Dahi Arcelia berkerut karena mendengar pertanyaan Karan. "Mengapa bertanya seperti itu?""Tidak apa-apa. Hm. Dia sangat positif, ya?"Arcelia terkekeh. "Apa kamu cemburu dengan kakak iparmu sendiri?""Sedikit, kamu terlihat sangat manja padanya."Arcelia tidak habis pikir dengan apa yang Karan katakan, Karan terlalu berlebihan. "Karan. Kak Aarav itu kakak kandungku, kamu memiliki aliran darah yang sama, begitu juga dengan Azka.""Aku lega mendengarnya. Tapi, apa kalian memang sedekat itu?"Arcelia lantas mengangguk. "Jangan berpikir macam-macam. Kami benaran kakak beradik. Kak Aarav adalah malaikat dalam hidupku, aku harap kamu juga bisa dekatnya, layaknya kakak adik."'Tatapanya saja seperti laser padaku. Aku tidak yakin bisa menjadi ipar yang rukun dengannya.' Karan membatin."Dia melarang untuk tidak menggangu waktu kalian. Apa itu tidak terlalu kejam? Aku kan suamimu.""Kami jarang sekali bertemu. Apa lagi semenjak aku pindah ke sini, aku dan kak Aarav bertemu hanya sekitar setah
Perkelahian sengit pun terjadi, Aarav benar-benar serius setiap melayangkan serangannya.Kedua laki-laki dewasa itu sudah mendapat lebab di masing-masing bagian tubuh.'Untuk orang yang sangat sibuk mengurus perusahaan raksasa, dia cukup tangguh,' batin Karan.Buk! Karan lengah, wajahnya terkena tinju keras oleh Aarav."CK. Lemah begini jadi suami Arcelia," ejek Aarav mulai menyerang mental Karan.Mulai mengurangi rasa sopan, Karan pun membalasnya, "Meski lemah. Setiap aku pernah menjadi penyelamat istriku." Ingat mental Karan tidak selemah itu."Cih. Sudah lemah, sombong pula. Kau memang menyelamatkannya, tetapi tetap saja akulah hidupnya," ucap Aarav semakin menjadi-jadi.'Sepertinya dia memang tidak beres. Mana ada seorang kakak mengatakan hal seperti itu. Baiklah akan aku buat sadar dengan pukulan ini.'Karan pun berhasil memukul wajah Aarav. "Jelas posisi kita berbeda. Kamu kakaknya, dan aku suaminya yang sekarang bertahta dihati Arcelia. Kamu memiliki batasan, sementara aku ti
"Lepas! Aku tidak mau melakukannya!" Arcelia meronta saat Karan, suaminya menarik ia ke atas ranjang."Tidak usah sok jual mahal. Kau mau menikah karena menginginkan harta, kan?" tuduhnya dengan sombong.Arcelia melangkah mundur, namun satu tangannya kembali diraih oleh Karan."Lakukan kewajibanmu sebagai istri," geram Karan.Menggeleng keras, Arcelia menghempas cengkraman tangan Karan. "Hal itu hanya dilakukan oleh pasangan yang sehat. Tidak seperti kita, sampai kapan pun aku tidak akan mau melakukannya!" teriak Arcelia.Karan berdecih sinis, sangat membenci dengan penolakan Arcelia. Laki-laki itu menatap Arcelia dari bawah hingga atas dengan sorot m*s*m."Berhenti menatapku, sial*n!" Arcelia meraih bantal lalu melemaprnya pada wajah Karan."Diluar sana banyak wanita yang mendamba sentuhanku, seharusnya kau bangga karena bisa menjadi istriku."Karan Hanenda, pria mapan dan tampan namun minim akhlak. Tidak semua orang tau kenyataan itu, Karan terlalu mahir dalam bermain peran sebagai
Arcelia menatap tubuh Karan yang tergeletak tidak sadar di atas karpet tebal. Satu kaki gadis itu bergerak menggoyang tubuh Karan."Paling cuma pingsan," gumamnya.Usai mengenakan baju yang layak, Arcelia berjalan mondar-mandir di depan tubuh Karan yang masih pingsan. Otaknya berpikir keras memikirkan apa yang harus ia lakukan jika Karan sadar nanti."Kabur di malam pertama lalu mengadukan pada mertua, kalau aku menolak melakukan kewajiban karena Karan jahat?" Arcelia lantas menggeleng."Tidak mungkin, tidak akan ada yang percaya mengingat Karan seperti malaikat bagi mereka. Orang tuaku sendiri saja sangat percaya pada Karan."Bahkan, saat perayaan pernikahan, banyak orang yang memberi selamat dan mengatakan jika Arcelia adalah gadis paling beruntung yang dipilih oleh Karan menjadi istri. Banyak juga para gadis yang menatap sinis karena iri padanya."Si*l, aku paling si*l bukan beruntung!" Arcelia baru mengetahui kepribadian buruk Karan usai melangsungkan ijab qobul. Di dalam ruang ga
