Perdebatan antara Firdaus dan juga Melinda hingga menarik perhatian orang-orang disekitar mereka. perdebatan itu berakhir ketika orang-orang disekitar mereka menatap ke arahnya.
Firdaus beberapa kali tersenyum memaksa pada orang yang memandang Firdaus dan juga Melinda yang tengah berdebat. Melinda terlihat kesal dan membuka laptopnya dengan kasar. Ia mengetikkan dengan mulut yang cemberut dan Firdaus kembali sibuk dengan kameranya dan hasil jepretannya.
“Fir,”
“Hem,”
“Laper,” ucap Melinda dengan manja. Ia melupakan perdebatan beberapa waktu yang lalu yang mengakibatkan mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang tidak jauh darinya.
“Ya udah, ayo,” ajak Firdaus dan langsung memasukkan kameranya di dalam tasnya. Melinda tersenyum dan juga melakukan hal yang sama, memasukkan laptop ke dalam tasnya. Mereka kemudian berjalan beriringan, beberapa kali ia melihat sepasang kekasih yang berjalan seperti mereka, tapi bedanya sepasang kekasih itu sambil bergandengan sedangkan Firdaus dan Melinda tidak. Mata mereka jelalatan masing-masing. Firdaus mencari objek yang layak diabadikan sedangkan Melinda mencari tempat nongkrong yang viewnya cocok dijadikan untuk tempat menulis.
Mereka kemudian duduk disebuah kursi kosong setelah tadi jalan-jalan melihat-lihat menu makanan yang dijual di bazar makanan. Iringan live musik mengubah suasana menjadi sangat syahdu apalagi musik yang dibawakan oleh band-band lokal adalah lagu-lagu yang bertema cinta.
Dua orang perempuan datang dengan membawa nampan, salah satu dari nampan mereka berisi makanan yang tadi mereka pesan sedangkan nampan yang satunya berisi minuman.
“Silahkan,”
“Terima kasih,” ucap Firdaus dan Melinda barengan. Mata keduanya tidak lepas dari beberapa makanan yang sudah ada di depan mereka.
“Siomay nya kelihatannya enak banget deh, Fir,” ucap Melinda manja ketika melihat siomay yang dipesan Firdaus.
“Mau pesen lagi?” Firdaus menawari, dengan cepat Melinda menggeleng. Ia lalu menarik makanan yang sudah dipesannya. Firdaus sengaja memasukkan siomay pertamanya ke dalam mulut dengan ekspresi yang membuat Melinda semakin pengen. Firdaus tidak kuat menahan tawanya. Ia kemudian menyodorkan piringnya dan meminta Melinda untuk makan sepiring berdua.
“Serius?” tanya Melinda tidak percaya. Firdaus hanya mengangguk, mulutnya masih penuh. Tanpa menunggu kesempatan kedua karena takut Firdaus berubah pikiran, Melinda langsung mencomot salah satu pentol yang ada di piring.
Melinda merem, merasakan enaknya siomay yang dimakan. Ia kemudian tersenyum yang diikuti oleh Firdaus. Jadilah mereka makan sepiring berdua tanpa mereka sadari.
“Antara so sweet sama ngirit memang beda tipis ya,” celetu salah seorang yang melintas di dekat Melinda dan Firdaus. Keduanya saling tatap lalu saling tertawa menertawakan keadaannya yang tanpa mereka sadari.
“Nanti mi gorengnya kita makan berdua lagi ya,” ucap Melinda dengan sok manis. Firdaus menggeleng dengan cepat. Ia curiga jika Melinda bersikap baik padanya. Melinda cemberut mendengar jawaban dari Firdaus. Ia meletakkan sendoknya dengan menatap Firdaus. Laki-laki itu hari ini super mengalah sama Melinda, entah apa yang merasuki jiwanya.
“Iya, iya,” ucap Firdaus setelah menelan makanan yang tadi dikunyahnya. Melinda langsung tersenyum manis dan mengedipkan matanya beberapa kali. Firdaus memalingkan pandangannya, Melinda sebel bukan main melihat tingkah sok cueknya Firdaus.
“Nggak usah sok genit kalau memang bukan genit,” ucap Firdaus dengan datar. Ia terus mengunyah siomay yang tinggal terakhir. Melinda hanya mendengarkan, tidak menjawab ucapan Firdaus.
