Share

Ayo Menikah, Mas Duda!
Ayo Menikah, Mas Duda!
Penulis: Mita Yoo

Bab 1: Mimpi Buruk

Penulis: Mita Yoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 21:30:00

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada perpisahan dengan seseorang yang dicintai. Lelaki itu merasa sepanjang sisa usianya tak lagi bermakna. Di atas tanah merah basah dengan taburan bunga itu, Galih tertunduk.

“Kenapa, Tuhan? KENAPAAAA?” dia bertanya pada Sang Pencipta atas takdir yang terjadi.

Tangan perempuan berusia akhir empat puluhan itu menyentuh bahunya dengan lembut. Galih mendongak. Bayi tiga bulan dalam gendongan perempuan itu terpejam.

“Sudah, Nak. Kita pulang, yuk. Amel sudah tenang. Biarkan dia beristirahat. Mama akan bantu kamu mengurus anakmu,” kata perempuan itu.

Galih berdiri. Dia kembali menegakkan langkahnya. Ada buah cintanya yang masih membutuhkan kasih sayangnya.

“Papa! Pa! Bangun udah siang!” Suara itu perlahan membuat Galih tersadar. Dia baru saja bermimpi buruk.

Bersandar di bahu ranjang, Galih menandaskan air di gelas meja dekat tempat tidurnya. Bocah lelaki di sisinya itu masih menatapnya.

“Papa mimpi buruk, ya?” tanyanya.

Galih balik bertanya, “kok kamu bisa tahu? Kamu bisa lihat, ya?”

Bocah lelaki itu bersedekap. “Ya … soalnya Papa ngigau manggil-manggil nama Mama. Kayaknya Papa kangen sama Mama, ya?”

Galih mengangguk. “Iya, Papa berharap ada seseorang yang bisa menggantikan posisi Mama. Bukan sebagai Mamamu, tapi sebagai teman hidup Papa. Apa kamu nggak keberatan?”

“Tergantung orangnya. Kalau dia cantik, i think nggak masalah,” sahut bocah lelaki itu.

Galih mengusap rambut anak lelakinya. “Kamu tahu banget selera Papa. Tapi, Papa berharap kali ini dia nggak cuma lihat dari luarnya aja.”

“Semoga ya, Pa. Kalau Papa seneng, aku bakal pertimbangkan.”

Galih tersenyum tipis, “kalau Miss Dea, gimana?”

***

Galih menatap tumpukan berkas di meja kerjanya. Beberapa hari ke depan, dia akan disibukkan dengan kerjasama merek kosmetik dan fashion kenamaan. Galih meraih gagang telepon di mejanya lalu berbicara, “sepertinya saya akan sibuk selama beberapa minggu ke depan. Tolong kamu temani Jason dan urus keperluannya sekolah, ya.”

Setelah mendapatkan persetujuan dari seseorang di seberang telepon, Galih kembali meletakkan gagang telepon ke tempatnya. Dia lalu mengirimkan pesan pada seseorang di daftar kontaknya.

Baik, Pak Galih. Balasan pesan teks yang dikirimkan Galih berbalas kalimat singkat itu. Namun, efek kejutan di dadanya sepertinya tak singkat. Galih mendambakan seseorang sebagai pengganti Amel yang terlebih dahulu kembali ke sisi Tuhan.

“Gimana caranya supaya kita lebih dekat lagi?” gumam Galih.

Dia mengirimkan pesan balasan pada kontak tersebut. Sebuah kalimat yang membuatnya akan kehilangan wajah jika seseorang yang diharapkannya itu menolak. Namun, jawaban balasan itu membuat Galih seketika terbangun dari kursinya. Dia bahagia, sekaligus khawatir jika membuat kesalahan.

“Santai aja, Gal. Kamu udah pengalaman. Jason juga bakalan setuju dan mendukung kok,” dia terus meyakinkan diri.

