"Arcelia!"Karan berjalan menuju jendela, masih terkunci dengan baik. Laki-laki itu berpindah memeriksa walk in closet, namun tidak ada Arcelia di sana.Saat keluar dari dalam walk in closet, Karan melihat Arcelia baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu lantas berlari dan memeluk Arcelia."Karan! Kenapa kamu selalu membuatku terkejut! Lepas!" Sewot Arcelia, gadis itu masih sangat mengantuk ia terbangun karena panggilan alam yang tidak bisa ditahan."Awas! Aku mau tidur!" Karan masih tetap memeluk Arcelia. 'Ya tuhan, aku kira dia hilang.'Sementara itu, Noah melihat keduanya dari celah pintu. "Semoga Karan benar-benar mencintai Arcelia. Atau dia akan lebih hancur dari sebelumnya."Karan melepaskan pelukannya, laki-laki itu menggendong Arcelia ala bridal style."Karan! Tolong jangan mengajak ribut untuk saat ini, aku sangat mengantuk!""Aku hanya mau mengantarmu ke tempat tidur," katanya sembari melangkah menuju ranjang, Karan pun meletakkan Arcelia dengan hati-hati di atas ka
Disaat Arcelia masih termenung, tiba-tiba hembusan angin hangat menyapa telinganya."Jangan merancang sesuatu yang akan memberatkanmu, aku tau apa yang sedang kamu pikirkan, istriku," bisik Karan, laki-laki itu yang telah meniup pelan daun telinga Arcelia.Terkejut dan kesal, Arcelia lantas mendorong Karan hingga laki-laki itu membentur dinding. Lengan gadis itu kini menekan leher Karan. "Karan, aku benar-benar sangat ingin membunuhmu!" Geram Arcelia.Karan menggulirkan bola matanya kesamping. Lalu memberi senyum lebar. Melihat tingkah aneh Karan membuat Arcelia mengikuti arah pandang laki-laki itu, Arcelia segera menurunkan tangannya ketika melihat kakek tengah terdiam menatap mereka. "Hati-hati, jangan menunjukkan ketidak akuran kita di luar kamar. Kakek sedang shock melihat apa yang kamu lakukan padaku," lirih Karan."Suamiku, maaf. Aku tidak tahu kamu yang datang. Aku terlalu waspada, karena berada di tempat baru." Arcelia berucap dengan keras supaya kakek mendengarnya. Telapak t
'Si*l! Bisa-bisanya di saat seperti ini dia bercanda!' Arcelia mengumpat dalam hati. Rasa iba yang sempat menyapa seketika sirna karena candaan Karan."Aku tau, pasti kamu sedang mengumpatiku." Lagi-lagi Karan berbisik."Tidak usah sok tahu!" sinis Arcelia. Gadis itu belum mengalihkan tatapannya, penasaran namun enggan bertanya.Karan kembali menyeret Arcelia. "Mari keluar dari sini," bisiknya sembari menunjuk pada kalek yang berjalan keluar dari kamar.Arcelia hanya mampu mengikutinya. "Jika aku bertanya, apa kamu akan menjawab?"Karan pun mengangguk. "Jangankan menjawab pertanyaanmu, bahkan aku akan merelakan bibirku untuk-"Ucapan Karan terhenti oleh telapak tangan Arcelia yang menutup bibir laki-laki itu. "Tidak bisakah sekali saja otakmu tidak berpikir ke arah-akh!" Arcelia terkejut ketika Karan menggesernya secara mendadak.Byur, kuah sup panas mengguyur kaki Karan yang sempat Arcelia injak. Jika saja Karan tidak bergerak cepat maka Arcelia yang akan tersiram kuah sup itu.Arcel
13"Kamu meminta maaf, kan? Aku tidak salah mendengarnya?" Karan diam saja. Laki-laki itu hanya mengeratkan dekapannya. "Karan!""Hm.""Kamu meminta maaf, itu berarti sadar, kan? Sadar atas semuanya," cecar Arcelia hati-hati supaya tidak kelewat mengucap kata cerai."Lupakan." Suara Karan terdengar berbeda. Laki-laki itu mengangkat wajahnya lalu mengambil jarak dari Arcelia."Temani kakek di sini. Aku mau istirahat sebentar, setelah itu, aku harus mulai bekerja." Usai mengucapkan hal itu, Karan beranjak dari duduknya lalu berjalan dengan pelan kakinya masih terasa nyeri.Arcelia ikut beranjak. "Kamu bisa berjalan sendiri? Tidak perlu dipapah?""Iya bisa."Arcelia terdiam melihat Karan yang terus melangkah semakin menjauh. "Dia kenapa? Kali ini dia menjadi Karan versi sebelum menikah yang misterius. Ya ampun, aku benar-benar kesulitan menebak, Karan yang sebenarnya yang mana. Yang jelas dia sedikit berbahaya dan sialnya dia suamiku."Arcelia benar-benar menemani kakek sampai selesai
