Share

Bab 4. Godaan Suamiku

Penulis: Lemongrass
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 13:52:47

Camelia mencebikkan bibir dan melirik Rainer dengan wajah kesal lalu turun dari mobil dan menutup pintu dengan kasar.

“Dasar wanita itu, sengaja ingin menghancurkan mobilku,” lirih Rainer dengan kesal lalu menutup pintu mobil. Kelakuan Camelia membuat Rainer harus menekan emosinya agar tidak terpancing.

Wanita itu mengekor mengikuti langkah suaminya masuk ke dalam rumah. Di dalam benaknya Camelia merasa kesal mengapa Rainer justru membawanya kembali ke rumah ini. Bukankah pria itu tidak ingin dirinya kembali ke rumah ini.

Tak ingin berangsur-angsur dalam kekesalan Camelia akhirnya bertanya, “Kenapa kamu malah membawaku kembali ke rumah ini?”

Rainer berhenti tanpa aba-aba, Camelia berada tepat di belakangnya pun menabrak punggung kokoh itu tanpa sempat menghindar.

“Ya ampun, main berhenti saja sih,” keluh Camelia seraya mengusap-usap kening dan mundur beberapa langkah menjauh.

Rainer membalikkan badan, terlihat sekali jika dia sedang menahan kesal, lalu lepaskan dasi dan membuka jasnya.

“Aku lapar buatkan aku makanan,” titah Rainer tanpa menjawab pertanyaan dari istrinya.

Camelia terbelalak, dalam hatinya bertanya, “Aku tidak salah dengar?”

Rainer yang selama ini tidak pernah menyentuh masakan yang Camelia buat, sekarang justru memintanya untuk memasak?

“Kenapa malah bengong? Apa kamu tuli atau tidak paham bahasa manusia?” cibir Rainer.

“Sepertinya kepalamu terbentur sesuatu, sikapmu aneh hari ini. Bukankah kamu tidak mau memakan masakanku, kenapa memintaku memasak?” balas Camelia.

“Kenapa kamu cerewet sekali, cepat buatkan makanan untukku!” Rainer mengulang perintahnya.

“Rainer. Rainer. Pertama, aku bukan pembantumu. Kedua, aku sudah memutuskan untuk bercerai darimu, otomatis aku juga menghentikan semua aktivitas yang bersangkutan denganmu, termasuk memasak dan lain sebagainya,” jawab Camelia dengan enteng.

“Kamu ….” Rainer memilih untuk tidak membalas ucapan istrinya lalu melemparkan jas dan dasi yang ada di tangannya ke arah Camelia. Sontak wanita itu menangkap benda itu.

Tak sampai disitu saja, Rainer melepas kancing lengan kemejanya, lalu kancing-kancing kemejanya satu persatu.

“Eh, eh, Rai. Apa-apaan kamu?” seru Camelia seraya menghalangi wajah dan pandangannya dengan jas milik Rainer. Dia tidak ingin matanya yang masih suci terkontaminasi oleh tubuh polos suaminya.

Rainer semakin kesal melihat istrinya yang seolah-olah jijik melihat tubuh indahnya. Setelah selesai melepas kemejanya, Rainer langsung menarik jas yang digunakan untuk menghalangi wajah Camelia.

“Aaaaa!” jerit Camelia karena terkejut. Dia langsung membuang muka dan menutupi matanya dengan sebelah tangan.

“Hei!” geram Rainer.

Harga dirinya benar-benar koyak, disaat banyak wanita ingin menikmati tubuh proporsionalnya, istrinya justru menutup mata.

Rainer berjalan pelan mendekati Camelia, rahangnya mengeras saking kesalnya. Wanita itu berjalan mundur untuk menjauh mengikuti langkah kaki Rainer yang terus maju, hingga tak ada lagi ruang, terpojok di tembok.

Rainer mengulurkan kedua tangannya ke samping kanan dan kiri tubuh Camelia, mengunci wanita itu. Harum maskulin menyeruak menggelitik indera penciuman Cameliam

“Rai!” Mau tak mau Camelia menghadap ke arah suaminya.

Bagai melihat cahaya di tempat yang terang, silau, tubuh sempurna Rainer yang bertelanjang dada bagai memiliki daya magnet tersendiri, membuat mata indah Camelia tak berkedip, perut sixpack dan otot-otot kokoh yang indah, tanpa sadar wanita itu menelan ludah.

