Anakku Tak Diakui Ayahnya

Anakku Tak Diakui Ayahnya

last updateLast Updated : 2023-09-27
By:  Yuli Zaynomi  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
96Chapters
15.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Rindu, wanita muda yang harus membesarkan anak seorang diri karena kesalahan yang dilakukannya. Laki-laki yang menanamkan benih di rahimnya menolak bertanggungjawab karena tekanan dari keluarganya. Rindu pun harus diusir dari rumahnya hingga sempat hidup terlunta-lunta. Bertahun kemudian, Rindu berhasil membesarkan anaknya dengan penuh cinta. Wanita yang dipaksa kuat oleh keadaan itu menjelma menjadi wanita sukses yang selalu menolak hadirnya laki-laki yang hendak mendekati dirinya. Satya, laki-laki yang selalu berada di sisinya, memberinya kekuatan saat trauma masa lalu datang menghantui Rindu, tak henti memberi perhatian pada wanita itu dan anaknya. Laki-laki itu mengabaikan penolakan yang berulang kali Rindu tegaskan padanya. Perjuangan Rindu makin berat saat Giandra, laki-laki yang sudah menghancurkan hidupnya datang dengan cara yang mengejutkan. Laki-laki itu mendapati kenyataan yang begitu mencengangkan saat melihat wajah anak Rindu yang begitu mirip dengannya. Bagaimana Rindu akhirnya menemukan cinta sejatinya?

View More

Latest chapter

Free Preview

Pertemuan yang Menyesakkan

BAB 1Pertemuan yang MenyesakkanSetengah berlari aku masuk ke ruang IGD rumah sakit. Kugendong Bintang--anakku yang berusia lima tahun sambil berteriak meminta pertolongan. Aku tak peduli malam begitu larut, hingga sebagian besar mereka nakes yang bertugas jaga terlelap di meja mereka masing-masing. Bahkan seorang perawat laki-laki berbadan tambun tertidur di kursi yang ditata hingga pas untuk menopang tubuhnya. "Anak saya kejang, tolong!" ucapku setengah berteriak. Mereka yang sudah terbiasa menghadapi peristiwa seperti ini dengan sigap meraih anakku dan membaringkannya di atas kasur pasien."Tenang, Bu. Ibu tunggu di luar," ucap seorang perawat dengan kerudung lebar menjuntai menutupi hampir setengah tubuhnya. Aku beringsut mundur, sadar diri kepanikanku membawa dampak buruk bagi mereka yang butuh konsentrasi tinggi saat memberikan pertolongan untuk Bintang. Aku menjatuhkan tubuhku di kursi tunggu berbahan stainless yang terletak di depan ruangan IGD. Panik, takut dan banyak seka

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Maya Afrayanti
tetap semangat, karya ny selalu mencirikan wanita tegas dlm bersikap
2023-08-08 23:52:48
1
96 Chapters

Pertemuan yang Menyesakkan

BAB 1Pertemuan yang MenyesakkanSetengah berlari aku masuk ke ruang IGD rumah sakit. Kugendong Bintang--anakku yang berusia lima tahun sambil berteriak meminta pertolongan. Aku tak peduli malam begitu larut, hingga sebagian besar mereka nakes yang bertugas jaga terlelap di meja mereka masing-masing. Bahkan seorang perawat laki-laki berbadan tambun tertidur di kursi yang ditata hingga pas untuk menopang tubuhnya. "Anak saya kejang, tolong!" ucapku setengah berteriak. Mereka yang sudah terbiasa menghadapi peristiwa seperti ini dengan sigap meraih anakku dan membaringkannya di atas kasur pasien."Tenang, Bu. Ibu tunggu di luar," ucap seorang perawat dengan kerudung lebar menjuntai menutupi hampir setengah tubuhnya. Aku beringsut mundur, sadar diri kepanikanku membawa dampak buruk bagi mereka yang butuh konsentrasi tinggi saat memberikan pertolongan untuk Bintang. Aku menjatuhkan tubuhku di kursi tunggu berbahan stainless yang terletak di depan ruangan IGD. Panik, takut dan banyak seka
Read more

Flashback

BAB 2Flashback Gemetar tanganku memegang benda persegi panjang berwarna putih. Garis dua yang menyembul di salah satu permukaannya seperti garis kematian yang terpampang nyata di depan mataku. Garis kematian yang akan membunuh cita-cita dan senyuman orangtuaku. Seolah tak bertulang tubuhku luruh di atas lantai kamar mandi yang setengah basah. Suara gedoran pintu dari ibu membuat kekuatanku yang semula raib kembali memenuhi setiap jengkal tubuhku. Aku tak mungkin terus-menerus seperti ini. Tak bisa kubayangkan wajah tua ayah setelah tahu anak perempuan kesayangannya melempar kotoran ke wajahnya seperti ini. "Apakah sekarang kau punya hobi mencari inspirasi di kamar mandi? Menatapi jentik-jentik nyamuk hingga khayalanmu mengubah mereka menjadi ulat sutera bernilai jutaan rupiah?" Suara sindiran ibu membuatku tersentak. Wanita yang entah kapan berkata manis padaku itu melotot seolah matanya hampir keluar. Aku terbiasa mendapati sikapnya seperti itu, apalagi setelah ayah telah memasu
Read more

