Hari pertama puasa terlampaui dengan lancar. Hanya ada beberapa drama yang buat oleh Marwah. Mulai tidak mengindahkan perintah dari ibu sampai dirinya yang enggan untuk dimintai tolong menyuapi keponakannya sendiri. Padahal keponakanku adalah keponakannya juga dan tidak ubahnya seperti anak sendiri. Karena Marwah yang tidak mau menuruti kemauan Kiran. Maka gadis kecil itu pun merajuk dan mau makan makanan yang ada di piringnya. Dan ibu ku lah yang akhirnya membujuk dan menyuapinya makan sementara tangan dan matanya tetap fokus pada gadget dan asik memainkan gamenya.
"Sudah kelas tiga masih juga manja!"Telingaku ini masih menangkap gerutuan yang dilontarkan oleh Marwah.Memang benar Kiran saat ini duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar dan usianya pun sembilan tahun lebih. Tapi untuk urusan makan biasanya masih minta di suami sementara dirinya asik main game. Dan jika tidak dituruti maka anak itu tidak akan mau memakan makanannya sendiri.Kalau dibilang anak manja. Wajar juga karena namanya anak memang butuh perhatian dan ingin selalu dimanja.Adan magrib sudah berkumandang. Inilah waktunya berbuka puasa. Buka puasa bersama seperti jarang sekali kami lakukan karena masing-masing memiliki kesibukan tersendiri.Dimana kami sedang sibuk menyantap menu buka puasa dengan masakan yang sudah disiapkan oleh istriku. Sementara aku tidak melihat dimana keberadaan perempuan itu.Dasar memang. Susah sekali diajak ngumpul bareng. Padahal ada ibu, kakak dan adikku serta pasangannya. Sedangkan aku hanya sendiri entah kemana pasangan ku tadi.Tak bisa dipungkiri jika masakan istriku ini memang sangat nikmat. Oleh karena itu ibu mempercayainya untuk menjadi tukang masak ketika ada acara seperti ini. Mbak Nur tentu saja ia tidak diperkenankan oleh ibuku untuk membantu adik iparnya itu. Karena alasan berlibur dari penatnya rutinitas sehari-hari juga waktu bersama yang terbatas. Jadilah semua pekerjaan dapur dan rumah istriku lah yang mengerjakannya.Aku sangat bangga karena itulah tugas sebagai seorang istri dan menantu yang baik. Tidak hanya rajin tetapi harus tahu diri juga.Usai bersantap menu buka puasa aku dan lainnya beranjak dari ruang tengah rumah ibuku ini. Di ruangan inilah kami semua menyantap menu berbuka puasa yang di hidangkan oleh Marwah tanpa ada sisa. Semua masakannya enak dan sangat cocok di lidah kami. Semua meninggalkan ruangan ini pun dengan sisa bekas makan yang dibiarkan begitu saja. Toh nanti ada yang akan membereskan dan membersihkannya. Sementara yang lain bersiap karena kami akan pergi keluar jalan-jalan ke kota. Aku izin terlebih dahulu untuk menunaikan ibadah salat magrib.Saat aku memasuki kamar yang biasa aku tempati bersama dengan Marwah. Ternyata wanita ku itu masih khusuk dalam doanya.Aku juga tidak mempertanyakan perihal ia sudah berbuka atau belum. Itu jadi urusan dia sendiri. Toh Marwah itu sudah besar dan bukan anak-anak lagi. Kalau lapar dan sudah waktunya buka puasa harus dia menyegerakannya.Aku berjalan ke arah lemari baju yang ada di sebelah tempat Marwah menjalankan salatnya. Aku berniat mengambil baju ganti karena sekalian bersiap untuk pergi."Dek, aku dan yang lain mau pergi keluar dulu. Karena mobilnya Mbak Nur gak muat. Kamu sama Alina di rumah saja, ya. Sekalian jaga-jaga siapa tahu ada tamu atau ada maling yang lebih parahnya. Biasanya gitu kalau lagi bukan puasa apalagi pas orang -orang lagi salat taraweh."Tanpa menoleh ke arahnya karena fokusku mencari baju ganti yang tidak disiapkan oleh Marwah. Aku memberitahunya tentang rencana kami yang akan pergi jalan-jalan ke kota.Karena tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Aku menoleh ke arahnya bersamaan dengan baju yang akan aku pakai sudah ku temukan dan menariknya dari tumpukan baju yang lain.Marwah hanya diam. Seolah mengabaikan ucapanku. Bergegas dia membereskan