Galih menyemprotkan pengharum mulut dan parfum ke beberapa titik tubuhnya. Seperti remaja dimabuk asmara, degup jantung Galih saat itu tak bisa berkilah.

Galih segera menuju mobilnya kemudian melaju menuju rumah. Bunyi klakson mobil menghentikan pembicaraan kedua orang di ruang tamu itu. Jason menarik tangan gadis cantik yang menjadi tutor itu untuk mengikutinya. Mobil sport milik Galih sudah menunggu.

“Pak Galih, saya nggak apa-apa kok kalau nggak dijemput,” kata Dea ketika Galih membukakan pintu mobil untuknya.

“Saya nggak terima penolakan lagi, Miss Dea. Lagipula ini permintaan Jason, dia mau kita mampir makan di restoran dulu.”

Mata Dea membelalak ketika Galih menyebutkan restoran. Itu artinya Galih mengajaknya makan bersama.

‘Mau taruh di mana muka aku kalau begini? Malu banget!!’ Dea tak bisa menampilkan wajah tenang, ekspresi khawatirnya terlihat jelas.

“Miss Dea tenang aja, semuanya Papa yang traktir, kok. Anggap aja bonus karena nilai matematika aku naik sejak Miss Dea ngajarin aku,” kata Jason.

Dea menoleh ke arah Jason, “makasih banyak ya, Jason! Nanti Miss Dea gantian traktir kalian.”

Dea akhirnya duduk di kursi samping kemudi. Galih menutup pintu mobil setelah melambaikan tangannya pada anak lelakinya. Galih yang berada di belakang setir tersenyum, “aku justru senang kalau bisa traktir Miss Dea. Miss Dea itu udah kayak temen buatku sejak kepergian Mama Jason.”

Dea memaksakan diri untuk tersenyum. Dia berharap situasi akan menyelamatkannya dari obrolan Galih yang semakin menjurus ke privasinya.

“Saya senang bisa membantu Jason, Pak Galih,” katanya.

Galih berdehem, “panggil Mas aja, Miss Dea. Saya nggak keberatan.”

Mobil mulai melaju. Galih memaksakan dirinya untuk tersenyum meski pandangannya menatap padatnya jalanan Kota Metropolitan. Dea lagi-lagi hanya tersenyum canggung. Ketika mobil milik Galih berhenti di sebuah restoran, Dea berharap tak akan ada yang mengenalinya di sana.

“Mari, Miss Dea,” kata Galih.

Gadis berambut panjang itu segera mengekor langkah Galih. Dea dengan berat hati terpaksa harus menanggalkan rasa malunya dan duduk berhadapan dengan Galih. Suasana canggung membuat Dea hanya bisa berpura-pura membaca buku menu di tangannya.

“Silakan, Miss Dea.” Galih mengisyaratkan pada gadis itu untuk memilih menu yang disukainya.

“Maaf, Pak Galih. Saya nggak biasa ada di restoran mewah kayak gini. Jadi, Pak Galih aja yang pilihin menunya buat saya,” katanya.

Galih menganggukkan kepalanya. Dia melambaikan tangannya untuk memanggil pramusaji mencatat menu pesanan mereka. Selagi menunggu, gadis itu mengeluarkan komputer jinjing miliknya.

Galih mengernyit, dalam hati dia menerka apa yang dilakukan gadis di depannya. Ketika gadis itu memutar layar 14 inci itu ke arahnya, Galih menyadari jika dia salah langkah.

“Mengenai Jason, ini daftar nilai dia selama ulangan harian, Pak Galih. Semoga Bapak puas dengan pekerjaan saya,” terang gadis itu.

Galih memijit pangkal hidungnya. ‘Padahal aku niatnya mau pedekate sama dia, malah bahas kerjaannya ke Jason!’ batinnya merutuk.

“Jujur saya senang dengan pekerjaan Miss Dea. Itu lebih dari cukup buat saya. Tapi, saya minta tolong, jangan dulu bahas pekerjaan sekarang.” Galih mulai menyantap menu di piringnya.

