Home / Romansa / Ayo Menikah, Mas Duda! / Bab 3: Ganteng, Kenalan Yuk!

Share

Bab 3: Ganteng, Kenalan Yuk!

Author: Mita Yoo
last update Last Updated: 2025-02-06 21:30:55

Sudah tiga puluh menit Galih memandangi area lobby Hotel Bulan. Di tangannya satu sloki kosong tak tersisa. Soda dengan lemon di cangkir kecil di sisinya masih tersisa setengah.

Dia tak ingin kehilangan kesadaran yang hanya akan berujung penyesalan. Setelah menimbang-nimbang, dia memutuskan untuk berjalan ke arah resepsionis yang segera menyambutnya dengan senyum ramah khas pegawai Hotel Bulan.

“Saya minta kamar basic untuk satu malam ya,” katanya sambil menyerahkan kartu identitas pada resepsionis itu.

“Mohon ditunggu sebentar, Pak. Akan kami siapkan,” katanya.

Selagi menunggu, Galih mengirimkan pesan suara pada Jason melalui aplikasi W******p. Dia berpesan agar anak lelakinya tidak menunggunya pulang malam itu.

“Sepertinya aku butuh seseorang malam ini,” gumamnya.

Galih masih sibuk dengan pikirannya sendiri dan baru tersadar ketika resepsionis itu memberinya kartu akses menuju kamarnya.

“Ini kunci pas kamarnya, Pak. Silakan ikuti bellboy kami untuk menuju kamar Bapak,” kata resepsionis itu.

Galih mengucapkan terima kasih sebelum melangkah mengekori petugas hotel. Ketika sampai di kamar 4023 miliknya, dia kembali mengucapkan terima kasih pada petugas lelaki yang mengantarkannya itu.

Galih melepaskan jas kerja miliknya ke kursi di sisi tempat tidur. Dia menyetel pengatur suhu ruangan di angka sembilan belas sebelum melemparkan tubuh lelahnya ke atas tempat tidur.

Galih menggapai ponselnya, menghubungi seseorang di kontaknya.

“Malam, Pak Galih. Ada yang bisa saya bantu?” tanya suara di seberang.

“Seperti biasa, Miss Dea. Tolong laporkan mengenai proses belajar Jason hari ini,” katanya.

Galih menekan tombol pengeras suara di ponselnya. Ketika suara perempuan di seberang telepon mulai menceritakan tentang bagaimana proses belajar Jason hari itu, hatinya sedikit tenang. Meski perempuan yang menarik hatinya itu menolak, Galih masih belum menyerah. Dia akan berusaha untuk lebih dekat dengan gadis itu.

“Miss Dea sekarang di mana?” tanya Galih.

“Saya di rumah, Pak Galih.” Jawaban gadis itu membuat Galih ingin mengetahui lebih banyak.

“Bukan di Kos-kosan?”

“Nggak, saya nginap di rumah malam ini karena besok jadwal saya free.”

“Kalau begitu besok tolong datang untuk ngajar Jason saja, Miss Dea.”

“Tapi, Pak …” Lagi-lagi, gadis itu membantah.

“Saya akan kasih ekstra f*e untuk itu. Dan saya akan jemput Miss Dea dari rumah.”

“Nggak usah, Pak …”

Klik. Galih memutuskan sambungan telepon secara sepihak dengan gadis itu. Dia tidak ingin mendengar penolakan dari gadis itu.

“Selama ini aku dianggap apa sama dia? Bos? Atasan? Rekan kerja? Aku bahkan nggak bisa ngobrol santai sama dia.”

Galih menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur, memandang pantulan dirinya di cermin. Dia cukup tampan untuk lelaki matang mendekati empat puluh tahun.

“Apa karena status dan pekerjaanku, ya? Setiap orang yang aku suka jadi segan dan bahkan nggak mau kenal lebih jauh sama aku? Apa aku harus jadi orang lain?” Dia kembali bertanya pada diri sendiri.

Sebuah ketukan di pintu kamar membuatnya terpaksa membukakan pintu. Gadis cantik dengan lipstik merah dipadu midi dress model sabrina berdiri di depan pintu. Di tangannya sebuah tas jinjing dari kanvas tergenggam. Galih hanya mendesah lalu mengisyaratkan gadis itu masuk.