peralatan salat yang baru saja dipakainya.Tak berselang lama pun suara klakson dari mobil milik Mbak Nur terdengar. Aku bergegas mengerjakan salat. Sebelum mereka pergi meninggalkan aku. Tapi itu tidak mungkin. Karena rencana pergi ini juga ada aku yang andil di dalamnya. Karena janjiku yang akan mentraktir keluarga ku untuk membeli baju baru untuk di kenakan pada lebaran nanti.Suasana jalanan kota KDR ramai lalu-lalang pengendara. Di tambah hari Sabtu malam Minggu yang biasanya di habiskan untuk berkumpul atau sekedar jalan-jalan bersama keluarga seperti aku dan keluargaku saat ini. Kawasan pertokoan di pusat kota yang menjadi tujuan pertama kali. Di mana berjajar toko -toko besar yang menjajakan dagangannya. Tidak hanya toko besar permanen. Tetapi warung tenda semi permanen juga ikut menghiasi padatnya lalu lintas yang ada di kota ini.Setelah memastikan toko pakaian yang akan kami tuju. Mobil terlebih dahu di parkirkan pada bahu jalan dengan mengikuti arahan tukang parkir yang ada dan berjaga di depan toko.Segera kami semua turun. Toko yang akan kami masuki ini adalah salah satu toko yang paling terkenal dan juga koleksinya yang lengkap dan pastinya harganya yang juga sebanding diantara deretan toko yang lainnya. Sudah seperti langganan di toko ini.Kami masuk melalui pintu kaca. Dan semua berpencar menuju tujuannya masing-masing. Jika keluarga Mbak Nur memilih menuju lantai dua di mana pakaian anak dan wanita berada dan di pajang di sana dan diikuti pula oleh Reihan dan pasangannya. Sementara aku dan ibu lebih memilih menuju lantai satu ini. Milih baju untuk aku kenakan nanti dan juga ibuku. Semua memilih pilihannya masing-masing.Sementara menunggu yang lain selesai. Aku dan juga ibuku memutuskan untuk naik ke lantai dua. Dan saat berada di lantai tersebut mataku tertuju pada satu pajangan baju yang menempel pada rak dinding di bagian atas. Baju couple ibu dan anak seperti yang diinginkan Marwah. Sejenak pikiran itu melintas dan segera di sadarkan oleh ucapan Mbak Nur beberapa waktu yang lalu. "Marwah dan Alina sudah ada baju. Bajuku dan baju Karin dan Kiran masih bagus. Masih bisa dipakai Alina. Gak usah kamu buang-buang duit. Cari duit itu susah." Karena ucapan itu aku tersadar. Dan ku urungkan niatku untuk mengambil baju tersebut.Akhirnya aku meninggalkan tempat tersebut dan menyusul yang lainnya untuk turun ke lantai satu. Menuju meja kasir untuk membayar semua belanjaan kami. Hampir menguras gajiku satu bulan untuk total belanjaan semua keluarga ku ini. Tak masalah toh uang dan rezeki masih bisa di cari. Sedangkan kebahagiaan keluarga itu jauh lebih penting.Usai dari toko ini lanjut kami menuju tempat makan. Setelah hampir satu jam berkeliling toko. Rasanya menguras tenaga juga. Perut pun ikut keroncongan. Kami mampir ke pasar malam yang berada di sisi dari monumen yang terkenal dan menjadi ikon di kota ini. Warung bakso dan kelapa muda menjadi tujuan kami. Dan semua memesan masing-masing satu porsi bakso dan juga es nya. Kali ini ibuku yang giliran mentraktir anak-anaknya. Niatku yang ingin membungkus dua porsi untuk Marwah dan Alina ku urungkan ketika ibu ku mengingatkan. "Di rumah banyak makanan, Han. Gak usah pakai bungkusin yang di rumah."Iya, memang di rumah banyak makanan yang dimasak oleh Marwah---istriku. Tapi bukannya makanan tadi juga habis semua oleh kami. Atau ibu sengaja menyisihkan dan menyimpannya untuk Marwah. Iya pasti. Tidak mungkin juga ibuku tega dan melupakan anak Istriku.Sakit tapi tak berdarah. Sudah sangat jelas jika keberadaan ku di rumah ini memang tidak pernah dianggap. Entah apa alasannya. Aku yang sibuk. Mereka yang asik menikmati. Buka puasa pun lupa dengan siapa yang menyiapkan semua hingga mereka bisa kenyang tanpa harus bersusah-susah dan keluar tenaga. Mereka tidak mengingat ku atau sengaja tak pernah menganggap ku