'Si*l! Bisa-bisanya di saat seperti ini dia bercanda!' Arcelia mengumpat dalam hati. Rasa iba yang sempat menyapa seketika sirna karena candaan Karan."Aku tau, pasti kamu sedang mengumpatiku." Lagi-lagi Karan berbisik."Tidak usah sok tahu!" sinis Arcelia. Gadis itu belum mengalihkan tatapannya, penasaran namun enggan bertanya.Karan kembali menyeret Arcelia. "Mari keluar dari sini," bisiknya sembari menunjuk pada kalek yang berjalan keluar dari kamar.Arcelia hanya mampu mengikutinya. "Jika aku bertanya, apa kamu akan menjawab?"Karan pun mengangguk. "Jangankan menjawab pertanyaanmu, bahkan aku akan merelakan bibirku untuk-"Ucapan Karan terhenti oleh telapak tangan Arcelia yang menutup bibir laki-laki itu. "Tidak bisakah sekali saja otakmu tidak berpikir ke arah-akh!" Arcelia terkejut ketika Karan menggesernya secara mendadak.Byur, kuah sup panas mengguyur kaki Karan yang sempat Arcelia injak. Jika saja Karan tidak bergerak cepat maka Arcelia yang akan tersiram kuah sup itu.Arcel
13"Kamu meminta maaf, kan? Aku tidak salah mendengarnya?" Karan diam saja. Laki-laki itu hanya mengeratkan dekapannya. "Karan!""Hm.""Kamu meminta maaf, itu berarti sadar, kan? Sadar atas semuanya," cecar Arcelia hati-hati supaya tidak kelewat mengucap kata cerai."Lupakan." Suara Karan terdengar berbeda. Laki-laki itu mengangkat wajahnya lalu mengambil jarak dari Arcelia."Temani kakek di sini. Aku mau istirahat sebentar, setelah itu, aku harus mulai bekerja." Usai mengucapkan hal itu, Karan beranjak dari duduknya lalu berjalan dengan pelan kakinya masih terasa nyeri.Arcelia ikut beranjak. "Kamu bisa berjalan sendiri? Tidak perlu dipapah?""Iya bisa."Arcelia terdiam melihat Karan yang terus melangkah semakin menjauh. "Dia kenapa? Kali ini dia menjadi Karan versi sebelum menikah yang misterius. Ya ampun, aku benar-benar kesulitan menebak, Karan yang sebenarnya yang mana. Yang jelas dia sedikit berbahaya dan sialnya dia suamiku."Arcelia benar-benar menemani kakek sampai selesai
Brak!Pintu ruang kerja Karan terbuka secara brutal hingga Fela dan Karan tersentak kaget."Karan!"Kedua mata Arcelia membola melihat Karan dan Fela, wajahnya begitu panik. Nafas gadis itu kembang kempis karena berlari menuju ruangan ini.Karan tersenyum tipis, laki-laki itu lekas mengangkat gelas berisi es kopi buatan Fela. Ia bawa menuju bibirnya."Jangan!" Arcelia berlari sekuat tenaga. Gadis itu segera menepis gelas kopi yang sudah sampai di bibir Karan hingga tumpah.Melihat itu, Fela mengepalkan telapak tangannya. Misinya dipastikan gagal akibat ulah Arcelia."Kamu sempat meminumnya tidak?" tanya Arcelia panik."Memang kenapa? Itu es kopi tidak mungkin berisi sianida," ujar Karan santai.Jemari Arcelia segera mengecek bibir Karan, gadis itu mendekatkan wajahnya, hidungnya membaui bibir Karan, untuk memastikan ada aroma kopi atau tidak.Apa yang Arcelia lakukan membuat Karan mematung. Laki-laki itu mengira Arcelia hendak menciumnya."Aman." Arcelia memundurkan wajahnya sembari m
Arcelia melompat dadi pangkuan Karan. Namun, Karan kembali menahan tangannya."Apa kamu akan menemui dia dengan keadaan seperti ini?"Karan menunjukan pakaian Arcelia yang berantakan. Menyadari itu, Arcelia segera membelakangi Karan. Dengan gerakan cepat tangan gadis itu mengancing baju yang beberapa kancingnya ternyata terlepas entah kemana."Ada apa denganku, mengapa hari ini begitu kacau!" Arcelia menggerutu.Karan beranjak dari duduknya, menahan tangan Arcelia yang sedang berusaha memasang kancing. "Tidak usah ditutup. Aku sudah melihatnya beberapa kali. Ayo, kita ganti baju bersama."Tanpa meminta ijin, Karan menggendong Arcelia seperti koala. Membuat gadis itu terpekik karena kaget, reflek mengalungkan tangannya pada leher Karan."Tidak! Aku bisa ganti baju sendiri!""Diam. Atau semua orang akan melihat kita dalam kondisi seperti ini." Karan berjalan cepat keluar dari ruangan kerja. Melupakan kaki yang masih berdenyut sakit.Karan tidak mau ada orang yang melihat kondisi Arcelia
