“Apa maksudnya?” Maryam berusaha memastikan dan ia bisa melihat senyum pria itu.
“Saya gak masalah dengan apapun dan bisa menerimanya, karena saya hanya ingin menikah.. denganmu.”Deg.Maryam tiba-tiba merasakan desiran aneh di hatinya.Kenapa pria itu begitu bertekad untuk menikahi Maryam?“Maryam! Kita harus bicara!”Sebelum Maryam mendapat jawaban, sang ibu sudah menarik Maryam ke dalam kamar dengan raut wajah yang tidak pernah ia lihat.Bukan ini yang Maryam harapkan.“Maryam.. apa itu alasannya.. kamu gak mau nikah selama ini?” tanya Ibu Maryam dengan suara bergetar dan air mata yang terpupuk di matanya.Ini pertama kalinya Maryam melihat ibunya seperti itu, karena biasanya sang ibu selalu terlihat galak bahkan lebih dari ayahnya.Maryam belum menjawab, saat sang ibu memeluknya erat dengan air mata berlinang. “Maaf.. karena Ibu gak tahu apa-apa dan maksa kamu.. dengan semua ini..”Kali ini, ada perasaan mendidih yang menguasai hati Maryam, seolah semua kemarahan dan kesedihan yang ia tekan dalam-dalam, keluar begitu saja tanpa peringatan.Maryam teringat lagi saat 5 tahun lalu ia pulang ke rumah orang tuanya di pelosok Jakarta, dalam keadaan suram yang membuat khawatir semua orang.Maryam hanya berkata bahwa ia telah dipecat dari pekerjaannya sebagai Asisten Manajer di Hotel Aiden Sinaga Village. Tidak ada yang tahu bahwa alasan pemecatan itu adalah skandal kotor yang melibatkan dirinya.Saat itu, Maryam ditugaskan oleh manajernya untuk mengirim layanan hotel pada tamu penting mereka yang merupakan salah satu petinggi dari perusahaan pemilik hotel tersebut. Namun, begitu memasuki kamar, Maryam justru disetubuhi oleh pria di kamar itu secara paksa dan brutal tanpa bisa ia hentikan.Keesokan harinya saat Maryam seharusnya dipromosikan sebagai manajer, video mereka yang diambil diam-diam tiba-tiba tersebar dan Maryam akhirnya dipecat, karena dituduh menggoda orang penting yang juga sudah beristri, hingga dianggap menodai citra hotel mereka.Usai hidup dan mimpinya dihancurkan oleh pria itu, Maryam hanya bisa kembali ke kampung halamannya setelah terus mendapat penolakan karena skandal tersebut.Tanpa bisa mengatakan apapun, Maryam hidup menutup diri dari dunia luar selama 5 tahun, sambil bekerja seadanya sebagai penulis lepas dan merawat ayahnya yang mengalami kecelakaan setelah pemecatan Maryam, sebelum bisa dirawat di rumah sakit.Namun, kini Maryam terpaksa harus membongkar aibnya sendiri, demi terlepas dari hubungan dengan kaum pria yang masih memenjarakannya dalam trauma. Sementara Ibu Maryam yang tidak tahu apapun, akhirnya menyadari kebenarannya.“Maryam.. Ibu tahu pasti susah untuk percaya lagi dengan orang, apalagi kamu mungkin masih terluka karena mereka. Tapi kamu harus yakin sama diri kamu sendiri, kalau kamu udah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Jadi.. bisakah sekarang kamu melupakan semua itu dan memulai hidup baru bersama orang yang mau menerima kamu?”Maryam selalu berpikir bahwa hatinya sudah dingin, karena ia bahkan tidak pernah menangis selama 5 tahun ia memendam semua lukanya. Namun, begitu mendengar suara bergetar ibunya, air mata tanpa sadar mengalir deras membanjiri wajahnya.Maryam tidak tahu bahwa ternyata hatinya masih begitu terluka dengan semua peristiwa yang ia pikir sudah ia lupakan.Lantas, apa kini Maryam sudah benar-benar bisa terlepas dari semua luka itu, bersama pria tidak dikenalnya yang berkata bahwa ia bersedia menerima Maryam?