"Lepas! Aku tidak mau melakukannya!" Arcelia meronta saat Karan, suaminya menarik ia ke atas ranjang.
"Tidak usah sok jual mahal. Kau mau menikah karena menginginkan harta, kan?" tuduhnya dengan sombong.
Arcelia melangkah mundur, namun satu tangannya kembali diraih oleh Karan.
"Lakukan kewajibanmu sebagai istri," geram Karan.
Menggeleng keras, Arcelia menghempas cengkraman tangan Karan. "Hal itu hanya dilakukan oleh pasangan yang sehat. Tidak seperti kita, sampai kapan pun aku tidak akan mau melakukannya!" teriak Arcelia.
Karan berdecih sinis, sangat membenci dengan penolakan Arcelia. Laki-laki itu menatap Arcelia dari bawah hingga atas dengan sorot m*s*m.
"Berhenti menatapku, sial*n!" Arcelia meraih bantal lalu melemaprnya pada wajah Karan.
"Diluar sana banyak wanita yang mendamba sentuhanku, seharusnya kau bangga karena bisa menjadi istriku."
Karan Hanenda, pria mapan dan tampan namun minim akhlak. Tidak semua orang tau kenyataan itu, Karan terlalu mahir dalam bermain peran sebagai laki-laki baik bak malaikat dengan tampilan layaknya dewa Yunani yang begitu tampan.
"Pria gila! Mereka terlalu b*d*h, hingga tidak mengenali iblis yang berpura-pura jadi malaikat," tekannya. 'Dan sialnya aku juga tertipu hingga sedalam ini.' Arcelia membatin.
Tertawa membahana, Karan melangkah semakin mendekat pada Arcelia, gerakan yang pelan namun terasa sangat mengerikan bagi Arcelia.
Bak magnet yang yang bertolak belakang, Arcelia pun melangkah semakin mundur hingga kakinya memnentur tepian ranjang.
'Buk.'
Dengan sangat mudah, Karan menjatuhkan Arcelia di atas ranjang. Segera ia menindihnya supaya Arcelia tidak bisa menghindar.
"Aku menyukai wajah ketakutan ini." Jemari kokoh Karan membelai pipi lembut Arcelia dengan begitu ringan.
Seringai kemenangan tercetak di bibir Karan. "Benar. Aku adalah ibl*s, selamat datang di neraka ciptaanku. Tidak mudah untuk mendapatkan satu rupiah, istriku," tekannya mengancam.
Menurut Karan, Arcelia mau menikah dengan dirinya hanya karena harta. Sedikit banyak Karan tahu Arcelia, gadis yang memiliki cinta terhadap adiknya. Karan benci kenyataan itu.
Arcelia lantas memasang wajah menantang. "Ceraikan aku sekarang juga. Aku tidak butuh uangmu!"
Seringai di bibir Karan seketika hilang. Laki-laki itu mengikis jarak antara wajahnya dan wajah Arcelia, ketika hendak mendaratkan bibirnya, Arcelia segera memalingkan wajahnya.
Tidak suka akan penolakan, satu tangan Karan meraih pipi Arcelia, menghadapkan wajah gadis itu pada wajahnya hingga Karan berhasil melakukan apa yang ia inginkan.
Arcelia masih tetap meronta, kedua tangan gadis itu menarik keras rambut lebat Karan ke belakang, hingga ia dapat terlepas.
"Gadis, sial*an!"
'Plak'
"Menjauh dariku!" Dengan sekuat tenaga, Arcelia mendorong Karan.
Mendapat perlawanan seperti itu, membuat harga diri Karan tergores. Kemarahan kini menguasai Karan. Tidak perduli seberapa keras Arcelia meronta, Karan tetap mengurungnya.
Karan mulai merobek kasar gaun tidur yang Arcelia kenakan.
"Biar aku beri paham. Jika kau, tubuhmu ini sekarang adalah milikku. Jangan pernah bermimpi bisa kembali pada Bryan," desis Karan penuh amarah.
Mendengar itu, Arcelia tertegun. Gadis itu tidak paham dengan apa yang diucapan oleh Karan.
Melihat Arcelia yang terdiam semakin membuat Karan geram. "Sepertinya hanya menyabut namanya saja bisa membuatmu lemah. Bagaimana jika aku melukainya?"
