Beranda / Pendekar / BHARATA (Pendekar Naga Bumi) / Bab 2. Pangeran Yang Nakal

Share

Bab 2. Pangeran Yang Nakal

Penulis: Sritelasih
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-07 12:25:46

Beberapa hari setelah kejadian itu. Dan seperti biasa Pangeran Nayaka mendapat hukuman atas kenakalannnya terhadap para pengamen.

Namun, hukumannya kali lebih ringan dari sebelumnya. Ia hanya disuruh membaca berpuluh-puluh rontal di dalam bilik khusus selama dua hari dua malam yang di awasi oleh para pelayan dalam. Tetapi Pangeran Nayaka yang tidak pernah membantah ayahandanya menjalani hukuman itu dengan kesungguhan hati. Ia membaca seluruh rontal yang ada di hadapanya itu. Meskipun ia harus menguap dan menahan rasa kantuk.

Di suatu pagi, ketika mentari baru saja keluar dari peraduannya. Pangeran Nayaka telah berada didalam sebuah kedai yang baru saja dibuka. Tetapi di dalam kedai itu bukan saja ada dirinya, masih ada para pengunjung lain yang telah singgah untuk makan dikedai itu.

Pangeran Nayaka pun duduk pula dikedai itu. Ia memesan makanan dan minuman panas untuk menghangatkan tubuhnya.

Untuk beberapa saat Pangeran Nayaka yang duduk bersama seorang perempuan yang agak tua yang datang bersama seorang anak perempuan sebaya dengannya. Tanpa mempedulikan siapa yang duduk bersamanya, Pangeran Nayaka telah menikmati hidangannya dengan tenang.

Pangeran Nayaka yang nampaknya tidak memperhatikan kedua orang itu tiba-tiba berkata, "Jangan heran melihat aku makan. Aku makan dua kali lipat dari orang lain. Tetapi aku betah tidak makan dan minum selama tiga hari penuh kecuali menyerap titik titik embun dimalam hari."

Kedua orang itu menegang sesaat. Namun, keduanya telah menikmati hidangannya pula. Sejak tadi, tidak ada yang mau duduk dengan anak laki-laki yang berpenampilan berantakan itu. Meskipun bahan pakaiannya adalah bahan pakaian yang bagus seperti pakaian seorang saudagar kaya raya. Tetapi bagi mereka, anak itu memang anak yang aneh.

Satu-satu orang-orang yang ada didalam kedai itu telah keluar. Meskipun ada juga yang kemudian memasukinya, tetapi yang datang kemudian tidak begitu memperhatikan orang-orang yang sudah duduk didalam-nya.

Sementara itu salah seorang Tumenggung memacu kudanya untuk menuju ke Istana.

"Masih pagi untuk menghadap ke Istana Tumenggung Jalatunda. Apakah ada berita yang ingin kau sampaikan?

"Ampun Gusti, sebetulnya hamba ingin menyampaikan keluhan hamba atas kenakalan putranda Gusti. Pangeran Nayaka."

Prabu Ramapati seketika mengerutkan keningnya, "Apalagi yang dilakukan anak itu?"

Dengan singkat Tumenggung Jalatunda itu melaporkan tentang puteranya yang nakal, "Pangeran Nayaka telah melepaskan seekor harimau di kediaman hamba sehingga nyaris saja hamba dan keluarga hamba mati di terkam harimau itu kalau saja hamba tidak memiliki landasan ilmu kanuragan yang mumpuni."

Prabu Ramapati menarik napas panjang, matanya tampak memancarkan kelelahan yang dalam. "Anakku itu," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Tumenggung Jalatunda. Namun, di dalam dirinya, Prabu Ramapati tahu bahwa ini bukan kali pertama Pangeran Nayaka melakukan hal yang di luar batas kewajaran, bahkan untuk seorang pangeran.

"Tumenggung Jalatunda," Prabu Ramapati akhirnya angkat bicara dengan suara yang tenang namun tegas. "Atas perintahku tangkap anak itu dan bawa kehadapanku."

Prabu Ramapati kemudian menyerahkan tunggul kerajaan sebagai pertanda bahwa Tumenggung Jalatunda menjalankan perintahnya.

“Hamba Gusti Prabu." dengan cepat ia bergerak dengan pasukan berkuda yang memang sudah dipersiapkannya.