“Mak-maksud Bapak, kita ngobrol …” gadis itu menunjuk ke arah Galih.

“Saya mau makan bareng Miss Dea. Itu saja.”

Gadis di hadapan Galih mengangguk-angguk. “Baik, Pak.”

Galih menyadari jika dia telah membuat gadis itu ketakutan. “Tenang aja, Miss Dea. Saya nggak akan komplain masalah pekerjaan. Karena saya sendiri senang dengan pekerjaan Miss Dea. Saya ke sini cuma mau traktir Miss Dea makan, sambil ngobrol supaya kita lebih dekat.”

“Lebih dekat gimana ya, Pak?” Gadis itu menggaruk tengkuknya.

Galih mengalihkan pandangannya ke arah meja lainnya. “Kalau boleh jujur, saya tertarik dengan Miss Dea. Apa Miss Dea punya pacar, sekarang?” tanyanya.

Gadis itu menggeleng sesaat tetapi menganggukkan kepalanya kemudian. “S-saya … baru putus, Pak.”

Galih melonggarkan lengan kemejanya, menggulungnya sebatas siku. “Berarti saya ada kesempatan untuk jadi orang yang istimewa buat Miss Dea?”

“Bapak sepertinya … salah paham,” kata gadis itu.

“Jadi, saya baru aja ditolak, ya?” hatinya mendadak mendung. Gadis itu adalah perempuan yang mengingatkannya pada sosok Amel.

Gadis itu buru-buru menyahut, “bukan begitu, Pak Galih. Saya … saat ini saya nggak dekat dengan siapapun. Ta-tapi …”

“Tapi apa, Miss Dea?” rasanya Galih ingin menepikan mobilnya di sebuah penginapan agar bisa leluasa dengan gadis itu, tetapi tidak. Sisi baiknya masih mengambil alih sisi buruk.

“Saya … maaf, saya tidak punya rasa ketertarikan terhadap lawan jenis ke Bapak.” Gadis itu menatap meja makan, tak berani menatap Galih.

Galih tersenyum, “makasih banyak Miss Dea sudah jujur. Tapi, saya belum menyerah.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Eh.. ditolak dong.. ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 2: Mantap-mantap

    Galih baru saja melepaskan kemeja kerjanya, meletakkannya di keranjang baju kotor ketika panggilan telepon masuk ke ponselnya.Nama Mama dengan emotikon hati tertampil di layar. Galih tersenyum sebelum memulai obrolan via telepon itu dengan sang mama.“Ya, Bu?” katanya mengawali percakapan itu.“Ibu punya kabar gembira buat kamu!” suara mamanya terdengar bahagia.“Ada apa memangnya, Bu? Aku baru pulang dari kantor,” katanya.“Kamu tahu Elda anaknya tante Ranti yang kuliah di Oxford itu? Dia udah selesai kuliah dan balik ke Indo!” mamanya terdengar bersemangat.Galih bisa menebak jalan pikiran mamanya. Sudah kali ke sekian mamanya melakukan hal itu. Mamanya sangat senang membawanya pada teman-teman di lingkaran sosialnya untuk dikenalkan dengan anak gadis mereka.“Ibu mau ngenalin aku sama anaknya tante Ranti? Bukannya mama bilang tante Ranti manipulatif dan suka playing victim ya?”“Aduh … Ibu yakin dia nggak akan nurunin sifat itu. Soalnya ayahnya orang baik-baik,” sanggah sang mama.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 3: Ganteng, Kenalan Yuk!