***Maryam memutuskan untuk keluar dari penjara yang ia buat sendiri.Setelah sebulan berpikir ulang, Maryam yang juga ingin lepas dari luka yang menahannya, memilih untuk menerima perjodohan tersebut. Apalagi karena Maryam juga tidak sanggup menolak permintaan terakhir sang ayah yang ingin melihatnya menikah sebelum ia meninggal.Sebenarnya, masih terasa aneh bagi Maryam untuk berpikir bahwa pria berumur 23 tahun itu, akan menjadi suami untuknya yang sudah menginjak kepala tiga ini. Tapi, mungkin itu adalah takdir mereka.Meskipun mereka harus menghadapi berbagai ucapan tidak mengenakan lagi, karena perbedaan umur yang jauh serta rumor aneh seputar identitas Wildan yang misterius.Banyak yang berpikir bahwa Wildan yang cukup tertutup mungkin mantan napi, karena ia memiliki banyak bekas luka di tubuhnya, termasuk luka sayatan di pelipis wajah yang tidak disadari Maryam. Ada juga yang berkata bahwa Wildan mungkin tergabung dalam kelompok preman yang menguasai pasar.Walaupun begitu, Maryam memilih untuk tetap menikah, karena ia sudah memutuskan dan orang tuanya juga lebih mempercayai Wildan daripada omongan orang-orang.Dengan begitu, pernikahan mereka pun resmi digelar sebulan kemudian tanpa hambatan dan Maryam berhasil menghadapi traumanya.“Hiduplah dengan bahagia sekarang ya, Maryam..” ucap Ibu Maryam dengan mata berkaca-kaca sambil memeluknya, usai resepsi pernikahan sederhana mereka berakhir sore itu.“Jaga putriku dengan baik ya.” Sedangkan Ayah Maryam tak luput berpesan pada Wildan sambil memegang tangannya dari kursi roda, diikuti anggukan Wildan.Begitu semua orang pergi, Maryam yang masih diliputi berbagai perasaan asing setelah resmi jadi istri seseorang, mendapat sentuhan hangat dari Wildan sang suami yang menggenggam tangannya erat.“Sekarang, kamu akan tinggal bersamaku, Maryam..”Wildan memang sudah berbicara sebelumnya, bahwa ia ingin membawa Maryam tinggal di rumahnya setelah mereka resmi menikah dan Maryam serta orang tuanya menyetujui itu. Namun, sesuatu yang tidak Maryam harapkan justru terjadi. Sesuatu yang benar-benar jauh di luar nalarnya.“Kenapa kamu bawa aku ke sini? Bukannya kita bakal tinggal di rumah kamu di desa itu?” tanya Maryam heran, saat Wildan justru menghentikan mobil sewaan mereka di depan sebuah istana megah yang hanya Maryam lihat di televisi.Maryam tentu berpikir bahwa rumah Wildan adalah rumah sederhana yang sama seperti rumahnya, mengingat Wildan hanya bekerja sebagai penjaga rumah sakit tempat Ayah Maryam dirawat. Tapi rumah ini..?Wildan hanya tersenyum misterius seperti biasa, sambil membuka pintu mobil dan menggandeng Maryam keluar dari sana, bagai sang pangeran yang hendak membawa sang putri untuk memasuki istana mereka.Begitu pintu pagar tinggi menjulang dibuka, Maryam bisa melihat rumah dengan halaman luas yang tidak bisa ditangkap seluruh matanya. Lalu, saat mereka sampai di depan pintu rumah dan membukanya, orang-orang yang Maryam kenali ada di hadapan mereka.Keluarga Sinaga pemilik Sinaga Group, perusahaan konglomerat properti terbesar di Indonesia, berdiri di depan Maryam sekarang.Tapi, kenapa Wildan membawa Maryam ke sini?Tidak mungkin.