Sejenak kemudian pasar-pun menjadi gempar. Sekelompok prajurit berkuda tiba-tiba saja telah mengepung pasar yang tidak terlalu besar itu.

Sementara itu, seorang petugas yang mendahului ke pasar, memang telah menemukan Pangeran Nayaka yang baru saja keluar dari sebuah kedai.

Pangeran Nayaka yang sedang melangkah keluar itu terkejut. Mendapati orang-orang dipasar itu menjadi ribut. Beberapa orang berusaha untuk tetap tenang ditempat masing-masing. Tetapi beberapa orang yang lain telah berusaha untuk menghindar.

Sementara itu terdengar dari kejauhan seseorang berteriak, "Jangan ribut. Tidak ada apa-apa. Tetaplah berada ditempat masing masing."

Tetapi orang-orang yang hatinya mudah berguncang menjadi ketakutan dan gemetar. Mereka berusaha untuk menghindar meskipun ternyata pasar itu sudah terkepung oleh pasukan berkuda.

Pangeran Nayaka menarik napas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa tentu dirinya yang dicari, "Tentu tingkah Tumenggung Jalatunda."

Beberapa orang prajurit berjalan kearah Pangeran Nayaka menyusup diantara orang-orang yang ada didalam pasar itu.

Pangeran Nayaka tersenyum. Iapun telah berteriak, "Tinggal ditempatmu berdiri. Jangan mendekat, atau aku bakar kalian dengan asap Dasa Dahana?"

Para prajurit yang melangkah mendekatinya pun tiba-tiba saja telah berhenti. Mereka menjadi ragu-ragu untuk melangkah maju.

"Pergi," bentak Pangeran Nayaka, "atau aku benar benar harus marah?"

Para prajurit itu saling berpandangan sejenak. Tetapi mereka tidak juga melangkah mendekat.

“Pangeran,” berkata salah seorang dari prajurit prajurit itu, “sebaiknya Pangeran jangan melakukan sebagaimana Pangeran katakan. Kami mendapat perintah untuk membawa Pangeran menghadap ayahanda Pangeran. Jika Pangeran melawan, maka akibatnya akan tidak baik bagi Pangeran sendiri.”

Pangeran Nayaka mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia tersenyum sambil berdesis, “Ternyata kalian tidak menjadi ketakutan.”

"Jika Pangeran mempergunakan kemampuan Pangeran yang kami tidak tahu seberapa jauh kemungkinannya untuk melindungi Pangeran sendiri, tetapi ilmu itu akan mengakibatkan bencana bagi banyak orang dipasar ini. Kami mohon Pangeran mempertimbangkannya. Mungkin bagi kami tidak ada persoalan karena apapun yang terjadi pada diri kami adalah akibat dari kesediaan kami mengabdi bagi Saung Galuh. Tetapi orang-orang dipasar ini yang tidak bersalah, jangan ikut mendapat kesulitan."

Namun Pangeran Nayaka nampak tidak peduli. Bahkan iapun mulai beranjak dari tempatnya.

Tetapi sebelum Pangeran Nayaka beringsut, maka tiba-tiba saja jantungnya bagaikan berhenti berdetak. Tiba-tiba saja ia melihat Tumenggung Nayaka muncul diantara para prajuritnya sambil membawa Tunggul Kerajaan.

“Pangeran, atas nama ayahanda Pangeran, Sri Baginda Prabu Ramapati, maka Pangeran diperintahkan untuk menghadap.”

Pangeran Nayaka mengerutkan keningnya. Dipandanginya tunggul yang menyatakan limpahan kuasa ayahandanya.

"Ki Tumenggung. Kau apakan luka-lukamu ? Begitu cepat sembuh dan tidak membekas? Apakah kau memiliki ilmu yang dapat menghapus luka-luka?"

Tumenggung Jalatunda mengerutkan keningnya. Namun kemudian sambil menarik nafas ia berkata, “Tidak Pangeran. Aku baru membersihkannya. Tetapi luka-luka itu masih tetap menganga pada kulitku.”

"Ternyata Tumenggung orang yang luar biasa. Apakah Tumenggung tidak merasa sakit?"

“Tentu Pangeran, aku masih merasa betapa pedihnya kuku-kuku harimau itu. Tetapi atas nama Sri Baginda Prabu, maka aku datang untuk menjemput Pangeran.”