"Gila! Dia adikmu!" Arcelia menepis tangan Karan yang hendak membuka penutup d*d*nya.
"Memangnya kenapa? Aku tidak perduli." Karan kembali melabuhkan bibirnya pada bagian tertentu dengan brutal karena kemarahan.
"Karan, hentikan! Aku tidak mau!" Arcelia masih berusaha memberontak meski hanya kemungkinan kecil dia bisa selamat dari Karan.
Di saat Karan sibuk menyentuhnya. Arcelia memperhatikan sekeliling kamar, mencari celah agar bisa lolos dari Karan.
"Kau mencari sesuatu untuk memukulku, heh?" Tebak Karan, laki-laki itu mengangkat wajahnya. Sebab tidak ada perlawanan, hal itu membuat Karan curiga.
Arcelia pun menggeleng.
"Bagus, lebih baik menurut jika tidak ingin aku melakukannya dengan kasar."
"T-tunggu. Aku belum siap, tidak, aku tidak siap. Aku butuh waktu sebentar." Arcelia menutup dirinya dengan pakaian yang sudah terkoyak.
Dengan cepat Karan kembali membukanya.
"Tidak usah beralasan. Ketika kamu setuju menikah, maka aku anggap sudah siap untuk segala resiko."
Karan hendak kembali mendekatkan wajahnya.
'Plak'
Reflek, Arcelia menampar pipi glowing Karan. "Maaf, aku tegang, aku ingin minum. Biarkan aku minum dulu."
'Aku tidak akan menang jika melawannya secara terang-terangan.'
Mengusap bekas tamparan Arcelia, Karan kemudian bangun dari posisinya. Mengambil satu botol air mineral dari dalam kulkas mini yang tersedia di dalam kamar.
"Cepat minum dan kau harus membayar rasa sakit di pipiku."
Mengangguk pelan, Arcelia segera bangun dengan baju yang sudah tak berbentuk. "Aku harus duduk agar tidak tersedak," katanya saat Karan menatap dengan tatapan curiga.
"Bisakah tidak menatapku? Kau membuatku gugup," kali ini Arcelia berbicara dengan nada normal tidak seperti tadi yang ketus dan terus meninggikan intonasi nadanya.
Karan lantas memalingkan wajahnya. Dan tanpa di duga dengan gerakan cepat Arcelia memukul tengkuk Karan hingga laki-laki itu jatuh pingsan.
Arcelia sedikit mengerti dengan ilmu bela diri hingga ia bisa memukul dititik yang bisa melumpuhkan.
"Hahaha, malam ini aku bebas!" Girang Arcelia, detik berikutnya dirinya menatap Karan yang tidak sadarkan diri. "Eh, dia tidak matikan?"
Arcelia menatap tubuh Karan yang tergeletak tidak sadar di atas karpet tebal. Satu kaki gadis itu bergerak menggoyang tubuh Karan."Paling cuma pingsan," gumamnya.Usai mengenakan baju yang layak, Arcelia berjalan mondar-mandir di depan tubuh Karan yang masih pingsan. Otaknya berpikir keras memikirkan apa yang harus ia lakukan jika Karan sadar nanti."Kabur di malam pertama lalu mengadukan pada mertua, kalau aku menolak melakukan kewajiban karena Karan jahat?" Arcelia lantas menggeleng."Tidak mungkin, tidak akan ada yang percaya mengingat Karan seperti malaikat bagi mereka. Orang tuaku sendiri saja sangat percaya pada Karan."Bahkan, saat perayaan pernikahan, banyak orang yang memberi selamat dan mengatakan jika Arcelia adalah gadis paling beruntung yang dipilih oleh Karan menjadi istri. Banyak juga para gadis yang menatap sinis karena iri padanya."Si*l, aku paling si*l bukan beruntung!" Arcelia baru mengetahui kepribadian buruk Karan usai melangsungkan ijab qobul. Di dalam ruang ga
