Mendengar ucapan ibu mertuanya, membuat Arcelia menahan senyum bahagianya. Gadis itu menatap wajah datar Karan dengan penuh harap. Berdoa dalam hati supaya Karan menyetujui kata ibunya.
'Sebentar lagi aku akan terlepas dari manusia jahanam ini. Hore! Terimakasih udang!' dalam hati Arcelia bersorak gembira.
"Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut?" Budi, papa Karan beserta kakek masuk ke dalam kamar.
"Ini, Pa. Arcelia meracuni Karan. Lihat, Karan sampai tidak berdaya seperti itu," adu Mona terhadap suaminya.
Membenahi letak kacamata yang melorot, Budi lalu menatap Arcelia. "Apa benar seperti itu, menantu?" tanyanya datar.
Arcelia pun mengangguk mengakuinya , karena terlalu semangat ingin diceraikan. "Benar, aku nyaris membunuhnya. Aku sangat ceroboh."
"Astaga, lihat wajahnya itu. Mengapa tidak merasa bersalah sama sekali," kata Mona yang ditunjukan pada Arcelia.
"Ehem, tidak apa-apa. Karan masih hidup," ucap Budi.
Arcelia melongo, tidak menduga dengan respon sang papa mertua yang sangat santai. Gadis itu lantas mendekat pada Karan. 'Jangan sampai gagal cerai!' batinnya berseru.
Bersimpuh di atas lantai, kedua tangannya meraih pipi karan. Jangan mengira Arcelia menyentuh dengan lembut, tidak seperti itu. Telapak tangan Arcelia mendarat cukup keras di pipi karan. Hingga Karan sempat memejamkan mata menahan perih.
"Karan, aku sudah sangat bersalah. Benar kata mama kamu, aku pasti tidak termaafkan. Sebaiknya, turuti kata mama, kembalikan saja aku pada orang tuaku." Arcelia berucap dengan suara yang dibuat bergetar seolah merasa sangat bersalah.
Karan menatap wajah sang istri dengan pandangan yang sulit ditebak. Satu telapak tangan besarnya meraih kepala Arcelia, kemudian ia dorong hingga jatuh di dadanya. Menekannya cukup keras yang mana membuat Arcelia sedikit sulit bernapas.
"Sayang, mengapa kamu mengatakan hal mengerikan seperti itu? Kamu sama sekali tidak bersalah." Karan kembali menekan kepala Arcelia yang hendak menjauh.
"Aku tidak bisa bernapas, si*l*n," geram Arcelia lirih.
Karan tidak perduli. Ia sedang melakukan pembalasan yang terlihat romantis ketika dilihat dari jauh.
"Nikmati pembalasanku," bisik Karan.
Karan kemudian menatap semua orang. "Aku tidak akan pernah mengembalikan istriku pada orang tuanya," ucapnya dengan tegas.
Seketika, Arcelia menegakan kepalanya. Gadis itu menatap wajah karan dengan tatapan tidak percaya. 'Plot twist macam apa ini? Mengapa Karan melawan mamanya, apa mereka berbeda kubu, bagaimana mungkin. Apa sebelum menjelma menjadi suami durhaka, dia lebih dulu mendalami peran sebagai anak durhaka?' Otak Arcelia dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
"Hidupmu akan kacau jika bersamanya, Karan." Mona kembali berucap. Wanita itu sangat tidak menyukai Arcelia.
Sementara Karan diam tidak merespon.
"Pertimbangkan dulu, Karan. Lihatlah, Fela benar-benar jauh lebih baik dari pada Arcelia. Kamu tidak akan mengalami kesulitan jika memiliki istri seperti dirinya. Selain itu, Fela gadis yang sangat sopan," sahut Mona.
Reflek, Arcelia menatap gadis bernama Fela yang tengah menunduk malu.
'Sopan dari mananya? Pakaian saja sangat mini menonjol sana-sini seperti orang yang mau pergi dugem.' Arcelia membatin.
Masa bodoh dengan itu, Arcelia kembali fokus pada Karan.