    Sudah tiga puluh menit Galih memandangi area lobby Hotel Bulan. Di tangannya satu sloki kosong tak tersisa. Soda dengan lemon di cangkir kecil di sisinya masih tersisa setengah.Dia tak ingin kehilangan kesadaran yang hanya akan berujung penyesalan. Setelah menimbang-nimbang, dia memutuskan untuk berjalan ke arah resepsionis yang segera menyambutnya dengan senyum ramah khas pegawai Hotel Bulan.“Saya minta kamar basic untuk satu malam ya,” katanya sambil menyerahkan kartu identitas pada resepsionis itu.“Mohon ditunggu sebentar, Pak. Akan kami siapkan,” katanya.Selagi menunggu, Galih mengirimkan pesan suara pada Jason melalui aplikasi WhatsApp. Dia berpesan agar anak lelakinya tidak menunggunya pulang malam itu.“Sepertinya aku butuh seseorang malam ini,” gumamnya.Galih masih sibuk dengan pikirannya sendiri dan baru tersadar ketika resepsionis itu memberinya kartu akses menuju kamarnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 4: Tidak Sadar

    Galih membuka matanya ketika alarm di ponselnya berbunyi. Dua kancing kemeja atasnya terbuka, dan perempuan yang menemaninya semalam meninggalkan kamar tidur yang berantakan.“Ah, syukurlah dia udah pulang. Aku nyenyak banget tidurnya.”Galih bermaksud untuk membersihkan diri sebelum kembali dengan rutinitas hariannya ketika nada pesan masuk terdengar dari ponselnya. Nama kontak Miss Dea tercantum di pesan dorong yang tertampil di layar ponselnya.‘Maaf, Pak Galih. Evan jemput saya di rumah. Pak Galih bisa fokus ke pekerjaan Bapak dan saya akan mengajar Jason seperti biasa.’ Isi pesan dari gadis yang menarik perhatiannya itu membuat perasaan Galih sedih sekaligus kesal.“Di antara sekian banyak laki-laki, kenapa harus adek sendiri, sih?” Dia mengacak tatanan rambutnya yang mulai memanjang.“Harusnya Evan cari cewek lain. Kenapa harus Miss Dea yang lebih dewasa secara umur dari dia? Miss Dea itu tipe ideal banget,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 5: Saya Belum Siap

    Dea mengulas senyum lalu mengatupkan bibirnya. Melihat hal itu, Winda justru menggenggam tangan gadis itu. “Nggak usah terlalu buru-buru. Pelan-pelan aja nggak apa-apa. Nak Dea bisa kenalan lebih dekat sama Galih,” kata Winda. “Nek,” Jason duduk di sisi wanita itu. Winda mengusap rambut Jason dengan lembut. “Dokter bilang Papa kelelahan dan stres. Apa mungkin karena kerjaan Papa banyak, Nek?” bocah kecil itu bertanya pada Winda. “Papamu terlalu banyak menanggung beban. Kasihan dia. Mungkin ini saatnya papamu mencari istri, Jason. Kalau Jason mau punya mama baru?” Kalimat Winda membuat tangan gadis di sisinya terasa dingin. “Kalau aku terserah Papa, Nek. Pokoknya aku mau yang baik dan cantik, kayak Miss Dea,” Jason menunjuk gadis itu. Winda kembali menggenggam tangan Dea yang terasa dingin. “Gimana, Nak Dea? Jason sudah setuju. Sekarang tinggal kamunya.” “Saya …” Tak lama berselang, lelaki dengan jas dokter itu berada di antara mereka. “Saya sudah kasih Galih obat, Tante

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 6: Ditolak Dua Kali

    Galih membuka pintu rumahnya begitu bel ditekan dua kali. Buket bunga mawar berwarna merah dengan baby breath itu berpindah ke tangan gadis di depannya.“Makasih banyak, Pak Galih. Ya ampun, saya jadi nggak nyaman,” kata gadis itu.Galih menghiraukan tatapan tajam dari lelaki tampan yang berdiri di sisi gadis itu —adik kandungnya sendiri. Dia mempersilakan keduanya masuk.Di meja makan, aneka hidangan yang memanjakan mata dan aroma harum menguar, membuat tak sabar untuk segera mencicipi kelezatan hidangan itu. Galih menarik kursi untuk gadis itu, mempersilakan gadis itu untuk duduk.“Terima kasih, Pak Galih sudah repot-repot,” kata gadis itu.“Saya senang sekali, Miss Dea,” katanya.Galih duduk di hadapan gadis itu. Sedangkan Evan memilih menarik kursi di samping gadis itu. Ketiganya berada dalam suasana tak nyaman.Galih menatap Dea bergantian dengan wajah menyebalkan Evan. Di hadapann