"Arcelia, kamu jangan membuat aturan yang gila! Robek kertas itu! Aku tidak setuju!" Pinta Karan sangat panik.Arcelia lantas menjauh dari Karan yang bergerak tidak beraturan mendekat padanya, Karan mirip sekali dengan ulat bulu. "Oh, tidak bisa. Kamu menjanjikan neraka padaku, sebagai istri yang baik aku juga harus menyuguhkan hal yang sama, wahai suami."Karan benar-benar kehilangan kata-kata dengan kelakuan sang istri. "Arcelia!!" Laki-laki itu berteriak merasa frustasi."Iya, suamiku? Apa kamu kekurangan selimut? Kurang hangat, ya," balas Arcelia meledek.Karan menggeleng, dalam keadaan terikat seperti itu sungguh membuatnya begitu tersiksa, andai saja tidak diikat Karan sudah pasti akan menerkam sang istri tanpa ampun."Arcelia, semua bisa dibicarakan secara baik-baik. Lepaskan aku, kita buat kesepakatan yang masuk akal."Arcelia melayangkan tatapan tajam. "Dengan baik-baik? Apa menurutmu ada kemungkinan jika aku bisa percaya terhadap pembohong sepertimu. Bahkan kamu berbohong pa
"Lepas, Karan!"Arcelia hendak memukul menggunakan siku, namun Karan menahan pergerakannya."Jangan mentang-mentang semalam kamu bisa membuatku pingsan, sekarang mau melumpuhkanku lagi? Tidak akan bisa, Arcelia. Aku tidak mungkin jatuh pada lubang yang sama, istriku." Karan semakin mempererat kunciannya.Arcelia mendengus kesal. "Sepertinya kamu memang ingin menjadi gelandangan, sedikit saja berani menyentuhku. Aku pastikan nanti malam kamu akan tidur di jalanan!" bentaknya mengancam.Tertawa keras, Karan malah justru mengecup pipi Arcelia dari belakang. "Maksudmu seperti ini?" tanyanya sengaja, menunjukkan jika ia tidak takut dengan ancaman Arcelia."Karan! Awas saja, aku benar-benar akan membuatmu tinggal di jalanan!"Lagi-lagi, Karan mengecup pipi Arcelia. "Arcelia, poin-poin yang kamu tulis itu sangat lucu. Selucu dirimu. Mana ada suami yang tidak diizinkan menyentuh istrinya? Mau dibawa ke hukum pun, pasti kamu yang akan ditertawakan," jelas Karan."Berhenti menciumku, si*l*n!"
Mendengar ucapan ibu mertuanya, membuat Arcelia menahan senyum bahagianya. Gadis itu menatap wajah datar Karan dengan penuh harap. Berdoa dalam hati supaya Karan menyetujui kata ibunya.'Sebentar lagi aku akan terlepas dari manusia jahanam ini. Hore! Terimakasih udang!' dalam hati Arcelia bersorak gembira."Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut?" Budi, papa Karan beserta kakek masuk ke dalam kamar."Ini, Pa. Arcelia meracuni Karan. Lihat, Karan sampai tidak berdaya seperti itu," adu Mona terhadap suaminya.Membenahi letak kacamata yang melorot, Budi lalu menatap Arcelia. "Apa benar seperti itu, menantu?" tanyanya datar.Arcelia pun mengangguk mengakuinya , karena terlalu semangat ingin diceraikan. "Benar, aku nyaris membunuhnya. Aku sangat ceroboh.""Astaga, lihat wajahnya itu. Mengapa tidak merasa bersalah sama sekali," kata Mona yang ditunjukan pada Arcelia."Ehem, tidak apa-apa. Karan masih hidup," ucap Budi.Arcelia melongo, tidak menduga dengan respon sang papa mertua yang sangat sa
"Kau sungguh ingin tau alasannya?""Ya. Katakan!"Karan terdiam, laki-laki itu malah betah memandangi wajah cantik Arcelia. Kesal dengan tingkah Karan, Telapak tangan Arcelia lantas menutup kedua mata Karan secara kasar. Hingga kepala Karan membentur kepala ranjang."Aku bilang katakan, kamu pikir aku bisa mengerti bahasa kalbu? Hanya dengan melihat matamu yang melotot seperti itu!" Sewot Arcelia.Lagi-lagi Karan dibuat tertawa. Ia meraih jemari Arcelia yang menutupi mata kemudian mengecupnya."Aku harus mencuci tanganku menggunakan disinfektan!" Sinis Arcelia usai menarik tangannya."Bukankah ini yang kamu mau? Diperlakukan dengan lembut?"Arcelia menatap sinis, ia harus benar-benar waspada menghadapi seorang Karan yang memiliki jurus seribu muslihat. "Bukan. Aku ingin cerai! Berhenti berbicara omong kosong, Karan!""Baiklah, tidak ada alasan tertentu mengapa aku memberikan neraka diawal untukmu. Tujuannya untuk menguji seberapa manusiawi dan seberapa layak kamu disebut gadis yang