ada. Untung saja meski semua olahan masakan ku telah habis oleh mereka, aku masih menyimpannya untuk diri ku sendiri dan juga putriku. Kalau bukan aku yang berinisiatif. Mana mungkin suamiku masih ingat anak istrinya ketika berkumpul dengan keluarganya.Aku sengaja membatalkan puasaku hanya dengan segelas air putih. Lanjut aku menunaikan salat magrib sebelum makan besar.Ketika aku baru saja selesai menjalankan kewajiban tiga rakaat tersebut. Mas Farhan tiba-tiba muncul dari balik pintu dan menuju lemari baju yang berada tepat dan samping tempatku salat. Tanpa menoleh kearah ku, pria bergelar suami itu berkata. "Dek, aku dan ya
Setelah lelah berkeliling dan keluar masuk toko untuk mencari pakaian baru. Aku dan keluargaku akhirnya memutuskan untuk makan malam di luar karena rasa lapar yang kembali mendera. Hingga tanpa sadar waktu telah menunjukkan pukul 22.00 rombongan keluarga ku baru sampai di rumah. Tentunya setelah kami mengantarkan Reina pulang dan tak lupa membelikan oleh-oleh untuk orang di rumahnya. Tentunya dengan tujuan untuk menjaga nama baik adikku dan juga keluarga kami.Pintu rumah dibuka oleh istriku---Marwah tanpa kami mengetuk dulu pintunya. Aku kira istriku itu sudah tertidur. Ternyata dia masih juga menunggu kedatangan suaminya. Memang sudah seharusnya. Istri tidur ketika suami sudah sampai di rumahnya.Semua heboh ketika masuk rumah. Heboh dengan belanjaan masing-masing, sedangkan istriku hanya meliriknya saja dan setelahnya ia kembali masuk ke dalam kamarnya tanpa sepatah kata pun menyapa suaminya ini. Aneh juga kelakuannya si Marwah. Padahal sebagai suami aku tidak pernah memberikannya
Hati istri mana yang tidak sesak kala melihat suaminya hanya perhatian pada keluarganya sendiri tetapi mengabaikan istri dan anaknya.Hati ibu mana yang tidak perih melihat ayah dari putrinya melimpahkan kasih sayangnya melebihi kasihnya pada darah dagingnya sendiri. Seolah keponakannya adalah anaknya sendiri. Sedangkan putri kandungnya sendiri diperlakukan oleh nya seperti anak orang lain.Keberadaan ku benar-benar tidak ada artinya dan gunanya lagi selain sebagai pembantu gratisan yang keberadaannya hanya untuk melayani mereka.Harusnya sebagai seorang suami dan juga seorang ayah. Mas Farhan lebih memperhatikan anak istrinya. Tetapi apa yang ia lakukan malah justru kebalikannya. Andai saja aku bisa mendoakan yang buruk-buruk untuk keluarga ini pasti itu sudah aku lakukan jauh hari. Hanya saja diri ini takut. Takut jika doaku yang buruk itu nantinya berbalik pada diriku sendiri. Oleh karena itu tak pernah lelah dalam tiap sujudku. Selalu meminta kepada-Nya agar segera membukakan mat
Perlahan namun pasti bayangan Marwah dan juga putriku sedikit teralihkan oleh hebohnya group di tempat kerjaku. Iya tepatnya hari ini adalah hari pertama bagi karyawan yang memenuhi persyaratan untuk bisa mengajukan diri mengikuti seleksi untuk bisa naik level. Dengan percaya diri aku mendatangi kantor pimpinan HRD. Setelah dipersilahkan masuk, aku langsung menghadap dan langsung mengutarakan maksud kedatanganku.Setelah sedikit berbasa-basi mengenai posisi yang akan di buka khusus untuk karyawan yang benar-benar masuk kriteria seperti aku ini.Namun setelah mendapatkan penjelasan dari kepala HRD perihal ijazah ku yang tidak sesuai kriteria. Aku pun di buat kaget. Bagaimana mungkin bisa. Aku jelas-jelas masih ingat jika ijazah yang aku ajukan adalah ijazahku yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi tempat aku pernah menimba ilmu dulu. Sedangkan data CV ku yang masuk di pabrik ini adalah hanya ijazah SMA saja. Luruh sudah harapan ku. Tubuhku terasa lemah seperti kehilangan tulang penyang
