Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama
"Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be
POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,
Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe
Dipermalukan di Acara Pesta"Sudah siap, Ris?" seru Bang Ridwan dari luar kamar."Sebentar lagi, Bang!" sahutku sembari sibuk memilih baju yang akan kupakai ke pesta keluarga suamiku. Dari tadi tidak ada yang pas, semua jadi sempit. Apa tubuhku semakin gemuk ya? Sepertinya masih segitu-segitu aja. Tapi kenapa tak ada yang muat?Aku tak boleh malu-maluin di depan keluarga Bang Ridwan. Di sana, semua keluarga Bang Ridwan berkumpul. Kalau sampai aku tampil jelek, mertua dan suamiku pasti malu."Lama amat sih, Ris! Capek nunggunya. Jangan-jangan, pestanya sudah selesai begitu kita sampai di sana." Ibu yang sejak tadi sudah tak sabar, masuk ke dalam kamarku sambil ngomel-ngomel."Iya, Bu, bentar lagi ya. Risa masih pilih baju yang pas di badan Risa. Sabar ya, Bu?" ucapku sembari cengengesan agar Ibu mertuaku itu tak marah."Makanya, punya badan jangan dibiarkan tambah bengkak begitu. Mau pakai apa juga gak bakalan pas. Ya sudah, cepat sedikit. Kalau tidak kami tinggal," ucap Ibu lagi deng
"Ini siapa, Mbak? Temen Mbak Mayang?" tanyanya pada Ibu mertua sembari memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sampai dia lupa menyalamiku."Oh, itu...anu....""Saya istrinya Bang Ridwan, Bu," sahutku cepat memotong kata-kata Ibu yang sepertinya ragu-ragu mengenalkan diriku sebagai menantunya. "Istrinya Ridwan!?" ucapnya kaget, lalu menunduk ke dekat telinga Bang Ridwan."Gak salah pilih istri, Wan? Masak model begitu, seleramu?" bisiknya, namun masih dapat kudengar. "Kamu kerja di mana?" tanyanya lagi padaku. "Gak kerja, Bu," jawabku singkat."Bude, saya budenya Ridwan," sambarnya lekas. "Iya, Bude. Saya di rumah aja, gak kerja." Aku berkata sembari tersenyum simpul."Walah, gak kerja? Sini, Bude bilangin ya! Kalau kita cuma ngarep gaji suami, sebagai perempuan harus pinter-pinter merawat diri. Lihat Bude, sudah tua begini, bobot tubuh masih ideal, wajah harus glowing, penampilan harus selalu paripurna di mana pun dan kapan pun. Jangan sampai, suami kita melirik cewe
Komentar Pedas MertuakuAku segera menyudahi makan, lalu gegas melangkah meninggalkan mereka. Bang Ridwan dari tadi tak memperdulikan aku. Dia asyik ngobrol dengan mantan kekasihnya itu. Untuk apa aku lama-lama di situ, kalau hanya jadi kambing congek. Aku terus berjalan menuju mobil yang terparkir di lapangan tak jauh dari lokasi pesta. Bang Ridwan memanggilku, aku tak perduli. Aku terus berlalu menjauhi mereka.Air mata yang sejak tadi kutahan, akhirnya meluncur bebas membasahi pipi. Sakit rasanya hati ini. Lelaki yang selama ini kucinta dan kupuja, ternyata malu mengakui aku sebagai istrinya. Dia malah nyaman dan kelihatan sangat bahagia ngobrol dengan mantan kekasihnya. Bang Ridwan selama ini tak pernah mempermasalahkan penampilanku. Mau aku gendut atau kurus. Mau aku pakai make up atau tidak, dia selalu diam dan terkesan membiarkan. Apa itu karena dia tak perduli padaku. Apa mungkin selama ini Bang Ridwan hanya pura-pura mencintaiku? Padahal sebenarnya tidak. Aku hanya dijadik
Waktu itu, aku hanyalah pengagum rahasia yang bersembunyi di balik akun bernama 'Risa01'. Perpaduan antara nama dan bulan lahirku. Aku selalu mengirimkan emot bergambar jempol tangan bahkan sering juga yang gambar hati pada postingan-postingan yang dibagikan oleh Bang Ridwan di aplikasi berwarna biru itu. Termasuk waktu dia membagikan foto liburan bersama Gita, kekasihnya waktu itu. Aku sering berkhayal, andai aku jadi Gita. Pasti akan sangat bahagia sekali. Berdampingan dengan pria setampan Bang Ridwan.Tak hanya itu, aku juga sering berkomentar pada status-statusnya. Aku begitu memujanya dalam diam. Memimpikannya di setiap tidur malamku. Berharap akan dapat bertemu dan menjalin hubungan nyata bukan di dunia maya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Entah kesambet atau bagaimana, Bang Ridwan yang sedang patah hati itu. mengirimkan sebuah pesan melalui masenger. Aku tau dia patah hati dari status yang ditulisnya sebulan terakhir.[Lagi apa? Boleh kenalan?] tulisnya waktu itu.Pesan itu kub