"Benar, hidupmu akan kacau, Karan," bisik Arcelia.
Karan lalu menggeleng. Mata minimalisnya menatap Mona dengan tajam, kemudian beralih menatap sang papa. "Aku mencintai istriku. Arcelia hanya melakukan kesalahan kecil, mengapa harus dibesar-besarkan sampai mengembalikan istriku pada keluarganya?" Karan kembali menatap Mona, masih dengan tatapan tajamnya.
"Kamu sama-sama wanita, Tante. Bagaimana bisa dengan mudah mengusulkan hal sejahat itu dan membandingkan Arcelia yang posisinya sebagai menantu di rumah ini dengan wanita lain?" Sakrasnya penuh penekanan.
Usai mengatakan itu, Karan kemudian menoleh pada Arcelia, kedua matanya memancarkan kelembutan. "Aku mencintainya dan menerima seluruh kekurangannya."
Arcelia nyaris bertepuk tangan dengan akting Karan yang benar-benar natural dalam membangun citra sebagai suami idaman yang sangat baik, namun memperburuk citranya sebagai istri ceroboh. Beruntung gadis itu dapat menahan diri untuk tidak bertepuk tangan.
Detik berikutnya bibir Arcelia bergumam, "T-tante?" lirihnya bingung dengan panggilan yang Karan sematkan pada ibu mertuanya.
Semua terasa sangat membingungkan bagi Arcelia.
Mendengar kata-kata Karan, membuat Mona mati kutu, wanita itu lantas meninggalkan kamar Karan sembari menggandeng Fela. Diikuti oleh papa Karan.
"Arcelia, tolong maafkan, mertuamu, ya," ucap Kakek mewakili.
Arcelia menggeleng, gadis itu segera beranjak dadi posisinya. "Aku memang bersalah, Kek. Apa yang dikatakan mama eh tante-" Arcelia menggaruk kepalanya, ia jadi bingung harus memanggil Mona apa, mama atau tante mertua.
"Tante." Karan menegaskan.
"Oh, tante mertua mengatakan hal yang benar, Kek. Aku tidak cocok menjadi istri, Karan," ujar Arcelia, masih berjuang untuk diceraikan.
Tersenyum tipis, Kakek lalu menggeleng. "Mona tidak berhak atas hubungan kalian. Bukankah Kakek sudah bilang, Karan sangat mencintaimu. Yang terpenting adalah bagaimana kalian berdua. Kamu merasakan itu, kan? Bagaimana saat tadi Karan menegaskan tentang perasaannya?" Suara Kakek terdengar lembut dan menenangkan.
Sejauh ini Kakek adalah salah satu manusia paling normal di keluarga ini.
Ingin rasanya, Arcelia memberi tahu jika Karan hanya bersandiwara. Namun, mengingat kesehatan sang Kakek mertua, Arcelia tidak tega. Takut tiba-tiba kakek shock kemudian berpindah alam.
"Istirahat, Arcelia. Tolong rawat Karan dengan baik, ya," pesan beliau sebelum pergi dari kamar.
Arcelia mengangguk meski tidak mau.
Noah, yang dari tadi hanya diam menonton kini mendekat, memberikan obat. "Nona Arcelia. Ini obat untuk Karan. Aku titip dia, ya. Jika keadaanya memburuk segera hubungi aku."
Kini di dalam kamar hanya tinggal Karan dan Arcelia. Gadis itu menghampiri Karan, duduk disisi kasur yang kosong.
"Seharusnya alurnya tidak begini. Seharusnya kamu menurut pada tante mertua, biasanya 'kan begitu. Suami jahanam yang nurut pada orang tuanya. Mengapa kamu berbeda Karan?" tanya Arcelia frustasi. Gadis itu lelah menghadapi plot twist yang berkali-kali, padahal semuanya baru dimulai.
Menopang kepalanya menggunakan satu tangan, Karan menampilkan senyum menyebalkan. "Kamu hanya perlu mengingat pesan kakek, rawat suamimu ini dengan baik," katanya tanpa tahu malu.
