Baby CEO: Kehamilan yang Tak Diinginkan

Baby CEO: Kehamilan yang Tak Diinginkan

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-03
Oleh:  Hanazawa Easzy  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
59Bab
2.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Prekuel "Terpaksa Menikahi CEO" "Aku akan terus datang sebelum kau setuju menikah denganku.” "Apa kamu gila?!" teriak Eva yang sudah kehabisan kesabarannya. "Aku tidak gila. Aku hanya berusaha mempertanggungjawabkan apa yang terjadi. Ada anakku di perutmu. Bagaimana mungkin aku bisa mengabaikannya?" "Kenapa tidak bisa? Aku tidak akan menikah dengan pria licik sepertimu." Penolakan Evalia terhadap pernyataan cinta Hanson Dirgantara justru membawa bencana, membuatnya terjebak bersama pria itu dan hamil tanpa adanya ikatan pernikahan. Berbagai kesalahpahaman membuat Eva semakin membenci pria itu. Permasalahan semakin pelik saat Eva menolak menikah dengan Hans, bahkan berusaha menggugurkan Baby CEO di perutnya. Sanggupkah Hans menaklukkan Eva? Tambahkan buku ini ke rak bacaan kalian dan ikuti kelanjutan kisahnya. Jangan lupa ikuti akun hanazawa.hana untuk info novel terbaru author! Selamat membaca^^

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

1. Prolog

"Eva, menikahlah denganku," ujar Hans sambil menyodorkan cincin ke depan Evalia Lesmana, dokter muda berusia 22 tahun yang saat ini magang di sebuah rumah sakit swasta di ibu kota. “Hentikan omong kosongmu dan jangan muncul lagi di hadapanku!” sentaknya garang sambil menepis tangan Hans. Kemarahan tampak jelas di wajahnya. “Aku akan terus datang sebelum kau setuju menikah denganku.” "Jangan bermimpi!" Eva mendorong tubuh Hans dan berjalan melewatinya. "Aku tidak bermimpi. Aku ingin bertanggung jawab atas kejadian malam itu. Aku akan menikahimu." "Aku tidak akan menikah dengan pria licik sepertimu. Lagi pula, bukankah itu memang rencanamu sejak awal? Kamu memetik bunga sembarangan dan menginjak-injaknya tanpa belas kasihan. Untuk apa sekarang pura-pura menyesal dan ingin bertanggung jawab?!" Pria dengan kemeja putih itu meraup wajahnya dengan tangan, mulai frustrasi dengan penolakan Eva. Dia mengejar gadis itu, menghadangnya tepat sebelum melewati pintu kaca. "Dengarkan dulu pen

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
VBeytha
Ayo Thor lanjuuut, bikin penasaran (●♡∀♡)
2024-09-02 17:13:26
0
user avatar
YL Wanodya
pas baca awalnya kaya spot jantung bgt...... gabisa berkata-kata
2023-06-08 21:33:35
1
user avatar
Aeris Park
Wah! bagus ceritanya
2023-06-06 11:15:21
1
59 Bab

1. Prolog

"Eva, menikahlah denganku," ujar Hans sambil menyodorkan cincin ke depan Evalia Lesmana, dokter muda berusia 22 tahun yang saat ini magang di sebuah rumah sakit swasta di ibu kota. “Hentikan omong kosongmu dan jangan muncul lagi di hadapanku!” sentaknya garang sambil menepis tangan Hans. Kemarahan tampak jelas di wajahnya. “Aku akan terus datang sebelum kau setuju menikah denganku.” "Jangan bermimpi!" Eva mendorong tubuh Hans dan berjalan melewatinya. "Aku tidak bermimpi. Aku ingin bertanggung jawab atas kejadian malam itu. Aku akan menikahimu." "Aku tidak akan menikah dengan pria licik sepertimu. Lagi pula, bukankah itu memang rencanamu sejak awal? Kamu memetik bunga sembarangan dan menginjak-injaknya tanpa belas kasihan. Untuk apa sekarang pura-pura menyesal dan ingin bertanggung jawab?!" Pria dengan kemeja putih itu meraup wajahnya dengan tangan, mulai frustrasi dengan penolakan Eva. Dia mengejar gadis itu, menghadangnya tepat sebelum melewati pintu kaca. "Dengarkan dulu pen
Baca selengkapnya

