"Karan! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila!"
Pakaian yang dikenakan Arcelia kini basah kuyup. Hingga mencetak dibagian tertentu.Melihat pemandangan indah, wajah marah Karan seketika berubah menjadi datar. 'Sial! Jangan lemah hanya karena melihat itu, Karan!' Makinya dalam hati.Melihat wanita seksi biasanya tidak berpengaruh pada Karan, namun entah mengapa melihat Arcelia cukup membuat jiwa lelakinya terusik. Mungkinkah efek halal.Karan meraih pergelangan tangan Arcelia, menyeret sang istri masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arcelia kesulitan berjalan karena pergelangan kaki yang masih sakit akibat terkilir."Kamu apa-apaan sih!" Arcelia mencoba melepaskan cengkraman tangan Karan.Menoleh pada Arcelia, Karan menatap wajah sang istri begitu intens. "Sekali saja, apa kamu tidak bisa menurut pada suami?" ucapnya dengan nada dingin. Tidak seperti sebelumnya.'Peran apa lagi yang sedang dia mainkan?' batin Arcelia bingung."Lepas bajumu," perintah Karan.Reflek, Arcelia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Gadis itu menatap Karan dengan tatapan galak."Jangan berani-berani, Karan!""Lepas atau aku yang melepaskannya?" Ekspresi Karan benar-benar berbeda dari sebelumnya."Aku tidak mau!""Baiklah." Karan kembali menarik Arcelia, memposisikan gadis itu di bawah shower, kemudian menyalakan air.Keduanya saling dorong dibawah guyuran air shower."Minggir, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan!" Pikiran Arcelia sudah sangat jauh, membayangkan apa yang akan Karan lakukan padanya. Ia takut tidak bisa melawan Karan dalam keadaan kaki yang pincang."Membuatmu suci kembali!" Balas Karan galak."Menyucikanku? Kamu pikir aku terkena najis?" Tanya Arcelia sembari masih mencoba melarikan diri.Kewalahan dengan perlawanan Arcelia. Karan memilih mendekap gadis itu. Membuat Arcelia tidak bisa berkutik."Dengar ini baik-baik Arcelia. Aku tidak suka milikku disentuh oleh orang lain," katanya tepat di dekat telinga Arcelia."Apa maksudmu?" Arcelia belum paham.Satu tangan Karan meraih botol sabun cair berukuran besar, kemudian ia memberikan pada Arcelia. "Mandi pakai ini, bila perlu sampai isi sabun ini habis supaya bersih."Arcelia menatap botol sabun berukuran besar itu, lalu mendongak menatap Karan. Wajah keduanya berjarak begitu dekat, Arcelia segera menunduk lagi, takut kena cium."Aku benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikirmu," gumam Arcelia."Tidak perlu bingung." Karan melepaskan pelukannya, ia meraih jemari Arcelia, menaruh paksa botol sabun besar itu di tangan Arcelia."Cepat mandi, jika tidak, aku yang akan memandikanmu!" Setelah berucap seperti itu, Karan meninggalkan Arcelia.Menatap pintu yang ditutup dengan begitu keras, Arcelia memiringkan kepalanya, masih memikirkan tingkah aneh Karan."Ada apa dengannya? Aku kira dia akan mengeksekusiku. Ya ampun, aku semakin tidak bisa menebak apa yang akan dia lakukan."Pada akhirnya Arcelia mandi, tapi gadis itu tidak benar-benar menghabiskan isi sabun.Tidak ada baju ganti, terpaksa Arcelia keluar menggunakan handuk model kimono yang tersedia.Membuka pintu secara perlahan, Arcelia kemudian melangkah dengan begitu pelan supaya Karan tidak memperhatikannya."Sudah menghabiskan isi sabunnya?""Astaga!" Arcelia terlonjak kaget, tidak menyangka Karan sedang bersandar di dekat pintu untuk menunggunya."Sudah mandi dengan benar?" Karan menatap Arcelia dari bawah hingga atas berulang kali."Sudah." Arcelia melanjutkan langkahnya. Baru beberapa langkah, gadis itu kembali dikejutkan karena tiba-tiba tubuhnya