Sebelumnya, Maryam langsung terlelap usai makan malam yang menegangkan, hingga tiba waktunya bagi sepasang pengantin baru itu untuk melakukan perjalanan bulan madu mereka keesokan harinya.
Dalam waktu singkat, Maryam dan Wildan pun sudah berada di pesawat menuju Bali sebagai tempat bulan madu mereka yang direncanakan Wildan diam-diam.Untuk pertama kalinya, Maryam menaiki pesawat pribadi yang kemewahannya tidak bisa digambarkan, apalagi ditemani beberapa bodyguard yang membuatnya semakin gugup.Semuanya masih terasa tidak nyata bagi Maryam.Tidak hanya karena ia sudah menikah, tapi juga karena suaminya adalah salah satu orang paling penting di negeri ini, ditambah ia jauh lebih muda dan penampilannya juga tidak kalah mengesankan.Jika Maryam mengatakan semua itu pada dirinya 5 tahun lalu yang masih membenci pria, ia mungkin akan dianggap gila.Seiring dengan lamunan Maryam itu, pesawat mereka mulai melaju dengan cepat hingga mereka tiba di Pulau Dewata.Mereka pun segera menuju Hotel Easton tempat mereka akan menginap yang terletak di pantai pribadi Grand Easton Bali, sampai..“Wildan! Apa kamu datang ke sini untuk menemuiku?”Tiba-tiba seorang wanita muda berteriak dengan ceria, sambil berjalan cepat menghampiri Wildan dan Maryam yang baru tiba di lobi hotel.Maryam tertegun. Wanita asing itu anehnya memiliki wajah tak asing bagi Maryam. Sebab, wajah wanita itu mirip dengan Maryam.“Siapa ini? Apa dia pembantumu?”APA?!Pertanyaan wanita itu tentang Maryam, membuat Maryam tersentak.Wajah mereka memang cukup mirip, tapi ia berpenampilan lebih mewah dan anggun, sedangkan Maryam berpenampilan kasual hingga membuat penampilan mereka jadi berbeda jauh.“Dia istriku.” Namun, Wildan langsung menarik pinggang Maryam ke sampingnya, seolah hendak menyadarkan Maryam bahwa ia tidak perlu merasa buruk seperti sebelumnya.“Ah maaf..” Wanita yang mendengar itu tiba-tiba mengembangkan senyum bersalah yang terasa palsu bagi Maryam, entah mengapa.“Apa kamu sedang bulan madu dan sengaja datang ke sini? Aku masih ingat pertama kali kita ketemu di sini dan kamu suka banget sama tempat ini. Kamu pasti kangen dengan tempat ini ya, atau mungkin kamu kangen yang lain?” oceh wanita itu pada Wildan, seolah mengabaikan keberadaan Maryam.Sejenak, ada perasaan tidak nyaman di hati Maryam, mendengar cara wanita asing di depannya ini berbicara begitu akrab pada Wildan.Siapa sebenarnya wanita ini dan apa hubungannya dengan Wildan?“Nadia. Aku harus pergi. Istriku mungkin ingin istirahat.” Meskipun begitu, Wildan tak menghiraukan bahkan saat wanita yang ia panggil Nadia itu mencoba meraih tangannya.“Ah oke. Sampai jumpa kalau gitu.” Wanita bernama Nadia itu akhirnya melepaskan mereka, sebelum ia kembali bicara. “Ah ya, selamat untuk pernikahan kalian. Nggak nyangka kamu udah lupakan aku, Wildan.”Deg.Apa maksudnya?!Apa wanita itu adalah mantan kekasih Wildan?Kalau begitu, apa hanya kebetulan Wildan menikahi Maryam yang cukup mirip wajahnya dengan mantan kekasihnya itu?Maryam merasa semakin aneh.Kenapa hatinya terasa panas, kepalanya terasa berputar cepat dan matanya.. terasa basah?Terlepas dari semua itu, Wildan hanya melangkah dengan dingin, meninggalkan wanita yang melempar ranjau pada Maryam dan Maryam yang sempat terdiam di belakangnya.Apa Wildan tidak mempedulikan Maryam?Apa yang terjadi pada Wildan yang baru kemarin memeluk Maryam dengan hangat?Kenapa pula Wildan tidak menjelaskan apapun?