“Jadi ini istrimu? Cih. Ternyata biasa saja. Apa bagusnya sebenarnya dia sampai kamu menolak anak Walikota? Ha.” Andien Ferdinan istri pemilik Sinaga Group, memandang Maryam dengan sinis dan dingin sambil berlalu. “Ma.. Jangan gitu lah, mereka ‘kan baru datang..” timpal Farah Paramita, istri Presiden Direktur Sinaga Group sekaligus CEO Parama Holding Company, perusahaan investasi multinasional terbesar di Indonesia. “Jangan mempermalukan nama keluarga dan hanya ikuti aturan yang ditetapkan di rumah ini selama tinggal di sini. Mengerti?” Ucapan dingin lain turut keluar dari pria tua pemilik Sinaga Group sekaligus rumah mewah ini, Erwin Wijaya Sinaga. Maryam hanya bisa tertegun mendengar ucapan dari orang-orang tidak terduga itu. Apa Maryam sedang bermimpi sekarang? Bagaimana bisa Maryam berakhir di sini? Kalau begitu, siapa sebenarnya Wildan yang membawa Maryam ke sini? “Dan Wildan, lakukan tugasmu dengan benar untuk mendapat dukungan di rapat pemegang saham nanti. Ingat kalau k
“Maryam? Apa kamu baik-baik aja?” Wildan tiba-tiba sudah hadir di antara Maryam dan Yoga, membuat Maryam sempat merasa lega sebelum ia menyadari seringai menyebalkan Yoga. “Hei Wildan! Sepertinya aku pernah bertemu istrimu ini!” APA?! Apa Yoga akan mengatakan kejadian 5 tahun lalu itu pada Wildan?! Sejenak, darah Maryam terasa mendidih, tapi bukan karena kemarahan saja melainkan karena ketakutan juga bahwa Wildan akan berpaling darinya jika mengetahui tentang itu, seperti semua orang dulu. “Ah..! Dia pernah bekerja di Hotel Aiden tempatku sering menginap, benar ‘kan Nona Maryam?” Maryam menggigit bibirnya. Kenapa Yoga tidak bisa meninggalkan Maryam sendirian setelah menyakitinya?! Apa Yoga masih tidak puas bahkan setelah menghancurkan hidup Maryam?! “Kita harus ke ruang makan sekarang Bang, semua orang sudah menunggu.” Wildan hanya menepuk pundak Yoga yang setinggi dirinya, sebelum meraih tangan Maryam yang masih sedikit gemetar. “Oke.” Yoga kembali menyeringai sambil bersiu
Sebelumnya, Maryam langsung terlelap usai makan malam yang menegangkan, hingga tiba waktunya bagi sepasang pengantin baru itu untuk melakukan perjalanan bulan madu mereka keesokan harinya. Dalam waktu singkat, Maryam dan Wildan pun sudah berada di pesawat menuju Bali sebagai tempat bulan madu mereka yang direncanakan Wildan diam-diam. Untuk pertama kalinya, Maryam menaiki pesawat pribadi yang kemewahannya tidak bisa digambarkan, apalagi ditemani beberapa bodyguard yang membuatnya semakin gugup. Semuanya masih terasa tidak nyata bagi Maryam. Tidak hanya karena ia sudah menikah, tapi juga karena suaminya adalah salah satu orang paling penting di negeri ini, ditambah ia jauh lebih muda dan penampilannya juga tidak kalah mengesankan. Jika Maryam mengatakan semua itu pada dirinya 5 tahun lalu yang masih membenci pria, ia mungkin akan dianggap gila. Seiring dengan lamunan Maryam itu, pesawat mereka mulai melaju dengan cepat hingga mereka tiba di Pulau Dewata. Mereka pun segera menuju
Setelah beberapa jam meninggalkan Maryam, Wildan masih tidak kembali.“Kemana Wildan sebenarnya?” Maryam yang khawatir, akhirnya keluar kamar untuk mencari Wildan dengan pikiran tak karuan. Namun yang Maryam temukan justru orang yang tidak ingin Maryam temui. ‘Kenapa dia ada di sini juga?!’ Yoga tiba-tiba muncul di koridor kamar hotel Maryam. Maryam bergegas pergi sebelum pria berusia 35 tahun itu melihatnya, tapi takdir berkata lain. “Siapa ini? Bukannya ini istri sepupuku?” Yoga sudah menghadang Maryam dengan suara menyebalkan, sebelum ia berhasil pergi. Maryam menelan ludah, tapi sedetik kemudian segera menenangkan diri dengan berpikir bahwa ia bisa menghadapi semuanya seperti yang dikatakan Wildan kemarin.“Oh Bang Yoga..” Maryam berusaha tampak biasa saja. “Hahaha. Apa kamu lagi berpura-pura biasa saja bertemu denganku?” APA?! Yoga tiba-tiba berjalan semakin dekat ke arah Maryam, “Jangan berharap sikapmu itu akan menghapuskan apa yang terjadi pada kita dulu, karena apapu
