Share

Bab 2. Sedikit Pembalasan

Penulis: Lemongrass
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 13:51:12

Beberapa hari tanpa Camelia di hidupnya membuat Rainer merasa ada kosong. Seperti ada sesuatu yang hilang, rutinitas yang dilakukan wanita itu biasanya terasa sangat menyebalkan. Namun, mengapa sekarang dia justru merasa kehilangan?

Setiap pagi Camelia akan menyiapkan pakaian yang akan digunakannya ke kantor, tapi Rainer selalu menggunakan pakaian pilihannya sendiri.

Setiap pagi juga Camelia akan membuatkan sarapan meski tak pernah disentuhnya. Tak menyerah, siang hari Camelia akan mengantar makan siang ke kantornya, walau makanan itu tak pernah dia makan.

Suara ketukan di pintu kantornya membuyarkan lamunan Rainer. Levi menyembulkan kepala sebelum masuk ke ruangan tersebut.

“Maaf Pak, mengganggu.”

“Ada apa?”

“Ini, Pak, diluar ada–”

Dengan tidak sabaran, Rainer memotong kalimat asisten pribadinya itu dan berkata, “Apa wanita itu datang ke sini untuk mengantar makan siang? Jika iya, suruh dia masuk.”

Kemudian Rainer tersenyum penuh kemenangan.

Levi terlihat tidak enak hati sebelum akhirnya menjawab, “Bukan Bu Lia, Pak, tetapi yang ada di luar itu Mbak Agnes.”

“Untuk apa dia datang kemari? Katakan padanya aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.”

“Walau itu olehku?”

Wanita bernama Agnes itu menerobos masuk tanpa permisi karena sudah tak sabar ingin bertemu dengan kekasih hati.

Rainer menghembuskan napas berat lalu menyuruh Levi untuk keluar dengan menggerakkan tangannya.

“Ada apa kamu datang ke sini?” tanya Rainer dengan wajah datar.

“Sayang, begitukah penyambutanmu setelah lama kita tidak bertemu,” rengek Agnes seraya berjalan mendekati Rainer.

Rainer tetap duduk di kursinya masih tanpa ekspresi.

“Aku dengar dari Rossa, wanita itu tak lagi datang untuk mengantar makan siang sejak beberapa hari lalu. Apa dia sudah setuju untuk bercerai darimu?”

Agnes merangkul lengan atas Rainer dengan manja, rindu begitu membuncah, kesibukan sebagai fashion designer membuatnya jarang bertemu dengan kekasihnya itu.

“Dia memang tidak datang mengantar makan siang bukan berarti dia setuju untuk bercerai,” jawab Rainer.

Entah mengapa dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada Agnes.

“Tapi aku dengar dia juga sudah pergi dari rumahmu. Kamu bukan sedang berbohong padaku kan?” Agnes terus menelisik.

Rainer menghembuskan napas, jengah. Mendadak dia tidak suka kehidupan pernikahannya diusik sekalipun itu oleh Agnes.

Wanita itu dengan tanpa malu masih terus bergelayut manja di lengan Rainer. Biasanya Rainer akan merasa senang dengan tingkah manja Agnes. Namun, suasana hatinya yang buruk membuat pria itu merasa tidak nyaman cenderung kesal.

Sementara itu di sebuah apartemen, Camelia sedang bersiap-siap untuk datang ke kantor Rainer, karena beberapa hari ini dia tak juga mendapatkan respon tentang perceraian, mau tidak mau harus menemui pria itu, agar semua segera terselesaikan.

Tak lupa Camelia membawakan makanan kesukaan Rainer dari restoran langganan keluarganya.

Dengan langkah pasti Camelia menaiki lift. Penampilan wanita itu berubah 180 derajat, mengenakan dress selutut berwarna soft pink serta make up tipis tak lupa gincu dengan warna yang hampir senada dengan dress, membuat penampilan Camelia terlihat cantik dan memukau.

“Bu Lia, ada perlu apa datang kesini?” tanya Rossa.

Rossa sekretaris pribadi Rainer itu tampak gugup, karena kedatangan Camelia yang tiba-tiba setelah beberapa hari tidak menampakkan diri. Terlebih di dalam ruangan Rainer sedang ada Agnes yang juga datang berkunjung.

Rossa memindai penampilan Camelia yang sangat berbeda dengan biasanya, tatapan matanya begitu berani dan tajam.

“Memang untuk apa lagi aku datang kemari? Tentu saja aku ingin menemui suamiku,” jawab Camelia dengan tegas.

“Ta-tapi Tuan Rai sedang–.”

“Bu Lia!” seru Levi memecah perhatian dua wanita itu.

Levi sempat terdiam sejenak memindai penampilan Camelia, untuk sepersekian detik pria itu sempat terpesona oleh wajah baru istri atasannya itu.

“Oh, kebetulan sekali, Levi. Aku ingin bertemu dengan Rai.”

“Pak Rai sedang–.”

“Sudahlah, kalian hanya ingin menghalangiku sejak tadi.”

Camelia menghalau Levi untuk minggir dan memberinya jalan.

“Tapi, Bu–.”

“Tapi, Bu, Pak Rai sedang tak ingin diganggu,” ucap Camelia menirukan kebiasaan Levi saat mencegahnya menemui Rainer.

Camelia tak menghiraukan dan terus melangkah, lalu membuka pintu besar itu.

“Rai, kenapa kamu dingin sekali hari ini padaku?” Agnes menggoyang-goyang lengan Rainer dengan manja.

Karena suasana hatinya sedang kacau Rainer pun hendak melepas tangan Agnes, siapa sangka kursinya justru menyenggol kaki wanita itu. Agnes hampir terjatuh jika Rainer tidak meraih ke dalam pelukannya.

Kejadian itu bertepatan dengan Camelia yang membuka pintu ruangan Rainer. Camelia menghembuskan napas kasar, seraya menahan geram.

“Rainer!” teriak Camelia. Di belakang Camelia, Levi pun melihat pemandangan yang sama dengan wajah tidak enak hati karena gagal mencegah istri atasannya itu masuk ke kantor.

Rainer langsung melepas dan mendorong pelan tubuh Agnes, panik. Berbeda dengan Agnes yang tersenyum penuh kemenangan seraya menyibakkan rambutnya.

“Sudah kukatakan selesaikan dulu urusan perceraian kita, bukan malah bermesra-mesraan dengan ulat bulu itu di kantor!” geram Camelia seraya berjalan menuju ke arah suaminya.

“Ini tidak seperti yang kamu lihat, Lia,” ucap Rainer. Entah mengapa Rainer ingin menjelaskan kebenarannya pada Camelia.

“Terserah kamu saja, aku tidak peduli. Kamu tak perlu membuang waktuku lagi, ayo segera selesaikan perceraian ini.”

Mendengar Camelia mengajak Rainer bercerai membuat Agnes bersorak gembira dalam hati. Impiannya untuk bersama Rainer akan segera terwujud.

Tanpa rasa malu sedikitpun Agnes bergelayut manja seperti ulat bulu di lengan Rainer. Camelia sampai bergidik melihatnya.

“Rai, Camelia rupanya sudah setuju dengan perceraian kalian. Kenapa kamu tak segera mengurusnya dan kita akan segera bertunangan.”

Camelia sangat muak melihat drama percintaan suami dengan kekasihnya itu. Dia mengambil kotak makan siang dari paper bag lalu melemparnya ke arah Agnes.

Makanan itu tumpah mengenai tubuh Agnes bukan hanya wanita itu tapi juga Rainer beserta dokumen dan hampir seluruh meja kerjanya.

“Aaaahhh,” jerit Agnes.

“Hei, apa-apaan kamu, Lia,” geram Rainer.

Camelia justru terkekeh pelan setengah mengejek.

“Ups, tanganku reflek ingin melempari ulat bulu dengan makanan yang pasti juga akan kamu buang.”

“Ayo, segera selesaikan perceraian ini, Rai. Dan kamu Ulat Bulu, ambil saja suamiku! Aku tidak butuh!” ucap Camelia seraya mengibaskan rambutnya, kemudian memutar tumit dan melenggang keluar dari ruangan itu.

“CAMELIA!!!” teriak Rainer penuh emosi.

Camelia tidak peduli dia terus melenggang meninggalkan sepasang pria dan wanita yang terlihat konyol saat ini.

“Levi, minta Rainer untuk segera mengurus perceraian!”

“Ba-baik, Bu Lia,” balas Levi terbata. 

Dia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja dia lihat. Di mata Levi, Camelia adalah gadis yang anggun dan lembut, tidak menyangka akan berbuat seperti itu pada Rainer.

“Tutup akses keluar untuk wanita itu! Jangan biarkan dia keluar dari gedung ini barang satu langkahpun dan siapkan mobilku,” titah Rainer pada Levi.

Bab terkait

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 3. Kembali ke Rumah

    Camelia bukan tak bisa mengurus sendiri perceraiannya dengan Rainer. Tentu saja dia sudah mencoba mengurusnya sendiri tapi ditolak. Pengadilan mengatakan hanya Rainer yang bisa mengurus perceraian itu, aneh bukan?Camelia tidak mengerti apa mau Rainer, dulu pria itu begitu menggebu dan memaksanya untuk segera bercerai. Sekarang disaat dirinya sudah setuju, Rainer justru menutup semua akses.“Rai, lihatlah baju mahalku jadi kotor karena ulah wanita kampungan itu,” rengek Agnes. Rainer tak peduli dengan rengekan Agnes, tak peduli dengan bajunya yang juga kotor, tak peduli dengan dokumen dan mejanya yang ikut kotor. Rainer langsung mengejar istrinya.Harga dirinya sebagai seorang pria koyak mendapatkan perlakuan seperti itu dari Camelia, lebih tepatnya Rainer syok dengan tingkah laku istrinya. Camelia seperti menjelma menjadi orang yang berbeda.“Tutup akses keluar untuk wanita itu! Jangan biarkan dia keluar dari gedung ini barang satu langkahpun dan siapkan mobilku,” titah Rainer pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 4. Godaan Suamiku

    Camelia mencebikkan bibir dan melirik Rainer dengan wajah kesal lalu turun dari mobil dan menutup pintu dengan kasar.“Dasar wanita itu, sengaja ingin menghancurkan mobilku,” lirih Rainer dengan kesal lalu menutup pintu mobil. Kelakuan Camelia membuat Rainer harus menekan emosinya agar tidak terpancing.Wanita itu mengekor mengikuti langkah suaminya masuk ke dalam rumah. Di dalam benaknya Camelia merasa kesal mengapa Rainer justru membawanya kembali ke rumah ini. Bukankah pria itu tidak ingin dirinya kembali ke rumah ini.Tak ingin berangsur-angsur dalam kekesalan Camelia akhirnya bertanya, “Kenapa kamu malah membawaku kembali ke rumah ini?”Rainer berhenti tanpa aba-aba, Camelia berada tepat di belakangnya pun menabrak punggung kokoh itu tanpa sempat menghindar.“Ya ampun, main berhenti saja sih,” keluh Camelia seraya mengusap-usap kening dan mundur beberapa langkah menjauh.Rainer membalikkan badan, terlihat sekali jika dia sedang menahan kesal, lalu lepaskan dasi dan membuka jasny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 5. Makan Siang Bersama

    Sementara itu di lantai satu, Rainer masih tidak habis pikir dengan tingkah laku istrinya.“Bisa-bisanya dia berbuat sesuka hatinya seperti ini!” kesal Rainer kemudian memijat pelipisnya.“Sejak kapan wanita itu menjadi begitu pemberontak?” gumam Rainer.Semejak Rainer mengajak Camelia bercerai satu tahun yang lalu dia memang jarang pulang, biasanya dia akan pulang ke apartemen pribadinya dan hanya sesekali datang ke rumah itu. Itu sebabnya dia tidak begitu memperhatikan perubahan Camelia.Rainer menendang dan memukul ke segala arah untuk menyalurkan emosi, lalu berteriak sekuat tenaga, “Camelia Agatha!”Ella yang terusik dengan teriakan Rainer berjalan tergopoh-gopoh menghampiri pria itu.“Ada apa, Mas?”Dada bidang pria itu masih terlihat naik turun karena luapan emosi yang memuncak, sayangnya dia tidak bisa melampiaskannya pada Camelia. Pantang bagi Rainer menyakiti fisik seorang wanita.Rainer menoleh ke arah Ella dengan tatapan tajam.“Cuci pakaian ini sampai bersih!” titah Raine

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 6. Kabur Lagi

    Wanita paruh baya itu tersenyum lalu menjawab, “Itu bukan masakan Bibi, Mbak. Tadi itu Mas Rai yang masak.”Tidak ada angin tidak ada hujan seketika Camelia terbatuk mendengar ucapan Ella.“Rai?” tanya Camelia memastikan.“Iya, Mas Rai.”“Dia bisa masak?”“Tadi rasanya enak kan? Berarti tidak diragukan lagi, Mbak,” ucap Ella dengan mantap dan mengacungkan dua ibu jarinya sambil memainkan kedua alisnya.“Kesambet kali ya?” celetuk Camelia.“Sepertinya Mas Rai mulai peduli pada Mbak Lia. Mungkin menyesal sudah cuek sama Mbak Lia selama ini.”“Aah, Bibi bisa aja ngomongnya. Sudah terlambat, Bi. Kenapa nggak dari dulu?”“Belum terlambat, kan belum ketok palu,” ucap Ella menggoda.“Bibi ini, jangan mencoba membuatku berharap pada harapan semu. Sudah ah. Aku ke kamar dulu ya.” Camelia masih menampik semua fakta itu, kemudian berlalu kembali ke kamar.“Semua belum terlambat, Mbak. Coba kembali buka hatimu,” ucap Ella setengah berteriak. Camelia hanya mengibaskan tangannya tanda tidak mau.B

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 7. Tiba-tiba Berbeda Sikap

    Dengan tampang tidak suka wanita itu bertanya, “Siapa wanita ini?” “Oma, Tante ini yang menyelamatkanku,” jawab anak kecil itu. Carmelia menoleh ke arah wanita paruh baya itu, tersenyum kemudian mengangguk hormat. Wanita paruh baya itu memandang Camelia dengan pandangan yang sulit diartikan. Wanita paruh baya itu bergegas mencari anak dan cucunya setelah mendapat kabar tentang Clay yang hampir mengalami kecelakaan, tapi dia justru menemukan ada seorang wanita di mobil anaknya. Dari sisi yang lain Danar memberi isyarat pada ibunya jika Camelia ingin keluar, dia pun mundur beberapa langkah memberi ruang pada Camelia untuk keluar dari mobil mewah itu. Danar ikut keluar dari sisi yang lain dan mendekat ke arah dua wanita berbeda generasi itu. “Selamat siang, Nyonya,” sapa Camelia dengan santun. “Mami, dia Camelia. Wanita yang sudah menyelamatkan Clay,” terang Danar. Seketika wajah wanita paruh baya itu berubah dan menyunggingkan senyum ramah. “Terima kasih banyak sudah menyelama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 8. Dijemput Paksa

    “Ayolah, Rai, kamu tak perlu membuat drama suami istri. Cukup kamu tanda tangani surat pengajuan cerai itu dan mengurusnya. Maka kita tidak perlu lagi mencampuri satu sama lain.” “Kooperatiflah sedikit, Camelia. Kondisi Kakekku sedang tidak baik-baik saja, tidak mungkin kita bercerai saat kondisi Kakek seperti itu,” ucap Rainer. Benar. Kondisi Kakek Wijaya memang sedang tidak baik beberapa waktu ini, Camelia bahkan sempat mengunjunginya sehari sebelum dia memutuskan untuk bercerai dari Rainer. Camelia nampak berpikir. Melihat istrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu, Rainer kembali berbicara, “Kakek juga meminta kita untuk menghadiri pesta ulang tahun Tuan dan Nyonya Adiwangsa bersama. Apa kamu masih ingin menolak permintaannya?” Karena kebohongannya pada Agnes Rainer justru mendapatkan ide. Camelia sangat menyayangi dan juga patuh pada Kakeknya. Rainer akan menggunakan Kakeknya untuk mengikat Camelia. “Kemasi barang-barangmu dan kita akan kembali ke rumah,” ujar Rainer s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 9

    Rainer menarik napas pelan lalu menghembuskan perlahan, mengumpulkan serpihan-serpihan kesabaran agar tidak berhamburan hingga terjadi sebuah ledakan yang membara di dalam jiwa.Camelia melirik ke arah Rainer yang hidungnya kembang-kempis seperti orang yang sedang meniup balon.“Kenapa malah diam? Yakin kamu ingin aku yang memilihkan? Aku tidak tahu makanan kesukaanmu lho,” tanya Camelia. Gadis cantik itu sengaja memancing Rainer, ingin tahu sebesar apa harga dirinya.“Coba kita lihat, apakah gengsimu akan sebesar gunung Everest, Rai,” batin Camelia.“Tidak perlu, aku pilih sendiri saja, bisa-bisa kamu memilihkan makanan yang membuatku alergi,” ucap Rainer kemudian meraih buku menu, melihat sekilas dan menyebutkan satu per satu makanan yang dia mau.Sedangkan Camelia duduk bersandar dan menatap sinis suaminya.“Memangnya kamu saja yang bisa berbuat seenaknya? Rasakan saja pembalasanku, akan kubuat kamu melepaskanku, Rai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 10

    “Pelakor? Maksudmu aku pelakor?” tanya Camelia seraya menunjuk dirinya sendiri.“Memangnya ada orang lain di sini?” balas Wulan.“Asal kamu tahu, hanya Nona Agnes yang pantas bersanding dengan Tuan Rainer! Wanita yang hanya mengincar hartanya seperti kamu benar-benar menjijikan,” ejek Wulan.“Mulutmu benar-benar tak tahu sopan santun,” balas Camelia.Brak!!!Pintu ruang ganti itu dibuka dengan kasar hingga menimbulkan suara yang memekakan telinga dan mengundang banyak perhatian, termasuk manajer butik. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Rainer.Wulan langsung tertunduk karena pria itu menatapnya dengan tajam. Sedangkan Camelia bersikap biasa saja tidak terpengaruh dengan kedatangan Rainer.Pegawai yang lain berkumpul dan mulai saling berbisik sambil menatap aneh ke arah ruang ganti itu. Manajer butik pun bergegas melihat apa yang sebenarnya terjadi.“Siapa kamu, berani sekali berkata seperti itu pada istriku?” ben

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22

Bab terbaru

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 76. Kehilangan Kontak

    Dengan perasaan yang masih berkecamuk, Levi mengetuk pintu ruang kerja Yasa Wijaya–ayah Rainer dengan ragu. Seketika pintu terbuka, wajah Yasa yang biasanya tenang terlihat tegang. Levi menarik napas panjang sebelum melangkah masuk."Ada apa, Levi? Kenapa pagi-pagi sekali kamu sudah datang ke sini?" tanya Yasa dengan suara yang terdengar berat. Semalaman dia mencoba menenangkan Daisy–istrinya yang terus gelisah tak menentu, membuatnya tak bisa menampik rasa yang sama. Levi mencoba berbicara setenang mungkin. "Tuan Yasa, saya perlu memberitahu sesuatu yang mendesak tentang Pak Rainer."Tatapan tajam Yasa menghantam Levi. "Apa maksudmu? Ada apa dengan Rainer?"Levi menelan ludah dengan susah payah. "Kami kehilangan kontak dengan Pak Rainer sejak kemarin sore. Jean telah melapor jika Pak Rainer mengalami kecelakaan yang cukup parah setelah di jalur yang biasa dilalui."Wajah Yasa berubah gelap, marah dan sedih bergumul menjadi satu.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 75. Berita Buruk

    Gelas yang ada dalam genggaman Camelia jatuh, menghantam lantai dengan suara pecahan yang menggema. Camelia menatap serpihan yang sudah berkeping-keping, pikirannya melayang jauh. Sebuah perasaan aneh menguasainya, seperti ada sesuatu yang salah. Dadanya terasa sesak, sementara tangannya gemetar tanpa sebab yang jelas.“Camelia, ada ap?” tanya Daisy seraya mendekat dengan wajah penuh kekhawatiran. Wanita itu ikut merasakan hawa berat yang menggantung di udara.Camelia menggeleng, mencoba tersenyum. "Aku tidak tahu, Bu. Perasaanku mendadak tidak enak," balas Camelia seraya menenangkan diri. Meskipun jelas nada suaranm wanita itu tidak meyakinkan siapa pun.Daisy jelas tahu kegelisahan menantunya itu, kegelisahan yang sama. "Kalau ada yang kamu rasakan, lebih baik ceritakan. Aku juga merasa ada yang aneh hari ini," ucap Daisy seperti orang yang dipenuhi beban.“Entahlah, Bu. Aku merasa Rai tidak dalam keadaan baik-baik saja,” balas Camelia.Daisy menghembuskan napas pelan. Sebagai se

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 74. Seperti Sebuah Keluarga

    "Makanlah, nanti makanannya keburu dingin,” ucap Danar pada anak semata wayangnya. Clay meraih sumpit dengan lincah, pipinya mengembang karena terlalu bersemangat menyantap udang tempura di piringnya. Matanya berbinar saat menatap Camelia yang sedang menuangkan teh hijau ke cangkirnya. "Apa kamu suka sausnya, Clay? Kalau kurang manis, bisa tambahkan ini." Camelia mengulurkan botol kecil berisi saus teriyaki dengan senyum hangat. Clay mengangguk antusias, mengoleskan lebih banyak saus di atas udang tempuranya. "Kenapa Tante tahu selera makanku?" tanya bocah itu dengan wajah polos polos, “seperti oma. Oma paling tahu seleraku." Lalu bocah itu terkekeh. Camelia melirik Danar sekilas, hanya kebetulan saja dia menyukai makanan seperti itu dengan memperbanyak saus teriyaki. Clay tidak berhenti bercerita, menceritakan permainan yang tadi dia coba di taman bermain bersama Amanda dan Ryo. Namun, dengan cepat bocah itu beralih membahas rencananya bersama sang ayah untuk akhir pekan

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 73. Makan Bersama Clay

    Setelah beberapa menit perjalanan Camelia dan Danar akhirnya sampai di sebuah restoran yang ada di sebuah mall.“Kita tunggu Clay sembari memesan makan dan minum lebih dulu,” ujar Danar.Keduanya berbincang ringan hingga akhirnya sosok kecil berlari ke arah mereka.“Nah, itu yang ditunggu sudah datang,” ucap Danar pada Camelia.“Papi!” seru Clay dari kejauhan.Camelia pun menoleh ke arah Clay yang sudah tersenyum riang.“Tante Camelia!” seru Clay lalu merentangkan tangannya. Camelia langsung mensejajarkan tubuh dengan Clay lalu memeluk bocah itu dengan senyuman.Danar hanya bisa menggeleng, karena anaknya itu langsung melupakan dirinya ketika melihat Camelia.Camelia bisa melihat dua sosok laki-laki dan perempuan yang berhenti tak jauh dari mereka. “Tante apa kabar? Tante sudah sembuh?” tanya Clay setelah melepas pelukannya dari Camelia.“Kabar baik, Tante juga sudah sehat. Clay apa kabar?”

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 72. Asisten Pribadi Baru

    Waktu berjalan begitu cepat, Camelia sudah mulai bekerja sejak seminggu yang lalu. Wanita bernama Anne selalu setia menemaninya, asisten pribadi dan juga bodyguard yang dipilih oleh Rainer secara khusus. Sudah tiga hari semenjak Rainer bertolak ke Singapura bersama orang-orang kepercayaannya. Namun, Camelia tak juga mendapatkan kabar tentang suaminya itu. Bertanya pada Levi pun percuma, pria yang ditugaskan untuk mengurus perusahaan itu seakan bungkam dengan kabar dan keadaan suaminya. “Pak Rainer baik-baik saja, Bu. Hanya butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya hingga tuntas.” Itu yang selalu Levi ucapkan saat dirinya bertanya. “Lia! Camelia Agatha!” Suara yang cukup lantang itu menyadarkan Camelia dari lamunan. “Maafkan saya, Pak Danar,” balas Camelia dengan gugup dan sungkan. Saat ini mereka sedang mengadakan rapat bersama staff penting di kantor, tetapi dirinya malah terhanyut dalam lamunan.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 71. Kebetulan Macam Apa?