“Wildan..” Maryam berusaha bicara saat mereka tiba di dalam kamar, tapi tanggapan Wildan lagi-lagi membingungkan Maryam.“Istirahatlah.”Lalu, Wildan pergi begitu saja meninggalkan kamar setelah baru sesaat menapakinya.Apa yang sebenarnya terjadi?Maryam hanya bisa mengepalkan tangan dengan semua perubahan mendadak yang tidak ia mengerti.Mungkin Maryam memang terlalu berangan-angan bahwa pernikahannya akan seindah cerita dongeng, hanya karena kehangatan yang ditunjukkan Wildan selama ini, terlepas dari Maryam yang tidak terlalu diterima keluarganya. Namun, apa terlalu berlebihan bagi Maryam untuk mendengar penjelasan tentang apa yang terjadi tadi?Setidaknya biarkan Maryam memastikan bahwa semua kecurigaannya adalah salah. Tapi kenapa..?Ah. Menyebalkan.Apa yang harus Maryam lakukan dengan semua ini?Setelah beberapa jam meninggalkan Maryam, Wildan masih tidak kembali.“Kemana Wildan sebenarnya?” Maryam yang khawatir, akhirnya keluar kamar untuk mencari Wildan dengan pikiran tak karuan. Namun yang Maryam temukan justru orang yang tidak ingin Maryam temui. ‘Kenapa dia ada di sini juga?!’ Yoga tiba-tiba muncul di koridor kamar hotel Maryam. Maryam bergegas pergi sebelum pria berusia 35 tahun itu melihatnya, tapi takdir berkata lain. “Siapa ini? Bukannya ini istri sepupuku?” Yoga sudah menghadang Maryam dengan suara menyebalkan, sebelum ia berhasil pergi. Maryam menelan ludah, tapi sedetik kemudian segera menenangkan diri dengan berpikir bahwa ia bisa menghadapi semuanya seperti yang dikatakan Wildan kemarin.“Oh Bang Yoga..” Maryam berusaha tampak biasa saja. “Hahaha. Apa kamu lagi berpura-pura biasa saja bertemu denganku?” APA?! Yoga tiba-tiba berjalan semakin dekat ke arah Maryam, “Jangan berharap sikapmu itu akan menghapuskan apa yang terjadi pada kita dulu, karena apapu
“Jangan lupa pesta malam ini!” teriak Yoga saat Wildan dan Maryam baru memasuki kamar mereka. “Apa kamu baik-baik aja? Kenapa diam aja dari tadi?” tanya Wildan kembali bersikap hangat, sambil membuka jas dari tubuhnya, menyisakan kemeja putih yang cukup basah oleh keringat dan noda lipstik di kerahnya. Noda lipstik?! Maryam terbelalak, menyadari bahwa noda lipstik berwarna kecokelatan itu sama dengan warna lipstik yang digunakan Nadia tadi. Tidak mungkin. Maryam masih berusaha menyangkal semua kecurigaan yang sulit dihindari.Maryam tidak mungkin langsung menuduh mereka bermain di belakangnya hanya karena hal tersebut 'kan? “Kemana saja kamu tadi?” Maryam mencoba untuk membuka pembicaraan dengan tenang agar tidak memancing pertengkaran. “Pekerjaan.” Tapi Wildan hanya menjawab singkat, membuat Maryam mengepalkan tangannya. Maryam benar-benar tidak mengerti. Terkadang Wildan hangat dan manis, tapi tiba-tiba bisa sangat misterius dan tertutup, seolah tidak ingin memberitahu Mary
Tanpa sadar malam sudah menyelimuti sang langit, saat Wildan akhirnya berhenti mencumbu Maryam yang lelah dan mulai menyelimuti tubuhnya yang polos, sambil memeluknya dengan hangat. “Staminamu lebih buruk dari yang aku kira ya,” goda Wildan pada Maryam yang setengah terlelap di kasur mereka. Maryam mendengus, “Apa kamu mengejekku karena sudah tua, hah?” Wildan tertawa, setelah teringat perkataan Maryam sebelumnya bahwa ia cukup pemarah, terbukti dari cara Maryam menanggapi Wildan. Meskipun begitu, Wildan seolah menganggapnya lucu, karena ia hanya mengecup dahi Maryam sambil berkata lembut, “Tidurlah, Sayang.” ‘Tidur ya? Tapi aku belum selesai,’ batin Maryam dalam rengkuhan Wildan yang mulai terlelap. Malam ini memang bulan madu yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya Maryam bisa berbagi tubuh dan hatinya tanpa paksaan. Sayangnya, masih ada perasaan tersisa yang tidak bisa Maryam abaikan. Selang beberapa saat, Maryam pergi keluar untuk menyelesaikan urusannya. Sebuah pembal