Siomay yang tadi di makan berdua kini sudah habis, tinggal mie goreng yang tadi di pesan oleh Melinda. Perempuan itu menyeret mie goreng yang tadi disingkirkan. Ia kemudian meletakkan di tengah-tengah seperti meletakkan siomay tadi. Firdaus menatap sayu Melinda, tapi perempuan itu kembali mengeluarkan jurus melasnya.
“Bisa nggak sih, Mel, jangan sok melas gitu,” ucap Firdaus dengan kesal.
“Memangnya kenapa?” Tanya Melinda tidak terima. Firdaus justru menggeleng dengan sikap Melinda. Perempuan itu tiba-tiba menyodorkan garpu yang sudah ada mi goreng dan siap masuk ke dalam mulut. Melinda memberikan kode pada Firdaus agar mau menerima suapan darinya.
Dengan ragu-ragu Firdaus menerima suapan ari Melinda. Hatinya tiba-tiba bergemuruh hebat, darahnya berdesir kuat. Ada hal yang tidak biasa dari Firdaus. Melinda pun sama ketika menyadari sikapnya yang berlebihan.
“Ayo habiskan lagi,” perintah Melinda berusaha memecah kekakuan diantara mereka. Firdaus menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkan pelan-pelan. Ia melirik ke arah Melinda yang tersenyum berusaha menahan tawa.
“Nggak usah ketawa, habiskan makananmu,” ganti Firdaus yang memerintah Melinda. Kening Melinda mengerut mendengar ucapan Firdaus. Wajahnya yang sok cuek tapi tetap elegan tetap membuat Firdaus terlihat menggemaskan.
‘Tuhan, begitu sempurnanya ciptaanmu ini,’ ucap Melinda dalam hati.
“Ah tidak,” ucap Melinda dengan lirih. Ia menggelengkan kepalanya dari bayangan-bayangan yang mengganggu Melinda. Firdaus yang ada di depannya mengerutkan keningnya sambil memasukkan mie goreng ke dalam mulutnya.
“Kenapa?” tanya Firdaus dengan menatap Melinda lekat. Yang ditanya hanya diam, ia tidak mau kalah menatap Firdaus dengan mata genit dan senyuman manis yang dibuatnya semanis mungkin. Firdaus langsung mengalihkan pandangannya.
“Vokalnya ganteng juga ya, Fir,” ucap Melinda dengan menikmati mie goreng yang dihancurkan dengan gigi-giginya. Alunan musik yang sedari tadi menemani membuat Melinda dan Firdaus betah berlama-lama di sana.
Melihat Melinda tidak melepaskan pandangannya pada vokalis band yang kini tengah membawakan lagunya Judika, Cinta Karena Cinta, Firdaus langsung menoleh ke arah vokalis tersebut.
‘Laki-laki seperti apa sih yang bisa dibilang ganteng di mata Melinda,’ pikir Firdaus. Ia kemudian mengangguk, lalu meminum minuman yang sedari tadi ia biarkan begitu saja. Melinda terlihat masih menikmati musik dan menatap vokal band yang dianggapnya ganteng.
Firdaus hendak pergi, entah mengapa ia merasa tidak suka dengan ucapan Melinda. Melinda yang mengetahui Firdaus beranjak pergi hanya menanyakan dengan bahasa isyarat, Firdaus tidak menjawab yang membuat Melinda penasaran.
“Kenapa sih tu orang?” tanya Melinanda diri dan melihat Firdaus yang terus menjauh dengan mencari-cari. Melinda melirik ke arah tas kameranya yang masih ia letakkan di meja dekat makanannya. Melinda menarik napasnya kesal, ia melirik Firdaus yang tengah membidik sesuatu.
Dengan kesal Melinda akhirnya membawakan tas kamera dan tas kecil miliknya Firdaus lalu ikut kemana Firdaus pergi. Dari jauh Firdaus terlihat menahan tawa melihat Melinda membawa tiga tas sekaligus. Beberapa kali Firdaus mengambil Melinda yang tengah dikerjain Firdaus.
“Awas,” ucap Melinda degan kesal dari jauh. Beberapa kali Melinda menutupi wajahnya dengan tas kamera yang ditentengnya. Karena kesel sama sikapnya Firdaus, Melinda menjatuhkan tas kamera dan tas miliknya Firdaus begitu saja.