"Karan! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila!"Pakaian yang dikenakan Arcelia kini basah kuyup. Hingga mencetak dibagian tertentu.Melihat pemandangan indah, wajah marah Karan seketika berubah menjadi datar. 'Sial! Jangan lemah hanya karena melihat itu, Karan!' Makinya dalam hati.Melihat wanita seksi biasanya tidak berpengaruh pada Karan, namun entah mengapa melihat Arcelia cukup membuat jiwa lelakinya terusik. Mungkinkah efek halal.Karan meraih pergelangan tangan Arcelia, menyeret sang istri masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arcelia kesulitan berjalan karena pergelangan kaki yang masih sakit akibat terkilir."Kamu apa-apaan sih!" Arcelia mencoba melepaskan cengkraman tangan Karan.Menoleh pada Arcelia, Karan menatap wajah sang istri begitu intens. "Sekali saja, apa kamu tidak bisa menurut pada suami?" ucapnya dengan nada dingin. Tidak seperti sebelumnya.'Peran apa lagi yang sedang dia mainkan?' batin Arcelia bingung."Lepas bajumu," perintah Karan.Reflek, Arcelia menyilangkan
"Karan! Jangan!" Arcelia berteriak histeris, otaknya saat ini benar-benar buntu, tidak bisa menemukan cara menghindari Karan dengan keadaan seperti ini.Karan tetap menggendong Arcelia menuju tempat tidur, laki-laki itu sempat terhuyung akibat kepala yang masih terasa pusing."Karan, kamu tidak bisa melakukan ini padaku!"Karan masih tidak perduli, ia meletakkan Arcelia di atas kasur, posisi laki-laki itu berada di atas Arcelia, menggunakan kedua tangan untuk menopang tubuhnya."Bisa! Aku berhak atas dirimu, Arche!" Katanya menekan."Tapi aku tidak mau! Kamu jahat, Karan!"Karan menatap Arcelia dengan tajam. "Bagaimana pun diriku, nyatanya aku sekarang adalah suamimu, Arche. Jadi terima saja."Karan mengambil posisi, tangannya meraih satu kaki Arcelia yang terkilir."Jangan menyentuhku, Karan!"Karan semakin menulikan pendengarannya laki-laki itu tetap melakukan apa yang harus ia lakukan."Sakit! Pelan-pelan, Karan. Ini sangat sakit!" Pekik Arcelia."Diamlah, aku pastikan rasa sakitny
Karan penasaran, antara Arcelia memang tidak rela ia sentuh karena gadis itu mencintai pria lain. Atau memang mutlak karena dirinya.Sejenak Arcelia menghentikan gerakan tangannya. "Definisi jahat bukan hanya tentang yang kamu sebutkan tadi. Bagiku, suami yang berani mendua apa lagi melalukan hal seperti itu dengan wanita lain. Maka dia layak untuk dimusnahkan dari muka bumi. Namun, kejahatan verbal juga tidak kalah mengkhawatirkan.""Maksudmu, aku melakukan kejahatan jenis kedua? Aku, hanya meminta hakku, Arche. Apa itu termasuk jenis kejahatan bagimu?""Ya, caramu yang sangat kasar lalu bagaimana kamu mengancam akan memberikan neraka, apakah menurutmu itu tidak jahat?""Aku melakukan itu karena ada alasannya." Karan masih belum sadar juga."Oke, anggap saja begitu. Lalu dengan keadaan kita ini suami istri aneh yang saling bermusuhan tidak ada sedikit kepercayaan diantara kita. Kemudian jika satu bayi terlahir, masa depannya akan terancam suram. Pernahkah kamu berpikir ke sana, Karan