Diam-diam Rainer mengamati ekspresi istrinya dan tersenyum tipis penuh kemenangan.

“Lihatlah wajahmu itu, kamu sama saja dengan wanita-wanita di luaran sana saat melihat maha karya Tuhan yang luar biasa ini,” cibir Rainer dalam hati.

“Lihat apa kamu?” hardik Rainer.

“Roti sobek,” jujur Camelia tanpa sadar.

“Jadi kamu sedang menikmati tubuh indahku?” sindir Rainer.

“Ah, apa?” Camelia mengedipkan kelopak matanya beberapa kali mencoba mengusir roti sobek itu dari pandangan matanya.

“Aaaaaaa,” jerit Camelia.

Setelah tersadar Camelia langsung mendorong tubuh suaminya. Namun, Rainer justru memegang kedua tangan Camelia dan menguncinya di dinding.

“Rai!”

Rainer benar-benar telah berhasil mempermainkan Camelia terbukti dari detak jantung wanita itu yang mulai tak beraturan.

Pria itu semakin mendekatkan tubuh dan wajahnya, mengikis jarak. Lagi-lagi Camelia memalingkan wajah, membuat Rainer semakin kesal.

Rainer semakin mendekatkan jarak, hingga Camelia bisa merasakan hembusan nafas pria itu di dekat telinganya.

“Rai! Lepaskan!”

“Cobalah untuk melepaskan diri dariku jika kamu bisa,” kata Rainer menantang.

Bagaimana bisa Camelia melepaskan diri dari Rainer, tenaganya bahkan tak ada separuh dari tenaga pria itu.

Camelia menoleh hendak menatap dan mengintimidasi suaminya agar mau melepaskannya, siapa sangka jarak mereka begitu dekat, hampir tak berjarak.

Hidungnya tidak sengaja bersentuhan dengan hidung mancung Rainer, hembusan napas bergelung menjadi satu. Tatapan mata keduanya saling mengunci, menyelami satu sama lain.

Ada desiran aneh di hati Camelia diiringi detak jantung yang semakin tidak karuan.

“Ya, Tuhan, apa yang sedang terjadi? Oh, jantung tolong bekerjasamalah,” batin Camelia.

Perlahan Rainer sedikit menggeser posisi, bibir itu bersiap untuk menyerang, perlahan demi perlahan semakin dekat–

“Mas Rai, sepertinya Bibi mendengar suara Mbak Lia,” cicit Ella tanpa tahu apa yang sedang terjadi dan ketika mulutnya sudah terdiam dia baru melihat pemandangan langka.

Rainer memejamkan mata, menekan semua kekesalan dalam dada dan menghentikan gerakan, dia melonggarkan jarak dan melepas kuncian tangannya.

Sedangkan Camelia menunduk malu dan salah tingkah, seraya merapikan rambutnya. Nyaris saja dia akan berciuman dengan suaminya. Apa Camelia kecewa? Entahlah, yang pasti saat ini jantungnya serasa ingin melompat dari rongga dada.

“Ma–maafkan Bibi mengganggu, kalau begitu lanjutkan,” ujar wanita paruh baya itu lalu memutar tumit meninggalkan ruang tengah dengan ekspresi tidak enak hati.

Rai menyugar rambutnya dengan kasar, kemudian melempar jas, dasi, dan kemejanya pada Camelia.

“Bersihkan kotoran di baju itu sampai bersih,” titah Rainer kemudian memutar tubuhnya.

“Eeh, enak saja, biasanya kamu akan langsung membuang begitu saja kemeja yang sudah kotor. Jadi kamu buang saja, kenapa harus aku bersihkan,” protes Camelia.

Rainer kembali menghadap ke arah istrinya dan berkata, “Karena siapa baju itu kotor, jadi bersihkan sampai bersih!”

Dengan kesal Camelia berjalan ke arah Rainer dan mendorong pakaian itu ke dada Rainer.

“Lakukan saja sendiri!” ucap Camelia.

Wanita itu berjalan melewati Rainer.

“CAMELIA AGATHA!” teriak Rainer.

Camelia tidak peduli dengan teriakan suaminya, terus berjalan naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya, tak lupa mengunci pintu.

Camelia melorot duduk di lantai, kemudian menyentuh ujung hidungnya yang tadi bersentuhan dengan hidung Rainer. Tak lupa dia menarik napas berulang-ulang menetralkan detak jantungnya.

