"Kau sungguh ingin tau alasannya?"
"Ya. Katakan!"Karan terdiam, laki-laki itu malah betah memandangi wajah cantik Arcelia.Kesal dengan tingkah Karan, Telapak tangan Arcelia lantas menutup kedua mata Karan secara kasar. Hingga kepala Karan membentur kepala ranjang."Aku bilang katakan, kamu pikir aku bisa mengerti bahasa kalbu? Hanya dengan melihat matamu yang melotot seperti itu!" Sewot Arcelia.Lagi-lagi Karan dibuat tertawa. Ia meraih jemari Arcelia yang menutupi mata kemudian mengecupnya."Aku harus mencuci tanganku menggunakan disinfektan!" Sinis Arcelia usai menarik tangannya."Bukankah ini yang kamu mau? Diperlakukan dengan lembut?"Arcelia menatap sinis, ia harus benar-benar waspada menghadapi seorang Karan yang memiliki jurus seribu muslihat."Bukan. Aku ingin cerai! Berhenti berbicara omong kosong, Karan!""Baiklah, tidak ada alasan tertentu mengapa aku memberikan neraka diawal untukmu. Tujuannya untuk menguji seberapa manusiawi dan seberapa layak kamu disebut gadis yang baik untuk dipercaya, menjadi istri seorang Karan tidak mudah," jelas Karan.Shock? Tentu saja, bahkan bibir Arcelia tanpa sadar terbuka karena alasan yang sangat tidak masuk akal. "Kelakuanmu sungguh diluar semesta, Karan. Bagaimana mungkin menguji sementara kamu saja tidak seperti manusia." Arcelia berucap dengan kepala yang menggeleng pelan.Karan tersenyum miring, ia mendekatkan wajahnya hendak melakukan sesuatu, namun, Arcelia lebih dulu mencegah, telapak tangannya mendorong wajah Karan."Mengapa harus aku? Apa salahku!" Bentak Arcelia. Menurutnya, Karan seperti memiliki dendam kesumat terhadap dirinya."Satu-satunya kesalahanmu adalah menerima lamaranku. Kamu sudah masuk ke dalam hidupku, maka tidak ada jalan keluar bagimu." Karan menampilkan ekspresi devil-nya.Menggelengkan kepala, berkali-kali pun Arcelia mencoba mencerna alasan yang dikatakan oleh Karan tetap saja gadis itu tidak dapat memahaminya.Karan menatap lekat wajah Arcelia yang terlihat sekali tidak terima alasannya."Sekarang giliranku bertanya, mengapa kamu mau menerima lamaranku?"Karan tahu betul hubungan dekat antara Arcelia dengan Bryan. Bagaimana cara adiknya yang memandang Arcelia dengan tatapan penuh cinta. Dan begitu pula Arcelia yang kerap tersenyum senang ketika mengobrol dengan Bryan.Hanya dilihat dari situ saja sudah jelas jika keduanya saing mencintai. Tidak ada yang namanya sahabat antara laki-laki dan perempuan. Pasti ada rasa diantara keduanya."Karena aku tertipu oleh wajah malaikatmu! Itu adalah kesialan terbesar dalam hidupku."Dahulu, saking mengagumi Karan. Arcelia kerap menanyakan hal apa pun mengenai Karan terhadap Bryan. Dari kesukaan, hal yang paling dibenci hingga Arcelia tahu jika Karan alergi terhadap udang.Apa lagi ketika Karan menolongnya, saat Arcelia hendak dilecehkan oleh teman Bryan. Bagaimana kerennya Karan melindungi dirinya hingga babak belur. Hal itu membuat Arcelia memandang Karan semakin baik bak seorang malaikat.Kini baik Arcelia dan Karan, sama-sama terdiam. Mereka sama-sama tidak percaya dengan alasan yang diberikan."Hanya karena itu?" tanya Karan sangat tidak yakin."Ya, makanya cerai saja!""Kak! boleh aku