    Pintu perlahan terbuka, langkah Rainer terdengar berat ketika masuk ke dalam kamar. “Kamu sudah pulang, Rai.”Camelia menyapa suaminya dengan senyum hangat seperti biasa, tetapi senyumnya memudar saat melihat wajah suaminya yang terlihat tidak bersahabat.“Ada apa? Apa ada masalah serius?” tanya Camelia mencoba memahami apa yang terjadi pada suaminya.“Bukankah kamu bilang hanya ingin bertemu dengan Maura?” tanya Rainer lebih pada menyindir, tatapan matanya begitu tajam dan terlihat menuduh.Camelia tersenyum dan menghela napas pelan.“Maksudmu pertemuanku dengan Kak Danar? Itu hanya sebuah kebetulan, Rai.” “Kebetulan? Kebetulan, tapi kamu bisa ikut rapat bersama.” Rainer melipat tangan di dada, ekspresinya keras dan kaku.“Itu diluar dugaan, Rai. Ternyata tadi Pak Indra yang rapat dengan Kak Danar, dia adalah salah satu klien kami yang royal, dia mengajakku ikut rapat tanpa aku bisa menolak.” Camelia mencoba menjelaskan, tetapi Rainer tidak menunjukkan tanda-tanda melunak.“Tidak b

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 70. Rapat Dadakan

    “Camelia!” Seorang pria memanggil nama Camelia. Membuat wanita itu menoleh ke sumber suara.“Kak Danar,” bisik Camelia kemudian tersenyum.Danar membalas senyuman itu dengan ramah. Pria itu tidak menyangka akan bertemu Camelia di tempat ini. Tiba-tiba jantungnya berdebar tak karuan saat melihat senyum manis wanita itu.“Bagaimana kabarmu?” tanya Danar seraya memindai wajah ayu Camelia. Semenjak mengunjungi wanita itu di Singapura bersama Clay mereka belum bertemu lagi secara langsung.“Kabar baik, Kak. Maafkan aku belum sempat menyapamu.”“Tidak masalah. Ada acara apa?”Camelia memandang Maura, lalu menjawab, “Aku baru saja makan siang bersama sahabatku, Maura.”Kemudian Camelia memperkenalkan Maura pada Danar dan sebaliknya.“Kak Danar sendiri ada acara apa di sini?”“Biasa, klien. Kamu ingat Pak Indra?” Camelia mengangguk, tentu saja dia ingat. Pak Indra adalah klien yang sangat royal.“Baikl

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 69. Berani Menggoda

    Camelia tersenyum saat melihat nama di layar ponselnya, Maura.“Camelia, apa kabar?” Suara riang Maura terdengar dari seberang sana. Dari suaranya terdengar penuh rasa rindu membuat wajah Camelia berseri.“Maura! Lama tak jumpa. Aku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu?” balas Camelia.Keduanya berbincang sejenak, terkadang suara tawa mengisi sela-sela obrolan itu, membawa Camelia kembali pada momen hangat bersama sahabatnya yang penuh nostalgia. Di akhir pembicaraan, Maura mengusulkan untuk bertemu di restoran favorit mereka.“Boleh, nanti aku kabari lagi, Maura.”“Ok, deh. Aku tunggu ya, semoga suami dinginmu itu tidak banyak tingkah.”Camelia terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu.Malam ini, Camelia dan Rainer menghabiskan waktu bersama di balkon kamar setelah menikmati makan malam bersama.“Apa kamu nyaman tinggal di sini?” tanya Rainer.“Tentu saja, di sini cukup ramai, aku tak perlu khawatir kesep

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 68. Ayo Buat Cicit

    “Baiklah, Kek. Kalau begitu jangan menahan istriku lebih lama lagi untuk menemanimu di sini,” ucap Rainer kepada sang kakek, kemudian mengajak Camelia untuk segera meninggalkan kakek Wijaya.“Tidak denganmu, Rai. Biarkan Lia kembali ke kamar sendiri, kamu tetap di sini, ada hal yang ingin aku bicarakan.” Kakek Wijaya menahan langkah Rainer.Suami Camelia Agatha itu berdecak, namun Camelia langsung menggenggam tangannya dan mengangguk. Tidak ingin Rainer membantah perintah sang kakek.“Baiklah,” ujar Rainer dengan malas.Camelia tersenyum lalu berjalan keluar dari tempat itu, meninggalkan dua lelaki berbeda usia itu untuk saling bicara.Bayangan tubuh Rainer berjalan tegak masuk dari balik pintu besar dengan ukiran kayu mewah, seperti biasa, wajahnya terlihat datar meski tak lagi dingin seperti dulu.Setelah berbicara singkat dengan kakeknya, Rainer kembali ke kamar, setelah melihat Camelia sedang menatapnya, dia pun tersenyum, senyuman yang sudah lama tak pernah muncul, senyuman yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status