Kenapa Wildan ada di sini? Wildan langsung membuka jas hitam yang dipakainya lalu memakaikannya pada Maryam, seolah tahu bahwa Maryam membutuhkan itu untuk menutupi noda yang diberikan Nadia pada gaunnya. Namun, seiring dengan kesadaran Maryam akan kehadiran Wildan, Maryam juga mulai menyadari pandangan semua orang di aula pesta itu pada mereka, terutama Wildan yang tampaknya mereka kenali. “Apa dia calon Presdir Sinaga Group itu?” “Sepertinya benar, tapi siapa wanita yang ia datangi? Apa dia istrinya?” “Tidak mungkin. Kenapa calon pewaris konglomerat sepertinya memiliki istri biasa dan terlihat tua juga? Memangnya siapa wanita itu?” Deg. Para tamu pesta yang mungkin orang-orang penting dari kalangan pengusaha dan pejabat itu sudah berbisik di sekitar mereka, mengingatkan Maryam saat 5 tahun lalu ia diserang puluhan orang dengan kata-kata menyakitkan karena skandalnya. Ha.. Apa Maryam masih tidak bisa keluar dari jerat yang sama? “Sayang, maaf aku membuat kamu datang sendiri.
“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat
Walaupun Maryam masih tidak mengerti dengan sikap Wildan, Maryam terpaksa melupakan itu dan kembali ke Jakarta ditemani Bayu asisten Wildan. Sedangkan Wildan hanya berkata bahwa ia masih memiliki pekerjaan di Bali dan akan menyusulnya nanti.Namun selama perjalanan pulang, Maryam sempat berpikir alasan dari sikap Wildan, padahal sepertinya ia sudah tahu berita yang beredar tentang Maryam. Kenapa Wildan tidak menanyakan apapun pada Maryam, seolah ia tidak peduli tentang itu? Terkadang, Maryam merasa bahwa ia hanya menjadi salah satu dari bidak catur yang tidak berarti apa-apa untuk hidup Wildan. Meskipun Wildan selalu bersikap hangat padanya seolah ia menyukai Maryam, tapi sekarang sikap itu terasa hanya sebagai salah satu cara Wildan mempertahankan Maryam di papan caturnya sampai akhirnya ia berhenti bermain. Sebab, jika Maryam memang orang yang berarti untuk Wildan, ia tidak akan menanggapi dengan dingin berita buruk tentang Maryam, terutama mengenai skandalnya. Apalagi setelah i
“Apa yang kalian lakukan?” Wildan bertanya tanpa menatap Maryam yang gugup. Pandangan dinginnya justru tertuju pada Yoga, sebelum ia mencoba mengatur raut wajahnya untuk menjadi lebih santai. “Kamu udah baca berita tentang istrimu ‘kan? Apa kamu gak menyesal sekarang karena menikahinya?” Yoga kembali menyeringai tanpa malu, padahal ia adalah pelaku dari skandal yang diberitakan. Meskipun berita-berita itu memang lebih menyudutkan Maryam dengan tuduhan wanita penggoda seperti 5 tahun lalu. Ha..Maryam menelan ludah, menunggu tanggapan Wildan yang entah akan seperti apa, tapi yang terjadi adalah keheningan yang justru membuat Maryam lebih terluka. Apa itu jawaban Wildan? Keheningan yang mungkin membenarkan pertanyaan Yoga? Sebelum Maryam memastikan, mata Wildan tiba-tiba menjadi tajam melihat sesuatu di belakang Maryam diikuti suara Yoga. “Hei Gibran! Padahal masih ada istrimu di rumah, tapi sudah main-main sama wanita lain yang juga adik iparmu sendiri! Haha!” Maryam berbalik dan