Kemarahan Rindu

BAB 3Kemarahan Rindu"Ma, Bintang nggak mau sama Mba Nini, maunya sama Mama." Anak lelakiku kembali merajuk, kebiasaan yang akhir-akhir ini sering dilakukannya saat aku tengah menyiapkan mobilku. Tubuhnya akan memeluk kakiku dengan erat, tak mengizinkanku beranjak sedikit pun. "Ma, Bintang ke sekolah sama Mama. Mama nggak boleh kerja hari ini," rajuknya dengan tangan makin erat memeluk kakiku. Jika seperti ini, aku luruh. Duduk di depannya. Menatap sepasang telaga bening milik separuh hidupku. "Mama harus kerja, kalau nggak kerja siapa yang mau bayar uang sekolah Bintang. Beli mainan Bintang, atau uang untuk jalan-jalan Bintang?" tanyaku berusaha berdiplomasi. Anakku tak mau menatap wajahku. Tentu saja aku tahu hatinya tengah bergejolak. Bintang anak yang cerdas, aku yakin dia akan paham jika kuberi pengertian seperti ini. "Tapi Bintang pengin ditemenin. Mama Rendra, Mama Tama, Mama Giska… mereka semua ada mamanya. Cuma aku saja yang sama Mba Tini. Mereka bilang Mamanya Bintang le
Read more

Kemarahan Rindu (2)

BAB 4 Kemarahan Rindu (2) "Kenapa? Bukankah kau lebih percaya kalimat orang tuamu dan juga Aluna? Aku hanya gadis rusak yang tengah mengincar kekayaan orang tuamu. Aku gadis rusak yang sedang menipumu dengan kehamilanku. Aku gadis rusak yang sedang meminta pertanggung jawaban pada lelaki yang memiliki masa depan cerah sebagai seorang dokter? Aku yang hamil entah dengan lelaki mana tetapi menjebakmu dan mengatakan bahwa kamu adalah satu-satunya lelaki yang menjamahku? Kau lebih percaya mereka, Giandra. Kau abaikan aku yang menolak menerima uang puluhan juta dari orangtuamu untuk menggugurkan kandunganku saat itu! Akulah gadis rusak yang melahirkan seorang diri di sebuah puskesmas tanpa uang seperpun! Aku berjuang merangkak sendiri tanpa bantuan dari siapapun! Lalu kau kini datang dengan dalih mencariku selama ini? Kau kira aku bodoh?" Kutumpahkan segala sesak yang kutahan bertahun-tahun. Lelaki yang segala kemarahanku bermuara padanya. Giandra, lelaki yang lebih percaya pada orang
Read more

Pertemuan Bintang dan Ayahnya

BAB 5 Pertemuan Bintang dan Ayahnya Seolah tak mengenal lelah Bintang mengitari area mall ini. Entah apa yang dia cari sebenarnya. Berkali-kali aku bertanya padanya, dia hanya tersenyum sambil menarik tanganku agar mengikuti ritme berjalannya. "Kenapa? Mama capek?" tanyanya setelah melihatku bergeming di tempatku berdiri. "Bintang cari apa?" Anak lelaki memutar matanya sembari berpikir. Aku tahu dia tak benar-benar menginginkan mainan yang kujanjikan tadi pagi. Bintang hanya butuh momen seperti ini, berjalan-jalan menghabiskan sisa sore dengan ibunya tanpa harus berkali-kali menengok ke arah jam di pergelangan tangan kirinya. Sayangnya hari dan hati ini sudah lelah sejak pagi, sejak lelaki bernama Giandra itu dengan begitu lancang merusak semuanya. "Bintang cuma pengin jalan-jalan sama Mama seperti ini. Tapi kelihatannya Mama lelah?" Nada suaranya yang sendu membuatku tercubit. Aku tak boleh egois. Bintang layak mendapatkan haknya. Kuatur napas dan segera kusunggingkan senyum te
Read more

BAB 6

Pertemuan dengan Aluna"Wajahmu itu tidak bisa bohong. Kamu sedang tidak baik-baik saja." Satya mengurai kalimatnya yang pertama saat mobilku berada pada kendalinya. Aku memilih mengabaikan kalimatnya dengan memandang ke luar kaca mobil. Rintik-tintik hujan yang perlahan turun membuat suasana hatiku makin tak menentu. Entah apa yang sedang kurasakan, nyatanya semakin tenggelam menyelami rintikan hujan itu membuat jiwaku makin tersentil, seolah mereka tengah menertawakan kondisiku saat ini. Nyatanya hampir enam tahun ini aku menghilang dari kehidupan lamaku, rasa rindu pada sosok di masa lalu itu sering muncul. Dalam anganku, ingin sekali melihat sosok ceria yang hanya tahu bagaimana beratnya menggapai cita-cita. Gadis penuh semangat yang mendewakan senyum ayahnya. Rasanya sesak setiap kali mengingat akulah satu-satunya yang harus disalahkan karena gugurnya sosok Rindu yang dulu. "Aku tahu, ada banyak sesal yang ada di hatimu. Tetapi sampai kapan? Kumohon lepaskanlah semuanya, Rindu
Read more