melayang. Tentu saja karena Karan mengangkatnya."Karan! Kau benar-benar berniat membunuhku, ya! Jantungku nyaris lepas dari tempatnya!" Arcelia berteriak."Orang sepertimu sepertinya tidak akan mudah untuk mati. Tapi, bukankah sebelumnya kamu yang mengancam akan membunuhku?" Karan menaruh Arcelia di atas kasur. Kali ini laki-laki itu tidak membanting tubuh Arcelia.Dari pada membalas ucapan Karan. Arcelia segera mengambil posisi aman. Hanya memakai handuk adalah situasi yang sangat berbahaya."Aku tidak akan membunuhmu, Arcelia. Aku hanya ingin-"Ucapan Karan terpotong oleh suara ketukan pintu."Tetap diposisimu. Jangan berpindah, percuma saja kamu tidak akan bisa lari kemana-mana." Usai berucap, Karan lantas melangkah menuju pintu."Siapa?""Bryan, Kak."Karan membuka pintu, hanya sedikit. Sengaja supaya Bryan tidak bisa melihat Arcelia. Karan masih mengingat bagaimana Bryan yang bertanya padanya tapi matanya tertuju pada Arcelia, bahkan Bryan berani-beraninya menggendong istrinya.Ingin rasanya, Karan mencolok serta memberi tinju pada sang adik. "Ada apa?""Itu, tadi kaki kakak ipar terkilir. Ini obat untuknya." Bryan, menyodorkan satu kotak obat.Sebelumnya, Arcelia kembali ke kamar saat Bryan berkata mencarikan obat untuknya. Sebab Arcelia tidak ingin menghadapi Mona yang memakinya saat melihat Bryan menggendong dirinya.Sejenak Karan menatap kotak obat itu lalu menerimanya. "Kamu tidak perlu khawatir. Aku bisa mengurusnya."Karan segera menutup pintu lagi. Saat laki-laki itu menoleh ke atas kasur, Arcelia sudah tidak ada di sana. "Dia benar-benar bandel," geramnya.Sebelum mencari keberadaan Arcelia. Karan melempar kotak obat pemberian Bryan ke dalam tempat sampah. Laki-laki itu kemudian mengambil obat lain dari dalam lemari."Arcelia!" Panggil Karan menuju walk in closet.Sementara itu di dalam walk in closet, Arcelia tengah duduk meringkuk dibawah meja, gadis itu masih mengenakan handuk, belum sempat mengenakan baju. Sementara otaknya terus berputar mencari tipu muslihat untuk menghindari Karan."Sudah aku bilangin kamu tidak akan bisa kemana-mana." Karan sudah berada di tepat di depan Arcelia. Tangannya terulur untuk menggapai kaki gadis itu."Stop! Karan, ini tidak adil. Lepaskan kakiku, kondisiku sedang tidak memungkinkan untuk melawanmu." Arcelia mencoba bernegosiasi.Karan mengabaikan ocehan sang istri, ia semakin menarik kaki Arcelia yang terus mempertahankan diri."Aku bilang menurut, Arcelia," geramnya, demi menghadapi Arcelia, Karan mengabaikan rasa pusing yang masih tersisa."Tidak! Menurut dan percaya padamu adalah hal yang sesat!" Arcelia menggeser dirinya lebih menjauh.Kehabisan rasa sabar yang memang sangat tipis, Karan menarik keras kaki Arcelia yang tidak terluka."Karan, jangaaan!""Karan! Jangan!" Arcelia berteriak histeris, otaknya saat ini benar-benar buntu, tidak bisa menemukan cara menghindari Karan dengan keadaan seperti ini.Karan tetap menggendong Arcelia menuju tempat tidur, laki-laki itu sempat terhuyung akibat kepala yang masih terasa pusing."Karan, kamu tidak bisa melakukan ini padaku!"Karan masih tidak perduli, ia meletakkan Arcelia di atas kasur, posisi laki-laki itu berada di atas Arcelia, menggunakan kedua tangan untuk menopang tubuhnya."Bisa! Aku berhak atas dirimu, Arche!" Katanya menekan."Tapi aku tidak mau! Kamu jahat, Karan!"Karan menatap Arcelia dengan tajam. "Bagaimana pun diriku, nyatanya aku sekarang adalah suamimu, Arche. Jadi terima saja."Karan mengambil posisi, tangannya meraih satu kaki Arcelia yang terkilir."Jangan menyentuhku, Karan!"Karan semakin menulikan pendengarannya laki-laki itu tetap melakukan apa yang harus ia lakukan."Sakit! Pelan-pelan, Karan. Ini sangat sakit!" Pekik Arcelia."Diamlah, aku pastikan rasa sakitny