“Eh janga ... n,” ucap Firdaus dan langsung berlari. Namun terlambat, Melinda sudah menjatuhkan kedua tasnya Firdaus dengan cemberut.
“Sudah dibawakan bukannya terima kasih malah usil,” ucap Melinda dengan marah. Kali ini Melinda benar-benar marah pada Firdaus. Ia kemudian meninggalkan Firdaus begitu saja dan pergi sesuka hatinya.
Firdaus yang merasa bersalah berusaha meminta maaf, ia berulang kali mencoba merayu Melinda Tapi tidak mampu meluluhkanku. Melinda masih tetap diam, ia terus berjalan. Firdaus terus mengikuti Melinda yang bermuka masa.
“Mel, sudah dong, aku bercanda,” ucap Firdaus beberapa kali. Namun, Melinda masih tetap diam. Pandangannya lurus ke depan, tidak sedikitpun melirik ke arah Firdaus yang sedari tadi berjalan mundur demi bisa membujuk Melinda.
‘Kapok kamu ganti kukerjain,’ tawa Melinda dalam hati. Sebisa mungkin ia menahan tawanya agar tidak terlihat oleh Firdaus yang sok cuek itu. firdaus terlihat putus asa melihat Melinda yang kini terdiam.
“Firdaus, awas,” teriak melinda yang langsung menarik lengan Firdaus. Laki-laki itu kaget dengan ucapan Melinda. Dan mereka terjatuh ketika Melinda menarik lengan Firdaus dn tidak menahan tubuh Firdaus.BrukkkkFirdaus dan Melinda jatuh, Melinda berada di bawah Firdaus, mata mereka saling bertemu.“Tidak terasa sakit ya kalau jatuh sambil menatap pacarnya,” sindir salah seorang yang melintas. Lagi-lagi mereka kena sindir orang. Firdaus langsung bangun dan membantu Melinda bangun. Perempuan itu terlihat kesakitan.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Firdaus dengan mengamati Melinda yang menangis dan berusaha membersihkan baju bagian belakangnya. Firdaus memutar tubuh Melinda dan membantu membersihkan. Ketika itu Melinda terdiam, sejak bertemu d
Melinda duduk di ruang tunggu, tapi ingatannya melayang bersama kepergian Firdaus. Hilir mudik orang-orang yang ada di salah satu stasiun besar yang ada di kota Semarang tidak dihiraukan oleh Melinda. Sejak tadi Melinda senyam-senyum sendiri.“Penumpang yang kami hormati ... “ suara pengumuman dari petugas kereta menyadarkan Melinda dari lamunan. Ia langsung beranjak dari duduknya dan langsung menuju kereta yang sudah siap membawanya kembali pulang.Sebelum memasuki peron, Melinda kembali menoleh ke belakang. Dalam bayangannya ada Firdaus yang melepas kepergian Melinda. Setelah menyadari bahwa Firdaus telah pergi beberapa menit yang lalu, Melinda kembali melangkah menuju peron yang sudah terbuka sedari tadi.Melinda langsung menuju gerbong nomor 6. Gerbong favoritnya di kereta Maharani dengan tipe terbar
Melinda memulai hari seperti biasa meski perasaan yang begitu resah karena merindukan Firdaus tapi ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan Mila dan kedua orangtuanya.Pagi ini seperti biasa Melinda hendak mengerjakan kegiatannya yaitu menulis ia mencari tempat yang bisa digunakan untuk menulis naskah cerita.Beberapa kali Melinda melihat handphonenya yang tergeletak di meja, ia berharap ada pesan masuk melalui media sosial dari Firdaus. Namun, nihil tidak ada notifikasi apapun dari ponselnya. Melinda mendengus kesal, ia tidak tahu harus kemana melampiaskan rasa ingin tahunya.Melinda segera menyiapkan beberapa yang ia butuhkan ketika travelling. Dari laptop yang sudah terisi baterai dengan penuh hingga air minum dalam botol yang selalu dibawanya."Mbak Meli, mau kemana?" tanya Mila yang berdiri di depan pintu kamar Melinda."Mau kerja, Dik," ucap Melinda terlihat cuek. Ia tetap melanjutkan kegiatannya tanpa menoleh ke arah adiknya yang t
