"Mas, lebaran nanti kita beli baju couple sama Alina juga, ya," rengek Marwah istriku dan ini bukan kali pertama dirinya merengek hanya untuk sebuah baju baru di hari lebaran. Tepatnya ini adalah tahun ketiga kami menikah dan juga kali ketiganya dirinya merengek menginginkan baju lebaran.
Aneh memang istriku ini. Dirinya sudah dewasa sudah menjadi seorang ibu juga. Tapi kelakuannya masih saja mirip anak kecil."Puasa saja belum, ini kamu malah susah siap-siap minta baju baru. Pakai acara couple-an atau apa itu seragaman? Sudah mirip anak panti saja," gerutu pada istri.Apakah aku mengiyakan keinginannya? Tentu saja tidak. Toh untuk lebaran tidak di wajibkan untuk memakai baju baru. Baju yang masih ada dan masih bagus juga banyak dan masih bisa dipakai. Buang-buang uang suami saja bisanya. Itu kalau istri gak tau suami cari uang itu susah.Setelah mendapatkan jawaban dari ku tadi. Sudah tak terdengar lagi suaranya. Muka yang sebelumnya nampak sumringah kini telah berubah bagai jemuran yang habis diperas airnya. Lecek karena ditekuk-tekuk. Merajuk? Sudah biasa toh nanti juga akan luluh lagi. Emang dia gak butuh lagi sama suaminya.Lebaran memang kebutuhan akan semakin bertambah. Aku sebagai suami yang bekerja sebagai karyawan sebuah pabrik harus pandai-pandai mengatur uang.Selain untuk kebutuhan bulanan di rumah. Aku juga mempunyai tanggungan uang kos yang harus aku bayar setiap bulannya. Aku tinggal terpisah dari keluarga. Aku bekerja di luar kota yang letaknya cukup jauh. Tiga setengah hingga empat jam perjalanan waktu yang harus aku tempuh. Untuk menyingkat jarak dan juga tenaga akhirnya aku putuskan untuk indekost. Dari tempat ku bekerja dengan tempat tinggal sementara hanya memakan waktu kurang lebih sepuluh menit.Marwah sengaja aku tinggalkan di rumah ibuku. Meski awalnya dirinya sempat menolak dengan alasan aku dan dia bisa tinggal di rumah orang tuanya yang jaraknya lebih dekat ke tempat aku bekerja. Dia juga beralasan ada adik laki-laki ku yang menurut pendapat dia ipar adalah maut. Dikiranya adikku itu pembunuh apa sampai tega-teganya mengatakan jika ipar adalah maut.Drama ini selalu saja terjadi. Entah kenapa istriku ini senang sekali menciptakan masalah untuk suaminya.Aku libur kerja dan pulang tujuanku agar bisa berkumpul dengan keluarga. Melepaskan penat selama lima hari bekerja. Padahal aku pulang satu Minggu dua hari. Yaitu hari Sabtu dan Minggu. Dan hari ini adalah kepulangan ku setelah dua Minggu kami terpisah ruang karena aku mendapatkan jatah lembur hari Sabtu dan Minggu. Lumayan untuk tambahan kebutuhan hari raya..Aku di kota tempat aku mengais rezeki tinggal satu atap dengan kakak kandungku. Meski demikian aku tetap dikenakan biaya tinggal di rumahnya. Dengan istilah nge-kos. Tidak hanya biaya bulanan yang dikenakan sebesar tiga ratus ribu. Tetapi juga biaya makan yang sebesar dua ratus ribu yang harus aku keluarkan. Meskipun aku jarang makan karena tidak sesuai dengan selera. Biaya tersebut tidak dapat di tangguhkan. Aku juga mengeluarkan uang lebih untuk ketiga keponakan ku yang tidak lain adalah anak-anak dari kakakku.Dari seluruh total gajiku yang sebesar tiga juta. Satu setengah juta untuk aku berikan pada ibuku, wanita yang telah melahirkan dan juga merawat ku sedari dalam kandungan hingga sampai aku bisa menjadi seperti ini. Berkat perjuangannya pula aku bisa mengenyam pendidikan hingga bisa meraih gelar sarjana. Lima ratus ribu aku sisihkan untuk biasa kos dan juga makan. Untuk istri dan anakku cukup Dua ratus ribu untuk kebutuhan susu anak kami toh makan mereka juga ditanggung oleh ibuku dan sisanya untuk pegangan ku. Untuk keperluan yang tidak terduga. Biasanya untuk keperluan ketiga keponakan ku seperti yang jajan dan lainnya. Selama aku tinggal bersama dengan kakakku. Akulah