Suasana kembali sepi ketika Melinda melanjutkan kegiatannya melihat-lihat sebaris foto yang membuat nya mesam-mesem sendiri. Firdaus hanya mengamati Melinda dari jauh, ia pun mesam-mesem, ia tidak menyangka jika ia bisa bertemu dengan Melinda lagi.
Melinda tiba-tiba berbalik, Firdaus yang sedari tadi menatap Melinda dari belakang gelagapan. Ia tidak mau jika Melinda mengetahui jika ia diam-diam memperhatikan Melinda.
“Jadi hari ini aku ceritanya nyasar, nih,” sindir Melinda dengan melirik ke arah Firdaus. Ia meletakkan kopinya di atas meja, lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan Firdaus. Suasana kembali beku, keduanya hanya saling diam, sedangkan Firdaus pura-pura sibuk dengan memainkan ponsel yang ada di tangannya.
“Fir, thank you ya, udah numpangin aku sampai sini,” ucap Melinda lagi, ia berusaha meraih perhatian Firdaus setelah ia tahu bahwa Firdaus tidak semenyebalkan seperti apa yang ia pikirkan.
“Kamu mau jalan-jalan kemana sih?” tanya Firdaus, ia meletakkan ponselnya diatas meja dekat kopinya. Firdaus memandang Melinda yang tampak lebih cantik jika ia tidak menyebalkan seperti biasanya.
“Belum tahu,” jawab Melinda singkat. Firdaus mengerutkan keningnya, alisnya yang hitam dan tebal berpadu menjadi satu. Wajahnya terlihat semakin tampan dengan gayanya yang sederhana tapi tetap terlihat mempesona.
“Bukannya tadi kamu sudah memesan taksi online?” tanya Firdaus menyelidik. Melinda tersenyum kecut dengan melirik ke arah Firdaus. Firdaus tiba-tiba berdiri dan masuk ke kamar lagi. melinda yang tidak mengerti hanya mengernyitkan dahinya dan membuang napasnya dengan kasar.
“Ayo,” ajak Firdaus yang kini sudah terlihat rapi. melinda melongo melihat Firdaus yang keluar kamar dengan gaya yang berbeda. Firdaus menatap Melinda tajam, ia paling tidak suka ditatap sedemikian oleh orang lain.
“Mau kemana?” tanya Melinda dengan cepat lalu berdiri mengikuti Firdaus. Bagaimanapun ia mengikuti Firdaus, tidak mungkin ia ngotot di rumah saja karena itu adalah rumahnya Firdaus.
“Katanya tadi mau jalan-jalan?” tanya Firdaus dan kini ia yang ganti menatap Melinda dengan wajahnya yang datar. Melinda kini terdiam, ia tidak tahu rencana apalagi yang akan dibuat oleh Firdaus.
Firdaus menyerahkan helm untuk Melinda, perempuan itu hanya menerimanya tanpa banyak tanya. Melinda memperhatikan Firdaus yang mengeluarkan sepeda motornya dari garasi.
“Ayo,” ajak Firdaus lagi. ucapannya masih tetap datar seperti biasa, tapi Melinda bersikap cuek. Ia hanya menuruti apa yang dikatakan Firdaus. Ia membonceng di jok belakang Firdaus. Melewati ibu-ibu yang masih tetap menggerombol di dekat rumah Firdaus.
Melinda terlihat tersenyum, Firdaus sedari tadi diam-diam menikmati senyum indah Melinda yang mengembang begitu saja. Tanpa sadar Melinda merapatkan pelukannya pada pinggang Firdaus lalu menyandarkan kepalanya di pundak Firdaus dan menikmati perjalanan.
Firdaus tersenyum bahagia, ia tidak pernah merasakan senyaman dan sebahagia ini sebelumnya. Firdaus dan Melinda saling tatap, mata keduanya bertemu lalu saling melempar senyum.
Firdaus melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang, sepeda motor itu membawa keduanya menuju sebuah tempat yang begitu dihafal rutenya oleh Melinda. Kawasan wisata itu terlihat ramai, Firdaus memarkirkan sepedanya di tempat parkir yang tidak jauh dari pintu masuk.
Firdaus dan Melinda berjalan menuju loket, Firdaus yang memilih mengantri sedangkan Melinda lalu pergi membeli botol minum.