Karan menarik tangan Arcelia agar terus berjalan."Ya. Dan kamu harus berhati-hati dengannya," balas Karan.Arcelia tidak menjawab, di dalam benaknya semakin banyak pertanyaan yang haus akan jawaban."Lalu di mana ibu mertuaku?" tanya Arcelia hati-hati."Ada di surga." Suara Karan tetap terdengar datar meski kata yang baru saja laki-laki itu ucapkan cukup mencubit hatinya."Maaf," lirih Arcelia."Untuk apa? Memang sudah seharusnya kamu tau hal itu."Karan membuka pintu ruang kerja. Dengan satu tangan yang masih memegang pergelangan tangan Arcelia."Karan. Untuk apa aku di sini?" Arcelia tidak ingin hal berbahaya seperti tadi terulang lagi.Ibu jari Karan mengusap lembut punggung tangan Arcelia. Sepasang mata minimalis laki-laki itu menatap intens pada wajah cantik Arcelia."Bagaimana jika melanjutkan kegiatan yang tadi gagal?" Karan membawa telapak tangan Arcelia mendekat pada b*b*rnya. Kemudian mengecup punggung tangan gadis itu cukup lama.Arcelia segera menarik tangannya. Apa yang
"Karan, berhenti atau aku injak kakimu yang terluka!" Pekik Arcelia."Aku bahkan rela dibuat pingsan. Hanya diinjak lagi itu bukan masalah," balas Karan dengan santainya. Laki-laki itu tetap menarik Arcelia."Aku tidak main-main, Karan!" Bukan takut untuk menginjak langsung. Arcelia sendang mempertimbangkan kerugian apa yang akan ia terima jika membuat Karan terluka.Sebab yang sudah-sudah maka akan berakhir dirinya yang dibuat repot."Aku juga tidak main-main. Ayo bersenang-senang. Kita sangat berjodoh, kan? Sama-sama terluka," kekeh Karan."Aku tidak mau bersenang-senang seperti yang kamu pikirkan!""Memang menurutmu bersenang-senang seperti apa yang akan aku lakukan?" tanya Karan menghentikan langkah."Kamu pasti ingin main basah-basahan bersama lalu mengambil keuntungan dalam kesempitan. Aku tahu jalan otakmu, Karan," sinis Arcelia.Karan tertawa. Ia hendak mendekap Arcelia karena gemas, namun Arcelia lebih dulu menghindar. Melihat perut kotak-kotak Karan saja sudah cukup menggoda
"Apa hidup bersamaku sangat tidak bahagia untummu?" tanya Karan. Laki-laki itu bisa melihat kesedihan pada kedua mata Arcelia. Gadis yang selalu melawannya dengan begitu berani kali ini memperlihatkan sisi lain dalam dirinya."Aku lelah, Karan. Hidupku tidak untuk kamu permainkan. Aku juga memiliki impian, harusnya kamu paham tentang itu.""Aku akan mewujudkan impianmu," balas Karan tanpa ragu.Mendengus pelan, Arcelia sama sekali tidak percaya dengan ucapan Karan. "Tidak bisakah kamu berhenti berucap omong kosong?""Katakan saja apa yang kamu inginkan kecuali cerai. Maka aku akan mengabulkannya."Arcelia menggeleng. Jika terus bersama dalam waktu yang lama, gadis itu takut, takut jatuh kembali dalam pesona Karan. Sementara Karan menikahinya untuk tujuan yang Arcelia tidak ketahui. Kehidupan Karan begitu rumit bagi Arcelia."Jika kamu memang menginginkan tubuhku. Aku akan memberikannya. Asal setelah itu lepaskan aku." Arcelia membuat kesepakatan yang sangat berresiko untuk dirinya se
Karan tertawa pelan meski lehernya tercekik, ekspresi Arche yang marah malah terlihat lucu baginya, posisi yang seperti ini juga membuat otak Karan membayangkan hal yang berbau dewasa. "Kamu memang pandai," puji Karan. Keduanya mengabaikan sekertaris Karan yang tadi nyaris saja masuk ke dalam."Musnah saja kamu, Karan! Ucapanmu memang benar-benar berbahaya dan tidak patut dipercaya!" Sewot Arcelia sembari menekan leher Karan karena lagi-lagi gadis itu merasa ditipu.Karan pun terbatuk-batuk akibat leher yang ditekan oleh Arcelia. "Berhenti, Arche. Kamu bisa jadi janda jika membunuhku.""Masa bo*d*h! Aku sudah kehilangan kesabaran mengahadapimu!"Sementara di luar, Bunga yang merupakan sekertaris Karan tengah mencoba mencegah seseorang yang hendak bertamu. "Maaf, Pak. Mungkin siang nanti baru bisa menemui pak Karan. Untuk saat ini, beliau sedang tidak bisa diganggu."Abbas, laki-laki paruh baya itu menggeleng, sebab tadi beliau sempat mendengar perdebatan mereka. "Tapi ini hal yang me