Bohong jika kejadian tadi tidak berefek apa-apa pada Camelia.

“Tenang, Lia. Tenang. Kamu bisa mengatasi semua ini. Jangan goyah, jangan lemah, jangan lengah, segera bercerai dan pergi sejauh mungkin untuk meraih cita-citamu, masa depan sudah menantimu,” gumam Camelia memberi kekuatan pada dirinya sendiri.

Hampir saja dia goyah, pesona Rainer memang luar biasa. Lalu bagaimana nasib Camelia setelah kembali ke rumah Rainer?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 5. Makan Siang Bersama

    Sementara itu di lantai satu, Rainer masih tidak habis pikir dengan tingkah laku istrinya.“Bisa-bisanya dia berbuat sesuka hatinya seperti ini!” kesal Rainer kemudian memijat pelipisnya.“Sejak kapan wanita itu menjadi begitu pemberontak?” gumam Rainer.Semejak Rainer mengajak Camelia bercerai satu tahun yang lalu dia memang jarang pulang, biasanya dia akan pulang ke apartemen pribadinya dan hanya sesekali datang ke rumah itu. Itu sebabnya dia tidak begitu memperhatikan perubahan Camelia.Rainer menendang dan memukul ke segala arah untuk menyalurkan emosi, lalu berteriak sekuat tenaga, “Camelia Agatha!”Ella yang terusik dengan teriakan Rainer berjalan tergopoh-gopoh menghampiri pria itu.“Ada apa, Mas?”Dada bidang pria itu masih terlihat naik turun karena luapan emosi yang memuncak, sayangnya dia tidak bisa melampiaskannya pada Camelia. Pantang bagi Rainer menyakiti fisik seorang wanita.Rainer menoleh ke arah Ella dengan tatapan tajam.“Cuci pakaian ini sampai bersih!” titah Raine

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 6. Kabur Lagi

    Wanita paruh baya itu tersenyum lalu menjawab, “Itu bukan masakan Bibi, Mbak. Tadi itu Mas Rai yang masak.”Tidak ada angin tidak ada hujan seketika Camelia terbatuk mendengar ucapan Ella.“Rai?” tanya Camelia memastikan.“Iya, Mas Rai.”“Dia bisa masak?”“Tadi rasanya enak kan? Berarti tidak diragukan lagi, Mbak,” ucap Ella dengan mantap dan mengacungkan dua ibu jarinya sambil memainkan kedua alisnya.“Kesambet kali ya?” celetuk Camelia.“Sepertinya Mas Rai mulai peduli pada Mbak Lia. Mungkin menyesal sudah cuek sama Mbak Lia selama ini.”“Aah, Bibi bisa aja ngomongnya. Sudah terlambat, Bi. Kenapa nggak dari dulu?”“Belum terlambat, kan belum ketok palu,” ucap Ella menggoda.“Bibi ini, jangan mencoba membuatku berharap pada harapan semu. Sudah ah. Aku ke kamar dulu ya.” Camelia masih menampik semua fakta itu, kemudian berlalu kembali ke kamar.“Semua belum terlambat, Mbak. Coba kembali buka hatimu,” ucap Ella setengah berteriak. Camelia hanya mengibaskan tangannya tanda tidak mau.B

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 7. Tiba-tiba Berbeda Sikap

    Dengan tampang tidak suka wanita itu bertanya, “Siapa wanita ini?” “Oma, Tante ini yang menyelamatkanku,” jawab anak kecil itu. Carmelia menoleh ke arah wanita paruh baya itu, tersenyum kemudian mengangguk hormat. Wanita paruh baya itu memandang Camelia dengan pandangan yang sulit diartikan. Wanita paruh baya itu bergegas mencari anak dan cucunya setelah mendapat kabar tentang Clay yang hampir mengalami kecelakaan, tapi dia justru menemukan ada seorang wanita di mobil anaknya. Dari sisi yang lain Danar memberi isyarat pada ibunya jika Camelia ingin keluar, dia pun mundur beberapa langkah memberi ruang pada Camelia untuk keluar dari mobil mewah itu. Danar ikut keluar dari sisi yang lain dan mendekat ke arah dua wanita berbeda generasi itu. “Selamat siang, Nyonya,” sapa Camelia dengan santun. “Mami, dia Camelia. Wanita yang sudah menyelamatkan Clay,” terang Danar. Seketika wajah wanita paruh baya itu berubah dan menyunggingkan senyum ramah. “Terima kasih banyak sudah menyelama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 8. Dijemput Paksa

    “Ayolah, Rai, kamu tak perlu membuat drama suami istri. Cukup kamu tanda tangani surat pengajuan cerai itu dan mengurusnya. Maka kita tidak perlu lagi mencampuri satu sama lain.” “Kooperatiflah sedikit, Camelia. Kondisi Kakekku sedang tidak baik-baik saja, tidak mungkin kita bercerai saat kondisi Kakek seperti itu,” ucap Rainer. Benar. Kondisi Kakek Wijaya memang sedang tidak baik beberapa waktu ini, Camelia bahkan sempat mengunjunginya sehari sebelum dia memutuskan untuk bercerai dari Rainer. Camelia nampak berpikir. Melihat istrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu, Rainer kembali berbicara, “Kakek juga meminta kita untuk menghadiri pesta ulang tahun Tuan dan Nyonya Adiwangsa bersama. Apa kamu masih ingin menolak permintaannya?” Karena kebohongannya pada Agnes Rainer justru mendapatkan ide. Camelia sangat menyayangi dan juga patuh pada Kakeknya. Rainer akan menggunakan Kakeknya untuk mengikat Camelia. “Kemasi barang-barangmu dan kita akan kembali ke rumah,” ujar Rainer s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 9

    Rainer menarik napas pelan lalu menghembuskan perlahan, mengumpulkan serpihan-serpihan kesabaran agar tidak berhamburan hingga terjadi sebuah ledakan yang membara di dalam jiwa.Camelia melirik ke arah Rainer yang hidungnya kembang-kempis seperti orang yang sedang meniup balon.“Kenapa malah diam? Yakin kamu ingin aku yang memilihkan? Aku tidak tahu makanan kesukaanmu lho,” tanya Camelia. Gadis cantik itu sengaja memancing Rainer, ingin tahu sebesar apa harga dirinya.“Coba kita lihat, apakah gengsimu akan sebesar gunung Everest, Rai,” batin Camelia.“Tidak perlu, aku pilih sendiri saja, bisa-bisa kamu memilihkan makanan yang membuatku alergi,” ucap Rainer kemudian meraih buku menu, melihat sekilas dan menyebutkan satu per satu makanan yang dia mau.Sedangkan Camelia duduk bersandar dan menatap sinis suaminya.“Memangnya kamu saja yang bisa berbuat seenaknya? Rasakan saja pembalasanku, akan kubuat kamu melepaskanku, Rai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 10

    “Pelakor? Maksudmu aku pelakor?” tanya Camelia seraya menunjuk dirinya sendiri.“Memangnya ada orang lain di sini?” balas Wulan.“Asal kamu tahu, hanya Nona Agnes yang pantas bersanding dengan Tuan Rainer! Wanita yang hanya mengincar hartanya seperti kamu benar-benar menjijikan,” ejek Wulan.“Mulutmu benar-benar tak tahu sopan santun,” balas Camelia.Brak!!!Pintu ruang ganti itu dibuka dengan kasar hingga menimbulkan suara yang memekakan telinga dan mengundang banyak perhatian, termasuk manajer butik. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Rainer.Wulan langsung tertunduk karena pria itu menatapnya dengan tajam. Sedangkan Camelia bersikap biasa saja tidak terpengaruh dengan kedatangan Rainer.Pegawai yang lain berkumpul dan mulai saling berbisik sambil menatap aneh ke arah ruang ganti itu. Manajer butik pun bergegas melihat apa yang sebenarnya terjadi.“Siapa kamu, berani sekali berkata seperti itu pada istriku?” ben