“Nih,” Melinda mengulurkan sebotol minum. Firdaus menerimanya dengan senyuman yang terus mengembang di bibirnya. Melinda melangkah tidak tentu, ia hanya mengikuti kemana arah pandang yang bagus dan asyik digunakan untuk nongkrong. Firdaus mengikuti dari belakang sekaligus mengamati Melinda. Ia masih tidak percaya pada dirinya sendiri jika bisa berdamai dengan Melinda.
“Kesana yuk,” ajak melinda dan langsung menarik tangan Firdaus dan membawanya pergi mendekati sebuah patung besar yang menjadi icon tempat wisata di salah satu kota semarang, Sam Poo Kong.
Firdaus mengamati tangannya yang terus ditarik oleh Melinda. Lagi-lagi ia hanya tersenyum melihat tingkah Melinda. “Kita duduk di sana ya,” ucap Melinda yang langsung menarik tangan Firdaus lagi tanpa menunggu jawaban dari Firdaus.
Melinda kemudian duduk di sembarang tempat, baginya yang penting bersih. Firdaus pun melakukan hal yang sama. Melinda kemudian mengeluarkan laptop dari tasnya. Firdaus mengerutkan keningnya tidak mengerti.
“Aku jalan-jalan itu sambil kerja, makanya aku tadi sempat mengomel karena kamu buang-buang waktuku begitu aja,” jelas Melinda yang baru diketahui oleh Firdaus. Laki-laki itu mengangguk, mengerti. Ia kemudian mengeluarkan kameranya yang sedari tadi ia simpan di dalam tasnya.
Lalu memotret Melinda dari samping kiri, Melinda terlihat begitu cantik balik frame hasil jepretan Firdaus. Ia tersenyum ketika Melinda tidak menyadarinya. Firdaus lalu beranjak tapi meninggalkan tas kameranya di sebelah Melinda.
“Mau kemana?” Tanya melinda dengan cepat ketika melihat Firdaus beranjak dari duduknya.
“Mau nyari objek,”
“Objek yang ada di sebelahku membosankan,” jawab Firdaus yang berhasil membuat Melinda nyengir geregetan pada Firdaus.
Laki-laki itu tersenyum lalu menjauh pergi, meninggalkan objek yang menurutnya bagus untuk diabadikan. Dan Melinda kembali memainkan jarinya di atas tombol-tombol yang ada pada keyboard laptopnya.
Ketika Firdaus hendak mengambil gambar Melinda, ia melihat seorang laki-laki mendekati Melinda dengan wajah yang hendak menggoda Melinda. Firdaus segera berlari menuju ke arah Melinda.
“Mel,” panggil Firdaus dari jauh. Laki-laki yang berada di dekat Melinda langsung menoleh ke arah sumber suara seperti halnya Melinda. Laki-laki yang ada di dekat Melinda segera menikahi Melinda ketika tahu ada orang yang mengetahui aksinya.
Firdaus mendatangi Melinda ketika laki-laki itu sudah menjauh dari jangkaun Firdaus. Melinda yang tidak mengerit masih menatap Firdaus dengan penuh tanya. Firdaus kemudian duduk di sebelah Melinda. Ia menatap Melinda dengan lamat-lamat.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Firdaus yang terlihat khawatir. Melinda yang masih belum paham mengangguk dengan ragu-ragu.
“Baik,” jawabnya kemudian.
“Kenapa sih kamu teriak-teriak gitu?” tanya Melinda tidak mengerti.
“Nggak,” jawab Firdaus kembali pada sikap sok cueknya. Melinda tidak terima, ia menutup laptopnya dan menatap ke arah Firdaus lamat-lamat. Firdaus selalu berusaha menghindar ketika ditatap sedemikian rupa.
“Jawab, kenapa?” pinta Melinda dengan sedikit memaksa. Firdaus masih tetap diam, ia mengalihkan perhatiannya dengan mengecek kembali hasil jepretannya.
“Tadi kan sudah kujawab, Melinda,” jawab Firdaus dengan terlihat sedikit kesal. Ia melirik ke arah Melinda, tapi sedetik kemudian fokus pada kameranya lagi.
“Mana?” taya Melinda masih tidak terima.
“Lha tadi aku jawab nggak, tadi itu apa nggak jawaban sih, Mel?” tanya Firdaus dengan nada yang kesel. Pertengkaran pun mulai terjadi seperti biasa. Sejak dulu seolah kurang cocok kalau tanpa perdebatan antara keduanya.
Melinda yang kesal langsung meraih kameranya Firdaus ketika hasil jepretannya sebuah bangunan dimana Melinda tengah duduk.
“Kok ada aku? hapus nggak?” perintah Melinda dengan tegas. Firdaus langsung menarik kameranya lagi.