“Wanita kotor!” cemooh orang-orang pada seorang wanita yang baru kehilangan hidupnya. Seperempat abad lebih sudah wanita itu memimpikan kehidupan yang gemilang, sampai sebuah malam tiba-tiba menghancurkan seluruh hidupnya. “Aku akan memberimu surga!” ucap seorang pria sebelumnya, saat wanita tersebut membuka pintu kamar hotel untuk melakukan pekerjaannya. Belum sempat sang wanita memproses apa maksudnya, pintu sudah dikunci dan ia langsung dilempar ke atas tempat tidur penuh riak alkohol yang juga menguasai pria itu. “TIDAK! LEPASKAN!” Jerit kesakitan memenuhi kamar yang terang benderang, tapi tidak ada yang datang menyelamatkan. Hanya pria itu yang terus menggerayangi tubuh wanita tersebut, hingga akhirnya kesucian yang selama ini ia jaga dengan keras, terenggut dalam penderitaan oleh pria yang tidak dikenalnya. Namun bagai jatuh tertimpa tangga pula, wanita yang sudah kehilangan separuh hidupnya, harus kehilangan hidupnya yang lain saat skandal meledak keesokan harinya. “Kena
“Apa yang kalian lakukan?” Wildan bertanya tanpa menatap Maryam yang gugup. Pandangan dinginnya justru tertuju pada Yoga, sebelum ia mencoba mengatur raut wajahnya untuk menjadi lebih santai. “Kamu udah baca berita tentang istrimu ‘kan? Apa kamu gak menyesal sekarang karena menikahinya?” Yoga kembali menyeringai tanpa malu, padahal ia adalah pelaku dari skandal yang diberitakan. Meskipun berita-berita itu memang lebih menyudutkan Maryam dengan tuduhan wanita penggoda seperti 5 tahun lalu. Ha..Maryam menelan ludah, menunggu tanggapan Wildan yang entah akan seperti apa, tapi yang terjadi adalah keheningan yang justru membuat Maryam lebih terluka. Apa itu jawaban Wildan? Keheningan yang mungkin membenarkan pertanyaan Yoga? Sebelum Maryam memastikan, mata Wildan tiba-tiba menjadi tajam melihat sesuatu di belakang Maryam diikuti suara Yoga. “Hei Gibran! Padahal masih ada istrimu di rumah, tapi sudah main-main sama wanita lain yang juga adik iparmu sendiri! Haha!” Maryam berbalik dan
Walaupun Maryam masih tidak mengerti dengan sikap Wildan, Maryam terpaksa melupakan itu dan kembali ke Jakarta ditemani Bayu asisten Wildan. Sedangkan Wildan hanya berkata bahwa ia masih memiliki pekerjaan di Bali dan akan menyusulnya nanti.Namun selama perjalanan pulang, Maryam sempat berpikir alasan dari sikap Wildan, padahal sepertinya ia sudah tahu berita yang beredar tentang Maryam. Kenapa Wildan tidak menanyakan apapun pada Maryam, seolah ia tidak peduli tentang itu? Terkadang, Maryam merasa bahwa ia hanya menjadi salah satu dari bidak catur yang tidak berarti apa-apa untuk hidup Wildan. Meskipun Wildan selalu bersikap hangat padanya seolah ia menyukai Maryam, tapi sekarang sikap itu terasa hanya sebagai salah satu cara Wildan mempertahankan Maryam di papan caturnya sampai akhirnya ia berhenti bermain. Sebab, jika Maryam memang orang yang berarti untuk Wildan, ia tidak akan menanggapi dengan dingin berita buruk tentang Maryam, terutama mengenai skandalnya. Apalagi setelah i
