“Maryam? Apa kamu baik-baik aja?” Wildan tiba-tiba sudah hadir di antara Maryam dan Yoga, membuat Maryam sempat merasa lega sebelum ia menyadari seringai menyebalkan Yoga.
“Hei Wildan! Sepertinya aku pernah bertemu istrimu ini!”APA?!Apa Yoga akan mengatakan kejadian 5 tahun lalu itu pada Wildan?!Sejenak, darah Maryam terasa mendidih, tapi bukan karena kemarahan saja melainkan karena ketakutan juga bahwa Wildan akan berpaling darinya jika mengetahui tentang itu, seperti semua orang dulu.“Ah..! Dia pernah bekerja di Hotel Aiden tempatku sering menginap, benar ‘kan Nona Maryam?”Maryam menggigit bibirnya.Kenapa Yoga tidak bisa meninggalkan Maryam sendirian setelah menyakitinya?!Apa Yoga masih tidak puas bahkan setelah menghancurkan hidup Maryam?!“Kita harus ke ruang makan sekarang Bang, semua orang sudah menunggu.” Wildan hanya menepuk pundak Yoga yang setinggi dirinya, sebelum meraih tangan Maryam yang masih sedikit gemetar.“Oke.” Yoga kembali menyeringai sambil bersiul dan mengikuti mereka ke ruang makan.Sesampainya mereka di sana, keluarga Sinaga langsung memandang Maryam.“Jangan pernah lagi meninggalkan ruang makan sebelum orang tua pergi lebih dulu!” ucap Andien pada Maryam yang baru duduk kembali di kursinya.Maryam tidak menyangka di usianya yang sudah lebih dari kepala tiga ini, ia masih diatur mengenai apa yang harus ia lakukan.Maryam sempat merasa buruk, tapi Wildan menggenggam tangan Maryam lagi di bawah meja, sambil tersenyum kecil seolah hendak menenangkannya. Meskipun begitu, saat makan malam akhirnya di mulai, rasa tidak nyaman kembali muncul.Obrolan yang tidak Maryam mengerti tentang pekerjaan keluarga Sinaga di perusahaan-perusahaan besar, turut mengiringi makan malam tersebut.Maryam jadi merasa terasingkan karena hanya ia yang tidak bekerja di perusahaan besar seperti mereka. Kalaupun ia bekerja di sana, ia hanya akan menjadi satu dari ribuan karyawan biasa, berbeda dari mereka yang merupakan pendiri atau pemilik perusahaan-perusahaan besar itu.Apa Maryam bisa hidup di rumah ini?Pertanyaan Maryam itu, muncul juga dari Wildan setelah akhirnya mereka kembali ke rumah mereka.“Apa kamu bisa tinggal di sini? Kalau kamu mau, kita bisa pindah ke tempat lain.”Wildan mungkin menyadari ketidaknyamanan Maryam dan khawatir dengan itu, karena bagaimanapun ia adalah suami Maryam sekarang, apalagi ia sudah berjanji pada orang tua Maryam untuk menjaganya.“Tidak. Aku akan tinggal dan bertahan di sini, selama apapun..”‘..sampai mereka menerimaku..’ tekad Maryam dalam hati.Maryam tidak bisa menyerah begitu saja karena semua tekanan dari kenyataan baru dalam hidupnya ini, jadi ia memutuskan untuk menguatkan dirinya menghadapi semua yang akan terjadi.“Oke. Kalau gitu kita harus bersiap-siap untuk bulan madu kita besok. ”Deg.Ah, Maryam merasakan itu lagi. Perasaan menggelitik yang kali ini bahkan membuatnya tersipu.Aneh. Maryam yakin bahwa hatinya sudah dingin dan keras untuk merasa berbunga, apalagi setelah semua kejadian hari ini. Tapi kenapa kata-kata sederhana Wildan seolah berhasil meruntuhkan dinding keras yang mengunci hatinya?Apa Maryam tanpa sadar menantikan bulan madu yang tidak pernah ia bayangkan akan ia alami, sejak dulu ia memutuskan tidak menikah?Maryam menggeleng-gelengkan kepala, berusaha tidak terlalu tenggelam dalam perasaan baru yang membuat seluruh tubuhnya terasa aneh ini. Namun, sepasang tangan tiba-tiba memeluknya dan membuatnya kembali merasa aneh.Sepertinya dinding keras yang mengunci hati Maryam benar-benar telah roboh, karena Maryam bisa merasakan irama yang tidak biasa di hatinya, seiring dengan pelukan erat Wildan yang untuk pertama kalinya ia berikan pada Maryam, bersama suara yang mengalir tenang di telinganya.