“Hapus nggak, Fir?” perintah Melinda lagi.
“Nggak,” jawab Firdaus dengan cepat dan lalu pergi lagi.
Perdebatan antara Firdaus dan juga Melinda hingga menarik perhatian orang-orang disekitar mereka. perdebatan itu berakhir ketika orang-orang disekitar mereka menatap ke arahnya.Firdaus beberapa kali tersenyum memaksa pada orang yang memandang Firdaus dan juga Melinda yang tengah berdebat. Melinda terlihat kesal dan membuka laptopnya dengan kasar. Ia mengetikkan dengan mulut yang cemberut dan Firdaus kembali sibuk dengan kameranya dan hasil jepretannya.“Fir,”“Hem,”“Laper,” ucap Melinda dengan manja. Ia melupakan perdebatan beberapa waktu yang lalu yang mengakibatkan mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang tidak jauh darinya.“Ya udah, ayo,” ajak Firdaus dan langsung m
“Firdaus, awas,” teriak melinda yang langsung menarik lengan Firdaus. Laki-laki itu kaget dengan ucapan Melinda. Dan mereka terjatuh ketika Melinda menarik lengan Firdaus dn tidak menahan tubuh Firdaus.BrukkkkFirdaus dan Melinda jatuh, Melinda berada di bawah Firdaus, mata mereka saling bertemu.“Tidak terasa sakit ya kalau jatuh sambil menatap pacarnya,” sindir salah seorang yang melintas. Lagi-lagi mereka kena sindir orang. Firdaus langsung bangun dan membantu Melinda bangun. Perempuan itu terlihat kesakitan.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Firdaus dengan mengamati Melinda yang menangis dan berusaha membersihkan baju bagian belakangnya. Firdaus memutar tubuh Melinda dan membantu membersihkan. Ketika itu Melinda terdiam, sejak bertemu d
Melinda duduk di ruang tunggu, tapi ingatannya melayang bersama kepergian Firdaus. Hilir mudik orang-orang yang ada di salah satu stasiun besar yang ada di kota Semarang tidak dihiraukan oleh Melinda. Sejak tadi Melinda senyam-senyum sendiri.“Penumpang yang kami hormati ... “ suara pengumuman dari petugas kereta menyadarkan Melinda dari lamunan. Ia langsung beranjak dari duduknya dan langsung menuju kereta yang sudah siap membawanya kembali pulang.Sebelum memasuki peron, Melinda kembali menoleh ke belakang. Dalam bayangannya ada Firdaus yang melepas kepergian Melinda. Setelah menyadari bahwa Firdaus telah pergi beberapa menit yang lalu, Melinda kembali melangkah menuju peron yang sudah terbuka sedari tadi.Melinda langsung menuju gerbong nomor 6. Gerbong favoritnya di kereta Maharani dengan tipe terbar
Melinda memulai hari seperti biasa meski perasaan yang begitu resah karena merindukan Firdaus tapi ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan Mila dan kedua orangtuanya.Pagi ini seperti biasa Melinda hendak mengerjakan kegiatannya yaitu menulis ia mencari tempat yang bisa digunakan untuk menulis naskah cerita.Beberapa kali Melinda melihat handphonenya yang tergeletak di meja, ia berharap ada pesan masuk melalui media sosial dari Firdaus. Namun, nihil tidak ada notifikasi apapun dari ponselnya. Melinda mendengus kesal, ia tidak tahu harus kemana melampiaskan rasa ingin tahunya.Melinda segera menyiapkan beberapa yang ia butuhkan ketika travelling. Dari laptop yang sudah terisi baterai dengan penuh hingga air minum dalam botol yang selalu dibawanya."Mbak Meli, mau kemana?" tanya Mila yang berdiri di depan pintu kamar Melinda."Mau kerja, Dik," ucap Melinda terlihat cuek. Ia tetap melanjutkan kegiatannya tanpa menoleh ke arah adiknya yang t
