“Jangan lupa pesta malam ini!” teriak Yoga saat Wildan dan Maryam baru memasuki kamar mereka.
“Apa kamu baik-baik aja? Kenapa diam aja dari tadi?” tanya Wildan kembali bersikap hangat, sambil membuka jas dari tubuhnya, menyisakan kemeja putih yang cukup basah oleh keringat dan noda lipstik di kerahnya.Noda lipstik?!Maryam terbelalak, menyadari bahwa noda lipstik berwarna kecokelatan itu sama dengan warna lipstik yang digunakan Nadia tadi.Tidak mungkin.Maryam masih berusaha menyangkal semua kecurigaan yang sulit dihindari.Maryam tidak mungkin langsung menuduh mereka bermain di belakangnya hanya karena hal tersebut 'kan?“Kemana saja kamu tadi?” Maryam mencoba untuk membuka pembicaraan dengan tenang agar tidak memancing pertengkaran.“Pekerjaan.” Tapi Wildan hanya menjawab singkat, membuat Maryam mengepalkan tangannya.Maryam benar-benar tidak mengerti.Terkadang Wildan hangat dan manis, tapi tiba-tiba bisa sangat misterius dan tertutup, seolah tidak ingin memberitahu Maryam tentang dirinya. Padahal Maryam ingin mengenal Wildan karena ia sudah menjadi istrinya.Jadi kenapa..?“Begitu? Terus, apa wanita itu kenalanmu di sini?” Maryam tidak lagi ragu, karena ia pikir ia memiliki hak untuk tahu.“Kenalan Bang Yoga lebih tepatnya.” Namun Wildan kembali menjawab seadanya, sambil membuka jam tangan dan duduk di sofa.“Tapi kalian pernah bersama?”Wildan sempat terdiam tanpa perubahan ekspresi, seolah sudah memprediksi pertanyaan tersebut dari Maryam. “Benar, tapi..”Wildan menengadahkan kepalanya pada Maryam yang masih berdiri, lalu tiba-tiba menarik Maryam ke pangkuannya, mengejutkan Maryam yang tidak memperkirakan itu.“Apa itu penting, padahal kita yang bersama sekarang?”Deg.Lagi-lagi, Wildan menggunakan senyum manisnya untuk meluluhkan Maryam.Apa dia ingin Maryam berhenti bertanya tentang mereka?Maryam menyerah. Tidak ada jawaban yang bisa ia dapatkan jika terus seperti ini. Mungkin ia harus mencari tahu semuanya nanti.“Kalau tentang pesta, apa maksudnya?” tanya Maryam lagi, saat Wildan sudah melingkarkan tangannya di pinggang kecil Maryam.“Pesta perayaan untuk Nadia.. sebagai pemilik baru hotel ini..” gumam Wildan acuh tak acuh, sambil menyentuh tengkuk Maryam dengan bibirnya.Ada sensasi hangat menggelikan yang tidak pernah Maryam rasakan sebelumnya.Apa yang sedang Wildan lakukan?Maryam hampir teralihkan.“Apa kamu akan datang?” Maryam mencoba menyadarkan Wildan, tapi tangan Wildan mulai meraba-raba pinggang dan perut Maryam dengan lembut, seolah tidak sabar untuk menyentuh mereka yang tersembunyi di balik pakaian Maryam.Maryam mulai kembali merasa merinding dan panas di sekujur tubuhnya.Ah.. sekarang mereka sedang bulan madu ya?Maryam mengingat lagi malam pengantin mereka kemarin yang berakhir tanpa terjadi apapun, karena Maryam langsung tertidur kelelahan. Jadi, mungkin itu sebabnya Wildan bersikap seperti ini sekarang..“Aku ingin bersamamu..” gumam Wildan yang masih menyentuh tubuh Maryam perlahan-lahan dengan tangan dan bibirnya yang sudah panas, seakan sedang berusaha keras menahan gejolak yang sulit ditolak dalam dirinya. “Apa kamu ingin aku pergi ke sana?”Maryam tertegun sesaat. Ingin berkata tidak, tapi apa itu jawaban yang terbaik?Wildan yang menunggu jawaban Maryam, menengadahkan kepalanya lagi yang sempat terkubur di tengkuk Maryam.Wildan bisa melihat wajah Maryam dari dekat dan tanpa sadar mengatakan sesuatu yang tak terduga.“Apa aku boleh menciummu?”APA?!Maryam seketika menoleh, hingga hidung mereka beradu dan Maryam bisa merasakan napas Wildan di wajahnya.Wildan sekarang adalah suami Maryam dan Maryam adalah istri Wildan. Tapi, apa Maryam bisa menjalani malam pertama mereka sebagai suami istri, setelah pengalaman buruk 5 tahun lalu yang merenggut kesuciannya?Maryam memang masih takut karena kejadian buruk itu masih menghantuinya hingga kini. Meskipun begitu, Maryam tidak bisa mundur lagi. Apalagi, jika ia ingin mempertahankan statusnya sebagai istri Wildan dan membuat Wildan tidak bisa meninggalkan Maryam.Jadi, Maryam pun mencium bibir Wildan seperti keinginannya. Mungkin dengan begitu, Wildan juga bisa melupakan Nadia, jika ternyata mereka memang bermain di belakangnya tadi.“Maryam..”Mendengar Wildan memanggil nama Maryam setelah ia memberikan ciuman singkat itu padanya, membuat Maryam merasa sedikit lega. Itu berarti, Maryam berhasil menyingkirkan Nadia dari pikiran Wildan. Namun, tindakan Maryam tersebut mungkin malah membuatnya dalam bahaya.Sebab, Wildan langsung menghempas Maryam ke sofa dan mencumbunya dengan ganas, seperti harimau yang sedang melahap mangsanya.Wildan?Maryam tidak bisa berkutik dengan kekuatan layaknya monster yang keluar dari suaminya ini. Wildan yang sebelumnya lembut, hangat dan selalu berhati-hati, sekarang menjadi harimau ganas yang bisa menyerang siapapun tanpa cela.“T—Tunggu..” Bahkan saat Maryam mencoba menghentikan Wildan yang mencumbunya dengan keras hingga ia kehabisan napas, Wildan seolah telah kehilangan kendali untuk berhenti.Alhasil, seiring dengan matahari yang mulai terbenam, Maryam dan Wildan pun semakin terbenam dalam tubuh masing-masing yang sudah panas tanpa sehelai kain yang menghalangi, menyambut malam bergejolak mereka.Tanpa sadar malam sudah menyelimuti sang langit, saat Wildan akhirnya berhenti mencumbu Maryam yang lelah dan mulai menyelimuti tubuhnya yang polos, sambil memeluknya dengan hangat. “Staminamu lebih buruk dari yang aku kira ya,” goda Wildan pada Maryam yang setengah terlelap di kasur mereka. Maryam mendengus, “Apa kamu mengejekku karena sudah tua, hah?” Wildan tertawa, setelah teringat perkataan Maryam sebelumnya bahwa ia cukup pemarah, terbukti dari cara Maryam menanggapi Wildan. Meskipun begitu, Wildan seolah menganggapnya lucu, karena ia hanya mengecup dahi Maryam sambil berkata lembut, “Tidurlah, Sayang.” ‘Tidur ya? Tapi aku belum selesai,’ batin Maryam dalam rengkuhan Wildan yang mulai terlelap. Malam ini memang bulan madu yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya Maryam bisa berbagi tubuh dan hatinya tanpa paksaan. Sayangnya, masih ada perasaan tersisa yang tidak bisa Maryam abaikan. Selang beberapa saat, Maryam pergi keluar untuk menyelesaikan urusannya. Sebuah pembal
Kenapa Wildan ada di sini? Wildan langsung membuka jas hitam yang dipakainya lalu memakaikannya pada Maryam, seolah tahu bahwa Maryam membutuhkan itu untuk menutupi noda yang diberikan Nadia pada gaunnya. Namun, seiring dengan kesadaran Maryam akan kehadiran Wildan, Maryam juga mulai menyadari pandangan semua orang di aula pesta itu pada mereka, terutama Wildan yang tampaknya mereka kenali. “Apa dia calon Presdir Sinaga Group itu?” “Sepertinya benar, tapi siapa wanita yang ia datangi? Apa dia istrinya?” “Tidak mungkin. Kenapa calon pewaris konglomerat sepertinya memiliki istri biasa dan terlihat tua juga? Memangnya siapa wanita itu?” Deg. Para tamu pesta yang mungkin orang-orang penting dari kalangan pengusaha dan pejabat itu sudah berbisik di sekitar mereka, mengingatkan Maryam saat 5 tahun lalu ia diserang puluhan orang dengan kata-kata menyakitkan karena skandalnya. Ha.. Apa Maryam masih tidak bisa keluar dari jerat yang sama? “Sayang, maaf aku membuat kamu datang sendiri.
