menghasilkan giok hijau. Pak Dennis bisa membeli ini dengan tenang," ucap Teddy dengan penuh keyakinan sambil mengangguk.Mendengar hal ini, wajah Dennis menunjukkan secercah senyuman. Dia pun mengangguk setuju. Namun pada saat yang sama, Afkar tiba-tiba berbicara dan mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan semua orang di sana."Aku rasa, sebaiknya Pak Dennis jangan beli batu-batu ini. Semua batu mentah di sini cuma sampah!" Ucapan Afkar membuat semua orang tertegun. Mereka menatapnya dengan ekspresi kaget.Yuvan langsung memaki, "Omong kosong!""Afkar, kamu pasti iri karena Yuvan lebih unggul darimu sehingga sengaja cari masalah, 'kan? Dengan matamu itu, kamu pikir bisa menilai kualitas batu giok?" ejek Viola dengan dingin.Teddy mendengus, lalu berbicara den

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 142

    Melihat kehadiran Viola, raut wajah Felicia langsung berubah masam. Dia memalingkan wajah karena enggan menanggapi sepupunya itu.Afkar hanya memperhatikan batu-batu mentah yang ada di sekeliling. Dia tidak tertarik untuk berdebat dengan seorang wanita.Di sisi lain, Izora dan Naufal mengernyit. Kemudian, Naufal bertanya kepada Afkar, "Kak Afkar, siapa dia?""Cuma sepupu iparku. Biarkan saja," jawab Afkar sambil melambaikan tangan."Cuih! Siapa juga yang mau jadi sepupu iparmu? Dasar nggak tahu malu! Kamu kira, kamu sudah jadi menantu Keluarga Safira ya?" tanya Viola sambil menatapnya dengan sinis.Pemuda yang sedang berdiri di samping Dennis mengangkat alis. Dia memandang Felicia dengan tatapan takjub sebelum menoleh kepada Afkar dengan pandangan meremehkan. Kemudian, dia bertanya pada Viola, "Jadi, dia menantu pecundang Keluarga Safira?""Eh, jaga bicaramu! Jangan bicara sembarangan tentang Pak Afkar!" tegur Izora dengan ekspresi kesal.Shafa menggenggam tangan Afkar, lalu berbicara

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 141

    "Aku akan habiskan!" Usai berkata demikian, Naufal mengangkat gelasnya dan bersulang dengan Afkar. Dia mengernyit dan meminum semuanya dalam satu tegukan.Begitu selesai minum, wajahnya langsung memerah dan jelas sekali menahan rasa sakit. Tenggorokannya terasa seperti diiris-iris. Itu luar biasa pedih.Melihat Naufal menderita, mata Izora mulai berkaca-kaca. Dia bertanya, "Naufal, kamu baik-baik saja?"Afkar juga menenggak minuman dalam gelasnya, lalu mengulurkan tangan ke arah Naufal. Meski wajah Naufal berkerut untuk menahan sakit, dia tetap meraih tangan Afkar dan berjabat tangan dengannya."Pak Naufal, mohon bantuanmu ke depannya," ucap Afkar sambil tersenyum lebar.Naufal berusaha tersenyum, tetapi tiba-tiba dia terkejut. Dia merasakan aliran energi hangat mengalir masuk dari tangan Afkar melalui titik akupunktur di punggung tangannya.Kemudian, energi itu perlahan memperbaiki luka bakar yang dirasakannya. Rasa perih yang tadinya menyakitkan di tenggorokannya, kini terasa hangat

  • Bangkitnya Naga di dalam Tubuhku   Bab 140

    Afkar merasa curiga dengan kedua orang ini karena pernah terlibat dalam masalah dengan mereka sebelumnya. Itu sebabnya, dia tidak berharap banyak dari mereka.Felicia juga menatap keduanya, lalu bertanya, "Nona Izora, ada perlu apa?"Berhubung masih di wilayah Kota Nubes, Felicia mengenali Izora meskipun mereka bukan teman dekat. Dia adalah putri pemilik Gunawan Jewelry."Kak Felicia, sebenarnya nggak ada masalah besar. Kami cuma mau traktir Pak Afkar makan. Pak Afkar, apa kamu punya waktu?" tanya Izora sambil tersenyum.Afkar menatap mereka dengan ekspresi sedikit aneh, lalu bertanya, "Mau traktir aku makan?"Naufal mengangguk sambil menjawab dengan suara serak, "Ya. Pak Afkar, aku mengundangmu dengan tulus. Tolong kasih aku kesempatan."Dua puluh menit kemudian, mereka sudah berada di sebuah restoran yang menyajikan hidangan khas daerah. Naufal menuangkan segelas minuman untuk Afkar, lalu berucap, "Pak Afkar, aku benar-benar senang melihatmu kembali dengan selamat!"Mendengar itu, A

DMCA.com Protection Status