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 11

    Langkah Camelia terhenti lalu kembali melihat ke arah Rainer dengan kesal.“Benar kamu memang masih suamiku, tetapi–.”Ucapan Camelia terhenti karena Rainer langsung mengangkat tubuh wanita itu seperti karung beras.“Rai!” pekik Camelia.Rainer membawa Camelia dan mengambil koper yang ada di tangan Ella, masuk ke dalam kamar, menutup pintu, terakhir menguncinya.Melihat kedua majikannya, Ella pun tersenyum semringah dan bergumam, “Sepertinya Kakek Wijaya akan segera mendapatkan cicit yang sudah lama ditunggu.”“Rai! Turunkan aku! Kenapa kamu suka berbuat seenaknya?” teriak Camelia seraya memukuli punggung suaminya.“Diamlah!” bentak Rainer. Dia hanya tidak ingin istrinya terjatuh jika terus meronta.Camelia terus memukul dan berteriak meminta Rainer untuk menurunkannya.Rainer menjatuhkan Camelia di atas ranjang berukuran king size miliknya sampai terdengar deritan.Belum sempat Camelia mengger

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 12

    Camelia membangunkan tubuhnya dan mendesis kesal, dia mulai mendengar suaminya menghitung.“Ya ampun, kenapa dia begitu keras kepala?” Dengan terus menggerutu Camelia bangkit dari ranjang. Benar saja Rainer mulai mendobrak pintu itu.“Dia pikir mudah mendobrak pintu? Coba saja, sampai tulangmu patah, kamu tidak akan bisa membuka pintu ini kecuali membawa pasukan,” cemooh Camelia. Pada kenyataannya Rainer tidak mendobrak pintu kamar Camelia. Pria itu hanya menendang agar menimbulkan suara yang bising untuk memancing Camelia keluar. Tiba-tiba saja pintu terbuka tanpa Rainer mendengar suara kunci yang diputar, padahal posisi Rainer sudah siap menendang ke arah pintu.“Aaaaa,” teriak Camelia.Rainer mencoba mengendalikan tubuhnya agar tidak menendang sang istri, tetapi justru membuat tubuh oleng dan menerjang Camelia hingga mereka terjatuh di lantai.Brruugghhh!Rainer masih sempat menukar posisi sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24

Bab terbaru

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 126 Berakhir Bahagia

    Tirai putih menjuntai dari langit-langit, menghiasi aula dengan kemewahan yang menenangkan. Rangkaian bunga mawar putih dan lilin-lilin tinggi menghiasi sisi-sisi jalan menuju altar. Denting piano mengalun lembut, menggiring langkah Levi yang berdiri tegap menanti di ujung sana. Jas hitamnya melekat rapi, dasi kupu-kupu menghiasi lehernya, dan senyum gugup itu tidak bisa bersembunyi meski wajahnya berusaha tampak tenang.Anne melangkah perlahan, gaun putihnya jatuh anggun menyapu lantai, taburan payet menyala lembut. Mata mereka saling mengunci, dan dunia seakan hening, hanya mereka berdua, dan debar yang berkejaran di dada.Suara tawa kecil menyelingi isakan haru, ketika Levi dengan suara sedikit gemetar mengucapkan janji suci. Anne menatapnya, mata yang dulu ragu kini bersinar penuh keyakinan. Ketika mereka saling mengikat janji, tamu-tamu bersorak dan di antara mereka, Camelia mengusap sudut matanya yang basah, sementara Rainer menepuk punggung Levi saat keduanya turun dari altar

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 125 Pertentangan

    Suara kursi yang digeser Clay terdengar tegas. Bocah itu berdiri, menatap ayahnya dengan ekspresi serius yang jarang muncul di wajah polosnya.“Aku nggak setuju, Pi,” ucap Clay langsung pada intinya.Danar mengangkat alis, meletakkan dokumen kerjanya ke samping. “Apa yang kamu maksud?”“Aku nggak setuju punya mama baru, kalau bukan Tante Camelia,” jawab bocah itu, tegas.Wajah Danar melembut, bibirnya membentuk senyum kecil yang tak sepenuhnya ceria. “Kamu masih suka Tante Camelia karena dia baik, dan karena kamu terbiasa sama dia. Tapi kamu juga harus ingat, Tante Camelia sudah bahagia bersama Om Rainer dan juga Reyaga. Orang lain bisa salah paham jika kamu bicara seenaknya seperti itu,” balas Danar dengan penuh pengertian.Clay memeluk tubuhnya sendiri, menghindari tatapan Danar. “Iya aku tahu tapi aku tidak suka liat Papa dekat dengan perempuan lain.”Danar menghela napas, bangkit dari sofa, lalu berjongkok di depan putranya. “Clay, dengarkan Papi. Papi juga tidak sedang dalam