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 7: Kelakuan Jamal

    Evan menatap kakak lelakinya tanpa berkedip. Kaus tanpa kerah dengan celana panjang jersey itu membuat penampilan lelaki itu berbeda. Galih yang selama ini perfeksionis, dewasa dan berwibawa mendadak berubah menjadi Jamal yang terlihat sangat ‘biasa saja’ dalam pandangan Evan.“Mas Galih nggak salah pake baju kayak gini buat nyari cewek?” tanya Evan.Galih mengerutkan kening sebelum berkata sarkas. “Kamu nggak ngerasain gimana susahnya aku karena menjadi Galih selama ini. Jadi nggak usah sok peduli. Kamu sekarang jadi Bos aku. Panggil aku Jamal, bukan Galih!”Evan berusaha kembali memberinya nasehat. “Oke, oke. Tapi maksudnya, Mas Galih yakin ini bakalan berhasil? Gimana kalau misalnya cewek itu justru sakit hati karena kebohongan Mas Galih?”“Itu urusan belakangan. Pokoknya aku cari calon istri yang baik dan tulus tanpa memandang siapa aku,” Galih menyahut sambil mulai memotong kertas dengan pisau pemotong di meja besar.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 8: Diundang atau Mengundang?

    Galih menatap undangan di tangannya. Undangan itu diantar oleh ibunya sendiri, sepulang dia bekerja di Percetakan Gemilang yang dikelola Evan. Foto gadis yang dikenalnya itu terlihat cantik dalam balutan busana pengantin. Sang pria yang menjadi pasangannya tampak lebih tampan mengenakan jas berwarna hitam. Pria itu, tak lain adalah adik kandungnya sendiri.“Aku harus dateng sama siapa? Masak sama Jason?” keluhan keluar dari bibirnya.Dia kemudian berpikir untuk mengajak gadis itu. Gadis yang baru dikenalnya satu pekan lalu. “Aster, ya? Apa dia mau? Tapi, kalau nggak dicoba, nggak akan pernah tahu hasilnya ‘kan?”Galih sudah memutuskan. Dia akan mendekati gadis itu tanpa menunggu lebih lama. Dia ingin segera membawa gadis itu dalam pelukannya. Namun, bagaimana caranya agar gadis itu tidak mengetahui identitas dirinya yang sesungguhnya?“Kayaknya aku emang harus ngomongin ini sama Evan kalau nggak mau dia ngerusak rencana aku. Da

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 9: Kenal Lebih Jauh

    Jam di ponselnya menunjuk pukul enam tepat, ketika mahasiswa-mahasiswi yang selesai kuliah sore di area Kampus Metropolitan mulai meninggalkan Kampus. Galih pamit pada Iwan untuk pulang lebih dulu. Dia menyandang tas pinggangnya di punggung. Dengan postur tegap itu, dia berjalan menyusur sepanjang jalan menuju Halte terdekat.“Kang Jamal …!” seru suara perempuan. Galih menghentikan langkahnya sejenak sebelum menoleh. Gadis yang mengikat rambut panjangnya mirip ekor kuda itu melambai ke arahnya.Dia bukan laki-laki yang membuat perempuan repot, sehingga Galih berbalik arah untuk menuju gadis itu.“Ih padahal ‘kan nggak apa-apa Kang Jamal nunggu di sana aja,” kata gadis itu.“Saya nggak mau bikin kamu capek, Neng Geulis.”Ada senyum di wajah gadis itu. “Kang Jamal umurnya berapa sih? Hobinya apa?”Pertanyaan dari gadis itu membuat Galih sedikit terkejut. Namun, dia segera mengatur ekspresi wajahnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06

Bab terbaru

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 55: Kamu Mau Kerja?