Arcelia segera menggeleng, menolak keras. "Kamu tau, kan kalau nasi goreng itu ada udangnya? Kamu sengaja tetap memakannya karena ingin membuat citramu semakin baik supaya mudah menindasku?" tanyanya melontarkan unek-unek.
"Tidak, aku sudah lupa bagaimana rasa udang, tapi aku akui rasa nasi goreng itu berbeda dan lebih enak."
"Bohong!"
"Kalau tidak percaya dengan jawabanku mengapa kamu harus bertanya?" Sinis Karan.
Memijit pelipisnya, Arcelia merasa pusing. "Karan, mari akhiri semua ini. Tidak akan ada gunanya mempertahankan pernikahan konyol ini."
"Tidak mau. Bukankah sudah aku bilang, aku tidak akan melepaskan sesuatu yang sudah menjadi milikku. Apa kamu tidak merasa jika ini sangat menarik?" Tanyanya dengan kedua alis yang bergerak turun naik.
"Sinting! Kamu benar-benar sinting. Menarik kepalamu hijau!" sewot Arcelia. Gadis itu tidak mengerti apa tujuan Karan melibatkan dirinya dalam hal rumit ini.
Karan tertawa. Laki-laki itu menarik Arcelia yang terlihat masih berpikir keras mengenai semuanya. Diam-diam Karan mendekat dan hap, laki-laki itu berhasil mendekap Arcelia.
"Ayo, sekarang manjakan aku. Kamu harus bertanggungjawab karena sudah berkali-kali membuatku tidak berdaya," bisiknya dengan suara deep voic yang membuat Arcelia meremang.
"Tidak mau! Lepaskan aku. Katakan mengapa kamu tidak mau menceraikan aku? Apa alasanmu yang berniat memberi neraka padaku? Apa salahku padamu Karan!!" tanya Arcelia menuntut.
Menatap wajah Arcelia yang merah padam, jemari Karan perlahan bergerak menyelipkan helaian rambut gadis itu ke belakang telinga. "Kau sungguh ingin tau alasannya?"
"Kau sungguh ingin tau alasannya?""Ya. Katakan!"Karan terdiam, laki-laki itu malah betah memandangi wajah cantik Arcelia. Kesal dengan tingkah Karan, Telapak tangan Arcelia lantas menutup kedua mata Karan secara kasar. Hingga kepala Karan membentur kepala ranjang."Aku bilang katakan, kamu pikir aku bisa mengerti bahasa kalbu? Hanya dengan melihat matamu yang melotot seperti itu!" Sewot Arcelia.Lagi-lagi Karan dibuat tertawa. Ia meraih jemari Arcelia yang menutupi mata kemudian mengecupnya."Aku harus mencuci tanganku menggunakan disinfektan!" Sinis Arcelia usai menarik tangannya."Bukankah ini yang kamu mau? Diperlakukan dengan lembut?"Arcelia menatap sinis, ia harus benar-benar waspada menghadapi seorang Karan yang memiliki jurus seribu muslihat. "Bukan. Aku ingin cerai! Berhenti berbicara omong kosong, Karan!""Baiklah, tidak ada alasan tertentu mengapa aku memberikan neraka diawal untukmu. Tujuannya untuk menguji seberapa manusiawi dan seberapa layak kamu disebut gadis yang
"Karan! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila!"Pakaian yang dikenakan Arcelia kini basah kuyup. Hingga mencetak dibagian tertentu.Melihat pemandangan indah, wajah marah Karan seketika berubah menjadi datar. 'Sial! Jangan lemah hanya karena melihat itu, Karan!' Makinya dalam hati.Melihat wanita seksi biasanya tidak berpengaruh pada Karan, namun entah mengapa melihat Arcelia cukup membuat jiwa lelakinya terusik. Mungkinkah efek halal.Karan meraih pergelangan tangan Arcelia, menyeret sang istri masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arcelia kesulitan berjalan karena pergelangan kaki yang masih sakit akibat terkilir."Kamu apa-apaan sih!" Arcelia mencoba melepaskan cengkraman tangan Karan.Menoleh pada Arcelia, Karan menatap wajah sang istri begitu intens. "Sekali saja, apa kamu tidak bisa menurut pada suami?" ucapnya dengan nada dingin. Tidak seperti sebelumnya.'Peran apa lagi yang sedang dia mainkan?' batin Arcelia bingung."Lepas bajumu," perintah Karan.Reflek, Arcelia menyilangkan
