“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat
Walaupun Maryam masih tidak mengerti dengan sikap Wildan, Maryam terpaksa melupakan itu dan kembali ke Jakarta ditemani Bayu asisten Wildan. Sedangkan Wildan hanya berkata bahwa ia masih memiliki pekerjaan di Bali dan akan menyusulnya nanti.Namun selama perjalanan pulang, Maryam sempat berpikir alasan dari sikap Wildan, padahal sepertinya ia sudah tahu berita yang beredar tentang Maryam. Kenapa Wildan tidak menanyakan apapun pada Maryam, seolah ia tidak peduli tentang itu? Terkadang, Maryam merasa bahwa ia hanya menjadi salah satu dari bidak catur yang tidak berarti apa-apa untuk hidup Wildan. Meskipun Wildan selalu bersikap hangat padanya seolah ia menyukai Maryam, tapi sekarang sikap itu terasa hanya sebagai salah satu cara Wildan mempertahankan Maryam di papan caturnya sampai akhirnya ia berhenti bermain. Sebab, jika Maryam memang orang yang berarti untuk Wildan, ia tidak akan menanggapi dengan dingin berita buruk tentang Maryam, terutama mengenai skandalnya. Apalagi setelah i
“Apa yang kalian lakukan?” Wildan bertanya tanpa menatap Maryam yang gugup. Pandangan dinginnya justru tertuju pada Yoga, sebelum ia mencoba mengatur raut wajahnya untuk menjadi lebih santai. “Kamu udah baca berita tentang istrimu ‘kan? Apa kamu gak menyesal sekarang karena menikahinya?” Yoga kembali menyeringai tanpa malu, padahal ia adalah pelaku dari skandal yang diberitakan. Meskipun berita-berita itu memang lebih menyudutkan Maryam dengan tuduhan wanita penggoda seperti 5 tahun lalu. Ha..Maryam menelan ludah, menunggu tanggapan Wildan yang entah akan seperti apa, tapi yang terjadi adalah keheningan yang justru membuat Maryam lebih terluka. Apa itu jawaban Wildan? Keheningan yang mungkin membenarkan pertanyaan Yoga? Sebelum Maryam memastikan, mata Wildan tiba-tiba menjadi tajam melihat sesuatu di belakang Maryam diikuti suara Yoga. “Hei Gibran! Padahal masih ada istrimu di rumah, tapi sudah main-main sama wanita lain yang juga adik iparmu sendiri! Haha!” Maryam berbalik dan
“Wanita kotor!” cemooh orang-orang pada seorang wanita yang baru kehilangan hidupnya. Seperempat abad lebih sudah wanita itu memimpikan kehidupan yang gemilang, sampai sebuah malam tiba-tiba menghancurkan seluruh hidupnya. “Aku akan memberimu surga!” ucap seorang pria sebelumnya, saat wanita tersebut membuka pintu kamar hotel untuk melakukan pekerjaannya. Belum sempat sang wanita memproses apa maksudnya, pintu sudah dikunci dan ia langsung dilempar ke atas tempat tidur penuh riak alkohol yang juga menguasai pria itu. “TIDAK! LEPASKAN!” Jerit kesakitan memenuhi kamar yang terang benderang, tapi tidak ada yang datang menyelamatkan. Hanya pria itu yang terus menggerayangi tubuh wanita tersebut, hingga akhirnya kesucian yang selama ini ia jaga dengan keras, terenggut dalam penderitaan oleh pria yang tidak dikenalnya. Namun bagai jatuh tertimpa tangga pula, wanita yang sudah kehilangan separuh hidupnya, harus kehilangan hidupnya yang lain saat skandal meledak keesokan harinya. “Kena