Pangeran Nayaka tertawa. "Aku tidak dapat menolak kata-katamu bukan karena aku takut padamu Tumenggung. Tapi aku tunduk kepada tunggul yang kau bawa itu, karena dengan demikian kau ternyata tengah menjalankan kewajibanmu atas nama Ayahanda Prabu.”

Wajah Tumenggung Jalatunda menjadi tegang. Sementara itu Pangeran Nayaka berkata selanjutnya, “Ternyata kau benar benar seorang prajurit yang cengeng. Kenapa kita tidak berusaha menyelesaikan persoalan kita sendiri?”

Wajah Tumenggung Jalatunda menjadi merah. Ia bukan orang yang cukup sabar. Namun menghadapi Pangeran Nayaka ia merasa bahwa ia harus berhati hati. Pangeran Nayaka selain putera Prabu Ramapati, anak itu memang seorang anak yang memiliki kemampuan diluar kewajaran.

“Pangeran, apa-pun yang Pangeran katakan, aku mengemban perintah ayahanda Pangeran.”

Pangeran Nayaka menghela nafas pelan. Ia-pun kemudian melangkah maju sambil berkata, “Aku akan mengikuti mu.”

Tetapi wajah Pangeran Nayaka menegang ketika Tumenggung Dipayana melangkah maju sambil mengacungkan kain cinde sambil berkata, “Pangeran adalah seorang tawanan.”

Pangeran Nayaka termangu-mangu. Dengan nada marah ia bertanya, “Apakah Ayahanda memang memerintahkan demikian?”

“Ya. Ayahanda Pangeran memerintahkan aku untuk menangkap Pangeran.”

Pangeran Nayaka tidak dapat menolak ketika Tumenggung Jalatunda menyangkutkan kain cinde itu di lehernya sebagai pertanda bahwa Pangeran Nayaka adalah seorang tawanan.

Betapa sakit hati anak itu. “Jika saja kau tidak membawa tunggul pertanda limpahan kuasa Ayahanda, kau tidak akan mampu menangkap aku, meskipun kau bawa pasukan segelar sepapan.” geram Pangeran Nayaka.

“Tetapi ternyata aku membawa tunggul ini” jawab Tumenggung Jalatunda.

Beberapa saat kemudian, Pangeran Nayaka telah dibawa oleh pasukan berkuda menuju ke Istana. Seekor kuda kemudian disediakan untuknya. Namun dengan demikian, maka ada sekelompok kecil prajurit yang harus berkuda perlahan-lahan bersama seorang prajurit yang menyediakan kuda untuk Pangeran Nayaka. Bagaimanapun Pangeran Nayaka adalah putra Prabu Ramapati. Tidak mungkin mereka menggiringnya dengan berjalan kaki.

Ketika iring-iringan itu melewati jalan raya yang menuju ke Istana, beberapa orang berdiri berderet dipinggir jalan dengan heran melihat Pangeran Nayaka yang dikawal oleh sepasukan prajurit serta dikenakan kalung cinde di lehernya.

“Akhirnya putera Prabu Ramapati itu ditangkap atas perintah Ayahandanya sendiri,” gumam beberapa orang.

“Prabu Ramapati memang harus bertindak adil terhadap siapapun. Pangeran Nayaka memang nakal sekali,” desis yang lain.

“Sebenarnya Pangeran Nayaka tidak memiliki tabiat buruk. Dia tidak pernah menjaga jarak dengan rakyat kecil seperti kita meskipun anak itu putra raja. Berbeda dengan para pangeran yang lain, yang akan mempertontonkan kekuasaannya yang memiliki jarak terpisah dengan rakyatnya.” ujar seorang laki-laki tua yang tengah duduk disebuah warung sambil menikmati segelas wedang jahe.

“Kalau saja dia tidak nakal. Mungkin orang-orang tidak akan merasa tersinggung dengan tingkah lakunya.” sahut orang yang duduk didepannya.

“Kita lihat saja 10 atau 20 tahun yang akan datang. Siapa diantara pangeran yang akan mewarisi sifat welas asih ayahandanya.”

“Ya … semoga saja kelak Pangeran Nayaka bisa lebih berpikir dewasa sebelum bertindak.” sahut orang yang duduk di depan laki-laki tua itu. Tetapi kata-katanya tidak mendapat jawaban lagi, karena laki-laki tua itu telah meminta diri setelah ia membayar wedang jahe pesanannya itu.

