Share

BUKAN SEKEDAR CINTA MONYET
BUKAN SEKEDAR CINTA MONYET
Author: Senja Maharani

Rencana Firdaus

Pertemuan Tak Terduga

“Siapa pula yang ngikutin kamu?” bantah Melinda geram dengan tuduhan yang diberikan oleh laki-laki yang ada di depannya.

“Nyatanya aku kemana selalu saja ada kamu,” ucap Firdaus tidak mau mengalah. Melinda memutuskan langsung pergi begitu saja tanpa sebuah bantahan kembali. Tidak akan ada ujungnya jika bantahan sama Firdaus, ia masih mengingatnya dengan baik bagaimana sifat dan karakter dia.

“Hey mau kemana? Ditanya malah kabur gitu aja,” protes Firdaus setelah mengetahui Melinda menjauh darinya tanpa sebuah jawaban yang diberikannya. Melinda menghentikan langkahnya dengan kesal. Ruang tunggu stasiun kereta api kota Atlas sedang ramai, tidak salah lagi, mereka seperti tontonan gratis bagi para orang-orang yang telah lelah menunggu.

“Kamu mau apa lagi sih?”

“Bukannya bagus ya aku pergi duluan?” tanya Melinda dengan kesal. Ingin sekali Melinda mencekik leher Firdaus yang jenjang itu.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku,” ujar Firdaus begitu saja. Wajahnya menatap ke lain arah tanpa menoleh ke arah Melinda sekalipun.

“Penting ya?”

“Bukannya aku pergi terlebih dulu itu bagus agar aku tidak kamu tuduh membuntuti kamu terus?” tanya Melinda dengan ketus. Tidak ada respon apapun dari Firdaus, Melinda langsung pergi begitu saja meninggalkan Firdaus.

Melinda berjalan menuju pintu keluar stasiun dengan perasaan dongkol. Ia sudah memesan taksi online, tapi tidak kunjung juga datang. Melinda beberapa kali melirik map yang menunjukkan posisi mobil.

“Kenapa masih muter di sana terus sih?” ucap Melinda dengan kesal. Ini adalah hari yang ia tunggu, bisa jalan-jalan ke kota Atlas yang sudah lama ia rindukan. Namun entah apa pasalnya, hari ini cukup membuat Melinda merasa stress karena bertemu Firdaus, teman kecilnya yang usil, dan sekarang taksi online yang ia pesan sedari tadi belum juga datang.

“Ini kalau aku cancel takutnya orangnya pas lagi butuh, kalau nggak di cancel aku juga kelamaan nunggunya,” ucapnya galau. Beberapa kali Melinda melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah sepuluh menit ia menunggu tapi tak kunjung datang.

“Masih di sini? Nunggu siapa? Nungguin aku lagi?” tanya Firdaus yang tiba-tiba datang di belakang Melinda. Gadis berjilbab merah muda itu menarik nafasnya yang terasa berat karena menahan marah.

“Apa lagi sih, Fir?” tanya Melinda dengan kesal. Wajahnya terlihat seperti putus asa. Panas terik matahari membuatnya silau meski ia sudah mengenakan kacamata photocromic.

“Ayo naik,” ajak Firdaus tiba-tiba. Melinda sedikit melirik ke arah Firdaus dengan ragu.

“Udah ayo,” tangan Firdaus menarik tangan melinda tanpa izin. Melinda mendelik melihat tangannya ditarik begitu saja sama Firdaus.

“Kamu mau kemana sih?” tanya Firdaus dari arah depan.

“Mau jalan-jalan aja,” jawab Melinda cuek. Ia selalu waspada sama Firdaus. Bagaimana pun ia sama Firdaus bagaikan kucing sama tikus sejak dulu kala.

“Sendirian aja?” tanyanya lagi dengan cuek. Melinda duduk di sebelah Firdaus yang terlihat sibuk memainkan ponselnya.

“Kamu sendiri mau kemana?” tanya Melinda balik meski tanpa menoleh sedikitpun ke arah Firdaus.

“Mau pulang,” jawabnya singkat. Keduanya kini saling diam tanpa menoleh dan juga tanpa membuka mulutnya.

Taksi online yang tadi dipesan Firdaus terus melaju ke arah rumah Firdaus, Melinda kebingungan ketika mobil yang ditumpangi membawanya ke arah yang berbeda. Wajahnya terlihat paik, ia melirik Firdaus yang memejamkan matanya.

“Fir, ini mau kemana?” tanya Melinda dengan gugup.

“Mau ke rumahku,” ucap Firdaus dengan masih tetap memejamkan matanya.

“Hla ngapain ke rumah kamu? Aku kan mau jalan-jalan, Fir, bukan mau ke rumah kamu,” protes Melinda yang kesal melihat Firdaus tetap tidak mau membuka mata.

“Bisa diem bentar nggak sih? Aku mau merem bentar, Meli,” ucap Firdaus tidak kalah kesal dengan Melinda.