Karan penasaran, antara Arcelia memang tidak rela ia sentuh karena gadis itu mencintai pria lain. Atau memang mutlak karena dirinya.Sejenak Arcelia menghentikan gerakan tangannya. "Definisi jahat bukan hanya tentang yang kamu sebutkan tadi. Bagiku, suami yang berani mendua apa lagi melalukan hal seperti itu dengan wanita lain. Maka dia layak untuk dimusnahkan dari muka bumi. Namun, kejahatan verbal juga tidak kalah mengkhawatirkan.""Maksudmu, aku melakukan kejahatan jenis kedua? Aku, hanya meminta hakku, Arche. Apa itu termasuk jenis kejahatan bagimu?""Ya, caramu yang sangat kasar lalu bagaimana kamu mengancam akan memberikan neraka, apakah menurutmu itu tidak jahat?""Aku melakukan itu karena ada alasannya." Karan masih belum sadar juga."Oke, anggap saja begitu. Lalu dengan keadaan kita ini suami istri aneh yang saling bermusuhan tidak ada sedikit kepercayaan diantara kita. Kemudian jika satu bayi terlahir, masa depannya akan terancam suram. Pernahkah kamu berpikir ke sana, Karan
"Arcelia!"Karan berjalan menuju jendela, masih terkunci dengan baik. Laki-laki itu berpindah memeriksa walk in closet, namun tidak ada Arcelia di sana.Saat keluar dari dalam walk in closet, Karan melihat Arcelia baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu lantas berlari dan memeluk Arcelia."Karan! Kenapa kamu selalu membuatku terkejut! Lepas!" Sewot Arcelia, gadis itu masih sangat mengantuk ia terbangun karena panggilan alam yang tidak bisa ditahan."Awas! Aku mau tidur!" Karan masih tetap memeluk Arcelia. 'Ya tuhan, aku kira dia hilang.'Sementara itu, Noah melihat keduanya dari celah pintu. "Semoga Karan benar-benar mencintai Arcelia. Atau dia akan lebih hancur dari sebelumnya."Karan melepaskan pelukannya, laki-laki itu menggendong Arcelia ala bridal style."Karan! Tolong jangan mengajak ribut untuk saat ini, aku sangat mengantuk!""Aku hanya mau mengantarmu ke tempat tidur," katanya sembari melangkah menuju ranjang, Karan pun meletakkan Arcelia dengan hati-hati di atas ka
Disaat Arcelia masih termenung, tiba-tiba hembusan angin hangat menyapa telinganya."Jangan merancang sesuatu yang akan memberatkanmu, aku tau apa yang sedang kamu pikirkan, istriku," bisik Karan, laki-laki itu yang telah meniup pelan daun telinga Arcelia.Terkejut dan kesal, Arcelia lantas mendorong Karan hingga laki-laki itu membentur dinding. Lengan gadis itu kini menekan leher Karan. "Karan, aku benar-benar sangat ingin membunuhmu!" Geram Arcelia.Karan menggulirkan bola matanya kesamping. Lalu memberi senyum lebar. Melihat tingkah aneh Karan membuat Arcelia mengikuti arah pandang laki-laki itu, Arcelia segera menurunkan tangannya ketika melihat kakek tengah terdiam menatap mereka. "Hati-hati, jangan menunjukkan ketidak akuran kita di luar kamar. Kakek sedang shock melihat apa yang kamu lakukan padaku," lirih Karan."Suamiku, maaf. Aku tidak tahu kamu yang datang. Aku terlalu waspada, karena berada di tempat baru." Arcelia berucap dengan keras supaya kakek mendengarnya. Telapak t