Jalanan mulai ramai tidak seperti beberapa saat yang lalu ketika Firdaus mengantarkan Melinda ke stasiun. Di sepanjang jalan Firdaus merasa kepalanya agak terasa berat. Firdaus berusaha menahan sedikit kepalanya mulai terasa pusing.Firdaus pergi meninggalkan Melinda yang tengah menatap kepergiannya, ia menengok ke belakang ke arah Melinda yang juga tengah mengawasinya. Dengan cepat Firdaus bergabung di jalanan beraspal yang ramai. Firdaus meninggalkan stasiun dengan beberapa kali memegangi kepalanya.Sepeda motor Firdaus terus melaju dan berhenti di lampu merah. Beberapa kali Firdaus menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan kunang-kunang pada pandangannya."Ini kenapa sih?" tanya Firdaus pada dirinya sendiri. Lampu sudah berubah menjadi hijau dan Firdaus langsung menarik gas yang ia genggam sedari tadi. Namun, tib
Beberapa kali Firdaus harus kerepotan karena ia telah lama menutup akun media sosialnya. Dan sekarang ia harus membukanya kembali hanya karena Melinda. Firdaus sibuk dengan media sosial untuk mencari Melinda."Ngapain sih aku nyari Melinda?""Nanti juga bakal berantem lagi," ucap Firdaus dengan dengan menghentikan kegiatannya. Namun, dorongan perasaan membuatnya mengalah, ia tidak ingin dikejar rasa penasaran perihal Melinda. Beberapa kali Firdaus mengetikkan sebuah nama yang berhubungan dengan Melinda, tapi ternyata tidak mudah. Firdaus hampir saja putus asa dengan apa yang ia lakukan. Ia membanting ponselnya di kasur depannya."Bodo amat sama Melinda," Firdaus langsung meninggalkan ponselnya yang tadi ia banting di depannya. Ia meringkuk, matanya berkedip-kedip menunjukkan ia tengah berpikir.
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tem
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tempat duduknya dan sekejap kemudian suasana menjadi sepi. Kereta telah siap
Keseruan Firdaus dan ketiga temannya cukup mengganggu Melinda. Namun lebih tepatnya karena perasaan Melinda yang menyimpan kecemburuan pada Firdaus. Karena merasa tubuhnya panas dan alat pendingin yang ada di kamarnya pun tidak bisa berfungsi untuk meredakan panas yang ada di hatinya.Melinda keluar kamar ketika Firdaus dan teman-temannya tengah tengah tertawa. Karena kehadiran Melinda yang tiba-tiba keluar dari kamarnya, Firdaus dan teman-temannya kompak terdiam dan menatap Melinda dengan tatapan aneh.Melinda yang paham tengah ditatap dengan aneh oleh firdaus dan ketiga temannya hanya menatapnya balik kemudian pergi ke dapur untuk mengambil sebotol air minum.“Mel, are you okay?”Melinda hanya melirik Firdaus yang tengah disaksikan oleh ketiga temannya. Sal
Firduas sedari tadi wira-wiri ke kamar mandi meski susah payah berjalan. Keadannya memang sudah membaik, tapi karena ulah Melinda kini perutnya bermasalah. Melinda ketar-ketir melihat keadaan Firdaus yang sedari tadi merintih karena ulahnya.“Masih sakit ya?” Melinda mendekat dengan perasaan takut.“Menurutmu?”“Kalau kamu tahu nggak doyan pedes kenapa nekat dimakan?”“Kamu tadi sudah tahu ‘kan kalau aku nggak doyan pedes, kenapa kamu masak pedes sih, Mel?” nadanya sedikit meninggi dengan memegangi perutnya yang terasa perih.Melinda mendekat, ia berniat hendak menolong Firdaus. namun, Firdaus menolak pertolongan dari Melinda. Wajahnya terihat datar. Raut wajah kekecewaan yang telah ia tunjukkan padanya.“Fir, aku belikan obat ya,”Firdaus masih tidak menjawab. Ia langsung masuk kamar dan menutup pintunya. Melinda hanya berdiam dibalik pintu yang telah ditutup oleh Fird
Melinda melihat jam dinding yang menggantung di atas TV, sudah menunjukkan pukul empat sore. ‘Benar saja Firdaus bangunin aku,’ gumamnya. Ia kemudian tersenyum menatap ke arah kamar yang tadi ia gunakan untuk istrahat, kamar yang kini ada Firdaus di dalamnya.Laki-laki itu tiba-tiba keluar dari kamarnya ketika Melinda tengah mesam-mesem dengan menatap ke arah kamar. Dengan cepat Melinda membalikkan muka, tapi kepalang tanggung, Firdaus sudah melihatnya.“Kenapa mesam-mesem begitu?” tanya Firdaus dengan menatap aneh pada Firdaus.“Nggak,” Melinda langsung pergi ke kamar mandi dan meninggalkan Firdaus yang masih menatap aneh pada Firdaus.Melinda keluar drai kamar mandi dengan wajah yang shock ketika melihat Firdaus sudah siap dengan baju muslim lengkap dengan sajadah yang ada di pundaknya. M“Kenapa? Gantengku menambah 100 derajat?”Melinda langsung tersadar dan tersenyum kecut ketika mendengar