BAB 7

Hari ini aku sengaja mencari gaun yang akan kukenakan di acara pesta pernikahan salah satu temanku. Aku bertemu dengan Gina saat sama-sama merintis usaha kuliner beberapa tahun lalu. Kebetulan kami mengikuti pelatihan salah satu motivator bisnis kuliner yang diadakan di salah satu hotel cukup terkenal. Dari sanalah hubungan baik kami terjalin hingga kini, saat usaha kebab fenomenalnya memiliki puluhan cabang di kota ini.Kuparkirkan mobil di halaman depan butik langgananku ini. Selain harganya yang pas di kantong, aku cukup suka dengan rancangan gaun pemilik butik ini. Saking seringnya aku mempercayakan gaunku disini, pemiliknya—Mba Dena, sampai kenal baik denganku. Aku tak tahu apakah itu bentuk keramahan pemilik butik pada customernya. Yang jelas aku nyaman berkonsultasi mengenai rancangan yang kuinginkan. "Hai, sendirian? Mana bodyguard kesayanganku itu?" Mba Dena mencium pipiku kanan kiri sambil meledekku dengan membahas Satya setiap pertemuan kami yang tanpa diikuti lelaki itu.
Read more

BAB 8

Dunia yang Sempit"Hai Lun? Kapan sampai?" Mba Dena menuju ke arah Aluna yang masih berdiri di depan pintu. Matanya tak bisa berbohong, dia masih syok saat mendapatiku tengah berada di ruangan yang sama dengannya. Aku yang masih punya janji dengan Mba Dena untuk melihat koleksi bajunya memilih bertahan di tempatku duduk. Kuambil katalog design produk yang lain demi membunuh rasa canggung yang tak bisa kuhilangkan dalam sekejap. Kulihat Aluna masuk meski dengan langkah yang ragu. "Minggu kemarin, Mba. Beres-beres rumah dulu baru sempat kemari," ucapnya berusaha menampilkan senyum pada Mba Dena yang memeluknya erat. Sementara aku memilih membuka kembali katalog yang lain lagi untuk mengalihkan perhatianku. Tetapi dari ekor mataku aku bisa melihat Aluna masih memandangku dengan tatapan yang sulit kuartikan. "Jadi ambil rumah yang di Residen itu?" Pertanyaan Mba Dena pada Aluna membuat kedua alisku bertaut. Perumahan Residen? Hatiku mulai dilanda tanda tanya. Perumahan Residen di kota
Read more

BAB 9

"Aduh, maaf malah jadi lupa, Ndu. Bentar kuambil brownies dulu di dapur. Titip buat Bintang." Mba Dena berlalu dari ruangan yang hanya diberi pembatas kaca. Kulihat langkahnya buru-buru, mungkin karena tak enak telah membuatku menunggu beberapa saat. "Jadi selama ini kamu bersembunyi di sini?" Aluna membuka kalimatnya saat Mba Dena sudah tak terlihat. Aku menoleh, membalas tatapan matanya yang menghujam seolah di hadapannya adalah musuh lama yang baru ditemukan. Aku tersenyum hanya dengan menarik salah satu sudut bibirku. Kulihat tangan Aluna meremas tas di pangkuannya. Bahkan aku masih hafal perangainya jika hatinya tengah gusar. "Bersembunyi? Siapa yang tengah kutakuti hingga harus bersembunyi?" Kujawab pertanyaannya dengan kalimat tanya yang pasti tak dapat dijawabnya."Aku tak melakukan kesalahan apapun. Jadi tak pernah terbersit dalam pikiranku untuk bersembunyi," lanjutku. "Kau memang pandai memainkan kata, Rindu. Apakah kau melahirkan anak itu?" tanyanya dengan suara bergetar
Read more

BAB 10

Hanya Aku dan Bintang Aku datang ke restoran jam sebelas siang. Sebelumnya aku sudah meminta izin Satya untuk datang agak telat karena ada urusan di sekolah Bintang. Hari ini acara pembagian raport, jadi mau tidak mau aku harus menyempatkan diri mengambil laporan hasil belajar anakku selama setengah tahun terakhir. Tak mungkin aku meminta Mba Tini untuk mengambilkannya, hingga pengasuh anakku itu kuminta istirahat hari ini. Sedangkan Bintang sendiri kuajak ke restoran karena beberapa kali dia memintanya demikian. "Sepagi ini sudah ada yang ngapel. Apaan banget sih, Ndu!" ucap Satya dengan sorot mata penuh penghakiman namun dengan mimik yang dibuat lucu. Aku menautkan kedua alisku bermaksud mempertanyakan kalimatnya. Dengan gerakan dagunya dia menunjukkan salah satu sudut dimana seorang laki-laki duduk. Tentu saja membuatku sedikit bertanda tanya siapa yang sudah mendatangiku sepagi ini. "Bukan customer biasa, Sat?" tanyaku meletakkan tas selempang di ruanganku. Dia menggeleng sambi
Read more
DMCA.com Protection Status