2. Buat Dia Hamil!

“Dirgantara Artha Graha, itu nama yang luar biasa. Selamat atas peresmian perusahaan barumu, Hans.” Pria yang dipanggil Hans mengangguk sambil tersenyum, mengangkat gelasnya untuk bersulang. Musik menghentak terdengar memekakkan telinga bersama kelap-kelip lampu berbagai warna yang membuat silau mata. Hans dan Felix duduk di lantai dua sambil menatap ke arah lantai dansa sebuah kelab malam elit ibu kota. “Pilihlah satu di antara gadis-gadis itu. Aku akan membawakannya padamu. Mereka tidak akan keberatan menghabiskan malam dengan pria tampan sepertimu,” ujar Felix sambil menenggak wine miliknya, mengerling Hans yang justru menggelengkan kepala. “Tidak perlu sungkan. Just one night stand. Tidak akan ada yang menuntut pertanggung jawaban. Semua atas dasar suka sama suka.” Hans tersenyum tanpa menanggapinya, berkeliling menatap kelab milik sahabatnya yang semakin ramai saat melewati tengah malam. “Karena kamu malu-malu, biarkan aku yang menentukan.” Pria dengan kemeja navy itu memi
Baca selengkapnya

3. Awal Kesalahan Bermula

Eva melemaskan otot lehernya setelah memindahkan begitu banyak berkas seorang diri. Sebagai dokter magang yang baru bergabung di rumah sakit ini, dia harus mau disuruh apa saja. Termasuk membawa catatan fisik pasien ke ruang arsip dan mengaturnya sedemikian rupa. "Kau lelah?" Hans menghampiri Eva dan mengulurkan soft drink dingin. Sebuah senyum terukir di bibirnya, menampilkan lesung pipi yang cukup manis dan menambah ketampanan pria itu. Dia sengaja mampir ke rumah sakit untuk melihat pujaan hatinya. "Untukmu," jelasnya saat melihat Eva tak lantas mengambil minuman itu, justru menatapnya dengan pandangan heran. "Ah, aku kebetulan ada urusan dengan kepala rumah sakit dan tidak sengaja melihatmu. Apa kau masih mengingatku? Kita pertama kali bertemu di kelas bahasa." Hans menunjuk keningnya yang dulu pernah mendapat perawatan Eva. "Maaf," ucap Eva sebelum berbalik. Dia tidak mengenali pria di hadapannya. Namun, Hans dengan cepat kembali menghadangnya dan menjelaskan detail pertemuan
Baca selengkapnya

4. Ungkapan Cinta Tak Terduga

“Dasar gadis miskin tidak tahu diri!” Plak! Sebuah tamparan mendarat di wajah Eva, membuat rasa panas dan perih segera merayap di pipinya. Tanpa membuat kesalahan berarti, dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari gadis yang bahkan tak dikenalnya. Di sisi lain, dua orang pria sedang duduk santai di lantai dua saat seorang pelayan datang dengan tergesa. Langkahnya hampir seperti berlari, melewati dua anak tangga sekaligus. “Tu … Tuan Muda!” Suaranya tercekat di tenggorokan saat mencoba berbicara. Napasnya terengah-engah, kesulitan menyuarakan rangkaian kata di kepala. Felix yang pertama kali menoleh, menaikkan sebelah alisnya. “Ada apa?” Hans membenahi lengan kemejanya, mendekat ke arah pintu yang terbuka tanpa diketuk dulu sebelumnya. “Ada … ada yang bertengkar, Tuan. Anda harus segera turun.” Tanpa membuang waktu lebih lama, Hans dan Felix berlari menuruni anak tangga seolah berkejaran dengan waktu yang ada. Mereka masih harus melewati ruang tengah yang luas sebelum samp
Baca selengkapnya

