Home / Pernikahan / Bahagia Setelah Dibuang / Bab 2. Tak Diakui Sebagai Menantu

Share

Bab 2. Tak Diakui Sebagai Menantu

Author: Su Yenni
last update Last Updated: 2022-07-17 18:07:50

"Ini siapa, Mbak? Temen Mbak Mayang?" tanyanya pada Ibu mertua sembari memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sampai dia lupa menyalamiku.

"Oh, itu...anu...."

"Saya istrinya Bang Ridwan, Bu," sahutku cepat memotong kata-kata Ibu yang sepertinya ragu-ragu mengenalkan diriku sebagai menantunya.

"Istrinya Ridwan!?" ucapnya kaget, lalu menunduk ke dekat telinga Bang Ridwan.

"Gak salah pilih istri, Wan? Masak model begitu, seleramu?" bisiknya, namun masih dapat kudengar.

"Kamu kerja di mana?" tanyanya lagi padaku.

"Gak kerja, Bu," jawabku singkat.

"Bude, saya budenya Ridwan," sambarnya lekas.

"Iya, Bude. Saya di rumah aja, gak kerja." Aku berkata sembari tersenyum simpul.

"Walah, gak kerja? Sini, Bude bilangin ya! Kalau kita cuma ngarep gaji suami, sebagai perempuan harus pinter-pinter merawat diri. Lihat Bude, sudah tua begini, bobot tubuh masih ideal, wajah harus glowing, penampilan harus selalu paripurna di mana pun dan kapan pun. Jangan sampai, suami kita melirik cewek lain yang tampilannya lebih memukau. Hampir saja tadi Bude manggil kamu, Ibu, karena kamu kayak ibu-ibu. Maaf loh, ya. Bude pikir kamu temennya Mbak Mayang."

Bude Bang Ridwan tertawa cekikikan. Aku tertunduk diam sembari tersenyum getir. Sudah sering aku menerima kata-kata hinaan seperti itu dari ibu dan ibu-ibu di warung Bu Susi, dekat rumah kami. Namun, tak pernah aku hiraukan. Beda kali ini, rasanya kok sampai ke ulu hati. Nyeri. Apa sejelek itu kah penampilanku?

Mimik wajah Bang Ridwan berubah. Dia menarik napas dalam lalu mengeluarkannya dengan kasar seraya mengerling dengan kesal ke arahku. Apa dia setuju dengan pendapat budenya barusan, ya?

"Sudah ya, Bude tinggal dulu, banyak tamu yang belum disalami. Oh, ya, kalau mau makan, ambil sendiri, ya! Tapi jangan banyak-banyak! Dijaga makannya, jangan sampai tambah lemaknya," ucapnya sedikit pelan di telingaku. Lalu beliau pergi untuk menemui tamu-tamu lainnya.

Perkataan Bude terus terngiang di telingaku. Aku jadi salah tingkah. Kuedarkan pandangan ke sekeliling, sepertinya orang-orang di sini juga memperhatikan penampilan dan mengejekku. Aku jadi merasa tak percaya diri. Rasanya ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini.

"Ayo, cepat makan! Setelah itu kita pulang!" Bang Ridwan bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menuju meja prasmanan, tanpa memperdulikan aku.

Aku menatap nanar punggung Bang Ridwan yang berubah jadi jutek dan acuh. Sepertinya Bang Ridwan termakan oleh kata-kata Bud nya tadi. Aku harus bagaiman? Mau pulang sendiri, aku tidak tahu jalannya. Bertahan di sini, kok, rasanya tidak enak sekali. Aku harus menguatkan hati untuk beberapa waktu, di sini.

"Ayo, Ris, ambil makananmu!" seru Ibu membuatku kaget karena aku masih menatap nanar Bang Ridwan, sikapnya jadi sedikit berubah.

Aku bangkit lalu mengikuti Ibu untuk mengambil makanan. Bang Ridwan sudah selesai mengambil makannya lalu kembali duduk di tempatnya semula. Dia jadi seperti orang asing yang tak mengenalku.

Setelah mengambil sepiring nasi beserta lauk dan teman-temannya, aku kembali ke tempat dudukku tadi. Namun, langkahku terhenti ketika kulihat Bang Ridwan tengah berbincang dengan seorang wanita cantik, langsing dan, ya...memukau.