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 124. Menyatakan Cinta

    Dua insan duduk saling berhadapan. Gelas mocktail dengan irisan jeruk nipis itu diletakkan kembali sebelum isinya menyentuh bibir. Cahaya remang menggantung di antara keduanya, seolah ikut menahan napas. Suasana restoran seharusnya membantu, namun hati Levi justru berdebar semakin kacau. Tangannya terlipat di atas meja, matanya menatap lurus ke arah gadis di hadapannya.“Jadi apa yang ingin kamu bicarakan sampai mengajakku makan malam di tempat seperti ini?” tanya Anne yang mulai tidak sabar karena Levi lebih banyak diam hari ini, berbeda dengan biasanya.Sebelum menjawab pertanyaan itu, Levi menghela panas lalu berdehem.“Kamu pernah suka pada seseorang, tapi takut itu cuma perasaan sepihak?” Ternyata yang keluar dari bibirnya bukanlah jawaban. Melainkan sebuah pertanyaan.Anne membulatkan mata, seolah tidak menduga arah pembicaraan. Jemarinya yang memegang sendok tiba-tiba berhenti. “Kamu sedang bertanya soal aku, atau soal kamu?”Levi menautkan jemarinya di atas meja.“Aku hanya

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 123. Orang Masa Lalu

    Sunyi.Mata Camelia menyapu wajah suaminya. Di dalam pantulan manik kelam itu, ada satu bahasa yang tidak perlu diterjemahkan, cinta yang utuh, dan kebanggaan yang tidak bisa ditutupi.Rainer membalas pandangan itu, ujung bibirnya naik pelan.“Namanya akan kami umumkan saat acara syukuran nanti,” jawab Rainer diiringi dengan senyuman.Levi mengangkat alis.“Nggak asyik. Padahal aku sudah tidak sabar ingin memanggil namanya.”“Makanya menikah, biar kamu juga bisa merasakan betapa bahagiannya punya junior dan memanggil namanya untuk pertama kali,” balas Rainer.Levi berdecak, tapi tidak menanggapi, daripada dia harus mendengar ucapan Rainer yang menjengkelkan.*Gelak tawa menggema, aroma bunga segar dan makanan rumahan memenuhi udara, berbaur dengan hangatnya percakapan para tamu. Beberapa rekan bisnis Rainer berdiri dengan gelas di tangan, menyelam dalam obrolan santai. Daisy tampak sibuk mempersilakan orang-orang untuk duduk, sementara Anne dengan cekatan menjaga jalannya hidangan.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 122. Kebahagiaan yang Lengkap

    Di sepanjang perjalanan, tangan Rainer tidak pernah lepas dari Camelia. Jari-jarinya mengusap punggung istrinya, suaranya terus berbisik lembut, meskipun kegelisahan jelas terbaca. Sesampainya di rumah sakit, semuanya terasa seperti kekacauan yang teratur. Rainer pikir Camelia bisa segera melakukan persalinan ternyata mereka harus menunggu karena belum waktunya. “Dokter, apa tidak bisa lebih cepat? Lihatlah istriku sudah sangat kesakitan,” ujar Rainer. Dokter hanya tersenyum, sepanjang dia menjadi dokter, sudah sering melihat suami yang panik seperti itu. Rainer terus menemani Camelia menjalani proses menuju persalinan, seakan-akan ikut merasakan kesakitan yang dialamai istrinya. Setelah lebih dari sepuluh jam berada di rumah sakit, Camelia akhirnya siap untuk melakukan persalinan. Dokter dan perawat sigap membawa Camelia ke ruang bersalin. Rainer tidak peduli pada siapapun selain wanita yang sekarang terbaring di ranjang dengan ekspresi menahan sakit. Dia menggenggam tan

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 121. Panik dan Mendebarkan

    Rainer tersenyum, melirik istrinya, lalu mengaduk minumannya dengan santai. "Kamu terlalu memikirkan mereka, Sayang. Benar-benar seperti emak-emak yang sedang mencarikan jodoh untuk anaknya," ujar Rainer. "Jelas aku memikirkan mereka! Anne itu orang terdekatku saat ini setelah kamu. Levi orang terdekatmu setelah aku, apalagi dia memohon-mohon cuti pada bosnya yang kejam ini agar bisa berkencan dengan seorang wanita," balas Camelia cepat. "Oh iya, tentang Levi, dia selalu bersikap seolah-olah paling mengerti hubungan, paling berpengalaman, layaknya pakar cinta seperti yang kamu bilang. Tapi sekarang? Kenapa dia malah seperti ini? Bikin aku gregetan," imbuh Camelia. Rainer terkekeh, mengangkat bahu. "Levi selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya. Dia bukan tipe yang terburu-buru. Terlalu banyak berpikir sebelum bertindak, itulah sebabnya dia belum memiliki kekasih padahal usianya sudah kepala tiga." "Ya, tapi kalau terus seperti ini, Anne bisa bosan, bisa-bisa aku jodoh