“Gimana mau tenang, ini bukan arah tujuanku,” Melinda masih tidak terima. Mau tidak mau Melinda membuka matanya. Ia menatap ke arah Melinda yang terlihat sangat cemas.

“Pak, saya turun sini,” ucap Melinda pada supir taksi yang sedari tadi hanya geleng-geleng melihat kelakuan Firdaus dan juga Melinda.

“Nggak usah, Pak, lanjut aja,” ucap Firdaus kembali memejamkan matanya.

“Pak, berhenti,” ucap Melinda tidak kalah tegas.

Firdaus benar-benar merasa kesal dengan Melinda, ia menatap Melinda dengan tatapan tidak suka. Kedua mata mereka saling beradu dan saling melotot tidak terima satu sama lain. Pak supir masih tetap mengemudikan dengan geleng-geleng melihat tingkah Melinda dan juga Firdaus.

“Kamu sudah ditumpangi tidak mau terima kasih banyak protes lagi,” ucap Firdaus kesal. Ia membuang muka dari Melinda.

“Apa? Siapa juga yang mau kamu tumpangi?” ucap Melinda tidak terima.

“Dari dulu kamu masih sama ya, Mel, keras kepala,” ucap Firdaus dengan menatap Melinda.

“Biarin.” Jawabnya singkat. Ia sudah kehilangan selera untuk berkomunikasi dengan Firdaus.

“Fir, turunin aku, aku nggak mau ke sini,” ucap Melinda dengan melunak. Wajahnya memelas. Firdaus tidak tega jika Melinda sudah bersikap seperti ini.

“Turun depan,” jawab Firdaus cuek. Ia kembali membuang muka pada Melinda. Perempuan itu tidak menjawab, ia menikmati pemandangan yang berjalan, ia mengunci rapat-rapat mulutnya.

Mobil yang Melinda dan Firdaus tumpangi berhenti di sebuah rumah sederhana dengan nomor rumah 12A.

“Kalian sepertinya bakal berjodoh, kalian ini sebenarnya cocok Cuma sama-sama gengsi,” ucap sopir taksi online sebelum pergi. Melinda dan Firdaus saling tatap tanpa menanggapi apapun.

“Ayo,” ajak Firdaus masuk lagi. melinda celingukan mengamati lingkungan sekitar rumah itu.

“Mas Firdaus sudah pulang? Wah ceweknya cantik juga ya, pinter nyari pacar nih Mas Firdaus,” ujar salah seorang ibu-ibu yang yang tengah bergerombol.

“Mari, Bu,” jawab Firdaus. Ia tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh ibu-ibu tadi.

“Ngapain sih, Fir, ibu-ibu tadi?” tanya Melinda yang tanpa sadar mengikuti langkah Firdaus, ia masuk ke dalam rumah Firdaus.

“Kalau masuk rumah salam dulu,” ucap Firdaus yang menyadarkan Melinda.

“Ah?” Melinda kaget. Namun dengan cepat ia menyesuaikan diri dengan keadaan.

“Duduk, Mel,” ucap Firdaus yang kemudian berlalu masuk ke kamarnya begitu saja tanpa mengucapkan basa-basi apapun. Melinda mengamati ruangan yang sederhana milik Firdaus, ruangan kecil yang didesain sangat apik dan unik. Ruangan kecil yang bisa menimbulkan rasa nyaman bagi yang menikmatinya.

“Rumahku sederhana, mungkin nggak sebesar rumahmu, Mel,” ucap Firdaus yang terlihat lebih segar dan mengenakan kaos oblong. Ia berjalan mendekat ke arah Melinda yang tengah memperhatikan sederat foto-foto yang sengaja dipajang oleh Firdaus.

“Itu aku sewaktu kecil sama mama dan papa,” ucapnya dengan menyodorkan segelas kopi hangat. meinda menerima kopi dari Firdaus, ia lalu menyeruputnya.

“Auw,” Melinda langsung menjauhkan bibirnya dari cangkir kopi yang masih hangat.

“Panas,” ucap Melinda dengan meringis. Firdaus menahan tawa, tapi akhirnya tawa itu pecah ketika Firdaus tahu bahwa Melinda memperhatikannya yang menahan tawa.

“Malah tertawa,” protes Melinda Tidak terima.

“Nanggung, menahan tawa juga dilirik, tertawa juga dilirik, sekalian aja tertawa lepas,” ucap Firdaus masih melanjutkan dengan tawanya.

“Itu sudah hangat, Mel,” ucap Firdaus memberi tahu.

“Panas, Fir,” jawab Melinda tidak terima. Waktu yang terus berputar membuat Melinda lupa akan tujuan utamanya. Mereka kembali seperti kucing dan tikus, tidak ada yang mau mengalah. Baik Melinda maupun Firdaus, sama-sama mempertahankan egonya masing-masing. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status