Aku seperti pernah melihat wanita itu. Tapi, di mana, ya? Oh, iya, aku baru ingat. Sebelum menikah denganku Bang Ridwan sering memosting foto berdua dengan dia.

"Mantan pacar Bang Ridwan," gumamku.

Mengingat ucapan Bude tadi, aku jadi enggan melangkahkan kakiku ke sana. Takut mendapatkan perlakuan yang sama dari wanita itu. Aku jadi minder.

Bang Ridwan tampak akrab sekali dengannya. Senyum mengembang tak lepas dari bibir mereka saat berbicara. Tapi, kenapa perempuan itu ada di sini? Bukankah dia seharusnya sudah menikah, karena perjodohan, sesuai dengan status Bang Ridwan terakhir kali di wall pribadinya. Dia galau karena kekasihnya dijodohkan dengan orang lain. Dimana suaminya?

"Ayo, Ris! Nunggu apa lagi? Kok malah jadi patung di sini?" teguran Ibu membuyarkan lamunanku.

"Iy—iya, Bu." Aku berjalan membuntuti Ibu dari belakang.

"Eh...ada Nak Gita. Apa kabar?" Ibu menegur wanita yang duduk di tempat aku duduk tadi, di sebelah Bang Ridwan.

"Baik, Tante. Tante apa kabar? Makin cantik aja, nih, Tante Mayang." Dia menyalami Ibu seraya bercipika cipiki ria.

"Duduk, Ris! Dari tadi kok jadi patung terus." titah Ibu membuatku gugup dan salah tingkah. Aku duduk di sebelah Ibu.

"Oh, iya, Ris. Ini Gita, pacarnya Ridwan," ucap Ibu mertua mengenalkan wanita itu padaku. Aku jadi salah tingkah menghadapi wanita ini. Kenapa pula Ibu mengatakan kalau dia pacar Bang Ridwan. Maksudnya apa, coba? Mereka kan sudah putus.

"Mantan Tante. Jangan salah ngomong, dong. Takutnya istri Bang Ridwan dengar, kan jadi berabe urusannya." Gita tersenyum malu-malu. Nah benar, mantan pacar Bang Ridwan. Waduh, gawat. Aku jadi speechless di sini.

"Suamimu mana, Git? Gak ikut?" tanya Ibu lagi sembari menyendok nasi ke mulutnya. Tak adakah niat Ibu atau Bang Ridwan untuk mengatakan kalau aku ini istri Bang Ridwan? Aku hanya dapat ter

"Suami? Gak ada, Tante. Aku batal kawin," sahut perempuan berkulit putih, dan berwajah oval itu dengan senyum merekah.

"Loh, kenapa?" tanya Bang Ridwan sepertinya sangat penasaran. Aku mengerling tajam ke arahnya, tapi, Bang Ridwan sepertinya pura-pura tak tahu.

"Waktu itu, Papa ngasih pilihan ke aku. Aku boleh menolak pernodohan itu kalau aku mau melanjutkan pendidikan S2 ku. Ya, aku pilih lanjut S2 lah, sambil berharap dapat melanjutkan hubungan dengan Abang. Tapi...ternyata Abang menikah dengan wanita lain. Pupus deh harapanku untuk menikah dengan Abang."

"Uhuk! Uhuk!" Aku tersedak saat meneguk air minum. Kata-kata perempuan itu seperti menusuk-nusuk hatiku. Sabar...sabar, Ris!

"Minum aja sampai batuk, Ris...Ris," gerutu Ibu sembari mengerling tajam ke arahku.

"Oh, ya! Ini siapa, Tan? Dari tadi belum kenalan," ucap Gita, seraya tersenyum padaku. "

"Oh, ini Risa. Tetangga Tante, sering bantu-bantu di rumah!"

Deg!

Dadaku bergemuruh hebat. Seketika mataku memanas. Hampir saja bulir bening itu menetes di sudut mata. Cepat kutahan karena aku tak ingin menangis di depan mantan pacar suamiku. Bisa besar kepala dia nanti.

Apa sebenarnya maksud ibu mertuaku? Mengapa dia mengenalkanku sebagai orang lain? Dan mengapa Bang Ridwan diam saja, sama sekali tak membelaku? Apa dia juga malu mengenalkanku sebagai istri kepada mantan pacarnya itu? Baiklah, akan kucari tau apa tujuan mereka. Kalau mereka ingin bermain-main denganku, akan kuikuti permainan mereka.