    Beberapa lembar dokumen di dalam map berwarna merah itu berada di tangan Galih. Dia membolak-balikkan kertas berisi kontak dengan foto gadis itu. Sambil menatap foto itu dan mengusap dengan jarinya, Galih menyeringai.“Pada akhirnya kita memang ditakdirkan berjalan di jalan yang sama, sayang. Dan ini bikin aku gila,” katanya.Pintu ruangan auditorium itu dibuka. Sandra melangkah lebih dekat ke meja Galih.“Semuanya sudah siap, Pak. Pak Galih ingin melihat proses wawancaranya?” tanya Sandra.Galih mengangguk. Sambil menyilangkan kakinya, dia memutar-mutar stylus pen di tangannya.“Ya. Karena saya ingin tahu sampai mana kemampuan mereka. Kalau ada yang bagus, saya bisa langsung rekrut jadi sekretaris saya untuk menggantikan Tasya,” katanya.Sandra mengangguk. Dia memanggil per kelompok yang terdiri dari lima orang pelamar kerja di perusahaan mereka.Rein dan Salma duduk di sisi Sandra. Mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan posisi pekerjaan para pelamar. G

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 54: Melamar

    Sebuah pengumuman lowongan pekerjaan yang diposting di sebuah sosial media berita daring itu membuat Aster tertarik. Dia buru-buru mengubah posisinya yang semula berbaring di atas kasur menjadi duduk.“Bagus banget nih! Cuma butuh pengalaman kerja aja. Ditambah lagi, nggak ada persyaratan usia sama pendidikan minimal. Coba daftar, deh! Daripada nganggur ‘kan? Kali aja bisa lebih cepet move on dari Mas Duda!”Aster membuka laptop miliknya, merangkai kalimat demi kalimat untuk melamar pekerjaan itu. Dia lalu mengarahkan ponselnya untuk membuat foto selfie dirinya, dan mengeditnya dengan aplikasi di ponselnya. Setelah semua persyaratan cukup, Aster lalu mengunggah semua dokumen persyaratan dan surat lamaran kerja itu dalam satu lampiran di e-mail.“Mari kita coba keberuntungan lainnya,” katanya sebelum menekan tombol enter untuk mengirim e-mail itu ke perusahaan yang ditujunya.Sementara itu, Galih sedang memilih beberapa lembar dumi logo perusahaan yang baru didesain ulang oleh tim krea

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 53: Pertengkaran Bocah

    Galih tak menjawab pertanyaan Aster. Dia menyerahkan tas jinjing yang dibawanya untuk Aster.“Buat kamu, Neng. Aku pulang dulu,” katanya lalu kembali mengayun langkah ke mobil.Tak lama kemudian, lelaki tampan itu menancap gas mobilnya. Berlalu dari rumah itu.“Kenapa sih? Apa maksudnya?” Aster yang masih kebingungan hanya bergeming. Lelaki di sampingnya mengerti situasi itu.“Kayaknya dia cemburu sama aku, Kak,” kata lelaki itu.Aster tertawa pelan. “Whaaat? Cemburu?”‘Aku bahkan udah pernah bilang putus sama dia,’ batin Aster.Lelaki itu mengangguk. “Aku cowok lho Kak, ngerti perasaan sesama cowok,” katanya.“Ya. Tapi, hey … cemburu sama kamu? Astaga!” Aster menepuk keningnya sendiri. Lelaki itu tertawa. “Kakak harus peka sama perasaan cowok. Meskipun nggak ada hubungan apa-apa, cowok bakalan cemburu kalau ceweknya sama cowok lain. Apalagi sampe nganterin ke rumah.”“Berarti salah kamu! Kamu yang maksa buat nganterin aku!” kata Aster.Gadis itu menunjuk lelaki muda di sampingnya. D