Bab terkait

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 3. Kasih Yang Tersirat

    Sementara itu, Tumenggung Jalatunda telah membawa Pangeran Nayaka ke Istana. Tumenggung Jalatunda sama sekali tidak menghiraukan, ketika seorang Senapati yang berada dihalaman itu berdesis, "Kenapa dengan Ki Tumenggung itu?" “Tumenggung Jalatunda mendapat perintah untuk menangkap Pangeran Nayaka” jawab seorang prajurit. “Kenapa?” “Tadi malam, Pangeran Nayaka telah mengganggu ketenangan keluarga Tumenggung Jalatunda dengan melepaskan seekor harimau di halaman kediamannya." "Dan Tumenggung Jalatunda melaporkannya kepada Gusti Prabu?" “Ya. Dan Sri Baginda telah memerintahkan Tumenggung Jalatunda untuk menangkap, bahkan dengan pertanda kuasanya." Senapati itu menggeleng pelan. “Tumenggung Jalatunda tidak mengerti, kalau Sri Baginda sebetulnya sedang menyindirnya. Banyak persoalan besar yang diabaikannya, tetapi dia malah mengurusi persoalan kecil yang dibesar-besarkan. Aku mendengar suatu persoalan yang tidak ditangani oleh Tumenggung Jalatunda ketika ada seorang warga melaporkan ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 4. Sebuah Isyarat

    Beberapa saat kemudina Pangeran Nayaka telah sampai di Wisma Kepatihan. Seperti ketika mereka memasuki Kota Raja, maka mereka-pun tidak mengambil jalan lewat gerbang utama. Tetapi mereka memasuki halaman lewat pintu gerbang butulan. “Aku tinggal di bagian belakang.” berkata Pangeran Nayaka. “Sejaka kapan Pangeran tinggal di sini? Kenpa tidak tinggal lagi di Istana?" “Aku sekarang tinggal di Wisma Kepatihan. Ayahanda memerintahkan Eyang Pramanegara untuk membimbing aku, karena menurut Ayahanda aku adalah seorang anak yang sulit dikendalikan." “Dan Pangeran menyadarinya?” “Ya. Aku menyadarinya. Tetapi akupun menyadari, bahwa akupun sulit mengendalikan diriku sendiri. Sekarang aku mencoba mati-matian untuk mengekang diri.” Pawana tidak bertanya lagi. Ia tidak ingin pada satu kali, tanpa disadarinya telah menyinggung perasaan Pangeran Nayaka. “Marilah. Kau akan aku ajak langsung ke bilikku.” Pawana tidak menjawab. Sementara itu, para penjaga di halaman itupun sama sekali tidak meny

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 5. Mimpi Buruk

    Tiba-tiba Pawana seperti sadar dari sebuah mimpi. Dengan suara gagap ia menyahut, “Jangan berkata begitu Pangeran. Mungkin Pangeran menangkap sesuatu dengan pengertian yang kurang tepat.” “Memang mungkin. Tetapi aku mempunyai ketajaman panggrahita. Biasanya apa yang terasa di dalam hati, pastilah akan terjadi. Demikian juga tentang diriku sendiri.” “Jangan mendahului kehendak Yang Maha Agung” berkata Pawana. “Memang pantang mendahului kehendak Yang Maha Agung, apalagi mencobainya. Tetapi jika isyarat itu datangnya dari Yang Maha Agung, apakah demikian itu dapat juga disebut mendahului kehendak-Nya?” “Tetapi apakah seseorang dapat menentukan, apakah uraiannya tentang isyarat itu pasti benar? Sebagaimana dilakukan oleh guruku Ki Waskita yang mempunyai kelebihan karena kurnia Yang Maha Agung untuk mengenali gejala dan isyarat yang mampu dilihatnya, sesekali guruku juga merasa bahwa keterbatasannya sebagai manusia tidak dapat menentukan kebenaran pengenalannya atas isyarat itu. Setiap