Bersambung ya...

Related chapters

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 3. Komentar Pedas Mertuaku

    Komentar Pedas MertuakuAku segera menyudahi makan, lalu gegas melangkah meninggalkan mereka. Bang Ridwan dari tadi tak memperdulikan aku. Dia asyik ngobrol dengan mantan kekasihnya itu. Untuk apa aku lama-lama di situ, kalau hanya jadi kambing congek. Aku terus berjalan menuju mobil yang terparkir di lapangan tak jauh dari lokasi pesta. Bang Ridwan memanggilku, aku tak perduli. Aku terus berlalu menjauhi mereka.Air mata yang sejak tadi kutahan, akhirnya meluncur bebas membasahi pipi. Sakit rasanya hati ini. Lelaki yang selama ini kucinta dan kupuja, ternyata malu mengakui aku sebagai istrinya. Dia malah nyaman dan kelihatan sangat bahagia ngobrol dengan mantan kekasihnya. Bang Ridwan selama ini tak pernah mempermasalahkan penampilanku. Mau aku gendut atau kurus. Mau aku pakai make up atau tidak, dia selalu diam dan terkesan membiarkan. Apa itu karena dia tak perduli padaku. Apa mungkin selama ini Bang Ridwan hanya pura-pura mencintaiku? Padahal sebenarnya tidak. Aku hanya dijadik

    Last Updated : 2022-07-17
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 4. Pesan Mesra di Ponsel Suamiku

    Waktu itu, aku hanyalah pengagum rahasia yang bersembunyi di balik akun bernama 'Risa01'. Perpaduan antara nama dan bulan lahirku. Aku selalu mengirimkan emot bergambar jempol tangan bahkan sering juga yang gambar hati pada postingan-postingan yang dibagikan oleh Bang Ridwan di aplikasi berwarna biru itu. Termasuk waktu dia membagikan foto liburan bersama Gita, kekasihnya waktu itu. Aku sering berkhayal, andai aku jadi Gita. Pasti akan sangat bahagia sekali. Berdampingan dengan pria setampan Bang Ridwan.Tak hanya itu, aku juga sering berkomentar pada status-statusnya. Aku begitu memujanya dalam diam. Memimpikannya di setiap tidur malamku. Berharap akan dapat bertemu dan menjalin hubungan nyata bukan di dunia maya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Entah kesambet atau bagaimana, Bang Ridwan yang sedang patah hati itu. mengirimkan sebuah pesan melalui masenger. Aku tau dia patah hati dari status yang ditulisnya sebulan terakhir.[Lagi apa? Boleh kenalan?] tulisnya waktu itu.Pesan itu kub

    Last Updated : 2022-07-17
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 5. Gara-Gara Diet

    Gara-Gara DietPagi-pagi sekali aku sudah selesai menyiapkan sarapan untuk kami bertiga. Kucoba melupakan kejadian semalam. Aku tak ingin mencari ribut. Ibu mertuaku baru saja keluar dari kamar dan langsung menghampiriku."Masak apa, Ris?" tanyanya sembari menilik ke atas meja makan."Nasi goreng kesukaan Bang Ridwan, Bu. Ada sambal udang juga, sesuai permintaan Ibu," ucapku semringah, mencoba bersikap biasa saja, seolah kemarin tak terjadi apa-apa."Ridwan belum bangun?" tanyanya lagi."Sudah, Bu. Lagi pakai sepatu. Tuh, dia!" Aku menunjuk ke arah Bang Ridwan. Bang Ridwan berjalan ke arah kami, sembari menenteng tas kerjanya "Bang, bolehkan hari ini aku pergi ke salon?" tanyaku hati-hati di tengah-tengah kegiatan kami sarapan pagi ini."Mau ngapain ke salon, Ris?" tanya Ibu melotot. "Mau perawatan lah, Bu. Biar cantik," jawabku jujur."Perawatan? Sayang duit nya, Ris. Kamu itu, mau dirawat kayak gimana pun, tetep aja begitu. Makanmu itu yang harus kamu kurangi porsinya, biar gak t

    Last Updated : 2022-07-17
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 6. Hasil Diet