“Jangan lupa pesta malam ini!” teriak Yoga saat Wildan dan Maryam baru memasuki kamar mereka. “Apa kamu baik-baik aja? Kenapa diam aja dari tadi?” tanya Wildan kembali bersikap hangat, sambil membuka jas dari tubuhnya, menyisakan kemeja putih yang cukup basah oleh keringat dan noda lipstik di kerahnya. Noda lipstik?! Maryam terbelalak, menyadari bahwa noda lipstik berwarna kecokelatan itu sama dengan warna lipstik yang digunakan Nadia tadi. Tidak mungkin. Maryam masih berusaha menyangkal semua kecurigaan yang sulit dihindari.Maryam tidak mungkin langsung menuduh mereka bermain di belakangnya hanya karena hal tersebut 'kan? “Kemana saja kamu tadi?” Maryam mencoba untuk membuka pembicaraan dengan tenang agar tidak memancing pertengkaran. “Pekerjaan.” Tapi Wildan hanya menjawab singkat, membuat Maryam mengepalkan tangannya. Maryam benar-benar tidak mengerti. Terkadang Wildan hangat dan manis, tapi tiba-tiba bisa sangat misterius dan tertutup, seolah tidak ingin memberitahu Mary
Tanpa sadar malam sudah menyelimuti sang langit, saat Wildan akhirnya berhenti mencumbu Maryam yang lelah dan mulai menyelimuti tubuhnya yang polos, sambil memeluknya dengan hangat. “Staminamu lebih buruk dari yang aku kira ya,” goda Wildan pada Maryam yang setengah terlelap di kasur mereka. Maryam mendengus, “Apa kamu mengejekku karena sudah tua, hah?” Wildan tertawa, setelah teringat perkataan Maryam sebelumnya bahwa ia cukup pemarah, terbukti dari cara Maryam menanggapi Wildan. Meskipun begitu, Wildan seolah menganggapnya lucu, karena ia hanya mengecup dahi Maryam sambil berkata lembut, “Tidurlah, Sayang.” ‘Tidur ya? Tapi aku belum selesai,’ batin Maryam dalam rengkuhan Wildan yang mulai terlelap. Malam ini memang bulan madu yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya Maryam bisa berbagi tubuh dan hatinya tanpa paksaan. Sayangnya, masih ada perasaan tersisa yang tidak bisa Maryam abaikan. Selang beberapa saat, Maryam pergi keluar untuk menyelesaikan urusannya. Sebuah pembal
Kenapa Wildan ada di sini? Wildan langsung membuka jas hitam yang dipakainya lalu memakaikannya pada Maryam, seolah tahu bahwa Maryam membutuhkan itu untuk menutupi noda yang diberikan Nadia pada gaunnya. Namun, seiring dengan kesadaran Maryam akan kehadiran Wildan, Maryam juga mulai menyadari pandangan semua orang di aula pesta itu pada mereka, terutama Wildan yang tampaknya mereka kenali. “Apa dia calon Presdir Sinaga Group itu?” “Sepertinya benar, tapi siapa wanita yang ia datangi? Apa dia istrinya?” “Tidak mungkin. Kenapa calon pewaris konglomerat sepertinya memiliki istri biasa dan terlihat tua juga? Memangnya siapa wanita itu?” Deg. Para tamu pesta yang mungkin orang-orang penting dari kalangan pengusaha dan pejabat itu sudah berbisik di sekitar mereka, mengingatkan Maryam saat 5 tahun lalu ia diserang puluhan orang dengan kata-kata menyakitkan karena skandalnya. Ha.. Apa Maryam masih tidak bisa keluar dari jerat yang sama? “Sayang, maaf aku membuat kamu datang sendiri.
“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat