Suasana hati Keyra dalam kondisi buruk sejak bertemu Asila beberapa menit yang lalu. Sepanjang perjalanan kembali ke perusahaan dia tidak berbicara barang sepatah katapun pada Reyhan atau Yudha. Suasana di dalam mobil cukup hening. Yudha yang menyetir mobil di depan beberapa kali mengintip ke kursi belakang. Keyra dan Reyhan sama-sama diam, meski sebenarnya terpancar jelas dari raut wajah Reyhan yang penasaran dengan sikap diam Keyra.
Dia begitu kaku, batin Yudha.Yudha menggelengkan kepalanya. Dia tahu betul gelagat Reyhan yang saat ini dalam kondisi penasaran kenapa Keyra diam-diam saja. Dua jam perjalanan ke perusahaan tidak ada pembahasan apapun. Mau bilang apa lagi. Sepanjang hidupnya Reyhan tidak pernah penasaran dengan emosi orang lain. Jadi pria itu tidak tahu cara bertanya. Bahkan mungkin ia sendiri tidak menyadari bahwa sebenarnya ia sedang dalam kondisi penasaran."Minumlah vitamin sebelum berangkat ke bandara, suara Bapak terdengar serak dari tadi pagi," ujar Keyra. Akhirnya gadis itu buka suara setelah tiba di kantor."Yudha buatkan air hangat dengan perasaan jeruk dan berhati-hatilah di jalan!" seru Keyra yang dibalas acungan jempol oleh Yudha.Mereka bertiga berpisah di depan kantor G.RIO Cooperation. Keyra kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara Reyhan dan Yudha berangkat dinas ke Hongkong.***"Akhir-akhir ini sepertinya suasana hatimu sedang buruk," celetuk Nadine yang duduk di samping Keyra. Gadis berkacamata itu menyodorkan Keyra sebuah hansaplast. Keyra mengerutkan keningnya keheranan."Lihat, kamu bahkan tidak menyadari tumit kakimu berdarah." sambung Nadine lagi.Mata Keyra beralih ke tumit kakinya. Kemana perginya hansaplast yang ia pasang tadi. Kakinya terlihat mengenaskan. Sepatunya sudah tercecer bercak darah. Keyra kini lebih penasaran kenapa ia tidak menyadari rasa sakit di kakinya."Tidak perlu heran begitu. Keyra memang dari dulu seperti itu. Key, berhentilah hidup seperti robot," ujar Naumi memberi saran.Faktanya, rekan kerja Keyra sudah berulang kali menasehatinya untuk tidak terlalu ambisius dalam berkarier. Akan tetapi Keyra tidak pernah mengindahkan saran-saran mereka. Ini kali pertama Keyra mau mencerna nasehat teman-temannya.Entah sejak kapan. Keyra menjadi lebih perasa belakangan ini. Apakah ini efek umur yang semakin menua. Atau surat pernikahan yang membuatnya kaget, lantas membawa efek domino pada emosi Keyra. Hal-hal kecil yang seharusnya tak mengganggu kini malah mengusik pikiran Keyra."Periksalah ke dokter. Bagaimana jika infeksi," kata Nadine."Jika pergi ke rumah sakit, sekalian saja cek kesehatan. Kamu terlalu bekerja keras, imbangi juga dengan kesehatamu." sambung Nadine. Kalimat ini sebenarnya sudah sangat familiar. Nadine selalu membicarakan pemeriksaan ke rumah sakit untuk Keyra agar dia sadar dengan kesehatannya. Tapi bagai sebongkah batu yang keras, Keyra selalu saja diam mematung, sama sekali tak peduli."Jagalah kesehatanmu. Bagaimana jika kamu mati muda, siapa yang akan mengurusi acara pemakamanmu." celetuk Rivaldi yang sukses membuat semua rekannya melotot ke arahnya."Sttt!" Naumi menyikut keras lengan Rivaldi setelah kalimat tadi terlontar.Rivaldi yang menyadari ucapannya dengan cepat membekap mulut sendiri. Niat hati hanya ingin