yang biasa memenuhi kebutuhan mereka seperti uang jajan, sepatu baru, baju baru, tas baru, termasuk juga baju ketika hari lebaran. Tidak hanya tiga keponakan ku. Kakak perempuan ku juga tiap kali lebaran selaku minta jatah bahkan sebelum adiknya ini menikah. Sebenarnya kakakku dan juga suaminya adalah sama-sama bekerja dan di rumah mereka juga memiliki seorang asisten rumah tangga. Aku yang juga ikut tinggal di rumah mereka. Mau tidak mau harus turut membantu keuangan di rumah mereka dan juga membantu menjaga ketiga keponakan ku ketika kedua orang tuanya pergi bekerja. Kebetulan kami berbeda tempat kerja. Dan di tempat kerjaku sendiri di terapkan sistem shift..Dua hari liburku ku habiskan untuk beristirahat di rumah. Besok subuh aku harus bersiap untuk kembali pergi mengais rezeki lagi.Meskipun tidak menampakkan wajah di tekuknya. Marwah sepertinya masih merajuk pada suaminya ini. Tidak ada pembicaraan di antara kami berdua selama aku berada di rumah kecuali aku yang memulai terlebih dahulu, itupun dia bakal dengan jawaban yang teramat sangat singkat. Padahal setahuku Marwah bukan tipe perempuan cerewet ataupun banyak bicara namun selalu membuka suaranya ketika aku berada di dekatnya.Pekatnya malam telah bergulir. Sang fajar pun telah menampakkan pesona. Aku sudah bangun dan berlomba dengan kokokan ayam jantan.Tak lagi ku dapati keberadaan Marwah di ranjang tempat tidur kami. Yang tersisa hanya aku dan Alina---putri kami yang masih terlelap dan terbuai dalam mimpinya.Aku segera beranjak dari ranjang kamarku ini. Meski rasa kantuk masih mendera dan mata pun belum seratus persen terbuka lebar.Aku segera keluar dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Saat aku baru saja membuka daun pintu kamar ku ini. Bunyi spatula yang beradu dengan penggorengan terdengar jelas di telinga ini pun aroma masakan yang muncul dari pintu dapur telah hinggap di cuping hidung ku.Meskipun merajuk dengan suaminya. Marwah tetap mengingat dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.Tidak hanya menyiapkan makanan untuk sarapan ku dan bekal yang akan aku bawa ketempat kerja. Baju dan sepatu pun sudah ia persiapkan sebelumnya. Semua sudah terlihat rapi dan sepatu juga sepertinya sudah disemir olehnya."Kamu masak apa hari ini, Dek?" sapaku. Aku mendekat ke arahnya yang memunggungi ku. Tangannya masih lincah menari-nari di atas penggorengan."Ayam kecap," jawaban singkat yang keluar dari mulutnya. Dan tanpa sedikitpun melirik atau melihat ke arah suaminya. Marwah masih terus melanjutkan pekerjaannya.Tak ingin mengganggunya. Aku beralih ke arah meja makan yang letaknya tidak jauh dari tempat istriku mengolah makan untuk penghuni rumah ini.Satu cangkir kopi sudah tersaji di atas meja berbahan kayu yang ditutupi selembar kain berwarna marun dan bermotifkan bunga berwarna-warni.Aku menarik satu buah kursi dari empat buah kursi kayu yang ada di samping meja. Mulai meraih cangkir kopi dan membuka tutupnya lalu ku sesap perlahan karena asapnya pun masih mengepul setelah penutupnya aku buka. Aku duduk tepat di belakang istriku yang posisinya masih memunggungi ku.Heran, betah sekali Marwah merajuk pada suaminya ini hanya karena masalah sepele. Masalah baju lebaran yang masih satu setengah bulan lebih.Tepat pukul 05.00 pagi aku sudah bersiap untuk kembali ke kita tempat aku mencari rezeki."Wah, jangan lupa ayam kecapnya kamu bungkus semua. Biar nanti Wildan kasih sama kakaknya. Itu kesenangan cucu-ku." Samar aku dengar suara ibu. Rupanya beliau sudah bangun. Sementara aku berada di teras untuk memanasi motor yang akan aku pakai kerja."Iya, Bu," jawab istriku patuh pada perintah ibuku. Memang dia harus bersikap seperti itu karena dia Istri ku maka otomatis ibuku adalah ibunya juga."Jangan lupa kamu panasi sayur yang kemarin. Itu nanti bisa buat kamu makan hari ini." Lagi terdengar suara ibu yang sedang berinteraksi dengan menantunya. Aku lega. Karena aku bisa membuktikan dan mematahkan ucapan orang yang selama ini selalu mengatakan bahwa jangan membawa istri untuk satu atap dengan mertua karena tidak akan pernah bisa akur. Mereka salah. Nyatanya istri dan juga ibuku hubungan mereka baik-baik saja. Pun dengan Marwah yang selalu patuh pada ibu mertuanya. Aku lega karena ketika aku
