Asyif buru-buru masuk ke dalam lift setelah pengancaman yang dilakukan Anggraini kepadanya. Gadis itu benar-benar gila. Dan yang benar-benar lebih gila dan tak habis pikir bagi Asyif adalah kenyataan bahwa dirinya memang benar-benar terancam oleh Anggraini padahal perempuan itu bukanlah siapa-siapa dalam hidupnya. Ternyata bukan hanya kehadiran Anggraini di hotel itu yang menjadi surprise bagi Asyif, melainkan pada saat lift yang dia tumpangi turun persis di lantai bawahnya, Asyif speechless tiba-tiba melihat siapa yang masuk ke dalam lift.Orang yang masuk itu awalnya tidak terlalu memperhatikan Asyif, namun beberapa detik saat bola mata keduanya bertemu, pria itu pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Mereka saling tatap sejenak, lalu pria yang baru masuk itu mencoba menguasai keterkejutannya dengan bersikap seolah mereka tak pernah saling kenal sebelumnya.Teguh adalah pria yang baru saja masuk ke dalam lift itu."Tutup pintu liftnya, Ayah. Kila mau tulun ke bawah," oceh boc
"Bagaimana? Kau mulai ragu sekarang?" tanya Asyif sinis manakala Anggraini tak segera menjawab apa yang baru saja diucapkannya.Anggraini menarik napas panjang dan berat. Sungguh ini adalah hal yang berat untuk dia putuskan, namun sejak Anggraini telah memutuskan untuk membalas dendam pada Teguh, Anggraini sadar dia memang sudah seharusnya tak boleh setengah-setengah. Tak bisa juga mundur. Harus maju apa pun yang terjadi, karena sesungguhnya ia sendiri ingin melihat Teguh jatuh dan hancur karena perbuatannya sendiri."Ah, sial! Harusnya aku tidak boleh percaya pada mulut wanita. Kalian adalah makhluk plin plan yang hari ini bisa berkata A besok bisa jadi berkata B. Baiklah, lupakan saja. Kau pulang saja, atau kau temui Teguh dan bicara baik-baik dengannya. Siapa tahu rumah tangga kalian masih bisa diselamatkan," ucap Asyif sedikit kesal.Pria itu berbalik badan siap meninggalkan Anggraini dan pergi menghadiri acara pernikahan Sahira. Namun tiba-tiba Anggraini menarik ujung baju belaka
"Asyif, kenapa kau lama sekali? Aku sudah lama menunggu di luar sini, tapi kamu nggak keluar-keluar juga dari dalam," kata Anggraini sebal.Asyif melipat tangannya di depan dada dan menatap Anggraini dengan tatapan menghakimi tanpa berkata apa pun."Baiklah, biar aku beritahu kamu ya. Aku tuh sebenarnya nggak pengen ke sini, tapi aku terpaksa," kata Anggraini menjawab tatapan itu.Anggraini sangat ingat betul pesan Asyif yang menyuruh ia untuk tinggal di kamar saja dan tak perlu keluar kamar."Oh, ya? Terpaksa bagaimana maksudnya?" balas Asyif tak percaya.Anggraini menghela napas melihat ekspresi Asyif yang nampak jelas tidak percaya padanya itu."Mungkin kau tidak percaya ini. Ada yang mengetuk kamar, lalu aku membukanya. Setelah aku membukanya ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Dan sialnya saat aku mau balik lagi ke kamar, pintu kamarnya tiba-tiba sudah tertutup dan tak bisa dibuka sama sekali," tutur Anggraini menjelaskan.Asyif masih tak bergeming menatapnya."Serius, aku ti
“Jalaang!! Bangsaat! Pela*ur!!” Kata-kata makian yang merendahkan bangsa perempuan itu keluar begitu saja dari mulut Teguh.Siapa suami yang tidak akan melakukan hal yang sama saat mendengar pengakuan dari mulut istrinya sendiri kalau dirinya berselingkuh? Anggraini bereaksi datar mendengar makian Teguh terhadap dirinya. Tak ada perasaan marah, benci, atau kecewa saat mendengar kata-kata kasar itu keluar dari mulut lelaki yang pernah dia cintai selama bertahun-tahun itu. Semua perasaan itu sirna berganti dengan rasa masa bodo.Anggraini kembali berbalik ke arah Asyif dan membantu lelaki itu berdiri.“Ayo, berdirilah! Aku akan membantumu,” kata Anggraini lembut antara merasa bersalah dan kasihan.Meski tidak sepenuhnya memaklumi tindakan Asyif itu saat memeluknya, namun akhirnya Anggraini mengerti motivasi pria itu melakukannya. Tentu saja Asyik berniat memprovokasi Teguh dan ingin membuatnya cemburu.Anggraini sedikitpun tak pernah punya keinginan untuk membuat Teguh cemburu dengan m
“Bun, Kila lapal (lapar),” rengek Shakila sambil memasang ekspresi wajah memelas pada Merry.Gadis kecil berusia tiga tahunan itu mengelus-elus perutnya untuk mengekspresikan pada ibunya bahwa dia benar-benar lapar.Merry tersenyum meski raut wajahnya tak bisa menyembunyikan keresahannya karena Teguh belum juga kembali pasca mereka gagal sarapan di resto hotel.“Tunggu sebentar lagi ya. Pasti ayah pulang akan bawa makanan buat Kila dan Bunda,” jawab Merry sambil membelai kepala putrinya itu.“Tapi Kila pengen pilih cendili makanannya,” jawab Shakila dengan lidah cadelnya.Merry menarik napas. Dia sendiri tidak begitu yakin kalau Teguh akan membawakan mereka makanan mengingat Teguh membatalkan sarapan mereka dan terburu-buru pergi setelah pertemuan mereka di lift dengan pria yang sudah menabrak mobil Tari beberapa hari yang lalu.Merry punya kekhawatiran kalau Teguh sengaja turun ke bawah tanpa membawa Merry dan Shakila untuk mencari pria itu dan menyelesaikan urusan mereka.Itu sontak
“Bagaimana? Siap untuk pulang?” tanya Asyif pada Anggraini yang sedang duduk di tepi ranjang.Sudah dua hari Anggraini berada di rumah sakit. Pasca perkelahian antara Asyif dan Teguh karena dirinya berujung dengan Anggraini yang harus dilarikan ke rumah sakir oleh Asyif karena mendapat kekerasan fisik dari suaminya itu. Tendangan Asyif pada punggungnya untungnya tidak sampai menyebabkan fraktur pada tulang belakangnya. Hanya saja karena hal itu Anggraini terpaksa harus dirawat dan beristirahat di rumah sakit selama dua hari. Kedatangannya ke Pangandaran untuk menyusul Asyif dan menyusun rencana-rencana membalas suaminya berakhir berantakan dan amburadul.Anggraini melihat Asyif yang berjalan mendekati ranjangnya. Pria itu sepertinya baru saja menyelesaikan pembayaran dan administrasi agar Anggraini bisa keluar hari ini.“Berapa tagihan rumah sakitnya?” tanya Anggraini.Wanita itu belum terlihat cukup sehat. Pengaruh beberapa obat yang harus ia minum membuat liurnya terasa pahit dan n
“Anggre, kamu benar baik-baik aja? Astaga, kamu diapain sama Teguh sih sampai masuk rumah sakit segala?” tanya Sophia sesaat setelah dia kembali masuk ke dalam rumah usai mengantar kepergian Asyif sampai depan rumah.Ibunya Sophia ikut menanti jawaban dari Anggraini dengan penuh perhatian. Pasalnya kemarin sore suami dari sahabat putrinya itu mendatangi rumah mereka dengan marah-marah. Pria itu memaksa Sophia untuk memberi tahu hubungan perselingkuhan istrinya dengan pria yang sepertinya baru saja mengantar Anggraini itu.Anggraini mengangkat pundaknya seakan tak memiliki kata yang tepat untuk menjawab rasa penasaran Sophia dan ibunya itu.Sophia gegas memeriksa Anggraini sambil tangannya mengeluks beberapa bagian di tubuh Anggraini termasuk punggung dan lengannya.“Aghh …” rintih Anggraini saat tangan sahabatnya tersebut menyentuh punggungnya.“Astaga, dia memukulmu di sini? Di punggung?” pekik Sophia.Anggraini tersenyum simpul. Ia tak berniat menjelaskan lebih rinci bahwa yang sebe
Asyif tiba di rumahnya ketika adzan Isya berkumandang. Begitu turun dari taksi, pria itu segera dibukakan pintu pagar oleh security yang biasa berjaga di pos depan.“Selamat malam, Pak Hamdan!” sapa Asyif.“Eh, Mas Asyif? Tumben naik taksi? Mobilnya kemana?” tanya satpam tersebut heran.“Di bengkel, Pak,” jawab Asyif singkat. “Aku masuk ke dalam ya, Pak? Eh, ada Ummi dan Abi ya?” Sambil menanyakan itu, Asyif tetap melangkahkan kakinya tanda bahwa dia sedang terburu-buru dan tak sempat berbincang terlalu panjang dengan orang yang bertugas menjaga rumah mereka itu.“Ada kok. Bapak sama Ibu ada di dalam, Mas,” jawab Pak Hamdan.“Makasih, Pak Hamdan.”Saat mengucapkan terimakasih pada pria itu, Asyif telah sampai di teras tepat di depan pintu rumah. Bisa dibayangkan seberapa panjang kaki yang ia punya hingga jarak 10 meter dari pagar ke teras ditempuh hanya dengan beberapa langkah saja baginya.Begitu sampai di depan pintu, belum sempat Asyif mengetuk pintu, pintu itu sudah ada yang mem
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it