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 52: Resign

    Aster menyerahkan surat pengunduran diri pada lelaki yang menjadi atasannya selama ini. Dia memberi hormat pada lelaki itu sebelum melangkah ke luar ruangan itu.Di ruang arsip, dia menemui Darren untuk pamit sebagai sesama rekan kerja. “Makasih banyak Ren, kamu udah bantuin aku selama ini.” katanya.Lelaki itu merentangkan tangannya untuk memberi pelukan semangat pada Aster. “Baik-baik, ya. Kamu juga bisa ngabarin aku lewat sosmed atau ngirim undangan pernikahan misalnya.”Aster tertawa. “Iya, nanti kalau aku nikah aku undang kamu,” katanya.“Beneran udah mau nyebar undangan?”Aster menggeleng. “Belum. Aku juga nggak tahu gimana ke depannya, tapi aku bakalan istirahat dulu sebelum nyari kerjaan baru.”Rekan kerja Aster itu mengangguk-angguk. Dia melambaikan tangan ketika Aster berlalu dari ruangan itu.Aster menyusuri jalanan tanpa tujuan. Dia melewati area Kampus dengan suasana hiruk-pikuk itu. Kakinya terus berjalan menyusuri jalanan di sepanjang komplek pendidikan itu. Tiba di per

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 51: Sebuah Kebenaran

    Tanpa memberi kabar apapun, Galih mendatangi rumah petak yang ditempati Aster. Gadis itu terbelalak ketika membukakan pintu untuknya.“Kang Jamal,” gadis itu ingin memeluk laki-laki di hadapannya. Namun, dia tak ingin terlalu mengumbar perasaannya.“Boleh aku masuk, Neng?” tanya Galih.Aster menganggukkan kepala sebagai jawaban. Semburat jingga di langit menjadi saksi bisu perasaan kedua orang yang saling memendam perasaan masing-masing.Galih duduk berhadapan dengan gadis itu. Gadis yang wajahnya masih menghiasi mimpi-mimpi malamnya.“Maaf, saya bikinin kopi dulu, Kang. Tunggu sebentar!” kata Aster, lalu meninggalkan Galih di ruang depan.Galih menggosokkan kedua telapak tangannya. Dia tak tahu harus memulai obrolan mereka dari mana.Aster kembali beberapa menit kemudian, meletakkan cangkir kopi dengan uap mengepul di udara. Galih mengangguk, lalu membuka kancing lengan kemejanya.“Diminum, Kang,” katanya.“Makasih, Neng,” Galih meraih cangkir kopi itu, menyesapnya sedikit sebelum me

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 50: Bahagia untuk Papa

    Aster masih terdiam di posisi sama, sambil menyembunyikan wajah di balik lututnya, dia berkali-kali mencoba untuk tak terpaku pada masa lalu yang melenakan bersama Jamal. Karena sebenarnya yang ada bersamanya bukanlah Jamal, melainkan Galih.Dan Galih sama sekali bukan Jamal. Dari cara berpakaian, berbicara, sampai pekerjaan mereka.“Apa bener aku suka Jamal apa adanya? Kalau gitu kenapa nggak minta dia jadi Jamal aja kalau sama aku? Atau, sebenernya cuma ego aku yang terluka karena ngerasa nggak dianggap sama sekali sama dia?”Aster mengacak sisiran rambutnya. Beberapa kali dia bahkan mengumpat diri sendiri.Tangan gadis itu lalu meraih ponselnya, membuka pesan suara yang dikirimkan oleh kontak yang masih belum berganti nama itu.“Aku sakit Neng, bisa video call nggak? Biar aku bisa ngobatin kangen ini.”Gadis itu tak membalasnya. Dia terlalu enggan untuk membalasnya karena itu sama saja dengan membuatnya terlihat remeh di depan lelaki itu. Dan dia sama sekali tidak ingin lelaki itu