Hari ini adalah hari yang sangat aku nanti. Hari dimana suamiku akan pulang dari tempatnya bekerja. Suamiku kebetulan bekerja di luar kota. Di kabupaten yang berbeda. Sedangkan aku dan putri kami tinggal bersama satu atap dengan ibu mertua dan adik bungsu suamiku. Awalnya aku sempat menolak tinggal di sini. Bukan tanpa alasan. Karena ada adik suamiku yang kebetulan juga seorang laki-laki yang bukan mahram bagiku adalah salah satu alasan ku. Dan alasan lain adalah di mana biasanya menantu tidak akan pernah bisa akur ketika tinggal bersama dengan orang tua terutama ibu dari suaminya. Karena paksaan dari suamiku lah akhirnya aku menerima permintaannya tersebut.Tepat pukul 10.00 pagi tadi suami ku tiba di rumah ini. Aku dan juga Alina tentu saja menyambutnya dengan antusias. Alih-alih beberapa hari ini kami terpisah jarak dan waktu. Tentu saja rasa rindu yang akan merajai hati ini. "Mas, lebaran nanti kita beli baju couple sama Alina juga, ya," rengek ku pada mas Farhan suamiku. Kepa
Bulan ramadhan tahun ini begitu cepat datangnya. Tak terasa hari esok akan memasuki awal bulan puasa. Sudah biasa bagiku menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga, anak dan istri. Alat komunikasi jarak jauh antara aku dan Marwah pun tidak ada. Hanya ponsel yang aku punya dan untuk aku pergunakan secara pribadi dan satu ponsel lain di pegang oleh ibuku untuk kami berkomunikasi. Marwah tidak aku perkenankan untuk memegang ponsel. Aku tidak mau jika Marwah sampai melalaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Itu lah pesan dari kakak ku yang di sampaikan melalui ibuku. Ponsel akan membuat siapapun malas mengerjakan kewajibannya. Toh Marwah sudah enak menumpang hidup pada keluarga kami. Dan sebagai gantinya ia harus dengan sadar diri mengikuti semua perintah kami. Keluarga ku tidak memperlakukannya sebagai pembantu seperti apa kata orang. Dia istriku dan sudah menjadi kewajiban baginya untuk patuh pada ibu dan juga keluarga ku. Jika keluarga ku menganggapnya sebagai pembantu pastilah ti
Kedatangan keluarga dari saudara suamiku adalah hal yang paling membahagiakan karena bisa berkumpul bersama. Itu jika saudaranya tersebut memang memiliki pikiran dan perasaan yang masih waras dan seperti kebanyakan orang.Tidak dengan kakak perempuan dari suamiku. Dengan adanya berita bahwa keluarga tersebut berkunjung ke rumah orang tuanya. Sama halnya, kabar buruk yang aku terima. Hari-hari burukku sudah menanti di depan mata. Bagaimana tidak. Tamu yang bagaimana ratu jika berkunjung di rumah ini. Semua pekerjaan rumah tak ada satupun dari mereka yang mau membantu. Aku sudah mirip dengan b*bu di rumah ini. Tapi aku berbeda. Jika pembantu mendapatkan gaji setiap bulannya. Maka yang aku dapatkan hanya rasa lelah. Lelah lahir dan batin. Nafkah lahir sebagai hak ku, tidak aku peroleh dengan sepantasnya. Tapi aku dituntut untuk melakukan semua kewajiban ku.Mungkin orang akan berpikir aku perempuan b*doh yang masih mau bertahan hidup dengan suami dan keluarga yang tidak punya hati dan m