bercanda, malah berakhir dengan suasana dingin. Keyra hanya bisa tersenyum getir.Bagi Keyra, candaan yang Rivaldi lontarkan sudah ratusan kali ia dengar. Siapa yang tidak tahu bahwa ia hidup sebatang kara tanpa orangtua dan saudara. Bahkan satu-satunya nenek yang hidup bersamanya sejak kecil sudah meninggal lima tahun yang lalu.Hati Keyra bercampur aduk. Gadis itu kini benar-benar merasa terpukul mendengar ucapan Rivaldi. Lima tahun setelah kematian neneknya ia mulai hidup menjadi Keyra yang kurang ekspresif. Keyra hanya berusaha hidup sesuai dengan wasiat terakhir neneknya. Jika bukan karena wasiat itu Keyra mungkin sudah bunuh diri.Hiduplah, tetaplah hidup, carilah uang dan hidup dengan layak dengan uang itu. Nenek harap Keyra bisa lulus kuliah, bekerja di perusahaan besar, punya uang sendiri, makanlah dengan tetaur dan hidup dengan tenang. Begitulah yang dikatakan nenek Keyra sebelum menghembuskan napas terakhir.Keyra merogoh tas di atas mejanya, "Aku akan pulang duluan." ucap gadis itu.Keyra meninggalkan kantor dua jam sebelum jam kerja berakhir. Menyisakan keempat rekan kerjanya yang saling bertukar tatap. Cemas dengan perkataan Rivaldi yang bisa saja melukai perasaan Keyra.***Hari Sabtu kali ini menjadi hari yang paling memusingkan bagi Keyra. Karena selama empat tahun bekerja ia tak pernah libur di hari sabtu. Kali ini dihadapkan dengan kosongnya jadwal membuat Keyra menatap kosong ke arah atap-atap apartemen. Sejenak pikirannya kosong."Apa aku pergi belanja saja? Aku kan tidak punya banyak gaun pesta,"Keyra beranjak dari tempat tidur menuju dapur. Tangannya meraih ganggang pintu kulkas. Diambilnya sebotol air putih dingin lantas meneguknya perlahan.Mata Keyra menyapu setiap sudut apartemennya. Begitu luas dan mewah, namun begitu kosong. Ia hanya berada di sana untuk tidur sepulang kerja. Bgian dapur hampir tak pernah digunakan. Keyra juga menyewa pembantu yang membersihkan rumahnya setiap pagi setelah Keyra berangkat kerja. Keyra bahkan sudah lupa wajah pembantu yang ia pekerjakan sejak empat tahun lalu. Mereka tidak pernah bertemu karena jadwal kerja Keyra."Sepi sekali," gumam Keyra.Gadis dengan rambut panjang bergelombang itu menyadari betul bahwa apartemennya begitu sunyi. Di akhir pekan seperti ini pun Keyra tidak bisa dan tidak tahu harus bercengkrama dengan siapa. Rekan kerjanya di kantor tentu saja tidak bisa diganggu, mereka punya jadwal sendiri entah kencan dengan pasangan atau menghabiskan hari dengan keluarga. Hanya Keyra yang hidup sendiri tanpa tahu harus apa.Ternyata hidupku membosankan, batin Keyra.Setelah jarum jam menunjukkan pukul 10 pagi. Keyra memutuskan keluar untuk berbelanja. Meski bosan dan kesepian ia harus tetap persiapan untuk acara pernikahan besok."Satu gelas kopi americano," pesan Keyra. Dia berhenti di salah satu kafe di pusat perbelanjaan. Ingin beristirahat minum kopi dan mencicipi sedikit makanan yang ada.Brak!Sepotong kue yang Keyra beli terjatuh dari mejanya saat seorang ibu-ibu di samping Keyra dengan kasar menarik tasnya."Aduh, maafkan saya, bagaimana ini?" Orang itu meminta maaf dengan cepat. Raut wajahnya terlihat gelisah saat melihat tumpahan kue itu mendarat di kaki Keyra dan mengotori sepatunya."Ah, tidak apa-apa." balas Keyra dengan