"Karan! Jangan!" Arcelia berteriak histeris, otaknya saat ini benar-benar buntu, tidak bisa menemukan cara menghindari Karan dengan keadaan seperti ini.Karan tetap menggendong Arcelia menuju tempat tidur, laki-laki itu sempat terhuyung akibat kepala yang masih terasa pusing."Karan, kamu tidak bisa melakukan ini padaku!"Karan masih tidak perduli, ia meletakkan Arcelia di atas kasur, posisi laki-laki itu berada di atas Arcelia, menggunakan kedua tangan untuk menopang tubuhnya."Bisa! Aku berhak atas dirimu, Arche!" Katanya menekan."Tapi aku tidak mau! Kamu jahat, Karan!"Karan menatap Arcelia dengan tajam. "Bagaimana pun diriku, nyatanya aku sekarang adalah suamimu, Arche. Jadi terima saja."Karan mengambil posisi, tangannya meraih satu kaki Arcelia yang terkilir."Jangan menyentuhku, Karan!"Karan semakin menulikan pendengarannya laki-laki itu tetap melakukan apa yang harus ia lakukan."Sakit! Pelan-pelan, Karan. Ini sangat sakit!" Pekik Arcelia."Diamlah, aku pastikan rasa sakitny
Karan penasaran, antara Arcelia memang tidak rela ia sentuh karena gadis itu mencintai pria lain. Atau memang mutlak karena dirinya.Sejenak Arcelia menghentikan gerakan tangannya. "Definisi jahat bukan hanya tentang yang kamu sebutkan tadi. Bagiku, suami yang berani mendua apa lagi melalukan hal seperti itu dengan wanita lain. Maka dia layak untuk dimusnahkan dari muka bumi. Namun, kejahatan verbal juga tidak kalah mengkhawatirkan.""Maksudmu, aku melakukan kejahatan jenis kedua? Aku, hanya meminta hakku, Arche. Apa itu termasuk jenis kejahatan bagimu?""Ya, caramu yang sangat kasar lalu bagaimana kamu mengancam akan memberikan neraka, apakah menurutmu itu tidak jahat?""Aku melakukan itu karena ada alasannya." Karan masih belum sadar juga."Oke, anggap saja begitu. Lalu dengan keadaan kita ini suami istri aneh yang saling bermusuhan tidak ada sedikit kepercayaan diantara kita. Kemudian jika satu bayi terlahir, masa depannya akan terancam suram. Pernahkah kamu berpikir ke sana, Karan
"Arcelia!"Karan berjalan menuju jendela, masih terkunci dengan baik. Laki-laki itu berpindah memeriksa walk in closet, namun tidak ada Arcelia di sana.Saat keluar dari dalam walk in closet, Karan melihat Arcelia baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu lantas berlari dan memeluk Arcelia."Karan! Kenapa kamu selalu membuatku terkejut! Lepas!" Sewot Arcelia, gadis itu masih sangat mengantuk ia terbangun karena panggilan alam yang tidak bisa ditahan."Awas! Aku mau tidur!" Karan masih tetap memeluk Arcelia. 'Ya tuhan, aku kira dia hilang.'Sementara itu, Noah melihat keduanya dari celah pintu. "Semoga Karan benar-benar mencintai Arcelia. Atau dia akan lebih hancur dari sebelumnya."Karan melepaskan pelukannya, laki-laki itu menggendong Arcelia ala bridal style."Karan! Tolong jangan mengajak ribut untuk saat ini, aku sangat mengantuk!""Aku hanya mau mengantarmu ke tempat tidur," katanya sembari melangkah menuju ranjang, Karan pun meletakkan Arcelia dengan hati-hati di atas ka