Sebelum masuk waktu dhuhur semua pekerjaan telah kelar. Aku segera memberikan diri karena keringat dan bau dapur yang sudah sangat melekat di kulit ini. Usai bersih-bersih badan rencanaku akan segera menjemput putriku---Alina di rumah mbak Rina. Tak lupa lauk yang tadi aku masak sekalian aku antar juga kesana sebagai tanda terimakasih ku.Sebelum keluar dari rumah ini. Aku pastikan dulu kondisi para penghuninya yang lain. Aku keluar dari kamar tak nampak satu orang pun di ruangan tersebut. Menuju ruang tamu pun sama. Kosong. Sedangkan kamar ibu mertua juga sudah tertutup pintunya. Motor Reihan yang biasa ia parkir di teras juga tidak kelihatan. Sepertinya sepasang sejoli itu memang sudah pergi entah ke mana.Tak perlu buang banyak waktu. Bergegas aku ke dapur untuk mengambil bungkusan yang sudah aku persiapkan. Melangkah santai agar tidak membuat curiga dengan pasti aku keluar rumah dan langsung menuju rumah yang berada tepat di depan rumah mertuaku ini. Usai mengantarkan makanan da
Hari pertama puasa terlampaui dengan lancar. Hanya ada beberapa drama yang buat oleh Marwah. Mulai tidak mengindahkan perintah dari ibu sampai dirinya yang enggan untuk dimintai tolong menyuapi keponakannya sendiri. Padahal keponakanku adalah keponakannya juga dan tidak ubahnya seperti anak sendiri. Karena Marwah yang tidak mau menuruti kemauan Kiran. Maka gadis kecil itu pun merajuk dan mau makan makanan yang ada di piringnya. Dan ibu ku lah yang akhirnya membujuk dan menyuapinya makan sementara tangan dan matanya tetap fokus pada gadget dan asik memainkan gamenya."Sudah kelas tiga masih juga manja!" Telingaku ini masih menangkap gerutuan yang dilontarkan oleh Marwah.Memang benar Kiran saat ini duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar dan usianya pun sembilan tahun lebih. Tapi untuk urusan makan biasanya masih minta di suami sementara dirinya asik main game. Dan jika tidak dituruti maka anak itu tidak akan mau memakan makanannya sendiri.Kalau dibilang anak manja. Wajar juga karen
Sakit tapi tak berdarah. Sudah sangat jelas jika keberadaan ku di rumah ini memang tidak pernah dianggap. Entah apa alasannya. Aku yang sibuk. Mereka yang asik menikmati. Buka puasa pun lupa dengan siapa yang menyiapkan semua hingga mereka bisa kenyang tanpa harus bersusah-susah dan keluar tenaga. Mereka tidak mengingat ku atau sengaja tak pernah menganggap ku ada. Untung saja meski semua olahan masakan ku telah habis oleh mereka, aku masih menyimpannya untuk diri ku sendiri dan juga putriku. Kalau bukan aku yang berinisiatif. Mana mungkin suamiku masih ingat anak istrinya ketika berkumpul dengan keluarganya.Aku sengaja membatalkan puasaku hanya dengan segelas air putih. Lanjut aku menunaikan salat magrib sebelum makan besar.Ketika aku baru saja selesai menjalankan kewajiban tiga rakaat tersebut. Mas Farhan tiba-tiba muncul dari balik pintu dan menuju lemari baju yang berada tepat dan samping tempatku salat. Tanpa menoleh kearah ku, pria bergelar suami itu berkata. "Dek, aku dan ya
Setelah lelah berkeliling dan keluar masuk toko untuk mencari pakaian baru. Aku dan keluargaku akhirnya memutuskan untuk makan malam di luar karena rasa lapar yang kembali mendera. Hingga tanpa sadar waktu telah menunjukkan pukul 22.00 rombongan keluarga ku baru sampai di rumah. Tentunya setelah kami mengantarkan Reina pulang dan tak lupa membelikan oleh-oleh untuk orang di rumahnya. Tentunya dengan tujuan untuk menjaga nama baik adikku dan juga keluarga kami.Pintu rumah dibuka oleh istriku---Marwah tanpa kami mengetuk dulu pintunya. Aku kira istriku itu sudah tertidur. Ternyata dia masih juga menunggu kedatangan suaminya. Memang sudah seharusnya. Istri tidur ketika suami sudah sampai di rumahnya.Semua heboh ketika masuk rumah. Heboh dengan belanjaan masing-masing, sedangkan istriku hanya meliriknya saja dan setelahnya ia kembali masuk ke dalam kamarnya tanpa sepatah kata pun menyapa suaminya ini. Aneh juga kelakuannya si Marwah. Padahal sebagai suami aku tidak pernah memberikannya
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk