Home / Romansa / Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat! / Bab 5. Makan Siang Bersama

Share

Bab 5. Makan Siang Bersama

Author: Lemongrass
last update Last Updated: 2024-10-30 13:53:47

Sementara itu di lantai satu, Rainer masih tidak habis pikir dengan tingkah laku istrinya.

“Bisa-bisanya dia berbuat sesuka hatinya seperti ini!” kesal Rainer kemudian memijat pelipisnya.

“Sejak kapan wanita itu menjadi begitu pemberontak?” gumam Rainer.

Semejak Rainer mengajak Camelia bercerai satu tahun yang lalu dia memang jarang pulang, biasanya dia akan pulang ke apartemen pribadinya dan hanya sesekali datang ke rumah itu. Itu sebabnya dia tidak begitu memperhatikan perubahan Camelia.

Rainer menendang dan memukul ke segala arah untuk menyalurkan emosi, lalu berteriak sekuat tenaga, “Camelia Agatha!”

Ella yang terusik dengan teriakan Rainer berjalan tergopoh-gopoh menghampiri pria itu.

“Ada apa, Mas?”

Dada bidang pria itu masih terlihat naik turun karena luapan emosi yang memuncak, sayangnya dia tidak bisa melampiaskannya pada Camelia. Pantang bagi Rainer menyakiti fisik seorang wanita.

Rainer menoleh ke arah Ella dengan tatapan tajam.

“Cuci pakaian ini sampai bersih!” titah Rainer, seraya mengulurkan tangan memberikan pakaian kotor di tangannya.

Ella menerima pakaian itu dan melihat posisi yang kotor. Tidak terlalu ketara.

“Baik, Mas. Kali ini tidak dibuang, Mas?”

“Simpan di lemari setelah bersih dan rapi.”

“Oh, iya, Mas.”

Ella mengerutkan kening merasa sedikit aneh dengan perubahan majikan laki-lakinya itu. Biasanya Rainer akan membuang pakaian yang terkena noda, tetapi kali ini berbeda.

Sebelum melenggang Rainer kembali memberi perintah pada Ella, “Suruh Camelia masak makanan untuk makan siang.”

“Baik, Mas.”

Rainer menaiki tangga, sebelum masuk ke kamarnya dia melirik ke arah kamar yang ada di sebelah kamarnya.

Camelia memilih untuk merebahkan diri di tempat tidur premium dengan ukuran king size. Netranya menatap ke langit-langit, pikirannya menerawang, tetapi lamunannya harus terhenti saat mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.

Gadis cantik itu berdecak, memiringkan tubuh lalu menutupi kepalanya dengan bantal, tak ingin mendengar gangguan apapun dari luar, dia mengira jika orang yang sedang mengetuk pintu adalah suaminya.

Ketukan itu tak lagi terdengar, Camelia bangkit dan mengambil ponsel pintarnya.

“Sial! Aku tidak membawa tablet maupun laptop, ini di luar dugaan. Kenapa Rai malah membawaku kemari?” kesal Camelia.

Camelia mengirim pesan pada sahabatnya–Maura, memberitahukan jika dirinya kembali ke rumah Rai. Usai mengirim pesan, gadis itu mulai mengakses pekerjaan yang bisa dia handle melalui ponsel pintarnya. Meski menjadi nyonya muda keluarga konglomerat Camelia tidak pernah terlena dan terus mengasah hobinya.

Tak terasa lebih dari satu jam Camelia berkutat dengan ponselnya, hingga terdengar sebuah ketukan di pintu kamarnya.

“Mbak Lia, ini Bibi.”

Camelia bisa bernapas lega karena yang mengetuk pintu adalah Ella. Dia segera beranjak dan membukakan pintu.

“Ada apa, Bi?” tanya Camelia.

“Mas Rai mengajak Mbak Lia untuk makan siang bersama, dia sudah menunggu di bawah,” jawab wanita paruh baya itu dengan sedikit menggoda.

“Bisa katakan padanya untuk makan lebih dulu, aku belum lapar,” kata Camelia. Dia enggan untuk makan bersama dengan Rainer.

“Ayolah, Mbak. Mungkin ini kesempatan untuk Mbak Lia bisa makan bersama dengan Mas Rai. Siapa tahu kalian bisa dekat.”

“Aku sudah tidak butuh kesempatan, Bi.”

“Ah, dasar anak muda. Malu-malu tapi mau. Ayo, ayo.” Elle menarik pelan tangan Camelia, lalu menutup pintu kamar dan mendorong Camelia untuk turun ke lantai satu.

“Bibi, apa-apaan sih, aku malas bertemu dengannya,” lirih Camelia.

“Sudah, sudah, cepat turun, tidak baik menolak keinginan suami, nanti jatuhnya dosa.”

Camelia mencebikkan bibir dalam kepasrahan, sungguh dia malas sekali harus makan bersama Rainer. Jika hal ini terjadi beberapa minggu yang lalu dia pasti akan bersorak gembira dan berpesta tujuh hari tujuh malam, sebab setelah sekian lama menunggu akhirnya bisa makan berdua bersama Rainer.

Dari kejauhan terlihat wajah Rainer yang tidak bersahabat dengan kedua tangan menyilang di dada.

“Berapa lama lagi aku harus menunggumu?” ketus Rainer.

“Kenapa harus menungguku? Kamu bisa makan lebih dulu,” balas Camelia kemudian menarik kursi tak jauh dari Rainer.

“Siapa suruh kamu duduk di situ?” tegur Rainer. Dengan isyarat dagunya, pria itu menunjuk ke arah kursi yang ada di sampingnya.

Tidak ingin berdebat Camelia pun menurut. Rainer masih setia menatap Camelia dengan tajam.

Camelia dengan santai mengambil makanan untuk dirinya sendiri tanpa peduli pada Rainer yang sejak tadi menatapnya.

Rainer pun berdehem untuk menarik perhatian sang istri.

“Ada apa?” tanya Camelia.

Rainer menatap piringnya yang masih kosong tanpa berbicara sepatah kata pun. Camelia mendengkus lalu mengambil piring itu dan mengisinya dengan nasi.

“Sayur?” Rainer mengangguk.

Camelia mengambil sayur dan juga lauk untuk suaminya.

Rainer memimpin doa sebelum mereka menyantap makanan yang sudah tersedia.

“Dua hari lagi akan ada acara ulang tahun pernikahan Tuan dan Nyonya Adiwangsa. Kamu harus menemaniku untuk menghadiri pesta itu,” ucap Rainer di sela makan mereka.

“Kenapa harus aku? Biasanya kamu akan pergi bersama wanita itu setiap kali ada undangan dan pesta,” balas Camelia tanpa terpengaruh sama sekali dan cenderung tidak peduli.

“Tuan dan Nyonya Adiwangsa orang yang memegang teguh kesetiaan, dia tidak akan tinggal diam jika melihatku datang bukan bersama istriku.”

Camelia berdecak pelan dan berkata dalam hati, “Lagi-lagi karena urusan perusahaan dan pekerjaan.”

Jelas Rainer tidak ingin urusan bisnisnya kacau hanya karena dianggap berselingkuh, terlebih lagi keluarga Adiwangsa memiliki pengaruh penting di dunia bisnis.

“Itu urusanmu, bukan urusanku, jangan mendadak melibatkan aku dalam setiap urusanmu. Lagi pula mereka tidak akan ingat wajahku, jadi lakukan saja seperti biasanya, pergi bersama wanitamu,” balas Carmila dengan santai.

“Kamu itu istriku wajar jika menemani dalam sebuah acara dan kamu harus mulai membiasakan diri,” sentak Rainer.

Camelia tertawa mengejek lalu berkata, “Istri? Sejak kapan aku terlihat sebagai istrimu, Rai? Apa kamu tidak salah bicara?”

“Camelia!”

“Jangan teriak-teriak, aku belum tuli.”

“Aku tidak peduli kamu setuju atau tidak yang jelas kamu harus menemaniku!” tegas Rainer.

Camelia hanya melirik sekilas pada Rai lalu kembali menikmati makanannya.

“Aku sudah selesai makan.” Rai mengusap bibirnya dengan tisu.

“Nanti malam kita akan mencari kado untuk Tuan dan Nyonya Adiwangsa, aku akan menjemputmu. Jangan kemana-mana! Selangkah saja kamu keluar dari rumah ini.” Rainer menggerakkan tangannya ke leher, sebuah isyarat, “Mati kamu!”

“Dasar, tukang maksa,” gumam Camelia.

“Apa kamu bilang?”

“Tidak ada, pergilah!” Camelia mengusir secara halus.

Camelia menatap kepergian Rai dengan tatapan heran. Rai kembali ke kantornya sedangkan Camelia merapikan meja makan.

“Makanannya enak, Mbak?” tanya Ella yang membantu Camelia.

“Enak, Bi. Bibi habis belajar masak menu baru ya?”

Wanita paruh baya itu tersenyum sambil memainkan kedua alisnya naik turun. Camelia mengerutkan kening tidak paham.

“Kenapa, Bi?”

Related chapters

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 6. Kabur Lagi

    Wanita paruh baya itu tersenyum lalu menjawab, “Itu bukan masakan Bibi, Mbak. Tadi itu Mas Rai yang masak.”Tidak ada angin tidak ada hujan seketika Camelia terbatuk mendengar ucapan Ella.“Rai?” tanya Camelia memastikan.“Iya, Mas Rai.”“Dia bisa masak?”“Tadi rasanya enak kan? Berarti tidak diragukan lagi, Mbak,” ucap Ella dengan mantap dan mengacungkan dua ibu jarinya sambil memainkan kedua alisnya.“Kesambet kali ya?” celetuk Camelia.“Sepertinya Mas Rai mulai peduli pada Mbak Lia. Mungkin menyesal sudah cuek sama Mbak Lia selama ini.”“Aah, Bibi bisa aja ngomongnya. Sudah terlambat, Bi. Kenapa nggak dari dulu?”“Belum terlambat, kan belum ketok palu,” ucap Ella menggoda.“Bibi ini, jangan mencoba membuatku berharap pada harapan semu. Sudah ah. Aku ke kamar dulu ya.” Camelia masih menampik semua fakta itu, kemudian berlalu kembali ke kamar.“Semua belum terlambat, Mbak. Coba kembali buka hatimu,” ucap Ella setengah berteriak. Camelia hanya mengibaskan tangannya tanda tidak mau.B

    Last Updated : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 7. Tiba-tiba Berbeda Sikap

    Dengan tampang tidak suka wanita itu bertanya, “Siapa wanita ini?” “Oma, Tante ini yang menyelamatkanku,” jawab anak kecil itu. Carmelia menoleh ke arah wanita paruh baya itu, tersenyum kemudian mengangguk hormat. Wanita paruh baya itu memandang Camelia dengan pandangan yang sulit diartikan. Wanita paruh baya itu bergegas mencari anak dan cucunya setelah mendapat kabar tentang Clay yang hampir mengalami kecelakaan, tapi dia justru menemukan ada seorang wanita di mobil anaknya. Dari sisi yang lain Danar memberi isyarat pada ibunya jika Camelia ingin keluar, dia pun mundur beberapa langkah memberi ruang pada Camelia untuk keluar dari mobil mewah itu. Danar ikut keluar dari sisi yang lain dan mendekat ke arah dua wanita berbeda generasi itu. “Selamat siang, Nyonya,” sapa Camelia dengan santun. “Mami, dia Camelia. Wanita yang sudah menyelamatkan Clay,” terang Danar. Seketika wajah wanita paruh baya itu berubah dan menyunggingkan senyum ramah. “Terima kasih banyak sudah menyelama

    Last Updated : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 8. Dijemput Paksa

    “Ayolah, Rai, kamu tak perlu membuat drama suami istri. Cukup kamu tanda tangani surat pengajuan cerai itu dan mengurusnya. Maka kita tidak perlu lagi mencampuri satu sama lain.” “Kooperatiflah sedikit, Camelia. Kondisi Kakekku sedang tidak baik-baik saja, tidak mungkin kita bercerai saat kondisi Kakek seperti itu,” ucap Rainer. Benar. Kondisi Kakek Wijaya memang sedang tidak baik beberapa waktu ini, Camelia bahkan sempat mengunjunginya sehari sebelum dia memutuskan untuk bercerai dari Rainer. Camelia nampak berpikir. Melihat istrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu, Rainer kembali berbicara, “Kakek juga meminta kita untuk menghadiri pesta ulang tahun Tuan dan Nyonya Adiwangsa bersama. Apa kamu masih ingin menolak permintaannya?” Karena kebohongannya pada Agnes Rainer justru mendapatkan ide. Camelia sangat menyayangi dan juga patuh pada Kakeknya. Rainer akan menggunakan Kakeknya untuk mengikat Camelia. “Kemasi barang-barangmu dan kita akan kembali ke rumah,” ujar Rainer s

    Last Updated : 2024-11-18
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 9

    Rainer menarik napas pelan lalu menghembuskan perlahan, mengumpulkan serpihan-serpihan kesabaran agar tidak berhamburan hingga terjadi sebuah ledakan yang membara di dalam jiwa.Camelia melirik ke arah Rainer yang hidungnya kembang-kempis seperti orang yang sedang meniup balon.“Kenapa malah diam? Yakin kamu ingin aku yang memilihkan? Aku tidak tahu makanan kesukaanmu lho,” tanya Camelia. Gadis cantik itu sengaja memancing Rainer, ingin tahu sebesar apa harga dirinya.“Coba kita lihat, apakah gengsimu akan sebesar gunung Everest, Rai,” batin Camelia.“Tidak perlu, aku pilih sendiri saja, bisa-bisa kamu memilihkan makanan yang membuatku alergi,” ucap Rainer kemudian meraih buku menu, melihat sekilas dan menyebutkan satu per satu makanan yang dia mau.Sedangkan Camelia duduk bersandar dan menatap sinis suaminya.“Memangnya kamu saja yang bisa berbuat seenaknya? Rasakan saja pembalasanku, akan kubuat kamu melepaskanku, Rai

    Last Updated : 2024-11-21
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 10

    “Pelakor? Maksudmu aku pelakor?” tanya Camelia seraya menunjuk dirinya sendiri.“Memangnya ada orang lain di sini?” balas Wulan.“Asal kamu tahu, hanya Nona Agnes yang pantas bersanding dengan Tuan Rainer! Wanita yang hanya mengincar hartanya seperti kamu benar-benar menjijikan,” ejek Wulan.“Mulutmu benar-benar tak tahu sopan santun,” balas Camelia.Brak!!!Pintu ruang ganti itu dibuka dengan kasar hingga menimbulkan suara yang memekakan telinga dan mengundang banyak perhatian, termasuk manajer butik. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Rainer.Wulan langsung tertunduk karena pria itu menatapnya dengan tajam. Sedangkan Camelia bersikap biasa saja tidak terpengaruh dengan kedatangan Rainer.Pegawai yang lain berkumpul dan mulai saling berbisik sambil menatap aneh ke arah ruang ganti itu. Manajer butik pun bergegas melihat apa yang sebenarnya terjadi.“Siapa kamu, berani sekali berkata seperti itu pada istriku?” ben

    Last Updated : 2024-11-22
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 11

    Langkah Camelia terhenti lalu kembali melihat ke arah Rainer dengan kesal.“Benar kamu memang masih suamiku, tetapi–.”Ucapan Camelia terhenti karena Rainer langsung mengangkat tubuh wanita itu seperti karung beras.“Rai!” pekik Camelia.Rainer membawa Camelia dan mengambil koper yang ada di tangan Ella, masuk ke dalam kamar, menutup pintu, terakhir menguncinya.Melihat kedua majikannya, Ella pun tersenyum semringah dan bergumam, “Sepertinya Kakek Wijaya akan segera mendapatkan cicit yang sudah lama ditunggu.”“Rai! Turunkan aku! Kenapa kamu suka berbuat seenaknya?” teriak Camelia seraya memukuli punggung suaminya.“Diamlah!” bentak Rainer. Dia hanya tidak ingin istrinya terjatuh jika terus meronta.Camelia terus memukul dan berteriak meminta Rainer untuk menurunkannya.Rainer menjatuhkan Camelia di atas ranjang berukuran king size miliknya sampai terdengar deritan.Belum sempat Camelia mengger

    Last Updated : 2024-11-23
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 12

    Camelia membangunkan tubuhnya dan mendesis kesal, dia mulai mendengar suaminya menghitung.“Ya ampun, kenapa dia begitu keras kepala?” Dengan terus menggerutu Camelia bangkit dari ranjang. Benar saja Rainer mulai mendobrak pintu itu.“Dia pikir mudah mendobrak pintu? Coba saja, sampai tulangmu patah, kamu tidak akan bisa membuka pintu ini kecuali membawa pasukan,” cemooh Camelia. Pada kenyataannya Rainer tidak mendobrak pintu kamar Camelia. Pria itu hanya menendang agar menimbulkan suara yang bising untuk memancing Camelia keluar. Tiba-tiba saja pintu terbuka tanpa Rainer mendengar suara kunci yang diputar, padahal posisi Rainer sudah siap menendang ke arah pintu.“Aaaaa,” teriak Camelia.Rainer mencoba mengendalikan tubuhnya agar tidak menendang sang istri, tetapi justru membuat tubuh oleng dan menerjang Camelia hingga mereka terjatuh di lantai.Brruugghhh!Rainer masih sempat menukar posisi sebelum

    Last Updated : 2024-11-24
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 13

    “Ada apa?” tanya Camelia seraya berjalan ke arah pintu ruangan lemari raksasa itu. Rainer terlihat sedang melihat rak dasi miliknya.“Apa kamu lihat dasiku?”“Dasi yang mana? Dasimu terlalu banyak, aku tidak mungkin menghafalnya satu per satu,” balas Camelia.“Dasi berwarna marun yang bercorak garis-garis hitam,” jawab Rainer dengan wajah serius.Camelia terdiam sejenak, dasi yang dimaksud suaminya adalah dasi dari pemberian darinya di awal pernikahan mereka. Benda yang sama sekali tak pernah Rainer sentuh bahkan dipakai barang satu kali pun lalu untuk apa sekarang ditanyakan? “Oh, dasi itu? Aku sudah membuangnya,” jawab Camelia tanpa rasa bersalah. “Kenapa dibuang? Siapa yang menyuruhmu membuangnya?” tanya Rainer. Ada nada kekecewaan dari ucapan Rainer.“Dari awal aku memberikannya kepadamu, kamu tidak pernah mau menyentuh apalagi memakainya. Jadi lebih baik aku buang saja,” jawab Camelia dengan enteng.Wanit

    Last Updated : 2024-11-25

Latest chapter

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 51. Agnes

    “Kekasih yang pada akhirnya tak bisa bersatu maksudmu? Kamu tahu kenapa sampai sekarang Rainer tidak juga menceraikanku dan menikahimu?” tanya Camelia penuh intimidasi.Agnes menatap Camelia dengan kekesalan yang menggunung.“Karena sebenarnya Rainer itu mencintai dan peduli padaku lebih dari yang dia rasakan, alias dia tidak sadar,” jawab Camelia dengan percaya diri. Dia sengaja memprovokasi Agnes.“Kamu hanya istri status, tidak lebih! Aku juga tahu Rainer belum pernah menyentuhmu, jangan sombong di depanku!” balas Agnes.Camelia menyeringai lalu berjalan mendekati Agnes dan berbisik di telinganya, “Kamu tidak tahu betapa dahsyatnya Reiner di atas ranjang.”Setelah mengatakan itu Camelia berjalan menjauh dari Agnes dengan senyum penuh kemenangan telah berhasil membuat kekasih suaminya itu kesal. Meskipun semua itu hanya sebuah kebohongan untuk menjatuhkan lawan.Agnes memandang punggung Camelia yang semakin membaur diantara kerumunan. Hatinya kesal.“Kamu pikir kamu sudah menang? Ka

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 50. Gala Dinner

    Rainer hanya menatap datar pada Agnes dan Camelia bergantian.“Maaf, Nona. Tapi kami tidak ingin diganggu oleh siapapun, jadi kalian bisa menggunakan meja lain, di restoran ini masih banyak yang kosong,” sahut Danar.Dia bukan hanya ingin membantu Camelia tetapi juga tidak mau ada orang lain mengganggu sarapannya bersama wanita itu.“Kenapa begitu, aku hanya ingin mengobrol dengan Camelia, kami sudah lama tidak bertemu?” balas Agnes.Tentu saja itu bukan alasan yang sebenarnya, dia hanya ingin menunjukan kepemilikan atas Rainer.“Masih bertanya kenapa? Coba kalau tukar posisi, kalau jadi kami apa Anda juga akan setuju ada orang lain bergabung?” ucap Danar lagi, nada bicara sedikit meninggi.Camelia menyentuh tangan Danar dengan lembut dan berkata, “Kakak, tenangkan dirimu. Aku juga tidak mau ada ulat bulu duduk bersama kita, nanti aku gatal-gatal.”Rainer dan Agnes menatap kesal ke arah Camelia, tetapi berbeda kondisi. R

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 49. Apa yang Harus Kulakukan?

    "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Camelia, nada suaranya tetap santai meski ada sedikit kekhawatiran. “Aku sudah menghubungi beberapa orang untuk menyelidiki hal ini,” jawab Rainer. "Kamu berhati-hatilah. Jangan percaya siapa pun, bahkan Danar sekalipun,” imbuh Rainer. Kata-kata terakhir Rainer membuat Camelia tersentak. “Kamu masih menuduh Kak Danar? Rai, dia orang yang bisa aku percaya, dan aku tidak melihat alasan mengapa dia akan mengkhianatiku. Aku lihat selama ini kalian juga bersaing secara adil. Kalau begitu aku juga harus berhati-hati denganmu,” balas Camelia. Rainer mendengkus pelan, kesal mendengar istrinya membela Danar mati-matian, apalagi memanggil rivalnya itu dengan sebutan “Kak” sedangkan dengannya wanita itu hanya menyebut nama. “Lia, kamu harus sadar. Dunia ini tidak sehitam dan seputih itu. Orang-orang bisa berubah menjadi abu-abu. Bahkan mereka yang terlihat pa

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 48. Berdebat

    Camelia tak menampik ucapan suaminya, meski ucapan pria itu tak sepenuhnya benar. “Menyebalkan!” batin Camelia. Meski hati Camelia dipenuhi keraguan, ada sesuatu dalam cara Rainer berbicara yang membuatnya sedikit goyah. Mata suaminya itu, meski sering kali penuh dengan perhitungan, kali ini tampak tulus dan khawatir. "Aku tahu ini sulit untukmu," Rainer melanjutkan, suaranya lebih lembut, "tapi aku hanya ingin kamu aman. Itulah sebabnya aku memastikan malam ini, Danar tidak bisa mengganggu kita." Camelia mengangkat alisnya. "Apa maksudmu?" Rainer menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, dengan santai dia menjawab, "Tidak perlu khawatir aku hanya membuatnya sedikit sibuk dengan masalah pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan. Dia terlalu sibuk sekarang untuk memikirkan kita." "Jangan macam-macam kamu, Rai!"

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 47. Makan Malam Romantis

    Waktu menunjukkan pukul 19.00, Camelia sudah bersiap di lobi hotel, mengenakan gaun yang dikirim oleh Rainer. Rainer tiba tepat waktu, seperti yang dijanjikan. Saat pintu mobilnya terbuka, senyumnya yang penuh misteri menyambut Camelia."Senang kamu datang, Sayang. Ini akan menjadi malam yang tidak akan kamu lupakan," ucap Rainer.Camelia menatapnya tanpa ekspresi, mencoba menahan kegelisahan yang semakin dalam. "Apa sebenarnya yang kamu inginkan, Rainer?"Rainer hanya tersenyum tipis, memberikan isyarat untuk masuk ke mobil. "Hai, harusnya kamu menanyakan kabarku lebih dulu, bukan menanyakan hal lain," protes Rainer. "Jangan bermain-main, Rai--"Tanpa diduga Rainer menyandarkan kepalanya di bahu Camelia."Tolong biarkan aku seperti ini, Camelia, aku lelah. Benar-benar lelah," ucap Rainer seraya menutup matanya. Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang tercipta. Camelia membiarkan suaminya tetap p

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 46. Duduk Berdampingan

    “Halo, Sayang, sepertinya dunia ini begitu sempit sampai kita bisa duduk berdampingan seperti ini,” ucap Rainer penuh kemenangan. Tidak sulit bagi Rainer untuk melakukan hal seperti itu, dengan uang dan koneksi dia bisa melakukan yang diinginkan.Camelia mengeraskan rahang seraya menatap kesal suaminya. Dengan sekuat tenaga dia menginjak kaki Rainer dengan ujung highheel-nya. Rainer menahan sakit di punggung kakinya, lalu menatap kesal istrinya.“Menyebalkan!” gumam Camelia. Dia menyilangkan tangan di dada dan fokus ke depan.Sesi pertemuan itu dimulai dengan presentasi dari berbagai pemimpin industri. Hingga tiba perusahaan Camelia melakukan presentasi, dia berusaha untuk tetap fokus, tetapi sulit untuk mengabaikan tatapan dingin Rainer yang terus mengawasinya. Wanita itu tahu Rainer sedang merencanakan sesuatu. Sesuatu yang mungkin bisa menghancurkan segalanya jika dia tidak berhati-hati.Benar saja, baru saja seles

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 45. Berusaha Sekuat Tenaga

    Setelah kejadian malam itu, Camelia benar-benar mengerahkan semua pikiran dan tenaganya agar bisa memberikan yang terbaik saat pertemuan global di Singapura nanti. Dia tidak boleh kalah dari Rainer Wijaya atau semuanya akan sia-sia.“Hei, Lia, sepertinya akhir-akhir ini kamu terlalu memforsir diri,” ucap Danar lalu menghembuskan napas pelan, “apa ada yang terjadi saat makan malam beberapa hari lalu?” “Tidak ada, Kak. Aku hanya harus menang dari Rainer atau dia akan semakin menginjak-injak harga diriku,” jawab Camelia masih fokus pada layar laptopnya. “Biarpun begitu, kamu tidak boleh seperti ini, lihatlah dirimu saat ini, sudah seperti mayat hidup. Jangan sampai di hari H nanti kamu malah sakit,” tutur Danar.Camelia menghela napas kasar dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Memejamkan mata sejenak seraya mengenyahkan segala gejolak dalam hatinya.“Aku tahu kamu harus menang dan aku akan selalu di sampingmu untuk mewujudkan itu.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 44. Rindu yang Tak Terucap

    Kakek Wijaya tersenyum miring lalu berkata, “Baguslah, kalau kamu paham apa yang aku maksud, kamu memang pintar, Camelia.”Camelia memaksakan senyum, untuk beberapa saat suasana di antara keduanya menjadi canggung, beruntung Daisy datang menghampiri mereka.“Ayah jangan terlalu menekan Camelia, sudah lama dia tidak datang ke rumah ini jangan sampai dia benar-benar pergi,” ucap Daisy seraya menepuk pelan pundak ayah mertuanya, mengisyaratkan menenangkan urat-urat syaraf yang menegang.“Ah, sudahlah, sudahlah. Lebih baik kalian ngerumpi saja di dapur, aku ingin bersantai.” Kakek Wijaya mengusir secara halus.Daisy tersenyum lalu mengajak Camelia meninggalkan kakek tua itu sendirian.“Kamu ‘kan baru pulang kerja, lebih baik segera membersihkan diri. Ibu sudah suruh asisten untuk membersihkan kamar kalian dan menyiapkan pakaian kalian. Sudah lama tidak pernah dipakai, semuanya apek, jadi ibu sudah mencucinya.”“Aku jadi merepotkan ib

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 43. Peringatan

    Camelia berpikir sejenak, pilihan yang sulit. Danar masih menatap Camelia, menuntut sebuah jawaban atas pertanyaannya.Dengan ekspresi sedikit tidak enak Camelia menjawab, “Kalau malam ini aku tidak bisa, Kak. Aku ada acara keluarga.”Benar, keluarga Wijaya atau keluarga Rainer bukan hanya sekedar keluarga karena pernikahan, melainkan keluarga yang telah membesarkan, mengayomi dan melindunginya sejak kecil. Mana mungkin Camelia tega menghancurkan harapan orang tua yang ingin bertemu dengan anaknya, padahal itu hanya sekedar makan malam.Danar mengernyitkan keningnya, “Keluarga?”Camelia memaksakan senyum lalu menjawab, “Ibu memintaku untuk makan malam bersama, dia sudah tahu kabar tentangku. Aku tidak bisa mengecewakan orang tua yang ingin bertemu dengan anaknya.”“Ibu?” tanya Danar semakin bingung, yang dia tahu Camelia yatim piatu, seketika dia ingat siapa yang dimaksud.“Maksudmu, Nyonya Daisy, Ibu Rainer?”

DMCA.com Protection Status