cepat. Wajahnya tersenyum seperti biasa."Tidak bisa, aku akan mengganti biaya sepatumu.""Tidak perlu bu, sepertinya anda sedang tergesa-gesa. Ini bukan masalah besar jadi anda tidak perlu khawatir. Sepatu ini juga tidak rusak jadi tinggal saya lap saja." ucap Keyra. Menjadi sekretaris selama empat tahun membuatnya terbiasa memaafkan, mengalah, dan ramah dalam hal negosiasi dan perbincangan dengan klien. Sepertinya karakter itu terbawa sampai saat ini."Kamu sangat baik, kamu juga cantik, apakah kamu mahasiswa?" tanya Ibu itu saat melihat buku catatan Keyra di atas meja yang bertuliskan nama salah satu universitas. Itu memang buku yang ia dapat di kampusnya dulu.Keyra menggeleng cepat, "Saya bukan mahasiswa, saya sudah 28 tahun."Ibu itu menutup mulutnya tak percaya, "Ah bukan ya, soalnya wajahmu terlihat sangat muda.""Terima kasih pujiannya,""Sayang sekali, padahal saya berniat mengenalkan anda pada putra saya.""Ya?" tanya Keyra takut apa yang ia dengar salah."Apa kamu sudah punya suami? Seharusnya sudah menikah ya. Tidak mungkin belum, anda sangat cantik, baik dan sopan." Seakan tak memberi ruang untuk Keyra berbicara. Ibu itu mengoceh ini dan itu.Keyra menggeleng dengan cepat, "Saya belum menikah.""Astaga, sayang sekali. Pasti orangtuamu sangat mencemaskanmu. Kamu harus segara menikah agar orangtuamu tidak khawatir,""Orangtua saya sudah meninggal."Mulut sang ibu membisu. Ia tak menduga bahwa gadis di depannya hidup tanpa sosok ibu dan ayah."Maaf, " ucap ibu itu lirih."Tidak apa-apa. sudah biasa,""Orangtua mu pasti bangga melihat kamu tumbuh besar dan sehat seperti ini. Tetaplah bahagia agar orangtua mu juga bahagia di surga. Kalau begitu saya pergi dahulu" ucap Ibu itu. Sebenarnya ia tengah terburu-buru, tapi entah mengapa berbicara dengan Keyra membuatnya tertarik."Ayo lakukan Key!" ucap Keyra pada diri sendiri. Keyra melangkah keluar saat pintu lift terbuka lebar. Sudah empat tahun lebih sejak Keyra terakhir kali menghadiri undangan pernikahan temannya. Bisa dibilang Keyra sangat awam untuk masalah undangan pesta. Sebenarnya ada satu alasan kuat mengapa Keyra memutuskan tetap datang ke pernikahan mantan dan sahabatnya itu. Meski tujuan utamanya adalah ingin balas dendam. Akan tetapi jauh di lubuk hati Keyra terdalam ia masih berharap semua bisa membaik. Walaupun marah setengah mati kepada mereka, ada bagian kecil hatinya yang berharap bisa hidup bahagia dengan mereka lagi. Sejak kecil Keyra terbiasa sendirian, sehingga keberadaan Bisma dan Asila semasa mudanya menjadi cukup berarti. Sangat disayangkan jika hubungan mereka berakhir semengenaskan itu. Maka pesta hari ini akan menentukan bagaimana sikap Keyra selanjutnya. Ia ingin melihat apakah canvas yang sudah retak itu bisa disambung kembali. Atau itu hanya akan menjadi khayalan Keyra saja
"Aku sangat menyukainya,"Asila yang awalnya tersenyum puas langsung menurunkan dua sudut bibirnya, heran kenapa Keyra merespon seperti itu. Bukankah seharusnya gadis itu tertekan dan ketakutan. "Tentu saja aku datang di hari bahagiamu. Aku bahkan membawakan hadiah kesukaanmu loh," ucap Keyra lantang. Tangannya menyodorkan sebuah goodybag pada Asila. Mereka mulai berkerumun di dekat Keyra dan Asila. Tak terkecuali Bisma yang tadinya membaur dengan para tetua di sebelah kanan aula pernikahan kini sudah beralih ke bagian kiri ruangan. Tangan Asila meraih pelan hadiah pernikahan dari Keyra. "Kamu tidak perlu bersusah payah memberikanku hadiah, pasti sulit ya, Aku tidak akan berkomentar jika hadiahmu hanya barang biasa. Itu bukan masalah besar. Aku bahkan tidak akan marah kalau kamu tidak membawa apapun, jangan memaksakan diri hanya untuk terlihat loyal disini," ucap Asila sembari membuka hadiah yang Keyra berikan. "Wah, kotak hadiahnya terlihat mahal, kamu benar-benar berusaha keras
Tujuh jam sebelum Reyhan kembali Ke Indonesia. Reyhan yang baru saja selesaikan bernegosiasi kini tergeletak lelah di atas ranjang hotel. "Pak Rey, saya menemukan sesuatu." kata Yudha sembari menyodorkan sebuah surat. Reyhan langsung terbangun dari posisinya saat membaca isi surat itu. "Darimana kamu mendapatkan ini?""Tas besar berisi dokumen yang disiapkan oleh sekretaris Key. Surat itu terselip di antara tumpukan dokumen lain. Sepertinya dia hanya iseng saja." jawab Yudha. Surat pengunduran diri, itulah isi secarik kertas yang Reyhan pegang. Pria itu menggeleng pelan. Keyra bukan orang yang iseng menulis hal seperti itu. Ada yang tidak beres dengan Keyra. "Kita ada agenda apalagi di sini?" "Tidak ada,""Setelah kita kembali ke Indonesia, apa saya ada agenda?""Ada banyak, tapi saya sudah mengundur semuanya. Anda perlu beristirahat setiba di Indonesia. Pak Husein dan beberapa orang dari LG Group sepakat untuk mengundur jadwal.""Baguslah,""Tapi ada satu surat undangan pernikah
Reyhan mematung sejenak mendengar ucapan Keyra. Ternyata benar, Keyra bukan iseng semata menulis surat pengunduran dirinya. Jauh di lubuk hati gadis itu ia ingin mengundurkan diri. Tapi kenapa? "Tenangkan dirimu, jangan bicara omong kosong.""Bapak kira ini omong kosong?" tanya Keyra. Keyra seminggu terakhir berpikir keras perihal pengunduran dirinya. Ia menyadari betul bahwa ia tidak merasa bahagia. Ia ingin menemukan kebahagian itu. Akan tetapi, jika terus menjabat sebagai sekretaris, Ia tidak akan punya waktu untuk mencari kebahagiaannya. Sebab itulah Keyra menulis rancangan surat pengunduran diri. Siapa sangka surat itu akan ikut serta dengan berkas-berkas yang Ia siapkan untuk dinas Reyhan ke Hongkong. "Keyra kamu kenapa? Kamu bukan orang yang akan berhenti bekerja hanya karena hal sepele seperti ini." "Bapak mulai lagi, saya bukan orang yang sama dengan Bapak. Pak Reyhan gila kerja, saya tidak. Selama ini saya hanya bekerja sesuai apa yang dikehendaki hanya agar saya tidak d
Setelah pertemuan dengan CEO LG Group Reyhan kembali ke ruangan kerja. Pria itu kini tengah mondar-mandir di depan meja kerjanya. Yudha yang melihat tingkah aneh Reyhan hanya bisa diam seribu bahasa. Pasalnya, dalam posisi seperti ini satu-satunya yang bisa menghentikan tingkah aneh Reyhan hanyalah Keyra. "Saya tidak ada agenda penting sekarang?" tanya Reyhan tiba-tiba. " Iya," jawab Yudha singkat. Hari ini Keyra absen kerja. Hal inilah yang membuat Yudha menjadi sekretaris dadakan lagi seperti dinas ke Hongkong kemarin. Mengatur dan mengurus jadwal kerja Reyhan. "Kamu tahu apartemen Keyra nomer berapa?" tanya Reyhan tiba-tiba. Reyhan baru menyadari satu hal. Selama empat tahun mereka bekerjasama sebagai atasan dan bawahan, ia sama sekali tidak pernah berkunjung ke apartemen Keyra. Jangankan berkunjung, bertanya dimana Keyra tinggal sekarang saja tidak pernah. Padahal, apartemen yang Keyra tinggali adalah salah satu hadiah dari Reyhan atas kerja kerasnya. Semenjak pertengkaran