“Maryam, kamu baik-baik aja?” tanya Wildan, setelah semua orang pergi meninggalkan mereka. Wildan mungkin khawatir bahwa kata-kata dari keluarganya ataupun orang sekitar tentang Maryam akan menyakitinya lagi seperti kemarin. Namun, Maryam hanya tersenyum sebelum balas bertanya, “Apa kamu gak marah aku datang ke sini tanpa bilang lebih dulu?” Itu pertanyaan yang masih mengganggu Maryam sejak tadi. “Gimana bisa aku marah padamu?” Wildan kembali tersenyum hangat, dengan mata yang membentuk bulan sabit yang sebelumnya tidak begitu disadari Maryam. Entah kenapa, Maryam jadi merasa tidak ada jarak antara dirinya dan Wildan setiap kali dia melakukan itu. Padahal mereka begitu jauh, baik secara umur, kepribadian apalagi status sosial. Jika saja tidak ada masalah dengan keluarga Wildan, Yoga atau Nadia, Wildan mungkin akan menjadi suami sempurna untuk Maryam.“Tapi jangan buat aku khawatir lagi ya, karena menghilang tiba-tiba.” Wildan membelai lembut kepala Maryam sambil menatapnya hangat
Kenapa Wildan ada di sini? Wildan langsung membuka jas hitam yang dipakainya lalu memakaikannya pada Maryam, seolah tahu bahwa Maryam membutuhkan itu untuk menutupi noda yang diberikan Nadia pada gaunnya. Namun, seiring dengan kesadaran Maryam akan kehadiran Wildan, Maryam juga mulai menyadari pandangan semua orang di aula pesta itu pada mereka, terutama Wildan yang tampaknya mereka kenali. “Apa dia calon Presdir Sinaga Group itu?” “Sepertinya benar, tapi siapa wanita yang ia datangi? Apa dia istrinya?” “Tidak mungkin. Kenapa calon pewaris konglomerat sepertinya memiliki istri biasa dan terlihat tua juga? Memangnya siapa wanita itu?” Deg. Para tamu pesta yang mungkin orang-orang penting dari kalangan pengusaha dan pejabat itu sudah berbisik di sekitar mereka, mengingatkan Maryam saat 5 tahun lalu ia diserang puluhan orang dengan kata-kata menyakitkan karena skandalnya. Ha.. Apa Maryam masih tidak bisa keluar dari jerat yang sama? “Sayang, maaf aku membuat kamu datang sendiri.
Tanpa sadar malam sudah menyelimuti sang langit, saat Wildan akhirnya berhenti mencumbu Maryam yang lelah dan mulai menyelimuti tubuhnya yang polos, sambil memeluknya dengan hangat. “Staminamu lebih buruk dari yang aku kira ya,” goda Wildan pada Maryam yang setengah terlelap di kasur mereka. Maryam mendengus, “Apa kamu mengejekku karena sudah tua, hah?” Wildan tertawa, setelah teringat perkataan Maryam sebelumnya bahwa ia cukup pemarah, terbukti dari cara Maryam menanggapi Wildan. Meskipun begitu, Wildan seolah menganggapnya lucu, karena ia hanya mengecup dahi Maryam sambil berkata lembut, “Tidurlah, Sayang.” ‘Tidur ya? Tapi aku belum selesai,’ batin Maryam dalam rengkuhan Wildan yang mulai terlelap. Malam ini memang bulan madu yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya Maryam bisa berbagi tubuh dan hatinya tanpa paksaan. Sayangnya, masih ada perasaan tersisa yang tidak bisa Maryam abaikan. Selang beberapa saat, Maryam pergi keluar untuk menyelesaikan urusannya. Sebuah pembal
“Jangan lupa pesta malam ini!” teriak Yoga saat Wildan dan Maryam baru memasuki kamar mereka. “Apa kamu baik-baik aja? Kenapa diam aja dari tadi?” tanya Wildan kembali bersikap hangat, sambil membuka jas dari tubuhnya, menyisakan kemeja putih yang cukup basah oleh keringat dan noda lipstik di kerahnya. Noda lipstik?! Maryam terbelalak, menyadari bahwa noda lipstik berwarna kecokelatan itu sama dengan warna lipstik yang digunakan Nadia tadi. Tidak mungkin. Maryam masih berusaha menyangkal semua kecurigaan yang sulit dihindari.Maryam tidak mungkin langsung menuduh mereka bermain di belakangnya hanya karena hal tersebut 'kan? “Kemana saja kamu tadi?” Maryam mencoba untuk membuka pembicaraan dengan tenang agar tidak memancing pertengkaran. “Pekerjaan.” Tapi Wildan hanya menjawab singkat, membuat Maryam mengepalkan tangannya. Maryam benar-benar tidak mengerti. Terkadang Wildan hangat dan manis, tapi tiba-tiba bisa sangat misterius dan tertutup, seolah tidak ingin memberitahu Mary