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 6. Kedung Di Pinggir Hutan

    Pangeran Nayaka termangu-mangu. Namun ia-pun menjawab, “Di sini tidak pernah ada seekor buaya.” “Aku melihatnya” Pawana menjelaskan. “Dimana?” Pawana termangu-mangu. Namun ia tidak melihat lagi buaya raksasa itu. Kedung itu memang terlalu kecil untuk bersembunyi buaya sebesar itu, meskipun seandainya di bawah batu-batu karang itu terdapat liang yang besar. Sejenak Pawana termangu-mangu. Namun tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak di bawah air. Dalam keremangan dini hari, dan dalam suasana yang tegang maka dengan serta merta ia-pun berteriak, “Itu Pangeran. Di sebelah kiri.” Pangeran Nayaka memang berpaling. Tetapi iapun kemudian tertawa. Ketika benda di bawah air itu kemudian mengapung, maka yang ada di sebelah Pangeran Nayaka adalah sepotong balok kayu. “Inikah buaya itu?” Wajah Pawana menjadi tegang. Ia tidak sedang melamun ketika ia melihat seekor buaya. Tetapi yang ada kemudian adalah sebatang kayu. Tiba-tiba saja Pawana mengerahkan kemampuan penglihatannya. Sebagaiman

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 7. Menurunkan Ilmu

    Pangeran Nayaka yang melihat Pawana termangu-mangu itu-pun kemudian berkata, “Pawana. Kita sudah sampai ke tempat yang ditunjukkan kepadaku. Aku sendiri sebelumnya baru sekali datang ke tempat ini. Tetapi ternyata bahwa aku telah mendapat petunjuk, bahwa belumbang ini akan memberikan arti kepadamu.” “Kepadaku?” tanya Pawana. “Ya. Bukankah kau berniat untuk meningkatkan ilmumu?” “Ya. Aku kira setiap orang yang menekuni olah kanuragan ingin meningkatkan ilmunya” jawab Pawana. “Tapi kau harus bekerja keras untuk mendapatkan ilmu. Kau harus menjalani laku. Dengan laku maka ilmu yang tinggi pun akan menjadi milikmu” Pawana mengerutkan keningnya. Sementara itu Pangeran Nayaka berkata selanjutnya, “Kau tidak dapat mengalami sebagaimana aku alami. Tetapi ternyata bahwa ilmu yang aku terima di dalam mimpi itupun seakan-akan merupakan mimpi bagiku. Seakan-akan aku tidak berhak untuk menentukan sendiri, bagaimana ujud dan bentuk ilmu yang aku inginkan. Tetapi aku memiliki ilmu yang tiba-tiba

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 8. Keberhasilan Pawana

    Ketika Pangeran Nayaka telah berada di jalan yang agak banyak dilalui orang, ia bertanya apakah di dekat tempat itu terdapat pasar. Ternyata Pangeran Nayaka tidak perlu berjalan terlalu jauh. Memang tidak terlalu jauh terdapat sebuah pasar padukuhan yang meskipun tidak begitu besar, tetapi di pasar itu ternyata telah dijual beberapa tandan pisang. Pangeran Nayaka telah membeli dua sisir pisang raja dan dibawanya ke gumuk kecil yang jarang sekali dikunjungi orang itu. Ia menepati janjinya, menyediakan pisang untuk Pawana. Bahkan ternyata Pangeran Nayaka tidak meninggalkan belumbang kecil itu. Ia-pun telah mencari tempat untuk menunggui Pawana yang sedang berendam diri. Pangeran Nayaka telah duduk di sebuah batu yang cukup besar Ternyata meskipun ia tidak sedang menjalani laku, tetapi ia berniat untuk berada di gumuk itu sampai Pawana menyelesaikan laku selama tiga hari tiga malam. Namun karena Pangeran Nayaka hanya sekedar berada di tempat itu tanpa ikatan, maka kadang-kadang Pannger

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 9. Perjalanan Pulang

    Pangeran Nayaka yang masih mempunyai dua buah pisang lagi, telah memberikannya sebuah kepada Pawana sambil berkata, “Makanlah satu lagi. Sebentar lagi pakaianmu akan kering. Dan dengan demikian kita akan dapat berjalan. Mungkin kau akan merasa sangat letih, tetapi jika sampai di Saung Galuh, maka kita akan dapat beristirahat sepanjang kapan pun yang kita kehendaki.” Pawana menerima pisang itu dan memakannya pula. Sementara itu pakaiannya yang basah telah menjadi semakin kering di panasnya matahari yang menjadi semakin tinggi. Ternyata bahwa dua buah pisang itu membuat tubuh Pawana menjadi semakin segar. Karena itu ketika pakaiannya yang basah telah benar-benar menjadi kering, maka keduanya-pun telah berkemas untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi sementara itu Pangeran Nayaka masih sempat menanyakan pendapat Pawana tentang tempat itu. “Disini banyak terdapat rusa-rusa kecil. Tetapi tentu ada sebabnya bahwa tempat ini tidak pernah didatangi pemburu.” Pawana mengerutkan keningnya. Na