    "Ris, Ris. Udahlah, jangan banyak tingkah. Kalau memang dari sononya bongsor ya tetap bongsor. Mau diet sampai mati juga, gak bakalan bisa langsing. Lihat! Begini jadinya. Langsing nggak, malah di infus. Jadi banyak biaya, kan?" Seketika sudut mataku mengeluarkan butiran bening. Nyeri, sakit rasanya mendengar kata-kata Bang Ridwan. Aku begini semata-mata untuknya. Aku ingin teihat cantik sehingga dia tak lagi malu berpergian denganku. "Sudahlah, gak usah diet segala. Syukuri aja bentuk badanmu yang sekarang. Dari pada Ridwan harus keluar duit lagi untuk pengobatanmu. Kan sayamg. Uangnya masih bisa digunakan untuk keperluan lain." Bukannya mendinginkan hati, Ibu malah menimpali dan semakin membuatku terluka. *Setelah dua hari dirawat di klinik. Aku pulang ke rumah dengan perasaan kecewa. Pupus sudah harapanku memiliki tubuh ideal. Bang Ridwan dan Ibu mengancam, jika aku sampai masuk rumah akit lagi gara-gara diet, mereka tak akan mau membiayai pengobatanku. Ya sudahlah, mau bagai

    Last Updated : 2022-07-17
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 7. Penampilanku Membuat Kecewa

    [Ya udah, langsung ke pintu utama. Abang tunggu di sini] tulis Bang Ridwan lagi. Bukannya nyusul ke sini, malah aku yang di suruh ke sana. Aku langsung berjalan menuju pintu utama yang dikatakan Bang Ridwan tadi. Banyak sudah tamu-tamu undangan yang datang. Dari jauh, aku melihat Bang Ridwan sedang berbincang dengan beberapa orang wanita cantik dengan tampilan yang anggun dan menawan, membuat kepercayaan diriku luntur seketika. Padahal aku merasa dandananku sudah sangat istimewa hari ini. Namun, jika dibandingkan dengan mereka, wanita-wanita yang sedang ngobrol dengan suamiku itu, rasanya aku jauh dari kata istimewa. Ya, ampun. Jantungku semakin berdebar kencang saat sudah sangat dekat dengan mereka. Takut, kalau Bang Ridwan malah jadi malu dengan penampilanku ini. "Bang!" seruku memamggil Bang Ridwan. Bang Ridwan dan para wanita yang ngobrol dengannya menoleh bersamaan ke arahku. Lalu mereka pamit dan masuk ke dalam ruangan pesta. Tinggal Bang Ridwan sendiri di situ."Kalau tidak

    Last Updated : 2022-07-17
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 8

    Pagi ini badanku rasanya tak enak. Kepala juga pusing. Sudah tiga kali aku bolak balik kamar mandi karena mual. "Kok masih tiduran, Ris? Gak masak sarapan?" tanya Bang Ridwan yang baru selesai mandi. Biasanya jam segini aku sudah sibuk di dapur."Iya, Bang. Aku kurang enak badan," sahutku lemah. "Kamu diet lagi?" bentaknya sambil melotot. . "Nggak, Bang. Sejak pulang dari klinik aku sudah tak diet lagi." Dia tak tau selama ini aku sudah mennalankan program diet, tapi tak seperti waktu itu, tak makan apa pun"Lalu, kamu kenapa?""Ya, gak tau lah, Bang. Rasanya sangat tak nyaman. Mual, pusing, rasanya tak karuan." Aku kembali menyandarkan kepalaku ke bantal. "Ya sudah, nanti kamu ke klinik itu lagi, ya! Ini uangnya." Bang Ridwan menyerahkan uang kertas berwarna merah sebanyak tiga lembar. Aku mengangguk lalu menyimpan uang itu ke dalam genggaman.Tepat pukul 10 aku pergi ke klinik dengan menumpang taxi on line. Setelah sampai di klinik dan melakukan pendaftaran, aku menunggu bebera

    Last Updated : 2022-09-09
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 9