Jalanan mulai ramai tidak seperti beberapa saat yang lalu ketika Firdaus mengantarkan Melinda ke stasiun. Di sepanjang jalan Firdaus merasa kepalanya agak terasa berat. Firdaus berusaha menahan sedikit kepalanya mulai terasa pusing.Firdaus pergi meninggalkan Melinda yang tengah menatap kepergiannya, ia menengok ke belakang ke arah Melinda yang juga tengah mengawasinya. Dengan cepat Firdaus bergabung di jalanan beraspal yang ramai. Firdaus meninggalkan stasiun dengan beberapa kali memegangi kepalanya.Sepeda motor Firdaus terus melaju dan berhenti di lampu merah. Beberapa kali Firdaus menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan kunang-kunang pada pandangannya."Ini kenapa sih?" tanya Firdaus pada dirinya sendiri. Lampu sudah berubah menjadi hijau dan Firdaus langsung menarik gas yang ia genggam sedari tadi. Namun, tib
Beberapa kali Firdaus harus kerepotan karena ia telah lama menutup akun media sosialnya. Dan sekarang ia harus membukanya kembali hanya karena Melinda. Firdaus sibuk dengan media sosial untuk mencari Melinda."Ngapain sih aku nyari Melinda?""Nanti juga bakal berantem lagi," ucap Firdaus dengan dengan menghentikan kegiatannya. Namun, dorongan perasaan membuatnya mengalah, ia tidak ingin dikejar rasa penasaran perihal Melinda. Beberapa kali Firdaus mengetikkan sebuah nama yang berhubungan dengan Melinda, tapi ternyata tidak mudah. Firdaus hampir saja putus asa dengan apa yang ia lakukan. Ia membanting ponselnya di kasur depannya."Bodo amat sama Melinda," Firdaus langsung meninggalkan ponselnya yang tadi ia banting di depannya. Ia meringkuk, matanya berkedip-kedip menunjukkan ia tengah berpikir.
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tem
Suasana stasiun stasiun terasa ramai, tapi begitu sepi bagi Melinda. Lalu lalang orang-orang tidak terlihat di matanya. Hanya kesepian dan juga perasaan rindu akan sosok Firdaus yang baru saja ia temuai tempo hari sudah mengganggunya. Suara pengumuman akan berangkatnya kereta dengan jurusan Cepu Surabaya Pasar Turi mulai terdengar. Gaungan khas ular besi pun menambah kecepatan orang-orang dalam melangkah. Namun berbeda dengan Melinda, ia tetap duduk di tempatnya seraya menunggu sepi.Getar di ponselnya tidak menghentikan langkah Melinda. Ia mengabaikan pesan tersebut dan tetap melangkah dengan malas. Gerbong 7 dengan nomor kursi 12A adalah tempatnya. Ia menyusuri lorong kereta untuk mencari keberadaan tempat duduknya. Tidak berapa lama Melinda mendapati dua kursi yang masih kosong, Melinda langsung duduk didekat jendela, tempat favoritnya. Ia mengabaikan orang-orang yang terus hilir mudik untuk mencari tempat duduknya dan sekejap kemudian suasana menjadi sepi. Kereta telah siap
Melinda cengar-cengir menyadari apa yang baru saja ia kerjakan. Ia membalikkan perjalanan dan langsung menuju Semarang setelah mendengar berita bahwa Firdaus sakit. Melinda berhenti di tengah jalan dengan mendadak, hal ii membuat pejalan kaki yang ada dibelakangnya menbraknya seketika.“Jangan berhenti mendadak di tengah jalan dong, Mbak,” tegur laki-laki yang terlihat kesal dengan kelakuan Melinda.“Iya, maaf, Mas,” jawab Melinda dengan mengangguk seraya meminta maaf.Setelah kepergian laki-laki tersebut Melinda kembali menatap layar HP nya. Ia membaca alamat yang dikirim oleh Firdaus.“Berlebihan nggak ya kalau aku ke sana?” tanya Melinda seorang diri. Ia ragu-rau hendak melanjutkan perjalanannya ataukah kembalu pulang.“Kalau aku kembali pulang, percuma dong aku sekarag sampai Semarang,”“Tapi kalau Firdaus berpikir aku khawatir banget sama dia atau dia tahu kalau aku kangen dia gimana