Setelah beberapa jam meninggalkan Maryam, Wildan masih tidak kembali.“Kemana Wildan sebenarnya?” Maryam yang khawatir, akhirnya keluar kamar untuk mencari Wildan dengan pikiran tak karuan. Namun yang Maryam temukan justru orang yang tidak ingin Maryam temui. ‘Kenapa dia ada di sini juga?!’ Yoga tiba-tiba muncul di koridor kamar hotel Maryam. Maryam bergegas pergi sebelum pria berusia 35 tahun itu melihatnya, tapi takdir berkata lain. “Siapa ini? Bukannya ini istri sepupuku?” Yoga sudah menghadang Maryam dengan suara menyebalkan, sebelum ia berhasil pergi. Maryam menelan ludah, tapi sedetik kemudian segera menenangkan diri dengan berpikir bahwa ia bisa menghadapi semuanya seperti yang dikatakan Wildan kemarin.“Oh Bang Yoga..” Maryam berusaha tampak biasa saja. “Hahaha. Apa kamu lagi berpura-pura biasa saja bertemu denganku?” APA?! Yoga tiba-tiba berjalan semakin dekat ke arah Maryam, “Jangan berharap sikapmu itu akan menghapuskan apa yang terjadi pada kita dulu, karena apapu
Sebelumnya, Maryam langsung terlelap usai makan malam yang menegangkan, hingga tiba waktunya bagi sepasang pengantin baru itu untuk melakukan perjalanan bulan madu mereka keesokan harinya. Dalam waktu singkat, Maryam dan Wildan pun sudah berada di pesawat menuju Bali sebagai tempat bulan madu mereka yang direncanakan Wildan diam-diam. Untuk pertama kalinya, Maryam menaiki pesawat pribadi yang kemewahannya tidak bisa digambarkan, apalagi ditemani beberapa bodyguard yang membuatnya semakin gugup. Semuanya masih terasa tidak nyata bagi Maryam. Tidak hanya karena ia sudah menikah, tapi juga karena suaminya adalah salah satu orang paling penting di negeri ini, ditambah ia jauh lebih muda dan penampilannya juga tidak kalah mengesankan. Jika Maryam mengatakan semua itu pada dirinya 5 tahun lalu yang masih membenci pria, ia mungkin akan dianggap gila. Seiring dengan lamunan Maryam itu, pesawat mereka mulai melaju dengan cepat hingga mereka tiba di Pulau Dewata. Mereka pun segera menuju
“Maryam? Apa kamu baik-baik aja?” Wildan tiba-tiba sudah hadir di antara Maryam dan Yoga, membuat Maryam sempat merasa lega sebelum ia menyadari seringai menyebalkan Yoga. “Hei Wildan! Sepertinya aku pernah bertemu istrimu ini!” APA?! Apa Yoga akan mengatakan kejadian 5 tahun lalu itu pada Wildan?! Sejenak, darah Maryam terasa mendidih, tapi bukan karena kemarahan saja melainkan karena ketakutan juga bahwa Wildan akan berpaling darinya jika mengetahui tentang itu, seperti semua orang dulu. “Ah..! Dia pernah bekerja di Hotel Aiden tempatku sering menginap, benar ‘kan Nona Maryam?” Maryam menggigit bibirnya. Kenapa Yoga tidak bisa meninggalkan Maryam sendirian setelah menyakitinya?! Apa Yoga masih tidak puas bahkan setelah menghancurkan hidup Maryam?! “Kita harus ke ruang makan sekarang Bang, semua orang sudah menunggu.” Wildan hanya menepuk pundak Yoga yang setinggi dirinya, sebelum meraih tangan Maryam yang masih sedikit gemetar. “Oke.” Yoga kembali menyeringai sambil bersiu