“Maryam! Apa kamu gak malu jadi perawan tua?! Ibu malu sama orang-orang yang terus ngomong buruk tentang kamu karena masih belum nikah juga! Bisa gak sih kamu gak bikin ibu malu lagi?!” bentak Ayu Sartika dengan keriput yang hampir memenuhi wajahnya.Maryam Syahira, wanita berusia 33 tahun yang menjadi sasaran bentakkan ibunya sendiri, sudah mengepalkan tangan di dalam kamar. “Ayah kamu udah sekarat nunggu kamu nikah! Kenapa juga kamu masih gak mau nikah, hah?! Padahal udah beberapa kali ibu jodohkan, tapi terus aja kamu tolak! Pokoknya ibu gak mau tahu, sekarang kamu gak bisa lagi tolak orang yang akan ibu jodohkan sama kamu!” Seiring dengan keputusan sepihak sang ibu, Maryam harus menghadapi perjodohan ke sekian kalinya untuk melepas status ‘perawan tua’ yang disematkan padanya. Padahal Maryam sudah bersumpah sejak 5 tahun lalu bahwa ia tidak akan pernah berurusan dengan pria manapun apalagi menikah dengan mereka. Namun, sebagai satu-satunya anak yang belum menikah di keluarganya
“Apa maksudnya?” Maryam berusaha memastikan dan ia bisa melihat senyum pria itu. “Saya gak masalah dengan apapun dan bisa menerimanya, karena saya hanya ingin menikah.. denganmu.” Deg. Maryam tiba-tiba merasakan desiran aneh di hatinya.Kenapa pria itu begitu bertekad untuk menikahi Maryam? “Maryam! Kita harus bicara!” Sebelum Maryam mendapat jawaban, sang ibu sudah menarik Maryam ke dalam kamar dengan raut wajah yang tidak pernah ia lihat. Bukan ini yang Maryam harapkan. “Maryam.. apa itu alasannya.. kamu gak mau nikah selama ini?” tanya Ibu Maryam dengan suara bergetar dan air mata yang terpupuk di matanya. Ini pertama kalinya Maryam melihat ibunya seperti itu, karena biasanya sang ibu selalu terlihat galak bahkan lebih dari ayahnya. Maryam belum menjawab, saat sang ibu memeluknya erat dengan air mata berlinang. “Maaf.. karena Ibu gak tahu apa-apa dan maksa kamu.. dengan semua ini..” Kali ini, ada perasaan mendidih yang menguasai hati Maryam, seolah semua kemarahan dan kes
“Jadi ini istrimu? Cih. Ternyata biasa saja. Apa bagusnya sebenarnya dia sampai kamu menolak anak Walikota? Ha.” Andien Ferdinan istri pemilik Sinaga Group, memandang Maryam dengan sinis dan dingin sambil berlalu. “Ma.. Jangan gitu lah, mereka ‘kan baru datang..” timpal Farah Paramita, istri Presiden Direktur Sinaga Group sekaligus CEO Parama Holding Company, perusahaan investasi multinasional terbesar di Indonesia. “Jangan mempermalukan nama keluarga dan hanya ikuti aturan yang ditetapkan di rumah ini selama tinggal di sini. Mengerti?” Ucapan dingin lain turut keluar dari pria tua pemilik Sinaga Group sekaligus rumah mewah ini, Erwin Wijaya Sinaga. Maryam hanya bisa tertegun mendengar ucapan dari orang-orang tidak terduga itu. Apa Maryam sedang bermimpi sekarang? Bagaimana bisa Maryam berakhir di sini? Kalau begitu, siapa sebenarnya Wildan yang membawa Maryam ke sini? “Dan Wildan, lakukan tugasmu dengan benar untuk mendapat dukungan di rapat pemegang saham nanti. Ingat kalau k
“Maryam? Apa kamu baik-baik aja?” Wildan tiba-tiba sudah hadir di antara Maryam dan Yoga, membuat Maryam sempat merasa lega sebelum ia menyadari seringai menyebalkan Yoga. “Hei Wildan! Sepertinya aku pernah bertemu istrimu ini!” APA?! Apa Yoga akan mengatakan kejadian 5 tahun lalu itu pada Wildan?! Sejenak, darah Maryam terasa mendidih, tapi bukan karena kemarahan saja melainkan karena ketakutan juga bahwa Wildan akan berpaling darinya jika mengetahui tentang itu, seperti semua orang dulu. “Ah..! Dia pernah bekerja di Hotel Aiden tempatku sering menginap, benar ‘kan Nona Maryam?” Maryam menggigit bibirnya. Kenapa Yoga tidak bisa meninggalkan Maryam sendirian setelah menyakitinya?! Apa Yoga masih tidak puas bahkan setelah menghancurkan hidup Maryam?! “Kita harus ke ruang makan sekarang Bang, semua orang sudah menunggu.” Wildan hanya menepuk pundak Yoga yang setinggi dirinya, sebelum meraih tangan Maryam yang masih sedikit gemetar. “Oke.” Yoga kembali menyeringai sambil bersiu