"Arcelia, kamu jangan membuat aturan yang gila! Robek kertas itu! Aku tidak setuju!" Pinta Karan sangat panik.Arcelia lantas menjauh dari Karan yang bergerak tidak beraturan mendekat padanya, Karan mirip sekali dengan ulat bulu. "Oh, tidak bisa. Kamu menjanjikan neraka padaku, sebagai istri yang baik aku juga harus menyuguhkan hal yang sama, wahai suami."Karan benar-benar kehilangan kata-kata dengan kelakuan sang istri. "Arcelia!!" Laki-laki itu berteriak merasa frustasi."Iya, suamiku? Apa kamu kekurangan selimut? Kurang hangat, ya," balas Arcelia meledek.Karan menggeleng, dalam keadaan terikat seperti itu sungguh membuatnya begitu tersiksa, andai saja tidak diikat Karan sudah pasti akan menerkam sang istri tanpa ampun."Arcelia, semua bisa dibicarakan secara baik-baik. Lepaskan aku, kita buat kesepakatan yang masuk akal."Arcelia melayangkan tatapan tajam. "Dengan baik-baik? Apa menurutmu ada kemungkinan jika aku bisa percaya terhadap pembohong sepertimu. Bahkan kamu berbohong pa
"Lepas, Karan!"Arcelia hendak memukul menggunakan siku, namun Karan menahan pergerakannya."Jangan mentang-mentang semalam kamu bisa membuatku pingsan, sekarang mau melumpuhkanku lagi? Tidak akan bisa, Arcelia. Aku tidak mungkin jatuh pada lubang yang sama, istriku." Karan semakin mempererat kunciannya.Arcelia mendengus kesal. "Sepertinya kamu memang ingin menjadi gelandangan, sedikit saja berani menyentuhku. Aku pastikan nanti malam kamu akan tidur di jalanan!" bentaknya mengancam.Tertawa keras, Karan malah justru mengecup pipi Arcelia dari belakang. "Maksudmu seperti ini?" tanyanya sengaja, menunjukkan jika ia tidak takut dengan ancaman Arcelia."Karan! Awas saja, aku benar-benar akan membuatmu tinggal di jalanan!"Lagi-lagi, Karan mengecup pipi Arcelia. "Arcelia, poin-poin yang kamu tulis itu sangat lucu. Selucu dirimu. Mana ada suami yang tidak diizinkan menyentuh istrinya? Mau dibawa ke hukum pun, pasti kamu yang akan ditertawakan," jelas Karan."Berhenti menciumku, si*l*n!"
Mendengar ucapan ibu mertuanya, membuat Arcelia menahan senyum bahagianya. Gadis itu menatap wajah datar Karan dengan penuh harap. Berdoa dalam hati supaya Karan menyetujui kata ibunya.'Sebentar lagi aku akan terlepas dari manusia jahanam ini. Hore! Terimakasih udang!' dalam hati Arcelia bersorak gembira."Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut?" Budi, papa Karan beserta kakek masuk ke dalam kamar."Ini, Pa. Arcelia meracuni Karan. Lihat, Karan sampai tidak berdaya seperti itu," adu Mona terhadap suaminya.Membenahi letak kacamata yang melorot, Budi lalu menatap Arcelia. "Apa benar seperti itu, menantu?" tanyanya datar.Arcelia pun mengangguk mengakuinya , karena terlalu semangat ingin diceraikan. "Benar, aku nyaris membunuhnya. Aku sangat ceroboh.""Astaga, lihat wajahnya itu. Mengapa tidak merasa bersalah sama sekali," kata Mona yang ditunjukan pada Arcelia."Ehem, tidak apa-apa. Karan masih hidup," ucap Budi.Arcelia melongo, tidak menduga dengan respon sang papa mertua yang sangat sa
"Kau sungguh ingin tau alasannya?""Ya. Katakan!"Karan terdiam, laki-laki itu malah betah memandangi wajah cantik Arcelia. Kesal dengan tingkah Karan, Telapak tangan Arcelia lantas menutup kedua mata Karan secara kasar. Hingga kepala Karan membentur kepala ranjang."Aku bilang katakan, kamu pikir aku bisa mengerti bahasa kalbu? Hanya dengan melihat matamu yang melotot seperti itu!" Sewot Arcelia.Lagi-lagi Karan dibuat tertawa. Ia meraih jemari Arcelia yang menutupi mata kemudian mengecupnya."Aku harus mencuci tanganku menggunakan disinfektan!" Sinis Arcelia usai menarik tangannya."Bukankah ini yang kamu mau? Diperlakukan dengan lembut?"Arcelia menatap sinis, ia harus benar-benar waspada menghadapi seorang Karan yang memiliki jurus seribu muslihat. "Bukan. Aku ingin cerai! Berhenti berbicara omong kosong, Karan!""Baiklah, tidak ada alasan tertentu mengapa aku memberikan neraka diawal untukmu. Tujuannya untuk menguji seberapa manusiawi dan seberapa layak kamu disebut gadis yang