masuk?" Suara Bryan terdengar.Karan segera mengambil posisi, mendekap erat Arcelia."Lepaskan. Tidak seperti ini jika ingin membunuhku!" Arcelia meronta."Diamlah. Atau aku akan melakukannya sekarang supaya dilihat oleh Bryan," bisik Karan mengancam.Arcelia berhenti meronta, ia tidak mau ambil resiko. Karan itu sangat berbahaya, ada kalanya ia harus pura-pura mengalah untuk menang."Aku sudah tidak minat membuatmu jadi gelandangan, membunuhmu sepertinya pilihan terbaik!"Karan terkekeh mengejek. Ia semakin mengeratkan dekapannya."Masuk saja! Tidak dikunci!" Teriak Karan menjawab pertanyaan Bryan.Bryan muncul dari balik pintu, pria itu memalingkan wajah saat melihat betapa mesranya pengantin baru itu. "Maaf, aku mengganggu, ya?""Tidak." Karan membalas dengan singkat."Katanya, Kakak kambuh alerginya, sekarang bagaimana kondisi, Kakak?" Bryan bertanya kondisi Karan. Namun fokus laki-laki itu tertuju pada Arcelia yang wajahnya tenggelam di dada Karan."Sudah membaik. Istriku sangat bisa diandalkan dalam merawatku."Brayan mengangguk dengan senyum tipis. "Syukurlah. Oh, iya. Selain itu, aku disuruh kakek memanggil Arcelia-""Arcelia sekarang sudah menjadi istriku, kurang sopan jika kamu memanggil hanya dengan namanya, Bray." Karan memangkas ucapan Brayan."Maaf, maksudku, kakek menyuruh kakak ipar untuk sarapan bersama," tutur Brayan."Karan aku butuh sarapan, untuk melawanmu," kata Arcelia pelan."Baiklah, kita lihat seberapa kuat kamu bisa melawanku." Karan berbisik. Dari sudut pandang Bryan terlihat seperti Karan sedang mengecup Arcelia."Arcelia, akan turun sebentar lagi. Kamu ke ruang makan saja dulu," ucap Karan pada Bryan.Mendengar pintu kamar tertutup. Arcelia segera menjauhkan dirinya. "Lihat saja, aku akan kabur. Tidak akan kembali ke kamar ini!""Lakukan saja, aku jamin, orang tuamu akan mengembalikanmu kemari," balas Karan percaya diri.Arcelia mengabaikannya. Gadis itu pergi dengan langkah yang dihentakan, lalu menutup pintu dengan begitu keras."Arcelia!" Karan memegang dadanya karena terkejut. Laki-laki itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya."Ya ampun, menghadapi satu gadis seperti menghadapi sepuluh harimau. Semoga tensiku tidak melonjak." Karan mengusap-usap dadanya.Usai sarapan, Arcelia tidak kembali ke kamar. Gadis itu memilih keluar beralasan ingin melihat taman bunga yang ada di bagian samping rumah. Sebenarnya ia butuh waktu untuk mencari solusi menghadapi Karan.Cukup lama Arcelia terdiam menatap bunga yang indah, namun ia belum menemukan solusi apa pun. Gadis itu menghela napas berat.Satu kelopak bunga mawar tiba-tiba berada di depannya. Arcelia pun lantas menoleh. "Bryan?"Sementara di dalam kamar. Karan duduk dengan perasaan resah. "Apa dia benar-benar kabur? Harusnya sudah kembali."Mengabaikan rasa pusing yang masih tersisa. Karan lantas beranjak dari duduknya, ia keluar untuk mencari Arcelia.Di beri tahu oleh salah satu ART. Karan lantas berjalan menuju taman. Namun langkahnya terhenti kala dari kaca besar yang menunjukkan pemandangan taman. Terlihat ada Bryan yang tengah berdiri di samping Arcelia."Apa maksudmu memberiku bunga? Apa ini belasungkawa?" Tanya