Disaat Arcelia masih termenung, tiba-tiba hembusan angin hangat menyapa telinganya."Jangan merancang sesuatu yang akan memberatkanmu, aku tau apa yang sedang kamu pikirkan, istriku," bisik Karan, laki-laki itu yang telah meniup pelan daun telinga Arcelia.Terkejut dan kesal, Arcelia lantas mendorong Karan hingga laki-laki itu membentur dinding. Lengan gadis itu kini menekan leher Karan. "Karan, aku benar-benar sangat ingin membunuhmu!" Geram Arcelia.Karan menggulirkan bola matanya kesamping. Lalu memberi senyum lebar. Melihat tingkah aneh Karan membuat Arcelia mengikuti arah pandang laki-laki itu, Arcelia segera menurunkan tangannya ketika melihat kakek tengah terdiam menatap mereka. "Hati-hati, jangan menunjukkan ketidak akuran kita di luar kamar. Kakek sedang shock melihat apa yang kamu lakukan padaku," lirih Karan."Suamiku, maaf. Aku tidak tahu kamu yang datang. Aku terlalu waspada, karena berada di tempat baru." Arcelia berucap dengan keras supaya kakek mendengarnya. Telapak t
'Si*l! Bisa-bisanya di saat seperti ini dia bercanda!' Arcelia mengumpat dalam hati. Rasa iba yang sempat menyapa seketika sirna karena candaan Karan."Aku tau, pasti kamu sedang mengumpatiku." Lagi-lagi Karan berbisik."Tidak usah sok tahu!" sinis Arcelia. Gadis itu belum mengalihkan tatapannya, penasaran namun enggan bertanya.Karan kembali menyeret Arcelia. "Mari keluar dari sini," bisiknya sembari menunjuk pada kalek yang berjalan keluar dari kamar.Arcelia hanya mampu mengikutinya. "Jika aku bertanya, apa kamu akan menjawab?"Karan pun mengangguk. "Jangankan menjawab pertanyaanmu, bahkan aku akan merelakan bibirku untuk-"Ucapan Karan terhenti oleh telapak tangan Arcelia yang menutup bibir laki-laki itu. "Tidak bisakah sekali saja otakmu tidak berpikir ke arah-akh!" Arcelia terkejut ketika Karan menggesernya secara mendadak.Byur, kuah sup panas mengguyur kaki Karan yang sempat Arcelia injak. Jika saja Karan tidak bergerak cepat maka Arcelia yang akan tersiram kuah sup itu.Arcel
13"Kamu meminta maaf, kan? Aku tidak salah mendengarnya?" Karan diam saja. Laki-laki itu hanya mengeratkan dekapannya. "Karan!""Hm.""Kamu meminta maaf, itu berarti sadar, kan? Sadar atas semuanya," cecar Arcelia hati-hati supaya tidak kelewat mengucap kata cerai."Lupakan." Suara Karan terdengar berbeda. Laki-laki itu mengangkat wajahnya lalu mengambil jarak dari Arcelia."Temani kakek di sini. Aku mau istirahat sebentar, setelah itu, aku harus mulai bekerja." Usai mengucapkan hal itu, Karan beranjak dari duduknya lalu berjalan dengan pelan kakinya masih terasa nyeri.Arcelia ikut beranjak. "Kamu bisa berjalan sendiri? Tidak perlu dipapah?""Iya bisa."Arcelia terdiam melihat Karan yang terus melangkah semakin menjauh. "Dia kenapa? Kali ini dia menjadi Karan versi sebelum menikah yang misterius. Ya ampun, aku benar-benar kesulitan menebak, Karan yang sebenarnya yang mana. Yang jelas dia sedikit berbahaya dan sialnya dia suamiku."Arcelia benar-benar menemani kakek sampai selesai