“Kita bisa menghadapi semuanya, Sayang.”Mendadak, ada letupan kembang api tak terlihat di atas kepala Maryam.Ini adalah pertama kalinya dalam 5 tahun Maryam mendengar panggilan ‘sayang’ itu lagi, ditambah dengan kata-kata menenangkan yang seolah meluruhkan semua ketakutan Maryam hari ini.Bukankah mereka menikah karena perjodohan? Jadi, mengapa Wildan terus bersikap hangat dan membuat hati Maryam bergetar aneh?Meskipun Maryam masih tidak tahu mengapa Wildan menikahinya dan bagaimana caranya ia bisa bertahan di rumah ini, tapi Maryam sepertinya harus benar-benar melepas semua masa lalunya dan ketakutannya untuk membuat pernikahannya dengan Wildan bahagia, apapun yang terjadi.Sayangnya, tiba-tiba Maryam menemukan kenyataan baru yang lebih menyakitkan dan menyadarkan Maryam tentang alasan sebenarnya Wildan menikahinya.Sebelumnya, Maryam langsung terlelap usai makan malam yang menegangkan, hingga tiba waktunya bagi sepasang pengantin baru itu untuk melakukan perjalanan bulan madu mereka keesokan harinya. Dalam waktu singkat, Maryam dan Wildan pun sudah berada di pesawat menuju Bali sebagai tempat bulan madu mereka yang direncanakan Wildan diam-diam. Untuk pertama kalinya, Maryam menaiki pesawat pribadi yang kemewahannya tidak bisa digambarkan, apalagi ditemani beberapa bodyguard yang membuatnya semakin gugup. Semuanya masih terasa tidak nyata bagi Maryam. Tidak hanya karena ia sudah menikah, tapi juga karena suaminya adalah salah satu orang paling penting di negeri ini, ditambah ia jauh lebih muda dan penampilannya juga tidak kalah mengesankan. Jika Maryam mengatakan semua itu pada dirinya 5 tahun lalu yang masih membenci pria, ia mungkin akan dianggap gila. Seiring dengan lamunan Maryam itu, pesawat mereka mulai melaju dengan cepat hingga mereka tiba di Pulau Dewata. Mereka pun segera menuju
Setelah beberapa jam meninggalkan Maryam, Wildan masih tidak kembali.“Kemana Wildan sebenarnya?” Maryam yang khawatir, akhirnya keluar kamar untuk mencari Wildan dengan pikiran tak karuan. Namun yang Maryam temukan justru orang yang tidak ingin Maryam temui. ‘Kenapa dia ada di sini juga?!’ Yoga tiba-tiba muncul di koridor kamar hotel Maryam. Maryam bergegas pergi sebelum pria berusia 35 tahun itu melihatnya, tapi takdir berkata lain. “Siapa ini? Bukannya ini istri sepupuku?” Yoga sudah menghadang Maryam dengan suara menyebalkan, sebelum ia berhasil pergi. Maryam menelan ludah, tapi sedetik kemudian segera menenangkan diri dengan berpikir bahwa ia bisa menghadapi semuanya seperti yang dikatakan Wildan kemarin.“Oh Bang Yoga..” Maryam berusaha tampak biasa saja. “Hahaha. Apa kamu lagi berpura-pura biasa saja bertemu denganku?” APA?! Yoga tiba-tiba berjalan semakin dekat ke arah Maryam, “Jangan berharap sikapmu itu akan menghapuskan apa yang terjadi pada kita dulu, karena apapu
“Jangan lupa pesta malam ini!” teriak Yoga saat Wildan dan Maryam baru memasuki kamar mereka. “Apa kamu baik-baik aja? Kenapa diam aja dari tadi?” tanya Wildan kembali bersikap hangat, sambil membuka jas dari tubuhnya, menyisakan kemeja putih yang cukup basah oleh keringat dan noda lipstik di kerahnya. Noda lipstik?! Maryam terbelalak, menyadari bahwa noda lipstik berwarna kecokelatan itu sama dengan warna lipstik yang digunakan Nadia tadi. Tidak mungkin. Maryam masih berusaha menyangkal semua kecurigaan yang sulit dihindari.Maryam tidak mungkin langsung menuduh mereka bermain di belakangnya hanya karena hal tersebut 'kan? “Kemana saja kamu tadi?” Maryam mencoba untuk membuka pembicaraan dengan tenang agar tidak memancing pertengkaran. “Pekerjaan.” Tapi Wildan hanya menjawab singkat, membuat Maryam mengepalkan tangannya. Maryam benar-benar tidak mengerti. Terkadang Wildan hangat dan manis, tapi tiba-tiba bisa sangat misterius dan tertutup, seolah tidak ingin memberitahu Mary