Reyhan langsung membopong tubuh Keyra yang tergeletak lemas tak berdaya di atas lantai. Diturunkan perlahan tubuh gadis itu di atas ranjangnya. Kamar Keyra tak terkunci sama sekali. Hipotesis awal Reyhan Keyra pingsan saat hendak keluar ke dapur. Demam yang tinggi juga menjadi pemicu pingsan tersebut. "Cepat telpon Pak Sumarjan!" perintah Reyhan pada Yudha. Pak Sumarjan adalah dokter pribadi Reyhan yang digaji tiap bulan bahkan ketika dia tidak bekerja sama sekali. Tapi sekalinya dapat panggilan dari Reyhan ia harus siap siaga 24 jam. Bahkan jika Reyhan berada di luar negeri dia juga harus bergegas kesana. "Ah, ternyata dia kurus sekali," gumam Reyhan. Reyhan meluruskan rambut Keyra yang tergerai berantakan. Wajah Keyra benar-benar pucat. Sekujur tubuh Keyra sangat panas. Karena hidup sendiri, Keyra yang sakit tidak ada yang mengurusi. Hal inilah yang menyebabkan Keyra seolah hilang kabar seharian. Padahal faktanya, Keyra sakit dan pingsan di apartemen sendiri. Reyhan melihat ke s
Keyra terus menyantap sup buatan Reyhan yang tersugun di depannya. Selesai dari kegiatannya, gadis itu yang kini sudah merasa lebih pulih dan segar segera beres-beres. Beranjak dari dapur gadis itu beralih ke ruangan kerjanya. Sepertinya Reyhan tidak memasuki ruangan itu, terlihat dari masih berantakannya ruangan itu, sama persis sejak terakhir kali Keyra masuk ke sana. Jika Reyhan masuk ke sana. Pasti sudah dirapikan seperti kamar, dapur, dan ruang tamu Keyra. "Apa ini?" gumam Keyra saat melihat email masuk di layar komputernya. Gadis itu menepuk jidatnya, "Astaga, aku sampai melupakan anak ini!" Tepat satu minggu yang lalu, Keyra membantu seorang gadis magang di kantor cabang. Ia pun yang merasa iba memindahkannya untuk magang di kantor pusat, G.RIO Cooperation. Sebuah email masuk dari perusahaan perihal pemindahan anak magang itu, dan itu terdaftar atas namanya. Keyra dengan segera berganti pakaian. Meski pada kenyataannya ia sedang tidak ingin pergi bekerja. Tapi hati kecilnya
Keyra menarik tangan Reyhan. Kondisi yang terlihat unik, seorang gadis kecil dengan lengan mungilnya menyeret tangan kekar dari seorang pria besar nan tinggi. Keyra dengan cepat mengunci ruangan Reyhan. "Bapak jangan asal bicara. Bisa-bisa mereka berpikiran yang tidak-tidak," gerutu Keyra. Reyhan mengangkat sebelah alisnya, "Jadi bagaimana? Kamu tidak akan mengundurkan diri bukan? Jangan bilang kedatanganmu ke sini hari ini untuk mengurus perihal pengunduran diri. Kalau memang begitu, silahkan kamu pulang saja, saya sedang tidak ingin merespon hal menyebalkan itu," Reyhan langsung duduk di meja kerjanya setelah selesai berbicara. Keyra tidak menanggapi ucapan Reyhan, ia mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam saku celananya kemudian menyodorkannya ke depan Reyhan. "Apa ini?""Minggu lalu Bapak meminta saya untuk mencari berapa jumlah saham Pak Kevin di pasar Asia, kemarin informan saya sudah menemukan hasilnya, saya ke sini hanya untuk memberikan data ini saja." jelas Keyra. Sel