5. Pelampiasan

“Sayang, Hans bicara denganmu. Apa kamu ingin membiarkannya terus berlutut seperti itu?” Berbagai pemikiran Eva segera terjeda, menatap Kuina yang kembali memeluk lengannya seperti saat mereka bergabung kembali ke tempat itu. “Tidak ada yang memaksamu menerima pernyataan cinta bocah itu, tapi setidaknya kamu bisa membuatnya berdiri,” bisiknya lebih lanjut. Hans merendahkan dirinya, mengungkapkan perasaan yang tidak bisa disembunyikan lagi. Dia ingin Eva tahu bahwa dirinya adalah seseorang yang spesial. Semua gadis yang ada di sana melihat adegan romantis di depan mereka dengan tatapan iri. Tidak sedikit yang berharap bisa bertukar posisi dengan gadis yang sampai saat ini masih bungkam seribu bahasa. Hans Dirgantara memiliki semua yang diidam-idamkan wanita. Tampan, pekerja keras, lembut, juga masa depan yang cemerlang sebagai pemilik sekaligus pendiri sebuah perusahaan multinasional. Belum lagi ayah dan ibunya yang terkenal dengan kebaikan hatinya, tidak memandang orang lain berda
Baca selengkapnya

6. Niat Jahat

"Eva, ini sudah terlalu larut. Menginap saja di asrama. Kamu bisa kembali besok pagi." Seorang dokter dengan name tag bertuliskan Arvin Faaz tampak khawatir menatap gadis bertubuh mungil di hadapannya. Sebagai senior sekaligus penanggung jawab koasisten, dia harus memastikan anggotanya tetap aman. "Anda terlalu banyak berpikir, Dokter. Lagi pula, rumah saya tidak jauh, hanya lima menit berjalan kaki dari sini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." "Lampu di ujung jalan rusak. Bisa saja—" "Dokter Arvin, apa Anda lupa kalau saya bukan lagi anak kecil yang takut gelap?" Pria berkacamata tebal itu tak lantas menjawab. Raut khawatir masih terlihat di wajahnya, bimbang antara mengantarkan Evalia sampai kamar kosnya atau tetap berjaga di ruang gawat darurat untuk mengantisipasi pasien yang datang tiba-tiba. "Tunggu di sini. Aku akan mengantarmu, lagi pula sedang tidak ada pasien darurat sekarang." "Tidak perlu, Dokter. Tugas Anda lebih penting di sini." "Eva ...." Sekali lagi Arvin mena
Baca selengkapnya

7. Di Bawah Pengaruh Alkohol

“Eva, buka pintunya! Apa kamu di dalam?” Arvin terus mengetuk pintu di depannya, berharap Eva muncul dan mengikis prasangka buruknya tentang apa yang terjadi. Namun, harapannya itu tak pernah terjadi. Pintu tak pernah terbuka, bahkan tak ada sepatu Eva yang menandakan gadis itu sudah pulang. "Astaga, apa yang terjadi dengannya?" Untuk ke sekian kali, Arvin menghubungi nomor ponsel dokter muda bimbingannya itu. Sayang, hanya operator ponsel yang terdengar berkali-kali menjawabnya. Tanpa pikir panjang, pria dengan kacamata tebal itu kembali berlari ke arah jalan pintas yang menghubungkan rumah sakit dengan perumahan padat penduduk tempat Eva tinggal. Langkahnya terhenti di di bawah lampu jalan yang rusak dan belum sempat diperbaiki oleh petugas. Dengan gemetar tangannya kembali menekan nomor ponsel Eva. Saat itulah matanya melihat sebuah benda pipih menyala, tergeletak tak jauh dari kakinya. "Ponsel milik Eva!" Arvin berlari ke arah rumah sakit dan segera melaporkan kejadian menghi
Baca selengkapnya