    Entahlah, mungkin sudah saatnya aku tak berharap lebih dari suami yang sangat aku cintai itu. Aku sudah lelah. Mungkin benar kata Emak waktu itu, aku terlalu gegabah menerima lamaran Bang Ridwan. Padahal aku belum kenal betul siapa dan bagaimana sikapnya. Aku terlalu menuruti hawa nafsu, terlalu senang dan bahagia karena orang yang selama ini kupuja-puja, tanpa ada angin, tanpa ada hujan menginginkan aku menjadi istrinya. Nasi sudah menjadi bubur, aku sudah mengandung anak Bang Ridwan. Aku tak akan menyerah, aku harus terus berjuang agar rumah tanggaku bahagia. Bagaimana pun, anak ini sama seperti anak-anak lainnya. Pasti membutuhkan kasih sayang dari ayahnya kelak. Sebagai Ibu, akulah yang seharusnya kuat. Aku harus tetap bertahan dengan semua sikap Bang Ridwan untuk satu tujuan, anakku harus mendapat kasih sayang yang utuh, dariku—ibunya dan juga dari ayahnya. Aku melangkah gontai ke dalam kamar. Lelah sudah merajai hati. Sejak tadi aku menanti, Bang Ridwan, tak jua kembali. Enta

    Last Updated : 2022-09-09
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 10.

    Aku terkesiap ketika suara Azan mengalun dengan merdunya dari Masjid, tak jauh dari rumah ini. Aku seperti pernah mendengar suara itu. Mengapa suara itu mirip sekali dengan suaranya? Ah, mungkin hanya mirip saja. Tak mungkin lelaki itu ada di sini juga.Lelaki itu, Bang Ardi, seseorang yang pernah aku lukai hatinya karena sebuah penolakan. Dia sering mengumandangkan Azan di Masjid kampung, dulu. Suaranya sangat merdu sekali. Tak ada seorang pun yang dapat menandingi keindahan suaranya di kampung itu.Teringat kala itu, dia sering membantu Bapak mengarit rumput untuk memberi makan kambing-kambing yang dipelihara Bapak di belakang rumah. Dia juga sering membantu membenahi atap rumah kami yang bocor. Dan masih banyak lagi bantuan-bantuan lain yang tak bisa kusebutkan satu per satu.Awalnya, aku senang-senang saja melihatnya membantu keluargaku. Aku menghormatinya karena lebih tua dariku dan sikap baiknya kepada kami. Namun, sejak saat itu. Saat di mana dia menyatakan cintanya padaku, aku

    Last Updated : 2022-09-09

Latest chapter

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 126

    Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 125

    POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 124

    "Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 123

    Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 122

    Aku masuk ke dalam ruangan tempat Bang Ridwan dirawat, setelah mendapat izin dari dokter. Aku berdiri di samping brankar tempatnya berbaring sembari mengusap lembut wajah suamiku. Satu kecupan lembut kuberikan di keningnya sembari berbisik, "Bangunlah Bang, calon bayi kita merindukan suaramu."Seketika air mata menetes di sudut mata ini. Cepat-cepat aku menyapunya agar tak jatuh menimpa wajah Bang Ridwan. Aku tak mau dia melihat aku menangis.Kulantunkan ayat-ayat Alquran di telinganya. Aku yakin, walaupun dia tidak sadar, dia dapat merasakan kehadiranku di sini.Setelah selesai kubaca surat Alfatihah di telinganya, sudut matanya meneteskan air mata. "Abang bisa dengar Tiwi, Bang? Buka mata Bang, kami merindukanmu. Abang harus kuat, Kami selalu mendoakan, Abang. Cepatlah sadar, Bang!" ujarku mencoba membangunkan Bang Ridwan.Kuraih tangan Bang Ridwan, lalu menempelkannya ke perutku. Calon bayi di perut ini pasti merindukan hal ini. Biasanya seusai salat Subuh, Bang Ridwan selalu meng

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 121

    Sudah pukul lima subuh, aku baru saja selesai melaksanakan sala Subuh di Mushollah. "Bu, Ibu mertua dan Kakak ipar saya sudah datang. Jadi, bukan berniat mengusir. Bu Hindun kelihatan lelah sekali. Ibu pulang saja, ya. Ibu tidak perlu khawatir, sudah ada yang menemani saya di sini," ujarku pada wanita yang telah menemaniku menjaga Bang Ridwan sejak kemarin."Ya, sudah kalau begitu. Saya akan pulang, nanti sore saya kembali lagi membawakan pakaian ganti untuk Bu Tiwi. Pasti gerah kan, sejak kemarin belum ganti baju," sahut Bu Hindun. "Saya tidak enak, jadi merepotkan Ibu.""Tidak, Bu, saya tidak merasa direpotkan. Saya permisi ya, Bu." Aku memberikan uang kertas berwarna merah sebanyak dua lembar kepadanya, untuk ongkos taxi dan pegangan di jalan. Irfan, sudah pulang sejak kemarin, karena ada yang ingin menyewa mobilnya.Aku kembali ke ruangan Bang Ridwan. Kak Suci dan Ibu masih tertidur di kursi, di depan ruangan. Dengan hati-hati aku membangunkan mereka agar salat Subuh. Mereka se