“Saya nggak butuh apa-apa dari kamu. Kamu cukup hapus semua riasan kamu dan temani saya tidur!” kata Galih.

“Jadi, saya nggak perlu buka baju atau pakai baju haram nih, Bapak Ganteng?” perempuan itu mencolek dagu Galih.

Galih buru-buru menepis tangan perempuan itu. “Nggak usah! Dan lagi, jangan panggil saya Bapak! Saya nggak setua itu! Baru tiga tujuh!”

“Iya, deh. Mas Ganteng. Gimana kalau kita ngobrol-ngobrol sebelum tidur?” Perempuan bergincu merah itu mengusap lengan Galih. Namun, lelaki beralis tebal itu segera menepis tangannya.

“Ya kamu aja yang cerita. Saya dengerin.” Galih menarik bantal dan selimut dari tempat tidur.

“Ngomong-ngomong, kalau nggak mau ngapa-ngapain, kenapa nggak pesan kamar double bed, Mas Ganteng? Aku tidur di mana, dong?” tanya perempuan itu dengan nada manja.

“Saya yang tidur di bawah!” Galih menggelar selimut dan bantal di atas lantai.

Perempuan itu menutup mulutnya. “Jadi Mas Ganteng ini nggak doyan perempuan, ya?”

Galih buru-buru menyahut sebagai protes, “jangan sembarangan! Saya cuma nggak mau ngapa-ngapain aja! Lagi pula, kamu punya suami ‘kan?”

Lagi-lagi, perempuan itu menutup mulutnya. “Selain ganteng dan pengertian, ternyata Mas juga peramal, ya? Kok bisa tahu kalau aku punya suami?”

Galih bersiap memejamkan mata. Namun, telinganya masih mendengar cerita perempuan itu.

“Suami aku, Bang Wismar itu, suka main tangan, Mas. Udah gitu doyan perempuan, curigaan banget, lagi. Nggak tenang hidupku selama jadi istrinya.”

“Terus, kenapa mau jadi istrinya? Nggak pisah aja?” Galih menyahut sedangkan matanya mulai terpejam. Galih merasa kelopak matanya semakin berat, dia mulai mengantuk mendengar cerita perempuan itu.

Perempuan itu terdiam sejenak. Melihat itu, Galih dengan sigap memberikan air minum pada perempuan itu.

“Makasih, Mas,” kata perempuan itu lalu meneguk air dalam gelas hingga tandas.

“Aku masih ngumpulin uang untuk kabur dari rumah itu sambil bawa anak-anak, Mas. Aku nggak tega ninggalin anak-anakku sama bapaknya yang bajingan itu. Jadi aku ngumpulin duit dulu buat memulai hidup baru sama anak-anakku.”

Meski dia terpejam, tetapi Galih masih berusaha mengimbangi percakapan itu. “Berapa anakmu?”

“Dua, Mas,” jawab perempuan itu.

Galih menggumam. “Kalau kamu butuh duit, kenapa kerja kayak begini?”

“Ya … ini pekerjaan cepat untuk dapat uang dan nggak butuh ijazah, Mas. Yang penting aku cantik, laki-laki tertarik, aku bisa dapat uang. Toh dia juga selingkuh berkali-kali. Jadi, sama aja ‘kan?”

Galih tak menanggapi. Dia menarik selimut dan bantal ke kepalanya. Benar-benar akan bersiap tidur.

“Kamu cerita aja. Aku tidur. Besok aku transfer pembayarannya ke rekening kamu,” kata Galih.

“Mas Ganteng siapa namanya? Aku nggak enak kalau cerita ke orang nggak tahu namanya.” Perempuan itu masih berusaha mencari informasi tentang Galih.

“Nggak perlu tau. Lagi pula, aku cuma butuh temen tidur. Anakku udah besar, nggak mau tidur sekamar. Aku duda, udah sepuluh tahun ditinggal istri.”

“Mudah-mudahan Mas Ganteng cepet dapet jodoh, ya. Mas orang baik.”

Kalimat itu membuat Galih cepat-cepat menyanggah,  “saya nggak sebaik itu. Kalau orang baik, nggak akan pernah manggil cewek buat nemenin,” sanggah Galih.

“Tapi Mas nggak ngelakuin apapun sama aku dan malah dengerin ceritaku.”

“Udah saya bilang, saya butuh temen tidur. Saya lagi nggak bisa tidur soalnya. Sedangkan besok ada pertemuan penting.”

“Iya, Mas Ganteng. Ya udah, saya matikan lampunya. Selamat tidur.”

Galih tak menanggapi ucapan perempuan itu. Dia mulai memejamkan mata dan beralih ke alam bawah sadarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 4: Tidak Sadar

    Galih membuka matanya ketika alarm di ponselnya berbunyi. Dua kancing kemeja atasnya terbuka, dan perempuan yang menemaninya semalam meninggalkan kamar tidur yang berantakan.“Ah, syukurlah dia udah pulang. Aku nyenyak banget tidurnya.”Galih bermaksud untuk membersihkan diri sebelum kembali dengan rutinitas hariannya ketika nada pesan masuk terdengar dari ponselnya. Nama kontak Miss Dea tercantum di pesan dorong yang tertampil di layar ponselnya.‘Maaf, Pak Galih. Evan jemput saya di rumah. Pak Galih bisa fokus ke pekerjaan Bapak dan saya akan mengajar Jason seperti biasa.’ Isi pesan dari gadis yang menarik perhatiannya itu membuat perasaan Galih sedih sekaligus kesal.“Di antara sekian banyak laki-laki, kenapa harus adek sendiri, sih?” Dia mengacak tatanan rambutnya yang mulai memanjang.“Harusnya Evan cari cewek lain. Kenapa harus Miss Dea yang lebih dewasa secara umur dari dia? Miss Dea itu tipe ideal banget,

    Last Updated : 2025-02-07
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 5: Saya Belum Siap

    Dea mengulas senyum lalu mengatupkan bibirnya. Melihat hal itu, Winda justru menggenggam tangan gadis itu. “Nggak usah terlalu buru-buru. Pelan-pelan aja nggak apa-apa. Nak Dea bisa kenalan lebih dekat sama Galih,” kata Winda. “Nek,” Jason duduk di sisi wanita itu. Winda mengusap rambut Jason dengan lembut. “Dokter bilang Papa kelelahan dan stres. Apa mungkin karena kerjaan Papa banyak, Nek?” bocah kecil itu bertanya pada Winda. “Papamu terlalu banyak menanggung beban. Kasihan dia. Mungkin ini saatnya papamu mencari istri, Jason. Kalau Jason mau punya mama baru?” Kalimat Winda membuat tangan gadis di sisinya terasa dingin. “Kalau aku terserah Papa, Nek. Pokoknya aku mau yang baik dan cantik, kayak Miss Dea,” Jason menunjuk gadis itu. Winda kembali menggenggam tangan Dea yang terasa dingin. “Gimana, Nak Dea? Jason sudah setuju. Sekarang tinggal kamunya.” “Saya …” Tak lama berselang, lelaki dengan jas dokter itu berada di antara mereka. “Saya sudah kasih Galih obat, Tante

    Last Updated : 2025-02-08
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 6: Ditolak Dua Kali

    Galih membuka pintu rumahnya begitu bel ditekan dua kali. Buket bunga mawar berwarna merah dengan baby breath itu berpindah ke tangan gadis di depannya.“Makasih banyak, Pak Galih. Ya ampun, saya jadi nggak nyaman,” kata gadis itu.Galih menghiraukan tatapan tajam dari lelaki tampan yang berdiri di sisi gadis itu —adik kandungnya sendiri. Dia mempersilakan keduanya masuk.Di meja makan, aneka hidangan yang memanjakan mata dan aroma harum menguar, membuat tak sabar untuk segera mencicipi kelezatan hidangan itu. Galih menarik kursi untuk gadis itu, mempersilakan gadis itu untuk duduk.“Terima kasih, Pak Galih sudah repot-repot,” kata gadis itu.“Saya senang sekali, Miss Dea,” katanya.Galih duduk di hadapan gadis itu. Sedangkan Evan memilih menarik kursi di samping gadis itu. Ketiganya berada dalam suasana tak nyaman.Galih menatap Dea bergantian dengan wajah menyebalkan Evan. Di hadapann

    Last Updated : 2025-03-03
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 7: Kelakuan Jamal

    Evan menatap kakak lelakinya tanpa berkedip. Kaus tanpa kerah dengan celana panjang jersey itu membuat penampilan lelaki itu berbeda. Galih yang selama ini perfeksionis, dewasa dan berwibawa mendadak berubah menjadi Jamal yang terlihat sangat ‘biasa saja’ dalam pandangan Evan.“Mas Galih nggak salah pake baju kayak gini buat nyari cewek?” tanya Evan.Galih mengerutkan kening sebelum berkata sarkas. “Kamu nggak ngerasain gimana susahnya aku karena menjadi Galih selama ini. Jadi nggak usah sok peduli. Kamu sekarang jadi Bos aku. Panggil aku Jamal, bukan Galih!”Evan berusaha kembali memberinya nasehat. “Oke, oke. Tapi maksudnya, Mas Galih yakin ini bakalan berhasil? Gimana kalau misalnya cewek itu justru sakit hati karena kebohongan Mas Galih?”“Itu urusan belakangan. Pokoknya aku cari calon istri yang baik dan tulus tanpa memandang siapa aku,” Galih menyahut sambil mulai memotong kertas dengan pisau pemotong di meja besar.

    Last Updated : 2025-03-04
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 8: Diundang atau Mengundang?

    Galih menatap undangan di tangannya. Undangan itu diantar oleh ibunya sendiri, sepulang dia bekerja di Percetakan Gemilang yang dikelola Evan. Foto gadis yang dikenalnya itu terlihat cantik dalam balutan busana pengantin. Sang pria yang menjadi pasangannya tampak lebih tampan mengenakan jas berwarna hitam. Pria itu, tak lain adalah adik kandungnya sendiri.“Aku harus dateng sama siapa? Masak sama Jason?” keluhan keluar dari bibirnya.Dia kemudian berpikir untuk mengajak gadis itu. Gadis yang baru dikenalnya satu pekan lalu. “Aster, ya? Apa dia mau? Tapi, kalau nggak dicoba, nggak akan pernah tahu hasilnya ‘kan?”Galih sudah memutuskan. Dia akan mendekati gadis itu tanpa menunggu lebih lama. Dia ingin segera membawa gadis itu dalam pelukannya. Namun, bagaimana caranya agar gadis itu tidak mengetahui identitas dirinya yang sesungguhnya?“Kayaknya aku emang harus ngomongin ini sama Evan kalau nggak mau dia ngerusak rencana aku. Da

    Last Updated : 2025-03-05
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 9: Kenal Lebih Jauh

    Jam di ponselnya menunjuk pukul enam tepat, ketika mahasiswa-mahasiswi yang selesai kuliah sore di area Kampus Metropolitan mulai meninggalkan Kampus. Galih pamit pada Iwan untuk pulang lebih dulu. Dia menyandang tas pinggangnya di punggung. Dengan postur tegap itu, dia berjalan menyusur sepanjang jalan menuju Halte terdekat.“Kang Jamal …!” seru suara perempuan. Galih menghentikan langkahnya sejenak sebelum menoleh. Gadis yang mengikat rambut panjangnya mirip ekor kuda itu melambai ke arahnya.Dia bukan laki-laki yang membuat perempuan repot, sehingga Galih berbalik arah untuk menuju gadis itu.“Ih padahal ‘kan nggak apa-apa Kang Jamal nunggu di sana aja,” kata gadis itu.“Saya nggak mau bikin kamu capek, Neng Geulis.”Ada senyum di wajah gadis itu. “Kang Jamal umurnya berapa sih? Hobinya apa?”Pertanyaan dari gadis itu membuat Galih sedikit terkejut. Namun, dia segera mengatur ekspresi wajahnya.

    Last Updated : 2025-03-06
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 10: Modal Makan Siang

    Ketika azan dzuhur berkumandang, Iwan pamit lebih dulu pada Galih untuk menunaikan sholat. Galih dengan sigap menggantikan pekerjaan Iwan untuk meneruskan memotong tumpukan kertas yang tebalnya empat sentimeter itu.Buku berjilid hard cover dengan tulisan Skripsi yang diketik dalam huruf kapital Times New Roman itu menarik perhatian Galih. Dia mengenang saat menjalani pendidikan di Perguruan Tinggi.“Jadi inget perjuangan masa lalu,” gumamnya.Dia juga membantu menutup pintu geser Percetakan Gemilang, mengganti papan pengumuman dari Buka menjadi Istirahat. Iwan dengan rambut basah muncul dari pintu belakang.“Mau makan siang, Bos? Makasih ya udah bantuin kerjaan aku,” kata Iwan.Galih hanya menepuk bahu Iwan. Lelaki itu lalu meninggalkan Percetakan Gemilang menuju rumah makan di depan ruko mereka. Sebuah janji harus ditepatinya.Gadis yang menutupi wajahnya dengan poni depan lurus itu melambai ke ara

    Last Updated : 2025-03-07
  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 11: Berkunjung ke Tempat Ayang

    Galih meletakkan ponselnya usai membalas pesan singkat yang dikirimkan sebuah kontak ke nomor kontaknya. Lelaki itu tak sepenuhnya berkonsentrasi pada pekerjaannya.Tasya mengetuk pintu ruangannya, tumpukan berkas di tangan gadis itu membuat Galih memijat pelipisnya. Pasti berkas untuk ditandatangani, pikirnya.“Kalau Bos lagi bete, coba makan cokelat atau minum kopi. Sedikit kafein bisa bikin pikiran fresh lagi,” kata Tasya.Gadis itu berdiri di depannya. Menunggu. Galih membuka satu-persatu kalimat klausa yang ada dalam perjanjian itu sebelum membubuhkan tanda tangan basah di atas namanya.“Saya cuma lagi nggak bisa fokus aja, Sya. Makasih sarannya.” Galih melirik Tasya, menunjuk sofa di ruangannya. “Kamu bisa duduk dulu, Sya. Ini agak lama karena banyak.”“Oke.” Tasya duduk di sofa sambil membuka majalah yang berisi koleksi model mereka dan beberapa kerjasama dengan beberapa jenama terkenal.“Bos,

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 58: Sekretaris Bos?

    Galih menatap gadisnya dengan tatapan yang tak ingin melepaskan barang sedetikpun. Dia tahu betul Aster memiliki kecantikan yang sulit diabaikan oleh orang lain. Layaknya mata air jernih di tengah padang pasir, memaksa siapa pun yang lewat untuk berhenti, menatap, bahkan berandai-andai. Galih tak bisa membayangkan hal itu terjadi setiap hari.“Aku bisa gila kalau ngeliat kamu yang secantik ini setiap hari dilihat sama orang lain, sayang,” bisik Galih.Dia memeluk Aster. Ada perasaan sakit yang tak rela mengendap di dadanya setiap kali dia membayangkan Aster melangkah masuk ke kantor tempatnya bekerja. Memandang tubuh indahnya yang terbalut kemeja dengan rok model A-line sederhana, lalu senyum manis gadis itu, seperti menghidupkan bunga yang layu.Aster tertawa dalam nada rendah. Entah apa yang membuat lelaki duda itu terlihat kekanak-kanakan di matanya. Sedangkan Galih masih terus berpikiran bahwa rekan-rekan kerjanya akan mencuri pandang ke arah wajah can

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 57: Rahasia Bos

    Udara pagi Kota Metropolitan membuat semangat dalam diri Aster meningkat. Kakinya melangkah cepat menyusuri zebra cross sebelum memasuki gedung delapan lantai itu.Aster berjalan dengan percaya diri melewati pintu masuk menuju tempat kerja barunya. Dia menekan kartu di pintu masuk itu sebelum bergabung dengan pegawai lainnya di lift yang akan membawanya menuju lantai tiga.Aster merasa tenang karena tak ada yang diam-diam mencuri pandangan ke arahnya. Dia juga dengan bebas tersenyum ke siapapun yang ditemuinya sebelum menuju ruangan kerjanya di Divisi Creative Director.Perempuan yang mengenalkan dirinya bernama Putri itu menyambut Aster dengan senyum ramah.“Halo, Aster, kamu udah dateng? Pagi banget!” katanya.Aster tersenyum, sambil menaruh tas miliknya di meja kubikel. “Kayaknya kamu lebih pagi, deh. Yang lainnya belum dateng?”Perempuan yang sedang mengecat kukunya dengan kuteks itu menyahut, “paling sebentar lagi. Udah mau jam delapan soalnya. Tunggu aja.”Aster mengangguk-anggu