8. Felix Dalangnya!

"Argh! Kenapa kepalaku sakit sekali?" keluh Hans saat tersadar dari tidur panjangnya. Rasa pening menghantam kepala, seperti ada palu godam yang membebani. Meski begitu, ada kepuasan yang tidak diketahui penyebabnya. "Kamu suka hadiah dariku, Hans?" Suara Felix berhasil membuat Hanson Dirgantara membuka matanya, mengerjap dua kali untuk menyesuaikan cahaya yang memasuki indra penglihatannya. "Hadiah?" Felix terkekeh, duduk di kursi sofa dengan begitu santai dan menyilangkan kakinya. Sebuah senyum licik juga terukir di wajah tampannya. "Untuk apa kau di sini?" Hans menatap sekelilingnya, mengamati dekorasi ruangan yang tampak asing. Namun, saat mencoba mengingat kenapa dia ada di sana, seperti ada kabut tebal yang menghalangi memorinya. "Kamu mabuk semalam," gumam Felix sambil menyerahkan segelas minuman yang terbuat dari jahe. Uap panas masih mengebul di atasnya, menguar sebelum menghilang tiga detik berikutnya. Hans menyesapnya sedikit sambil menggali ingatannya. Dia ada di kela
Baca selengkapnya

9. Nasi Sudah Menjadi Bubur

“Seberapa efektif obat ini untuk mencegah kehamilan?” “Apa maksudmu, Ev? Ini ….” “Tolong jawab sejujurnya, Dok. Saya mohon.” Arvin harus meneguk ludah untuk membasahi kerongkongannya. Melihat kesungguhan gadis di hadapannya, dia harus menarik napas dalam agar tetap tenang dan tidak kehilangan akal sehatnya. Semalam suntuk Arvin ke sana kemari mencari Eva, bahkan tiga kali pulang pergi ke kantor polisi untuk mencari keberadaan Eva. Pagi ini, saat dirinya berada di ambang rasa putus asa, gadis itu tiba-tiba muncul di depan klinik dan menodongnya dengan pertanyaan yang tidak terduga, menanyakan seberapa efektif obat kontrasepsi darurat di tangannya. “Mari kita bicarakan di dalam.” “Waktu saya terbatas, Dok.” “Masuk dan kita bicara di dalam atau tidak sama sekali.” Eva menggigit bibir bawahnya, ragu antara masuk atau memilih pergi saja dari sana. Terlebih, Arvin pria lajang yang tinggal sendirian. Dia takut akan menimbulkan fitnah. “Tunggu apa lagi?” Arvin kembali dan mengonfirma
Baca selengkapnya

Bab 10. Kemarahan Arvin

"Aku akan menikahimu," ucap Hans sedikit berteriak yang membuat Eva menghentikan langkah. Telinganya dengan jelas menangkap ucapan Hans, juga berhasil membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. Eva tak menjawab, menggigit bibir sambil mengepalkan tangan erat-erat di samping badan. Dadanya bergemuruh, semakin muak dengan Hans yang keras kepala dan selalu menghantuinya. "Aku tidak akan melepaskan tanggung jawabku begitu saja. Dengan atau tanpa persetujuanmu, aku akan tetap mendaftarkan pernikahan kita." Hans mencengkeram tangan Eva, bersiap menariknya pergi dari pelataran rumah sakit saat sebuah tangan menahannya. "Lepaskan dia." Hans menoleh dan mendapati seorang pria dengan kacamata tebal tengah menatap ke arahnya. "Telingamu berfungsi dengan baik, bukan? Lepaskan tanganmu sekarang juga! Jangan membuat gaduh di rumah sakit dan jangan mengganggunya." Gemeletuk gigi Hans terdengar saling beradu, merasa terusik dengan kehadiran pria tak dikenal yang berusaha mencampuri urusannya
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status