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 120. Pamer

    “Selamat malam, Nyonya-nyonya.” Suara berat itu menyusup di antara obrolan, membuat Camelia dan Vanessa menoleh. Danar berdiri dengan setelan abu-abu yang rapi. Ekspresinya santai, tapi sorot mata itu tidak bisa menyembunyikan perasaan yang bergulat di dalam dada. Danar dan Camelia bertemu pandang, wanita itu menyunggingkan senyum yang celakanya masih membuat hati Danar berdesir. "Kamu benar-benar sulit ditemui sekarang,” ujar Danar. "Wajar, dia sekarang lebih sibuk dengan keluarga kecilnya," kata Vanessa menimpali sambil tersenyum. Tatapan Danar turun ke perut Camelia yang mulai membuncit. Ada kebahagiaan yang dia rasakan karena itu sebuah tanda jika hidup wanita itu lebih baik dan yang pasti, bahagia. Tetapi juga sesuatu yang tertahan di balik senyum tipisnya. Sejenak, hatinya terasa kosong. Camelia menangkap tatapan itu, tetapi memilih untuk bersikap biasa saja. “Apa kabar, Pak Danar?” Ada sesuatu di hati Danar, Camelia bahkan sudah tidak memanggilnya ‘kakak’ lagi.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 119. Orang Lama

    “Selamat malam, Nyonya-nyonya.” Suara berat itu menyusup di antara obrolan, membuat Camelia dan Vanessa menoleh. Danar berdiri dengan setelan abu-abu yang rapi. Ekspresinya santai, tapi sorot mata itu tidak bisa menyembunyikan perasaan yang bergulat di dalam dada. Danar dan Camelia bertemu pandang, wanita itu menyunggingkan senyum yang celakanya masih membuat hati Danar berdesir. "Kamu benar-benar sulit ditemui sekarang,” ujar Danar. "Wajar, dia sekarang lebih sibuk dengan keluarga kecilnya," kata Vanessa menimpali sambil tersenyum. Tatapan Danar turun ke perut Camelia yang mulai membuncit. Ada kebahagiaan yang dia rasakan karena itu sebuah tanda jika hidup wanita itu lebih baik dan yang pasti, bahagia. Tetapi juga sesuatu yang tertahan di balik senyum tipisnya. Sejenak, hatinya terasa kosong. Camelia menangkap tatapan itu, tetapi memilih untuk bersikap biasa saja. “Apa kabar, Pak Danar?” Ada sesuatu di hati Danar, Camelia bahkan sudah tidak memanggilnya ‘kakak’ lagi.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 118. Panik

    “Halo, dengan Tuan Rainer Wijaya, kami dari rumah sakit, ingin memberi tahu jika Nyonya Camelia pingsan dan dibawa ke rumah sakit.” Jantungnya berdegup lebih cepat. “Ada apa, Rai?” “Camelia dibawa ke rumah sakit, Lev.” Tidak menunggu waktu yang lama Rainer langsung bergegas menuju rumah sakit. Tangan Rainer mencengkram kemudi dengan erat, buku-buku jarinya memutih. Napas memburu, tubuh terasa panas, tapi bukan karena udara di dalam mobil—melainkan ketakutan yang perlahan-lahan merayap naik. Camelia pingsan. Rumah sakit. Mungkin aritmianya kambuh? Tiga hal itu terus berputar di kepalanya, memukul saraf-saraf kewaspadaan hingga jantungnya berdegup tak karuan. Steve. Itu pasti karena pria itu. Jika dia tahu pertemuan sialan itu akan membawa dampak sebesar ini, dia tak akan membiarkan Camelia keluar rumah. Sial. Harusnya dia lebih waspada. Harusnya dia tidak meremehkan dampaknya. Mobil berhenti dengan hentakan kasar di depan pintu gawat darurat. Rainer keluar tanpa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status