Arcelia dengan sinis. Ia tidak menerima bunga itu.Tersenyum tipis, Bryan menoleh menatap wajah Arcelia dengan tatapan begitu dalam. "Aku tidak menyangka kamu tiba-tiba jadi Kakak iparku." Suara Bryan terdengar lirih."Kamu salah satu orang yang harus disalahkan. Mengapa kamu tidak bilang jika Karan laki-laki yang seperti itu! Mengapa kamu membual tentang kebaikan Karan!"Jika saja Bryan jujur mungkin Arcelia tidak akan menerima lamaran Karan. Sebab pusat informasi kebaikan Karan adalah dari Bryan."Kak Karan memang baik, Arcelia. Ada apa denganmu, bukankah ini yang kamu inginkan?" Bryan mencoba merelakan gadis yang ia cintai untuk sang kakak.Arcelia tidak menjawab, gadis itu memalingkan wajah lalu berjalan cepat meninggalkan Bryan. Namun naas, kakinya tersandung hingga terjatuh. "Mengapa kesialanku masih berlanjut!" Racau Arcelia sembari memukul rumput.Bryan segera menghampiri Arcelia. Laki-laki itu mengangkat Arcelia tanpa ijin. "Turunkan aku, Bry! Kau tidak boleh menyentuhku sembarangan!"Melihat pemandangan seperti itu, Karan mengepalkan tangannya. Laki-laki itu berpaling berjalan kembali ke kamar. "Sudah aku duga. Arcelia pasti memiliki alasan lain mau menikah denganku. Bisa-bisanya dia berduaan dengan laki-laki lain."Beberapa pun menit berlalu. Arcelia baru kembali ke kamar. Baru saja dia masuk disambut oleh Karan.Byur.Dengan tega Karan menyiramnya menggunakan satu ember air."Karan! Apa yang kamu lakukan apa kamu gila!""Karan! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila!"Pakaian yang dikenakan Arcelia kini basah kuyup. Hingga mencetak dibagian tertentu.Melihat pemandangan indah, wajah marah Karan seketika berubah menjadi datar. 'Sial! Jangan lemah hanya karena melihat itu, Karan!' Makinya dalam hati.Melihat wanita seksi biasanya tidak berpengaruh pada Karan, namun entah mengapa melihat Arcelia cukup membuat jiwa lelakinya terusik. Mungkinkah efek halal.Karan meraih pergelangan tangan Arcelia, menyeret sang istri masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arcelia kesulitan berjalan karena pergelangan kaki yang masih sakit akibat terkilir."Kamu apa-apaan sih!" Arcelia mencoba melepaskan cengkraman tangan Karan.Menoleh pada Arcelia, Karan menatap wajah sang istri begitu intens. "Sekali saja, apa kamu tidak bisa menurut pada suami?" ucapnya dengan nada dingin. Tidak seperti sebelumnya.'Peran apa lagi yang sedang dia mainkan?' batin Arcelia bingung."Lepas bajumu," perintah Karan.Reflek, Arcelia menyilangkan
"Karan! Jangan!" Arcelia berteriak histeris, otaknya saat ini benar-benar buntu, tidak bisa menemukan cara menghindari Karan dengan keadaan seperti ini.Karan tetap menggendong Arcelia menuju tempat tidur, laki-laki itu sempat terhuyung akibat kepala yang masih terasa pusing."Karan, kamu tidak bisa melakukan ini padaku!"Karan masih tidak perduli, ia meletakkan Arcelia di atas kasur, posisi laki-laki itu berada di atas Arcelia, menggunakan kedua tangan untuk menopang tubuhnya."Bisa! Aku berhak atas dirimu, Arche!" Katanya menekan."Tapi aku tidak mau! Kamu jahat, Karan!"Karan menatap Arcelia dengan tajam. "Bagaimana pun diriku, nyatanya aku sekarang adalah suamimu, Arche. Jadi terima saja."Karan mengambil posisi, tangannya meraih satu kaki Arcelia yang terkilir."Jangan menyentuhku, Karan!"Karan semakin menulikan pendengarannya laki-laki itu tetap melakukan apa yang harus ia lakukan."Sakit! Pelan-pelan, Karan. Ini sangat sakit!" Pekik Arcelia."Diamlah, aku pastikan rasa sakitny