Tanpa sadar malam sudah menyelimuti sang langit, saat Wildan akhirnya berhenti mencumbu Maryam yang lelah dan mulai menyelimuti tubuhnya yang polos, sambil memeluknya dengan hangat. “Staminamu lebih buruk dari yang aku kira ya,” goda Wildan pada Maryam yang setengah terlelap di kasur mereka. Maryam mendengus, “Apa kamu mengejekku karena sudah tua, hah?” Wildan tertawa, setelah teringat perkataan Maryam sebelumnya bahwa ia cukup pemarah, terbukti dari cara Maryam menanggapi Wildan. Meskipun begitu, Wildan seolah menganggapnya lucu, karena ia hanya mengecup dahi Maryam sambil berkata lembut, “Tidurlah, Sayang.” ‘Tidur ya? Tapi aku belum selesai,’ batin Maryam dalam rengkuhan Wildan yang mulai terlelap. Malam ini memang bulan madu yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya Maryam bisa berbagi tubuh dan hatinya tanpa paksaan. Sayangnya, masih ada perasaan tersisa yang tidak bisa Maryam abaikan. Selang beberapa saat, Maryam pergi keluar untuk menyelesaikan urusannya. Sebuah pembal
Kenapa Wildan ada di sini? Wildan langsung membuka jas hitam yang dipakainya lalu memakaikannya pada Maryam, seolah tahu bahwa Maryam membutuhkan itu untuk menutupi noda yang diberikan Nadia pada gaunnya. Namun, seiring dengan kesadaran Maryam akan kehadiran Wildan, Maryam juga mulai menyadari pandangan semua orang di aula pesta itu pada mereka, terutama Wildan yang tampaknya mereka kenali. “Apa dia calon Presdir Sinaga Group itu?” “Sepertinya benar, tapi siapa wanita yang ia datangi? Apa dia istrinya?” “Tidak mungkin. Kenapa calon pewaris konglomerat sepertinya memiliki istri biasa dan terlihat tua juga? Memangnya siapa wanita itu?” Deg. Para tamu pesta yang mungkin orang-orang penting dari kalangan pengusaha dan pejabat itu sudah berbisik di sekitar mereka, mengingatkan Maryam saat 5 tahun lalu ia diserang puluhan orang dengan kata-kata menyakitkan karena skandalnya. Ha.. Apa Maryam masih tidak bisa keluar dari jerat yang sama? “Sayang, maaf aku membuat kamu datang sendiri.
“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat
Walaupun Maryam masih tidak mengerti dengan sikap Wildan, Maryam terpaksa melupakan itu dan kembali ke Jakarta ditemani Bayu asisten Wildan. Sedangkan Wildan hanya berkata bahwa ia masih memiliki pekerjaan di Bali dan akan menyusulnya nanti.Namun selama perjalanan pulang, Maryam sempat berpikir alasan dari sikap Wildan, padahal sepertinya ia sudah tahu berita yang beredar tentang Maryam. Kenapa Wildan tidak menanyakan apapun pada Maryam, seolah ia tidak peduli tentang itu? Terkadang, Maryam merasa bahwa ia hanya menjadi salah satu dari bidak catur yang tidak berarti apa-apa untuk hidup Wildan. Meskipun Wildan selalu bersikap hangat padanya seolah ia menyukai Maryam, tapi sekarang sikap itu terasa hanya sebagai salah satu cara Wildan mempertahankan Maryam di papan caturnya sampai akhirnya ia berhenti bermain. Sebab, jika Maryam memang orang yang berarti untuk Wildan, ia tidak akan menanggapi dengan dingin berita buruk tentang Maryam, terutama mengenai skandalnya. Apalagi setelah i
“Apa yang kalian lakukan?” Wildan bertanya tanpa menatap Maryam yang gugup. Pandangan dinginnya justru tertuju pada Yoga, sebelum ia mencoba mengatur raut wajahnya untuk menjadi lebih santai. “Kamu udah baca berita tentang istrimu ‘kan? Apa kamu gak menyesal sekarang karena menikahinya?” Yoga kembali menyeringai tanpa malu, padahal ia adalah pelaku dari skandal yang diberitakan. Meskipun berita-berita itu memang lebih menyudutkan Maryam dengan tuduhan wanita penggoda seperti 5 tahun lalu. Ha..Maryam menelan ludah, menunggu tanggapan Wildan yang entah akan seperti apa, tapi yang terjadi adalah keheningan yang justru membuat Maryam lebih terluka. Apa itu jawaban Wildan? Keheningan yang mungkin membenarkan pertanyaan Yoga? Sebelum Maryam memastikan, mata Wildan tiba-tiba menjadi tajam melihat sesuatu di belakang Maryam diikuti suara Yoga. “Hei Gibran! Padahal masih ada istrimu di rumah, tapi sudah main-main sama wanita lain yang juga adik iparmu sendiri! Haha!” Maryam berbalik dan