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 49: Sakit Karena Rindu

    “Aku sakit, Neng. Kita bisa video call, nggak? Aku kangen kamu.”Galih mengirimkan kalimat itu melalui pesan suara ke nomor kontak Aster yang masih disimpannya dengan nama Pacar. Jason yang sedang berada di sisi tempat tidur lelaki itu hanya bisa menertawakan tingkah konyol papanya itu.“Ternyata Papa punya kebiasaan unik, ya? Kalau habis putus pasti demam,” kata Jason sambil tertawa.Galih dengan cepat menyanggah, “Papa demam karena kecapekan bukan karena putus.”“Tapi waktu ngedeketin Mama Dea dulu juga gitu ‘kan? Papa sampe sakit waktu itu.” Jason tak mau mengalah dengan argumennya.“Udah dibilangin bukan karena itu, tapi karena Papa kurang istirahat. Jadwal Papa padet banget soalnya,” keluhan kembali keluar dari bibir Galih.Jason kembali mengarahkan termometer infra merah ke kening Galih. Angka 38,7 derajat Celcius dengan lampu indikator merah membuat Jason berdecak.“Demamnya masih belum turun juga. Aku telponin Mama Dea biar sekalian bawa dokter ke sini ya, Pa.”“Eh, jangan! Bu

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 48: Tumbang

    Galih menyandang tas pinggang ke bahunya. Dia mengenakan kaus berkerah dengan celana spandeks dengan sepatu sport yang nyaman. Dia berharap bisa menyelesaikan masalah dengan Aster sekaligus bertemu kembali dengan Iwan dan juga rekan kerja lainnya di Percetakan Gemilang.Galih memutuskan untuk mengendarai Audi merah miliknya karena dia tak lagi harus berperan sebagai Jamal meskipun dia tak keberatan dengan hal itu. Namun, demi menunjang pekerjaannya, dia harus menjadi seorang Galih. Bukan Jamal.Semalam Galih mengirimkan pesan ke nomor Aster, yang berakhir tanpa jawaban dari gadis itu. Hal itu membuatnya ingin mencari jawaban.‘Apa mungkin hubungan kami selesai tanpa penjelasan gitu aja? Gimana dengan rencana kami selama ini? Gimana sama Jason kalau kali ini juga aku harus putus sama perempuan baru yang udah deket sama dia?’ Pertanyaan-pertanyaan itu ada di benak Galih.‘Di saat aku udah bahagia karena dia tahu siapa aku sebenernya dan pekerjaanku, malah masalahnya langsung kayak gini.

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 47: Keras Kepala

    Galih tercenung menatap ponselnya setelah mendengar kalimat kekasihnya itu melalui telepon. Gadis itu bahkan memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Namun, panggilan dari Tasya membuatnya tak bisa menghubungi kembali gadis itu melalui panggilan telepon. Dia kembali menyimpan ponselnya.“Ini Bos, storyboard yang dibikin sama Rein dan Sheela,” kata gadis berambut cokelat yang menjadi sekretaris pribadinya itu lalu menyerahkan tablet berisi rancangan cerita untuk video iklan mereka.Galih meraih tablet yang disodorkan Tasya itu, melihatnya sekilas. “Bagian ini gimana kalau ditambah efek dramatis kayak adegan terbang di film Harry Potter itu? Kayaknya bagus dan lebih relate kayaknya sama audiens yang jadi target pasar.”“Oke, kasih aja catatan di situ, Bos. Tim wardrobe lagi bikin kostum yang sesuai, ala peri tapi versi idol gitu ceritanya.”“Bagus. Sekarang idol lagi disenengin sama semua kalangan. Jadi, visual harus diutamakan di sini. Kalau audio, udah oke?”“Udah, Bos. Rein sama

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status