Aku ingin memastikan kondisi ibuku sebelum aku mencari Marwah di rumah orang tuanya.Sabtu pagi yang cerah. Usai melaksanakan salat subuh tadi. Aku segera bersiap untuk pulang ke rumah ibuku. Hingga tiga jam kurang lebih perjalanan yang aku tempuh. Akhirnya aku telah sampai di rumah masa kecilku."Pulang kamu, Han?" sapa mbak Rina tetangga depan rumah sekaligus anak dari kakak sepupu ibuku. Aku yang baru saja memasuki halaman rumah dan memarkir roda dua ku. Dan mbak Rina sendiri juga baru keluar dari rumah ibu."Iya, Mbak. Ibu sakit. Kemarin Reihan udah nelpon dan ngabarin kabar ibu.""Gimana sama kabar Marwah dan Alina? Sudah ketemu sama mereka?"Aku menggeleng. "Belum, Mbak."Aku tahu jika wanita yang seumuran dengan mbak Nur ini sangat menyayangi putriku---Alina melebihi budenya sendiri yang merupakan kakak kandungku.Limpahan kasih sayangnya kepada Alina melebihi kasih sayangku pada putriku sendiri. Itu mungkin karena diusianya yang sampai saat ini belum juga dikaruniai seorang a
Sudah satu Minggu lebih ini aku berada di rumah kedua orang tuaku. Dan selama itu pula tak ada kabar atau niatan dari suamiku untuk mencari anak dan istrinya.Bukan mengharap dia akan mengemis dan memohon kepada ku agar kembali lagi ke rumahnya. Tentu tidak. Dan tak akan pernah. Kecuali mas Farhan mau berjanji dan mau memenuhi persyaratan dari ku. Tapi rasanya itu mustahil untuknya. Bukankah keluarganya itu lebih penting dari apapun.Bulan puasa ini aku lalui tanpa suami. Meski sudah terbiasa berhubungan jarak jauh. Namun tetap saja seperti ada yang hilang. Ada yang kurang.Beberapa hari yang lalu mbak Rina dan juga suaminya datang menemui ku di rumah ini. Mereka kebetulan lewat di dekat tempat tinggal ku dan sekalian mampir. Tidak hanya itu. Mbak Rani bahkan memberikan ku sebuah ponsel. Meski bukan barang baru tentunya ponsel tersebut masih bisa di gunakan. Mbak Rani juga bilang dengan adanya ponsel ia akan lebih mudah menghubungi aku terutama ketika sedang merindukan putriku---Alina
Suasana ruang tamu mendadak hening kembali.Aku menoleh ke arah bapak dan ibu juga Alina yang sedang asik dengan mainan barunya yakni boneka barbie yang baru saja dibelikan sama Mbah dok atau mbak wedok(nenek) beberapa hari yang lalu di pasar malam. Pasar yang ramai ketika memasuki bulan puasa terlebih pada sore hingga malem hari. Tidak hanya kebutuhan dapur seperti sayur mayur dan kelengkapannya. Melainkan banyak juga penjual pakaian, sepatu sendal, makanan ringan hingga berat, takjil, mainan anak-anak hingga arena bermain anak yang di sewakan pun ada. Dan di buka mulai sore hari di halaman pasar yang memang luas tempatnya. Pasar daerah di tempatku.Sikap bapak dan ibu pun sudah tidak seperti biasanya. Berubah setelah apa yang sudah semua aku ceritakan pada mereka.Ekspresi dingin yang di tunjukan oleh keduanya. Mungkin inilah salah satu penyebabnya yang membuat mas Farhan serasa mati kutu di hadapan keluargaku. Jika sebelumnya ia datang ke rumah ini karena terpaksa mengantarkan aku
Akhirnya usahaku menjemput Marwah tidak sia-sia. Diwarnai dengan penuh drama dan meskipun harus menunggu dan tidak sebentar untuk itu. Akhirnya bisa luluh juga hati istriku itu.Kami tiba di rumah ketika salat tarawih telah usai. Karena kami berangkat dari rumah Marwah setelah sebelumnya melaksanakan salat magrib dan juga berbuka di rumah orang tua dari istriku.Sengaja harus menunggu Marwah menyelesaikan semua pesanan pelanggannya. Tak kusangka ternyata begitu kerja kerasnya istriku. Padahal sudah kewajiban ku sebagai seorang kepala keluarga untuk mencukupi kebutuhan istri dan anakku. Nyatanya selama ini aku sudah lalai karena dibutakan oleh jasa baik keluarga kakak kandungku sendiri. Entah bagaimana dengan reaksi ibuku ini, jika saja mengetahui kecurangan yang telah diperbuat oleh anak dan menantunya sendiri. Ingin aku bercerita pada Marwah. Namun masih ku tahan karena sikap dinginnya kepadaku."Assalamualaikum ...." Pintu rumah yang ternyata tidak terkunci. Tak ada jawaban. Aku d
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk