"Undangan nikah, lagi?" Keyra mendengus pelan saat membuka surat yang ia terima dari resepsionis kantor. Kepalanya menengadah ke atas disusul matanya yang sedikit mengerling. Ini sudah surat undangan pernikahan ke-14 yang Keyra terima tahun ini. Dan dari ketigabelas undangan pernikahan sebelumnya, tidak ada satupun yang Keyra hadiri. Bukan tidak mau, setiap kali hendak pergi ke acara pernikahan temannya, Keyra selalu saja tak punya waktu, seakan waktu luangnya susah digerogoti habis tak bersisa oleh monster-monster yang disebut sebagai Pekerjaan. "Undangan sialan ini bisa membuatku terlambat!" maki Keyra kesal. Pasalnya ia dalam kondisi terburu-buru ke ruangan CEO. Jam 9 tepat ia sudah harus melaporkan segala jadwal dan beberapa berkas penting. Tapi langkahnya harus terhenti karena sebuah undangan yang katanya penting harus Keyra terima langsung dengan tangannya sendiri. Umur Keyra sudah memasuki 28 tahun ini. Kebanyakan teman-teman di masa perkuliahannya sedang berlomba-lomba mele
Reyhan terperanjat mendengar teriakan Keyra. Mulutnya terkatup beberapa saat hingga akhirnya ia buka suara, "Keluar dari ruangan saya, nanti kita bicarakan lagi!" kandasnya memberi perintah. Keyra dengan emosi menggebu-gebu segera keluar dari ruangan CEO. Menyisakan Reyhan yang menatapnya tajam di kursi kerja. Reyhan tak habis pikir. Menurutnya selama ini, Keyra adalah sosok yang sepemikiran dengannya. Mereka adalah rekan yang berada salam satu kapal. Visi dan misi serta problem solving mereka akan suatu hal relatif sama. Reyhan tak habis pikir dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Sejak Keyra menjadi bawahannya 4 tahun yang lalu mereka tidak pernah terlibat cekcok apapun. Ini pertama kalinya mereka adu mulut. ***Empat tahun silam. Keyra yang baru berumur 23 tahun langsung mencari kerja saat ijazah S2 sudah mendarat di tangannya. Dengan kemampuan komunikasi yang cakap disertai dengan lisensi kuat yang ia punya, membuat gadis sebatang kara itu dengan mudahnya menjadi karyawan d
"Maaf Pak, ini kelalaian saya. Saya akan segera ke gerbang utama. Izinkan saya menjelaskan dulu situasi ini ke Mr. Dirga," Keyra memang tidak tahu siapa orang yang sudah ia pandu selama satu jam lamanya. Siapapun dia. Ia yakin dia juga merupakan salah satu CEO, orang penting yang tidak boleh Keyra perlakukan seenaknya. Jadi meninggalkan Mr. Dirga dan pergi ke gerbang utama juga harus melakukan izin. "Sebentar, Mr. Siapa katamu? Mr. Dirga?""Iya,""Bagaimana Ciri-cirinya?""Tampan. Eh, saya rasa dia masih muda, umurnya mungkin sekitar 30 tahun? Tingginya sekitar 185 cm. Fitur wajahnya tegas. Terkesan seperti blasteran asia dan eropa. Dia ju-""Apakah dia memakai setelan jas abu-abu?" tanya Pak Gibran. "Iya benar,""OMG!" teriak Pak Gibran dari sebrang. Keyra tersentak dan dengan spontan langsung melepas earphone-nya. Suara menggelegar Pak Gibran hampir memecah gedang telinganya. Setelah tenang, Keyra memasang kembali earphone yang sempat ia lepas paksa beberapa detik yang lalu. "Ke
"Akhirnya, hidup kembali seperti biasanya," ucap Keyra lega. Setelah melewati kisah rumit di Pulau Lombok ia langsung diterbangkan pulang ke Jakarta. Sayang sekali, padahal itu kali pertama ia menginjakkan kakinya ke Pulau Surgawi itu, tetapi ke sana hanya untuk pekerjaan bisnis tanpa bisa berwisata. Tapi beruntungnya, setelah ditekan mati-matian, Pak Gibran menghadiahkan amplop kepada Keyra atas pertolongannya yang berjasa. setidaknya Pak Gibran tahu balas budi, batin Keyra senang. "Hmmm, Aku tak akan bertemu dengannya lagi kan?" tanya Keyra pada diri sendiri. Beberapa kali terlintas dipikirannya kalau seandainya mereka bertemu lagi apa yang harus dia katakan. Hidup Keyra akan langsung tamat jika bertemu dengan Reyhan lagi. Kabarnya Reyhan sangat suka memecat karyawan. Satu kesalahan kecil saja bisa menjadi alasan pemecatan. Termasuk dua translator yang bermasalah saat ENF kemarin dipecat Reyhan hari itu juga. Inilah yang membuat Keyra enggan bertemu lagi. Jika perlu, tidak usah
Kembali ke kehidupan sekarang. Setelah berdebat dengan Keyra masalah undangan pernikahan tadi pagi. Izin atas permintaan Keyra untuk menghadiri undangan pernikahan itu tidak juga diberikan Reyhan. "Pak Reyhan tidak mengizinkanmu pergi ya?" terka Nadine saat melihat raut wajah kesal Keyra yang melekat di atas meja. Keyra mengangkat kepalanya dari atas meja. "Apakah aku terlalu penurut selama empat tahun ini?" Keyra bertanya-tanya kenapa Reyhan tidak mau menerima izinnya. Gadis itu mulai menilik empat tahun Kehidupannya. Ia menyadari bahwa selama ini ia jarang atau bahkan tidak pernah meminta sesuatu kepada Reyhan. "Kurasa kamu perlu sedikit memberontak," saran Nadine. "Benar, Pak Reyhan menjadi seenaknya gara-gara kamu terlalu penurut," celetuk Surya. "Tapi bukankah Pak Reyhan memang suka seenaknya. Aku rasa walaupun Keyra memberontak dia akan tetap begitu, berlaku seenaknya." ucap Naumi."Tapi tidak ada salahnya mencoba untuk memberontak," sahut Rivaldi. Nadine, Naumi, Surya,
Suasana hati Keyra dalam kondisi buruk sejak bertemu Asila beberapa menit yang lalu. Sepanjang perjalanan kembali ke perusahaan dia tidak berbicara barang sepatah katapun pada Reyhan atau Yudha. Suasana di dalam mobil cukup hening. Yudha yang menyetir mobil di depan beberapa kali mengintip ke kursi belakang. Keyra dan Reyhan sama-sama diam, meski sebenarnya terpancar jelas dari raut wajah Reyhan yang penasaran dengan sikap diam Keyra. Dia begitu kaku, batin Yudha. Yudha menggelengkan kepalanya. Dia tahu betul gelagat Reyhan yang saat ini dalam kondisi penasaran kenapa Keyra diam-diam saja. Dua jam perjalanan ke perusahaan tidak ada pembahasan apapun. Mau bilang apa lagi. Sepanjang hidupnya Reyhan tidak pernah penasaran dengan emosi orang lain. Jadi pria itu tidak tahu cara bertanya. Bahkan mungkin ia sendiri tidak menyadari bahwa sebenarnya ia sedang dalam kondisi penasaran. "Minumlah vitamin sebelum berangkat ke bandara, suara Bapak terdengar serak dari tadi pagi," ujar Keyra. Akh
"Ayo lakukan Key!" ucap Keyra pada diri sendiri. Keyra melangkah keluar saat pintu lift terbuka lebar. Sudah empat tahun lebih sejak Keyra terakhir kali menghadiri undangan pernikahan temannya. Bisa dibilang Keyra sangat awam untuk masalah undangan pesta. Sebenarnya ada satu alasan kuat mengapa Keyra memutuskan tetap datang ke pernikahan mantan dan sahabatnya itu. Meski tujuan utamanya adalah ingin balas dendam. Akan tetapi jauh di lubuk hati Keyra terdalam ia masih berharap semua bisa membaik. Walaupun marah setengah mati kepada mereka, ada bagian kecil hatinya yang berharap bisa hidup bahagia dengan mereka lagi. Sejak kecil Keyra terbiasa sendirian, sehingga keberadaan Bisma dan Asila semasa mudanya menjadi cukup berarti. Sangat disayangkan jika hubungan mereka berakhir semengenaskan itu. Maka pesta hari ini akan menentukan bagaimana sikap Keyra selanjutnya. Ia ingin melihat apakah canvas yang sudah retak itu bisa disambung kembali. Atau itu hanya akan menjadi khayalan Keyra saja
"Aku sangat menyukainya,"Asila yang awalnya tersenyum puas langsung menurunkan dua sudut bibirnya, heran kenapa Keyra merespon seperti itu. Bukankah seharusnya gadis itu tertekan dan ketakutan. "Tentu saja aku datang di hari bahagiamu. Aku bahkan membawakan hadiah kesukaanmu loh," ucap Keyra lantang. Tangannya menyodorkan sebuah goodybag pada Asila. Mereka mulai berkerumun di dekat Keyra dan Asila. Tak terkecuali Bisma yang tadinya membaur dengan para tetua di sebelah kanan aula pernikahan kini sudah beralih ke bagian kiri ruangan. Tangan Asila meraih pelan hadiah pernikahan dari Keyra. "Kamu tidak perlu bersusah payah memberikanku hadiah, pasti sulit ya, Aku tidak akan berkomentar jika hadiahmu hanya barang biasa. Itu bukan masalah besar. Aku bahkan tidak akan marah kalau kamu tidak membawa apapun, jangan memaksakan diri hanya untuk terlihat loyal disini," ucap Asila sembari membuka hadiah yang Keyra berikan. "Wah, kotak hadiahnya terlihat mahal, kamu benar-benar berusaha keras