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 10. Keributan Di Kedai

    Keduanyapun berjalan semakin mendekati sebuah pasar sebagaimana dikatakan oleh Pangeran Nayaka. Pasar yang tidak terlalu besar. Tetapi di dalamnya terdapat sebuah kedai kecil yang menjual makanan dan minuman. Sebetulnya, Pawana juga merasa lapar. Karena itu, maka ia merasa kebetulan bahwa Pangeran Nayaka benar-benar mengajaknya singgah di kedai itu. Kedai itu memang hanya sebuah kedai yang kecil. Itulah sebabnya maka tempat duduknyapun hanya terdiri dari dua buah lincak bambu wulung yang tidak terlalu panjang. Pawana dan Pangeran Nayaka duduk di salah satu dari kedua lincak itu. Keduanyapun kemudian memesan minuman dan dua pincuk nasi. Ketika keduanya sedang menunggu, maka datanglah empat orang laki-laki yang bertubuh tegap, berwajah kasar. Keempatnya menyandang golok di lambung. Golok yang tidak terlalu panjang, tetapi cukup besar. Pawana mengerutkan keningnya melihat sikap keempat orang itu. Sementara itu, Pangeran Nayaka hanya memandangi mereka sekilas. Lalu perhatiannya tertuj

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09

Bab terbaru

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 26. Menghadap ke Kotaraja

    Dalam pada itu, perjalanan Pandu dan bersama kedua prang perwiranya tidak menemui hambatan apapun. Dengan cepat mereka bisa sampai di Saung Galuh.Ketika mereka memasuki Kotarajw, mereka tidak melihat pertanda apapun bahwa awan yang kelabu sedang mengambang diatas langit Kotaraja yang selalu ramai itu. Kegiatan kehidupan sehari-hari berjalan seperti biasa. Pasar-pasar pun ramai dikunjungi orang. Di jalan-jalan raya nampak hilir mudik para pejalan kaki, beberapa orang berkuda dan bahkan pedati-pedati.Tanpa mendapat kesulitan apapun, Pandu dan kedua perwiranyq prajurit dari telah masuk ke Istana. Namun yang diterima oleh Ramapati, hanyalah Pandu saja.Dengan singkat Pandu menceriterakan apa yang telah terjadi di Tanah Perdikan. Namun sebagaimana yang dijanjikannya kepada Nayaka, ia sama sekali tidak menyebut namanya dalam peristiwa itu.Sebenarnya siapapun yang melakukannya, bagi Prabu Ramapati tidak penting. Tetapi peristiwa itu sendiri yang justru menarik perhatiannya.Namun sang Pra

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 25. Keinginan Sang Pangeran

    Pandu menarik nafas dalam-dalam. Namun sejenak kemudian ia pun telah mulai mengamati keadaan sekitar.Ternyata, keadaan memang sudah sangat gawat, sehingga Pangeran Nayaka dan Pawana tidak sempat membuat perhitungan lain kecuali membunuh lawan-lawan mereka yang sama sekali tidak berusaha untuk melarikan diri.Orang-orang yang berada di hutan itu menjadi sangat kagum mendengar cerita Pawana tentang kemampuan Pangeran Nayaka yang mampu memadamkan api."Dari kedua tangannya yang terbuka, seakan-akan memancar udara yang basah mengandung air, membuat api yang sudah mulai menjalar keatas dan melebar itu menjadi semakin susut dan akhirnya padam. Namun keadaan Pangeran Nayaka sendiri ternyata telah menjadi gawat. Untunglah keadaan tubuhnya sempat diatasi." ujar Pawana "Bermacam-macam ilmu tersimpan didalam dirinya." desis Pandu.Yang lain mengangguk-angguk. Pangeran Nayaka memang anak yang aneh. Tetapi juga satu-satunya putra Prabu Ramapati yang memiliki kelebihan yang sulit di takar. Karena