Karan penasaran, antara Arcelia memang tidak rela ia sentuh karena gadis itu mencintai pria lain. Atau memang mutlak karena dirinya.Sejenak Arcelia menghentikan gerakan tangannya. "Definisi jahat bukan hanya tentang yang kamu sebutkan tadi. Bagiku, suami yang berani mendua apa lagi melalukan hal seperti itu dengan wanita lain. Maka dia layak untuk dimusnahkan dari muka bumi. Namun, kejahatan verbal juga tidak kalah mengkhawatirkan.""Maksudmu, aku melakukan kejahatan jenis kedua? Aku, hanya meminta hakku, Arche. Apa itu termasuk jenis kejahatan bagimu?""Ya, caramu yang sangat kasar lalu bagaimana kamu mengancam akan memberikan neraka, apakah menurutmu itu tidak jahat?""Aku melakukan itu karena ada alasannya." Karan masih belum sadar juga."Oke, anggap saja begitu. Lalu dengan keadaan kita ini suami istri aneh yang saling bermusuhan tidak ada sedikit kepercayaan diantara kita. Kemudian jika satu bayi terlahir, masa depannya akan terancam suram. Pernahkah kamu berpikir ke sana, Karan
"Arcelia!"Karan berjalan menuju jendela, masih terkunci dengan baik. Laki-laki itu berpindah memeriksa walk in closet, namun tidak ada Arcelia di sana.Saat keluar dari dalam walk in closet, Karan melihat Arcelia baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu lantas berlari dan memeluk Arcelia."Karan! Kenapa kamu selalu membuatku terkejut! Lepas!" Sewot Arcelia, gadis itu masih sangat mengantuk ia terbangun karena panggilan alam yang tidak bisa ditahan."Awas! Aku mau tidur!" Karan masih tetap memeluk Arcelia. 'Ya tuhan, aku kira dia hilang.'Sementara itu, Noah melihat keduanya dari celah pintu. "Semoga Karan benar-benar mencintai Arcelia. Atau dia akan lebih hancur dari sebelumnya."Karan melepaskan pelukannya, laki-laki itu menggendong Arcelia ala bridal style."Karan! Tolong jangan mengajak ribut untuk saat ini, aku sangat mengantuk!""Aku hanya mau mengantarmu ke tempat tidur," katanya sembari melangkah menuju ranjang, Karan pun meletakkan Arcelia dengan hati-hati di atas ka
Disaat Arcelia masih termenung, tiba-tiba hembusan angin hangat menyapa telinganya."Jangan merancang sesuatu yang akan memberatkanmu, aku tau apa yang sedang kamu pikirkan, istriku," bisik Karan, laki-laki itu yang telah meniup pelan daun telinga Arcelia.Terkejut dan kesal, Arcelia lantas mendorong Karan hingga laki-laki itu membentur dinding. Lengan gadis itu kini menekan leher Karan. "Karan, aku benar-benar sangat ingin membunuhmu!" Geram Arcelia.Karan menggulirkan bola matanya kesamping. Lalu memberi senyum lebar. Melihat tingkah aneh Karan membuat Arcelia mengikuti arah pandang laki-laki itu, Arcelia segera menurunkan tangannya ketika melihat kakek tengah terdiam menatap mereka. "Hati-hati, jangan menunjukkan ketidak akuran kita di luar kamar. Kakek sedang shock melihat apa yang kamu lakukan padaku," lirih Karan."Suamiku, maaf. Aku tidak tahu kamu yang datang. Aku terlalu waspada, karena berada di tempat baru." Arcelia berucap dengan keras supaya kakek mendengarnya. Telapak t