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 120

    Dengan usaha yang gigih, akhirnya anak itu datang ke acara pernikahan kami bersama ibunya, mantan istri Bang Ridwan yang dulu dia buang demi seorang wanita bernam Gita. Wanita itu sangat cantik dan anggun, Mbak Risa namanya. Setelah mendapatkan maaf dan restu darinya, Bang Ridwan merasa lega dan siap menghadapi masa depan bersamaku. Tujuh tahun sudah kami berumah tangga. Baru sekarang Allah menitipkan seorang anak di rahimku. Baru saja kami merasa bahagia akan menyambut kelahiran anak pertama kami. Namun, Bang Ridwan mengalami kecelakaan seperti ini. Akankah kebahaiaan itu harus terenggut sekarang? Tak adakah kesempatan untuk Bang Ridwan melihat wajah anaknya? entahlah, dadaku semakin sesak setiap memikirkan hal ini. Ya, Allah, izinkan anakku bertemu dengan ayahnya, digendong ayahnya, tumbuh dan berkembang dibawah asuhan ayahnya. Cukuplah Tama yang merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak kecil. Aku tahu, Bang Ridwan sangat bersalah kepada Tama. Ampuni dia ya, Allah! Izinkan dia

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 119

    Malam sudah menjelma. Namun, Bang Ridwan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Aku semakin cemas melihat kondisinya. Sejak tadi aku belum menelan nasi sedikit pun. Entahlah, rasanya aku tak ingin meninggalkan Bang Ridwan barang sedetik pun. Kami berada di ruang tunggu dekat dengan ruang ICU. Tak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Aku hanya bisa melihat suamiku dari jendela kaca. "Bu Tiwi, makan dulu, Bu! Sejak tadi siang Ibu belum makan apa pun. Kasian calon bayi Ibu. Pikirkan dia, Bu! Jangan sampai dia kenapa-kenapa." Bu Hindun yang baru datang membawa nasi bungkus berkata memelas."Tapi, saya tidak selera makan sebelum melihat Bang Ridwan sadar, Bu," sahutku lirih. "Pikirkan calon bayi Ibu! Pak Ridwan pasti juga tidak ingin calon bayinya kenapa-kenapa. Makanlah, Bu, sedikit saja!" ujarnya lagi sembari membuka nasi bungkus untukku.Benar kata Bu Hindun. Aku tidak boleh egois. Calon bayiku tidak harus ikut tersiksa karena kesedihanku

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 118

    POV TIWIAku dan Bu Hindun mempercepat langkah agar cepat sampai ke ruangan itu. Begitu aku sampai di depan ruangan tempat Bang Ridwan diobati, seorang wanita datamg menghampiri."Anda Ibu Tiwi?" tanyanya. Aku mengangguk."Saya yang menelepon tadi. Ayo ikut saya, kita harus segera menemui dokter. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan dilakukanya operasi pada suami Ibu. Ada pembekuan darah di kepalanya, dan harus segera dioperasi."Aku mengikuti wanita itu menuju salah satu ruangan di rumah sakit ini. Setelah menandatangani surat persetujuan itu, Para perawat langsung memindahkan Bang Ridwan ke ruang operasi. Operasi terhadap Bang Ridwan segera dilakukan.Diluar ruang operasi aku menunggu dengan cemas. Mulutku serasa terkunci, aku tak mampu berbicara apa pun selama Bang Ridwan masih di dalam sana. Wanita yang meneleponku tadi juga masih di sini bersama suaminya. Aku belum sempat bertanya apa-apa pada mereka. Nanti sajalah, setelah operasinya selesai, pikirku. Sekitar sat

DMCA.com Protection Status