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Rahasia di Ruang CEO

    Aster menunduk untuk menghindari tatapan Fariz. Lelaki itu bersedekap sambil menatap tajam ke arah gadis yang sudah seperti adik baginya.“Jadi, kamu beneran nggak tahu kalau ini perusahaan tempat aku kerja, dan pemilik perusahaan ini adalah pacar kamu?” pertanyaan dari Fariz membuat Aster menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.Gadis cantik itu dengan panik mengibaskan tangannya, “Om, jangan keras-keras! Nanti ada yang tahu dan nuduh yang nggak-nggak. Aku nggak mau bikin rumor!”Fariz mengetuk meja makan dengan telunjuknya tiga kali. “Terus, kamu mau apa, Dek? Pura-pura nggak kenal juga sama aku?”Aster menggeleng. “Nggak. Tapi sebisa mungkin kalau di Kantor kita nggak interaksi biar nggak dikira nepotisme. Apalagi posisi Om udah tinggi di sini. Aku nggak mau ya kalau orang-orang malah jadi meragukan kemampuan aku. Aku diterima di sini karena aku apply lamaran dan ikut tes juga, bukan cuma nitip nama.”Fariz mengangguk-angguk. “Ya udah. Kalau nanti kamu kesulitan, bilang sama Om biar

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 55: Kamu Mau Kerja?

    Beberapa lembar dokumen di dalam map berwarna merah itu berada di tangan Galih. Dia membolak-balikkan kertas berisi kontak dengan foto gadis itu. Sambil menatap foto itu dan mengusap dengan jarinya, Galih menyeringai.“Pada akhirnya kita memang ditakdirkan berjalan di jalan yang sama, sayang. Dan ini bikin aku gila,” katanya.Pintu ruangan auditorium itu dibuka. Sandra melangkah lebih dekat ke meja Galih.“Semuanya sudah siap, Pak. Pak Galih ingin melihat proses wawancaranya?” tanya Sandra.Galih mengangguk. Sambil menyilangkan kakinya, dia memutar-mutar stylus pen di tangannya.“Ya. Karena saya ingin tahu sampai mana kemampuan mereka. Kalau ada yang bagus, saya bisa langsung rekrut jadi sekretaris saya untuk menggantikan Tasya,” katanya.Sandra mengangguk. Dia memanggil per kelompok yang terdiri dari lima orang pelamar kerja di perusahaan mereka.Rein dan Salma duduk di sisi Sandra. Mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan posisi pekerjaan para pelamar. G

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 54: Melamar

    Sebuah pengumuman lowongan pekerjaan yang diposting di sebuah sosial media berita daring itu membuat Aster tertarik. Dia buru-buru mengubah posisinya yang semula berbaring di atas kasur menjadi duduk.“Bagus banget nih! Cuma butuh pengalaman kerja aja. Ditambah lagi, nggak ada persyaratan usia sama pendidikan minimal. Coba daftar, deh! Daripada nganggur ‘kan? Kali aja bisa lebih cepet move on dari Mas Duda!”Aster membuka laptop miliknya, merangkai kalimat demi kalimat untuk melamar pekerjaan itu. Dia lalu mengarahkan ponselnya untuk membuat foto selfie dirinya, dan mengeditnya dengan aplikasi di ponselnya. Setelah semua persyaratan cukup, Aster lalu mengunggah semua dokumen persyaratan dan surat lamaran kerja itu dalam satu lampiran di e-mail.“Mari kita coba keberuntungan lainnya,” katanya sebelum menekan tombol enter untuk mengirim e-mail itu ke perusahaan yang ditujunya.Sementara itu, Galih sedang memilih beberapa lembar dumi logo perusahaan yang baru didesain ulang oleh tim krea

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 53: Pertengkaran Bocah

    Galih tak menjawab pertanyaan Aster. Dia menyerahkan tas jinjing yang dibawanya untuk Aster.“Buat kamu, Neng. Aku pulang dulu,” katanya lalu kembali mengayun langkah ke mobil.Tak lama kemudian, lelaki tampan itu menancap gas mobilnya. Berlalu dari rumah itu.“Kenapa sih? Apa maksudnya?” Aster yang masih kebingungan hanya bergeming. Lelaki di sampingnya mengerti situasi itu.“Kayaknya dia cemburu sama aku, Kak,” kata lelaki itu.Aster tertawa pelan. “Whaaat? Cemburu?”‘Aku bahkan udah pernah bilang putus sama dia,’ batin Aster.Lelaki itu mengangguk. “Aku cowok lho Kak, ngerti perasaan sesama cowok,” katanya.“Ya. Tapi, hey … cemburu sama kamu? Astaga!” Aster menepuk keningnya sendiri. Lelaki itu tertawa. “Kakak harus peka sama perasaan cowok. Meskipun nggak ada hubungan apa-apa, cowok bakalan cemburu kalau ceweknya sama cowok lain. Apalagi sampe nganterin ke rumah.”“Berarti salah kamu! Kamu yang maksa buat nganterin aku!” kata Aster.Gadis itu menunjuk lelaki muda di sampingnya. D