'Si*l! Bisa-bisanya di saat seperti ini dia bercanda!' Arcelia mengumpat dalam hati. Rasa iba yang sempat menyapa seketika sirna karena candaan Karan."Aku tau, pasti kamu sedang mengumpatiku." Lagi-lagi Karan berbisik."Tidak usah sok tahu!" sinis Arcelia. Gadis itu belum mengalihkan tatapannya, penasaran namun enggan bertanya.Karan kembali menyeret Arcelia. "Mari keluar dari sini," bisiknya sembari menunjuk pada kalek yang berjalan keluar dari kamar.Arcelia hanya mampu mengikutinya. "Jika aku bertanya, apa kamu akan menjawab?"Karan pun mengangguk. "Jangankan menjawab pertanyaanmu, bahkan aku akan merelakan bibirku untuk-"Ucapan Karan terhenti oleh telapak tangan Arcelia yang menutup bibir laki-laki itu. "Tidak bisakah sekali saja otakmu tidak berpikir ke arah-akh!" Arcelia terkejut ketika Karan menggesernya secara mendadak.Byur, kuah sup panas mengguyur kaki Karan yang sempat Arcelia injak. Jika saja Karan tidak bergerak cepat maka Arcelia yang akan tersiram kuah sup itu.Arcel
13"Kamu meminta maaf, kan? Aku tidak salah mendengarnya?" Karan diam saja. Laki-laki itu hanya mengeratkan dekapannya. "Karan!""Hm.""Kamu meminta maaf, itu berarti sadar, kan? Sadar atas semuanya," cecar Arcelia hati-hati supaya tidak kelewat mengucap kata cerai."Lupakan." Suara Karan terdengar berbeda. Laki-laki itu mengangkat wajahnya lalu mengambil jarak dari Arcelia."Temani kakek di sini. Aku mau istirahat sebentar, setelah itu, aku harus mulai bekerja." Usai mengucapkan hal itu, Karan beranjak dari duduknya lalu berjalan dengan pelan kakinya masih terasa nyeri.Arcelia ikut beranjak. "Kamu bisa berjalan sendiri? Tidak perlu dipapah?""Iya bisa."Arcelia terdiam melihat Karan yang terus melangkah semakin menjauh. "Dia kenapa? Kali ini dia menjadi Karan versi sebelum menikah yang misterius. Ya ampun, aku benar-benar kesulitan menebak, Karan yang sebenarnya yang mana. Yang jelas dia sedikit berbahaya dan sialnya dia suamiku."Arcelia benar-benar menemani kakek sampai selesai
Brak!Pintu ruang kerja Karan terbuka secara brutal hingga Fela dan Karan tersentak kaget."Karan!"Kedua mata Arcelia membola melihat Karan dan Fela, wajahnya begitu panik. Nafas gadis itu kembang kempis karena berlari menuju ruangan ini.Karan tersenyum tipis, laki-laki itu lekas mengangkat gelas berisi es kopi buatan Fela. Ia bawa menuju bibirnya."Jangan!" Arcelia berlari sekuat tenaga. Gadis itu segera menepis gelas kopi yang sudah sampai di bibir Karan hingga tumpah.Melihat itu, Fela mengepalkan telapak tangannya. Misinya dipastikan gagal akibat ulah Arcelia."Kamu sempat meminumnya tidak?" tanya Arcelia panik."Memang kenapa? Itu es kopi tidak mungkin berisi sianida," ujar Karan santai.Jemari Arcelia segera mengecek bibir Karan, gadis itu mendekatkan wajahnya, hidungnya membaui bibir Karan, untuk memastikan ada aroma kopi atau tidak.Apa yang Arcelia lakukan membuat Karan mematung. Laki-laki itu mengira Arcelia hendak menciumnya."Aman." Arcelia memundurkan wajahnya sembari m