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 24. Persoalan Rumit

    Pandu terkejut ketika ia melihat Pawana datang dengan wajah yang tegang dan nafas terengah-engah. Dengan sareh ia pun bertanya, "Ada apa Pawana. Apakah ada sesuatu yang gawat telah terjadi?"Pawana menarik nafas dalam-dalam. Ia berusaha untuk menenangkan hatinya. Ketika kakaknya kemudian menyuruhnya duduk, maka hatinya pun menjadi agak tenang.Sementara itu Parwati dan Ki Waskita pun telah hadir pula untuk mendengarkan keterangan Pawana tentang usaha beberapa orang untuk membakar hutan."Membakar hutan?" tanya Pandu dengan nada tinggi.“Ya. Membakar hutan," jawab Pawana yang kemudian menceritakan segala yang terjadi di hutan itu. Dengan nada rendah ia berkata, "Aku telah membunuh kakang. Tidak kurang dari lima orang. Tetapi aku memang tidak mempunyai pilihan lain."Wajah Pandu menjadi tegang. Sementara itu Ki Waskita berkata, "Dimana hal itu kau lakukan?""Di hutan tidak jauh dari lereng Gunung Indrayana. Itulah yang membuat aku kebingungan. Jika lereng gunung itu dijamah api, maka ak

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 23. Kemampuan Pangeran Nayaka

    Dalam pada itu, Pawana pun seakan-akan telah terpengaruh oleh sikap Pangeran Nayaka. Ketika lawan-lawannya tidak juga melarikan diri, maka ikat pinggangnya pun telah mengakhiri pertempuran itu, apalagi ketika ia melihat api mulai menjalar naik. Yang terpikir olehnya adalah, jika hutan itu benar-benar terbakar, maka akan terjadi malapetaka di Tanah Perdikan. Hutan itu berhubungan dengan hutan di lereng gunung, sehingga pegunungan itu pun akan menyala dan api akan menelan pepohonan hutan itu tanpa ampun. Jika gunung itu kemudian menjadi gundul, maka bencana akan menimpa Tanah Perdikan untuk waktu yang lama.Sejenak kemudian Pawana telah berlari-lari pula mendekati Pangeran Nayaka yang memandang api yang telah berkobar itu dengan wajah yang tegang. Sementara itu Pawana pun kemudian bertanya, "Apa yang harus kita lakukan Pangeran, apakah aku harus memanggil orang-orang Tanah Perdikan agar mereka segera berusaha memadamkan api mumpung belum menjalar lebih luas.""Terlambat. Betapapun cepat

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 22. Pertarungan di Lereng Hutan

    Wajah orang-orang yang akan membakar hutan itu menjadi tegang. Dengan serta merta salah seorang bergerak maju sambil mencabut senjatanya, "Rupanya kalian memang sudah bosan hidup."Tetapi Pangeran Nayaka malah tertawa. "Justru kalianlah yang harus berdiri membelakangi kami mengatupkan tangan kalian di belakang punggung. Dan kami akan mengikat kalian satu persatu.""Setan!!" teriak seorang diantara kelompok itu, "seandainya tidak ada dendam diantara kami, sikapmu telah cukup menjadi alasan kami untuk membunuhmu.""Kalau begitu jangan hanya berbicara. Lakukanlah. Kalian atau kami berdua yang akan terbunuh disini."Pemimpin kelompok itu benar-benar dibakar oleh kemarahan. Karena itu, iapun langsung berteriak, "Bunuh anak-anak itu. Sebagian diantara kalian harus mengamati keadaan. Mungkin tempat ini memang sudah dikepung.""Tidak ada yang mengepung tempat ini." sahut Pangeran Nayaka”, sahut Pangeran Nayaka. "Yang mendapat tugas dari Senapati Pandu hanya kami berdua, sekaligus untuk menda

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 21. Penyusup

    Sesaat Pawana pun kemudian berdiri termangu-mangu. Diamatinya batu padas yang telah pecah berserakan. Pada saat-saat ia merenungi pecahan-pecahan batu padas itu, terngiang kembali kata-kata Pangeran Nayaka, “Kau mendapat kesempatan lebih banyak. Lakukan, agar kau benar-benar memberikan arti bagi hidupmu.”Pawana itu merenung sesaat. Merenungi dirinya sendiri. Bahkan sebuah pertanyaan telah menggelitiknya, “Apa yang telah aku lakukan bagi Tanah Perdikan dan bagi Saung Galuh?.”Hampir diluar sadarnya Pawana menengadahkan wajahnya. Dilihatnya bintang-bintang yang sudah bergeser agak jauh ke Barat. Ternyata Pawana telah cukup lama berada di tepian yang sepi itu. Selain berlatih, Pawana juga berbincang dengan Pangeran Nayaka sehingga agak melupakan waktu.Sejenak Pawana berbenah diri. Setelah mencuci mukanya serta kaki dan tangannya, maka Pawana pun kemudian meloncat ke tebing, dan naik keatas tanggul.Udara terasa segar dimalam hari setelah keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Perlahan