Brak!Pintu ruang kerja Karan terbuka secara brutal hingga Fela dan Karan tersentak kaget."Karan!"Kedua mata Arcelia membola melihat Karan dan Fela, wajahnya begitu panik. Nafas gadis itu kembang kempis karena berlari menuju ruangan ini.Karan tersenyum tipis, laki-laki itu lekas mengangkat gelas berisi es kopi buatan Fela. Ia bawa menuju bibirnya."Jangan!" Arcelia berlari sekuat tenaga. Gadis itu segera menepis gelas kopi yang sudah sampai di bibir Karan hingga tumpah.Melihat itu, Fela mengepalkan telapak tangannya. Misinya dipastikan gagal akibat ulah Arcelia."Kamu sempat meminumnya tidak?" tanya Arcelia panik."Memang kenapa? Itu es kopi tidak mungkin berisi sianida," ujar Karan santai.Jemari Arcelia segera mengecek bibir Karan, gadis itu mendekatkan wajahnya, hidungnya membaui bibir Karan, untuk memastikan ada aroma kopi atau tidak.Apa yang Arcelia lakukan membuat Karan mematung. Laki-laki itu mengira Arcelia hendak menciumnya."Aman." Arcelia memundurkan wajahnya sembari m
Arcelia melompat dadi pangkuan Karan. Namun, Karan kembali menahan tangannya."Apa kamu akan menemui dia dengan keadaan seperti ini?"Karan menunjukan pakaian Arcelia yang berantakan. Menyadari itu, Arcelia segera membelakangi Karan. Dengan gerakan cepat tangan gadis itu mengancing baju yang beberapa kancingnya ternyata terlepas entah kemana."Ada apa denganku, mengapa hari ini begitu kacau!" Arcelia menggerutu.Karan beranjak dari duduknya, menahan tangan Arcelia yang sedang berusaha memasang kancing. "Tidak usah ditutup. Aku sudah melihatnya beberapa kali. Ayo, kita ganti baju bersama."Tanpa meminta ijin, Karan menggendong Arcelia seperti koala. Membuat gadis itu terpekik karena kaget, reflek mengalungkan tangannya pada leher Karan."Tidak! Aku bisa ganti baju sendiri!""Diam. Atau semua orang akan melihat kita dalam kondisi seperti ini." Karan berjalan cepat keluar dari ruangan kerja. Melupakan kaki yang masih berdenyut sakit.Karan tidak mau ada orang yang melihat kondisi Arcelia
Karan menarik tangan Arcelia agar terus berjalan."Ya. Dan kamu harus berhati-hati dengannya," balas Karan.Arcelia tidak menjawab, di dalam benaknya semakin banyak pertanyaan yang haus akan jawaban."Lalu di mana ibu mertuaku?" tanya Arcelia hati-hati."Ada di surga." Suara Karan tetap terdengar datar meski kata yang baru saja laki-laki itu ucapkan cukup mencubit hatinya."Maaf," lirih Arcelia."Untuk apa? Memang sudah seharusnya kamu tau hal itu."Karan membuka pintu ruang kerja. Dengan satu tangan yang masih memegang pergelangan tangan Arcelia."Karan. Untuk apa aku di sini?" Arcelia tidak ingin hal berbahaya seperti tadi terulang lagi.Ibu jari Karan mengusap lembut punggung tangan Arcelia. Sepasang mata minimalis laki-laki itu menatap intens pada wajah cantik Arcelia."Bagaimana jika melanjutkan kegiatan yang tadi gagal?" Karan membawa telapak tangan Arcelia mendekat pada b*b*rnya. Kemudian mengecup punggung tangan gadis itu cukup lama.Arcelia segera menarik tangannya. Apa yang
"Karan, berhenti atau aku injak kakimu yang terluka!" Pekik Arcelia."Aku bahkan rela dibuat pingsan. Hanya diinjak lagi itu bukan masalah," balas Karan dengan santainya. Laki-laki itu tetap menarik Arcelia."Aku tidak main-main, Karan!" Bukan takut untuk menginjak langsung. Arcelia sendang mempertimbangkan kerugian apa yang akan ia terima jika membuat Karan terluka.Sebab yang sudah-sudah maka akan berakhir dirinya yang dibuat repot."Aku juga tidak main-main. Ayo bersenang-senang. Kita sangat berjodoh, kan? Sama-sama terluka," kekeh Karan."Aku tidak mau bersenang-senang seperti yang kamu pikirkan!""Memang menurutmu bersenang-senang seperti apa yang akan aku lakukan?" tanya Karan menghentikan langkah."Kamu pasti ingin main basah-basahan bersama lalu mengambil keuntungan dalam kesempitan. Aku tahu jalan otakmu, Karan," sinis Arcelia.Karan tertawa. Ia hendak mendekap Arcelia karena gemas, namun Arcelia lebih dulu menghindar. Melihat perut kotak-kotak Karan saja sudah cukup menggoda