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 52: Resign

    Aster menyerahkan surat pengunduran diri pada lelaki yang menjadi atasannya selama ini. Dia memberi hormat pada lelaki itu sebelum melangkah ke luar ruangan itu.Di ruang arsip, dia menemui Darren untuk pamit sebagai sesama rekan kerja. “Makasih banyak Ren, kamu udah bantuin aku selama ini.” katanya.Lelaki itu merentangkan tangannya untuk memberi pelukan semangat pada Aster. “Baik-baik, ya. Kamu juga bisa ngabarin aku lewat sosmed atau ngirim undangan pernikahan misalnya.”Aster tertawa. “Iya, nanti kalau aku nikah aku undang kamu,” katanya.“Beneran udah mau nyebar undangan?”Aster menggeleng. “Belum. Aku juga nggak tahu gimana ke depannya, tapi aku bakalan istirahat dulu sebelum nyari kerjaan baru.”Rekan kerja Aster itu mengangguk-angguk. Dia melambaikan tangan ketika Aster berlalu dari ruangan itu.Aster menyusuri jalanan tanpa tujuan. Dia melewati area Kampus dengan suasana hiruk-pikuk itu. Kakinya terus berjalan menyusuri jalanan di sepanjang komplek pendidikan itu. Tiba di per

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 51: Sebuah Kebenaran

    Tanpa memberi kabar apapun, Galih mendatangi rumah petak yang ditempati Aster. Gadis itu terbelalak ketika membukakan pintu untuknya.“Kang Jamal,” gadis itu ingin memeluk laki-laki di hadapannya. Namun, dia tak ingin terlalu mengumbar perasaannya.“Boleh aku masuk, Neng?” tanya Galih.Aster menganggukkan kepala sebagai jawaban. Semburat jingga di langit menjadi saksi bisu perasaan kedua orang yang saling memendam perasaan masing-masing.Galih duduk berhadapan dengan gadis itu. Gadis yang wajahnya masih menghiasi mimpi-mimpi malamnya.“Maaf, saya bikinin kopi dulu, Kang. Tunggu sebentar!” kata Aster, lalu meninggalkan Galih di ruang depan.Galih menggosokkan kedua telapak tangannya. Dia tak tahu harus memulai obrolan mereka dari mana.Aster kembali beberapa menit kemudian, meletakkan cangkir kopi dengan uap mengepul di udara. Galih mengangguk, lalu membuka kancing lengan kemejanya.“Diminum, Kang,” katanya.“Makasih, Neng,” Galih meraih cangkir kopi itu, menyesapnya sedikit sebelum me

  • Ayo Menikah, Mas Duda!   Bab 50: Bahagia untuk Papa

    Aster masih terdiam di posisi sama, sambil menyembunyikan wajah di balik lututnya, dia berkali-kali mencoba untuk tak terpaku pada masa lalu yang melenakan bersama Jamal. Karena sebenarnya yang ada bersamanya bukanlah Jamal, melainkan Galih.Dan Galih sama sekali bukan Jamal. Dari cara berpakaian, berbicara, sampai pekerjaan mereka.“Apa bener aku suka Jamal apa adanya? Kalau gitu kenapa nggak minta dia jadi Jamal aja kalau sama aku? Atau, sebenernya cuma ego aku yang terluka karena ngerasa nggak dianggap sama sekali sama dia?”Aster mengacak sisiran rambutnya. Beberapa kali dia bahkan mengumpat diri sendiri.Tangan gadis itu lalu meraih ponselnya, membuka pesan suara yang dikirimkan oleh kontak yang masih belum berganti nama itu.“Aku sakit Neng, bisa video call nggak? Biar aku bisa ngobatin kangen ini.”Gadis itu tak membalasnya. Dia terlalu enggan untuk membalasnya karena itu sama saja dengan membuatnya terlihat remeh di depan lelaki itu. Dan dia sama sekali tidak ingin lelaki itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status