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 20. Meningkatkan Diri

    Ketika Pawana sudah siap untuk berlatih di tepian sungai sebagaimana sering dilakukannya, maka tiba-tiba saja terdengar suara di kegelapan, "Kau terlalu rajin Pawana. Sekali-sekali beristirahatlah, agar kau tidak menjadi terlalu cepat tua." Pawana mengerutkan keningnya. Namun ia pun segera menyadari bahwa Pangeran Nayaka telah hadir pula ditempat itu. Karena itu, maka ia pun telah menarik nafas dalam-dalam sambil berdesis, "Marilah Pangeran. Mungkin sudah agak lama kita tidak berlatih bersama." Tetapi Pangeran Nayaka tertawa. Katanya, “Aku tidak ingin berlatih malam ini." "Jika demikian, marilah. Mungkin Pangeran ingin bercerita tentang kuda-kuda Pangeran?" "Aku tidak akan berceritera. Aku akan minta kau yang bercerita" jawab Pangeran Nayaka. "beberapa malam, aku tidak dapat tidur karena satu keinginan untuk mengetahui ceritamu." Pawana mengerutkan keningnya. Ia tidak segera mengerti maksud Pangeran Nayaka. Namun mereka berdua pun kemudian telah duduk diatas batu di tepian. "Cer

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 19. Pendadaran

    Jawaban Pawana memang agak mengejutkan. Katanya, “Aku menerimanya dari Ki Patih Pramanegara. Tidak ada yang mengajari aku mempergunakan ikat pinggang itu. Tetapi ketika Pangeran Nayaka melihatnya, maka ia-pun telah memutar-mutar ikat pinggang itu beberapa saat dan memberikan sedikit petunjuk cara mempergunakannya. Selebihnya aku harus mengembangkan sendiri.” “Kami melihatnya” jawab Pandu, “namun di samping itu kami melihat sesuatu yang bergerak di dalam dadamu.” Pawana menunduk. Dengan nada datar ia mengatakan gejolak jiwanya ketika ia melihat langit yang luas tanpa tepi, bintang yang terhambur di langit dan dengan demikian ia menyadari tentang dirinya dihadapan Maha Penciptanya. Pandu dan Ki Waskita mengangguk-angguk. Satu segi telah dilihatnya. Pawana masih tetap merasa dirinya makhluk kecil bagi Penciptanya. Tidak lebih dari debu betapapun tinggi ilmu yang dimilikinya. “Bagus Pawana” berkata Ki Waskita, “karena itu kau-pun harus tetap menyadari, buat apa ilmu itu bagi dirimu.”

  • BHARATA (Pendekar Naga Bumi)   Bab 18. Latihan

    Namun dalam pada itu, ketika mereka sedang meneguk segarnya air kelapa muda, angan-angan Pawana telah menyusuri kembali sungai kecil yang baru saja ditempuhnya. Di beberapa tempat terdapat arena yang sangat baik untuk melakukan latihan-latihan sebagaimana yang selalu dilakukan sebelumnya. Namun rasa-rasanya ada sesuatu yang agak lain pada perasaannya. Batu-batu yang besar dan berserakan itu akan dapat menjadi kawan yang sangat baik bagi latihan-latihan yang akan dilakukan. Laku yang telah dijalaninya, memang terasa meningkatkan segala sesuatu yang ada di dalam dirinya. Kekuatan, kemampuan, kecepatan bergerak, tenaga cadangan dan bahkan kekuatan ilmu yang ada di dalam dirinya, baik yang diterimanya dari Pandu mau-pun yang diterimanya dari Ki Waskita. Hubungan antara kehendak dan bangkitnya kekuatan ilmunya serasa menjadi jauh lebih cepat, sehingga dirasanya hampir tidak ada jarak waktu lagi yang diperlukan. Tanpa laku yang khusus, maka untuk mencapai tingkatan itu diperlukan waktu yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status