'Si*l! Bisa-bisanya di saat seperti ini dia bercanda!' Arcelia mengumpat dalam hati. Rasa iba yang sempat menyapa seketika sirna karena candaan Karan."Aku tau, pasti kamu sedang mengumpatiku." Lagi-lagi Karan berbisik."Tidak usah sok tahu!" sinis Arcelia. Gadis itu belum mengalihkan tatapannya, penasaran namun enggan bertanya.Karan kembali menyeret Arcelia. "Mari keluar dari sini," bisiknya sembari menunjuk pada kalek yang berjalan keluar dari kamar.Arcelia hanya mampu mengikutinya. "Jika aku bertanya, apa kamu akan menjawab?"Karan pun mengangguk. "Jangankan menjawab pertanyaanmu, bahkan aku akan merelakan bibirku untuk-"Ucapan Karan terhenti oleh telapak tangan Arcelia yang menutup bibir laki-laki itu. "Tidak bisakah sekali saja otakmu tidak berpikir ke arah-akh!" Arcelia terkejut ketika Karan menggesernya secara mendadak.Byur, kuah sup panas mengguyur kaki Karan yang sempat Arcelia injak. Jika saja Karan tidak bergerak cepat maka Arcelia yang akan tersiram kuah sup itu.Arcel
13"Kamu meminta maaf, kan? Aku tidak salah mendengarnya?" Karan diam saja. Laki-laki itu hanya mengeratkan dekapannya. "Karan!""Hm.""Kamu meminta maaf, itu berarti sadar, kan? Sadar atas semuanya," cecar Arcelia hati-hati supaya tidak kelewat mengucap kata cerai."Lupakan." Suara Karan terdengar berbeda. Laki-laki itu mengangkat wajahnya lalu mengambil jarak dari Arcelia."Temani kakek di sini. Aku mau istirahat sebentar, setelah itu, aku harus mulai bekerja." Usai mengucapkan hal itu, Karan beranjak dari duduknya lalu berjalan dengan pelan kakinya masih terasa nyeri.Arcelia ikut beranjak. "Kamu bisa berjalan sendiri? Tidak perlu dipapah?""Iya bisa."Arcelia terdiam melihat Karan yang terus melangkah semakin menjauh. "Dia kenapa? Kali ini dia menjadi Karan versi sebelum menikah yang misterius. Ya ampun, aku benar-benar kesulitan menebak, Karan yang sebenarnya yang mana. Yang jelas dia sedikit berbahaya dan sialnya dia suamiku."Arcelia benar-benar menemani kakek sampai selesai
Brak!Pintu ruang kerja Karan terbuka secara brutal hingga Fela dan Karan tersentak kaget."Karan!"Kedua mata Arcelia membola melihat Karan dan Fela, wajahnya begitu panik. Nafas gadis itu kembang kempis karena berlari menuju ruangan ini.Karan tersenyum tipis, laki-laki itu lekas mengangkat gelas berisi es kopi buatan Fela. Ia bawa menuju bibirnya."Jangan!" Arcelia berlari sekuat tenaga. Gadis itu segera menepis gelas kopi yang sudah sampai di bibir Karan hingga tumpah.Melihat itu, Fela mengepalkan telapak tangannya. Misinya dipastikan gagal akibat ulah Arcelia."Kamu sempat meminumnya tidak?" tanya Arcelia panik."Memang kenapa? Itu es kopi tidak mungkin berisi sianida," ujar Karan santai.Jemari Arcelia segera mengecek bibir Karan, gadis itu mendekatkan wajahnya, hidungnya membaui bibir Karan, untuk memastikan ada aroma kopi atau tidak.Apa yang Arcelia lakukan membuat Karan mematung. Laki-laki itu mengira Arcelia hendak menciumnya."Aman." Arcelia memundurkan wajahnya sembari m
Arcelia melompat dadi pangkuan Karan. Namun, Karan kembali menahan tangannya."Apa kamu akan menemui dia dengan keadaan seperti ini?"Karan menunjukan pakaian Arcelia yang berantakan. Menyadari itu, Arcelia segera membelakangi Karan. Dengan gerakan cepat tangan gadis itu mengancing baju yang beberapa kancingnya ternyata terlepas entah kemana."Ada apa denganku, mengapa hari ini begitu kacau!" Arcelia menggerutu.Karan beranjak dari duduknya, menahan tangan Arcelia yang sedang berusaha memasang kancing. "Tidak usah ditutup. Aku sudah melihatnya beberapa kali. Ayo, kita ganti baju bersama."Tanpa meminta ijin, Karan menggendong Arcelia seperti koala. Membuat gadis itu terpekik karena kaget, reflek mengalungkan tangannya pada leher Karan."Tidak! Aku bisa ganti baju sendiri!""Diam. Atau semua orang akan melihat kita dalam kondisi seperti ini." Karan berjalan cepat keluar dari ruangan kerja. Melupakan kaki yang masih berdenyut sakit.Karan tidak mau ada orang yang melihat kondisi Arcelia