“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat
Walaupun Maryam masih tidak mengerti dengan sikap Wildan, Maryam terpaksa melupakan itu dan kembali ke Jakarta ditemani Bayu asisten Wildan. Sedangkan Wildan hanya berkata bahwa ia masih memiliki pekerjaan di Bali dan akan menyusulnya nanti.Namun selama perjalanan pulang, Maryam sempat berpikir alasan dari sikap Wildan, padahal sepertinya ia sudah tahu berita yang beredar tentang Maryam. Kenapa Wildan tidak menanyakan apapun pada Maryam, seolah ia tidak peduli tentang itu? Terkadang, Maryam merasa bahwa ia hanya menjadi salah satu dari bidak catur yang tidak berarti apa-apa untuk hidup Wildan. Meskipun Wildan selalu bersikap hangat padanya seolah ia menyukai Maryam, tapi sekarang sikap itu terasa hanya sebagai salah satu cara Wildan mempertahankan Maryam di papan caturnya sampai akhirnya ia berhenti bermain. Sebab, jika Maryam memang orang yang berarti untuk Wildan, ia tidak akan menanggapi dengan dingin berita buruk tentang Maryam, terutama mengenai skandalnya. Apalagi setelah i
“Apa yang kalian lakukan?” Wildan bertanya tanpa menatap Maryam yang gugup. Pandangan dinginnya justru tertuju pada Yoga, sebelum ia mencoba mengatur raut wajahnya untuk menjadi lebih santai. “Kamu udah baca berita tentang istrimu ‘kan? Apa kamu gak menyesal sekarang karena menikahinya?” Yoga kembali menyeringai tanpa malu, padahal ia adalah pelaku dari skandal yang diberitakan. Meskipun berita-berita itu memang lebih menyudutkan Maryam dengan tuduhan wanita penggoda seperti 5 tahun lalu. Ha..Maryam menelan ludah, menunggu tanggapan Wildan yang entah akan seperti apa, tapi yang terjadi adalah keheningan yang justru membuat Maryam lebih terluka. Apa itu jawaban Wildan? Keheningan yang mungkin membenarkan pertanyaan Yoga? Sebelum Maryam memastikan, mata Wildan tiba-tiba menjadi tajam melihat sesuatu di belakang Maryam diikuti suara Yoga. “Hei Gibran! Padahal masih ada istrimu di rumah, tapi sudah main-main sama wanita lain yang juga adik iparmu sendiri! Haha!” Maryam berbalik dan
“Wanita kotor!” cemooh orang-orang pada seorang wanita yang baru kehilangan hidupnya. Seperempat abad lebih sudah wanita itu memimpikan kehidupan yang gemilang, sampai sebuah malam tiba-tiba menghancurkan seluruh hidupnya. “Aku akan memberimu surga!” ucap seorang pria sebelumnya, saat wanita tersebut membuka pintu kamar hotel untuk melakukan pekerjaannya. Belum sempat sang wanita memproses apa maksudnya, pintu sudah dikunci dan ia langsung dilempar ke atas tempat tidur penuh riak alkohol yang juga menguasai pria itu. “TIDAK! LEPASKAN!” Jerit kesakitan memenuhi kamar yang terang benderang, tapi tidak ada yang datang menyelamatkan. Hanya pria itu yang terus menggerayangi tubuh wanita tersebut, hingga akhirnya kesucian yang selama ini ia jaga dengan keras, terenggut dalam penderitaan oleh pria yang tidak dikenalnya. Namun bagai jatuh tertimpa tangga pula, wanita yang sudah kehilangan separuh hidupnya, harus kehilangan hidupnya yang lain saat skandal meledak keesokan harinya. “Kena
“Maryam! Apa kamu gak malu jadi perawan tua?! Ibu malu sama orang-orang yang terus ngomong buruk tentang kamu karena masih belum nikah juga! Bisa gak sih kamu gak bikin ibu malu lagi?!” bentak Ayu Sartika dengan keriput yang hampir memenuhi wajahnya.Maryam Syahira, wanita berusia 33 tahun yang menjadi sasaran bentakkan ibunya sendiri, sudah mengepalkan tangan di dalam kamar. “Ayah kamu udah sekarat nunggu kamu nikah! Kenapa juga kamu masih gak mau nikah, hah?! Padahal udah beberapa kali ibu jodohkan, tapi terus aja kamu tolak! Pokoknya ibu gak mau tahu, sekarang kamu gak bisa lagi tolak orang yang akan ibu jodohkan sama kamu!” Seiring dengan keputusan sepihak sang ibu, Maryam harus menghadapi perjodohan ke sekian kalinya untuk melepas status ‘perawan tua’ yang disematkan padanya. Padahal Maryam sudah bersumpah sejak 5 tahun lalu bahwa ia tidak akan pernah berurusan dengan pria manapun apalagi menikah dengan mereka. Namun, sebagai satu-satunya anak yang belum menikah di keluarganya
“Apa maksudnya?” Maryam berusaha memastikan dan ia bisa melihat senyum pria itu. “Saya gak masalah dengan apapun dan bisa menerimanya, karena saya hanya ingin menikah.. denganmu.” Deg. Maryam tiba-tiba merasakan desiran aneh di hatinya.Kenapa pria itu begitu bertekad untuk menikahi Maryam? “Maryam! Kita harus bicara!” Sebelum Maryam mendapat jawaban, sang ibu sudah menarik Maryam ke dalam kamar dengan raut wajah yang tidak pernah ia lihat. Bukan ini yang Maryam harapkan. “Maryam.. apa itu alasannya.. kamu gak mau nikah selama ini?” tanya Ibu Maryam dengan suara bergetar dan air mata yang terpupuk di matanya. Ini pertama kalinya Maryam melihat ibunya seperti itu, karena biasanya sang ibu selalu terlihat galak bahkan lebih dari ayahnya. Maryam belum menjawab, saat sang ibu memeluknya erat dengan air mata berlinang. “Maaf.. karena Ibu gak tahu apa-apa dan maksa kamu.. dengan semua ini..” Kali ini, ada perasaan mendidih yang menguasai hati Maryam, seolah semua kemarahan dan kes