“Aku carikan perawat yang khusus buat ngerawat kamu aja ya, Fir,” Melinda masih menawar permintaan Firdaus. wajahnya terlihat penuh harap Firdaus akan mengiyakan penawarannya. Namun, wajah laki-laki itu tetap datar seperti ketika awal mengajukan permintaan pada Melinda.“Wes gini aja, mau mu gimana we?” tanya Melinda dengan suara yang kesal. Ia duduk dengan menatap penuh harap pada Firdaus.“Aku tadi kan sudah bilang, Mel,”“Aku maunya yang ngerawat itu kamu, bukan orang lain,” ucap Firdaus lagi. dan kali ini terlihat serius dari raut wajahnya. Sorot mata Firdaus menunjukkan keseriusan yang tidak pernah dilihat oleh Melinda sebelumnya.“Tapi kamu tahu kan, Fir, aku juga harus kerja,” ucap Melinda yang tetap beru
Untuk masalah dapur Melinda sudah cukup ahli dalam menanganinya. Hal itu dikarenakan Melinda memliki hobi memasak. Kalau hanya membuat makanan apa adanya sesuai permintaan Firdaus itu bukanlah hal yang sulit baginya.Sejak baru mulai melangkah ke dapur Firdaus sudah terkagum dengan Melinda. Gadis yang sejak dulu bahkan hingga hari lalu dan beberapa waktu yang lalu masih sering berdebat dengannya tenyata ia bukanlah gadis seperti kebanyakan perempuan.“Kelihatannya sejak aku baru mulai masak sampai selesai memperhatiin aku terus, kenapa?”“Naksir atau kagum?” kini giliran Melinda yang menggoda. Meski Firdaus sepertinya tengah sibuk dengan ponselnya, tapi sorot mata Firdaus tidak bisa berbohong. Ponsel yang sedari tadi ia mainkan hanyalah sebagai sarana agar ia tidak ketahuan .“Siapa yang memperhatikan situ terus?”“Ini anak pede banget ya,” jawab Firdaus seperti biasa yang selalu dengan blagaknya yang
Melinda cengar-cengir menyadari apa yang baru saja ia kerjakan. Ia membalikkan perjalanan dan langsung menuju Semarang setelah mendengar berita bahwa Firdaus sakit. Melinda berhenti di tengah jalan dengan mendadak, hal ii membuat pejalan kaki yang ada dibelakangnya menbraknya seketika.“Jangan berhenti mendadak di tengah jalan dong, Mbak,” tegur laki-laki yang terlihat kesal dengan kelakuan Melinda.“Iya, maaf, Mas,” jawab Melinda dengan mengangguk seraya meminta maaf.Setelah kepergian laki-laki tersebut Melinda kembali menatap layar HP nya. Ia membaca alamat yang dikirim oleh Firdaus.“Berlebihan nggak ya kalau aku ke sana?” tanya Melinda seorang diri. Ia ragu-rau hendak melanjutkan perjalanannya ataukah kembalu pulang.“Kalau aku kembali pulang, percuma dong aku sekarag sampai Semarang,”“Tapi kalau Firdaus berpikir aku khawatir banget sama dia atau dia tahu kalau aku kangen dia gimana
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tempat duduknya dan sekejap kemudian suasana menjadi sepi. Kereta telah siap
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tem
Beberapa kali Firdaus harus kerepotan karena ia telah lama menutup akun media sosialnya. Dan sekarang ia harus membukanya kembali hanya karena Melinda. Firdaus sibuk dengan media sosial untuk mencari Melinda."Ngapain sih aku nyari Melinda?""Nanti juga bakal berantem lagi," ucap Firdaus dengan dengan menghentikan kegiatannya. Namun, dorongan perasaan membuatnya mengalah, ia tidak ingin dikejar rasa penasaran perihal Melinda. Beberapa kali Firdaus mengetikkan sebuah nama yang berhubungan dengan Melinda, tapi ternyata tidak mudah. Firdaus hampir saja putus asa dengan apa yang ia lakukan. Ia membanting ponselnya di kasur depannya."Bodo amat sama Melinda," Firdaus langsung meninggalkan ponselnya yang tadi ia banting di depannya. Ia meringkuk, matanya berkedip-kedip menunjukkan ia tengah berpikir.